2
“Mana Nata?!” marah
Rut yang baru pulang.
“kenap sih lu
marah!!?” Tanya Sella.
“Siapa yang gak marah.
Gua jadi barang taruhan di cave, dan lu tahu siapa bos
taruhan itu?!.”
“Siapa?.”
“Nata!!.”
Belum satu langkah Rut
melangkahkan kakinya ke kamar nata, Sella langsung memengang tangan Rut,
“Jangan sekarang?.”
“kenapa?!.”
“Lagi patah hati.”
“Dengan siapa?.”
Sella menggeleng, “gak
tahu, dia gak mau bilang.”
Jam sudah pukul 6.30
WIB. Jemputan dari Evan sudah datang, Sella yang sudah siap dari tadi, lalu
kekamar Nata, “Tok…tok…tok…”
“masuk,” terdengar
suara dari dalam.
Sella masuk kedalam
kamar. Petapah kagetnya Sella melihat Nata tidur-tiduran di kasur, “Lu kok
belum siap-siap!.”
“Gua lagi males.”
“Kalau gak jadi bilang
dong!” kesal Sella. Sella melihat map di kasur, lalu dilihat isi map itu,
“untuk apa ijasa lu nih.”
“Tadi siang Evan
bilang, kalau perusahaan tantenya sering menyalurkan beasiswa. Gua disuruh
bawak ijasa gua.”
“Lu mau kuliah.”
Nata menggangguk.
“Kalau gitu jangan
sia-siakan kesempatan ini,” saran Sella.
Nata berpikir sejenak,
“Ok. Gua siap-siap dulu,” sambil bangkit dari kasur. “Mana Rut?.”
“Dia pergi denga Heru
tadi.”
Nata cenggar-cenggir.
Sella yang tahu kenapa
Nata cenggar-cenggir, lansung berkata, “Rut marah baget sama lu. Lu juga
keterlaluan banget!” lalu keluar dari kamar.
***
Tante dan Evan
membantu Kakek jalan menuju meja yang sudah di pesan Tante atas namanya. Dengan
sopannya pelayan lestoran mengatar mereka. Setelah Tante memesan makanan untuk
makan malam mereka, lalu kakek berkata kepada Eva, “Tadi kakek bertemu dengan
Darman. Kakek membantalkan pertunangan kalian.”
“Apa!!” kaget Evan.
Kakek yang melihat
Evan kaget, langsung kebinggungat, “kenapa kau kaget, bukannya kau menyukain
Nata?.”
“Sudah aku bilangkan
kek, kami hanya temen!” evan pergi dari tempat itu. Didepan lestoran Evan
bertemu Sella dan Nata yang baru tiba. Nata langsung mengejar Evan yang
kelihatan marah, sedangkan Sella masuk di atas mang Udin sopir yang menjemput
mereka.
“Maaf tuan. Ini Non Sella
ya,” kata mang Udin sopan.
Kakek dan tante
melihat Sella, “Silakan duduk,” kata tante lembut, “Mana Nata?.”
“Tadi gejar Evan,”
jawab Sella.
“Ya sudah kalau gitu.
Ayo kita makan,” ajak Tante pada Sella.
Lalu mereka makan.
***
Setiba ditaman, Nata
membeli dua bungkus kacang rebus lalu memberikannya pada Evan yang dari lestoran
gak gomong sepata katapun. “Ternyata kalau malam, bintang-bintang dilihat dari
sini indah banget ya,” puji Nata membuka obrolan sambil melihat bintang-bintang
yang bertaburan di langit.
Evan menolek kearah
Nata yang duduk disebelahnya, “lu gak lapar?.”
“Laparlah….”
“Lalu kenapa lu ikutin
gua?.”
“Gua takut lu bunuh
diri.”
Evan tertawa.
“Kalau gitukan
kelihatan manis,” rayu Nata.
“Ha…. Ada-ada aja loe.”
“Kalau boleh tahu.
Tadi lu kenapa?” yang masih penasaran.
“Gua marah ke Kakek.”
“Kenapa?.”
“Kakek membatalkan
perjodohan gua dengan Sindy.”
“Apa!” kaget Nata yang
bercampur senang namun tak ditampakkannya didepan Evan.
“Kakek pikir gua
menyukain lu.”
“Memang benar khan…”
Evan menatap Nata.
“Bercanda. Serius
baget.” Terdiam sejenak, “tapi kalau gua kasih saran, lu jangan marah segitunya
ke Kakek. Khan lu bisa ngomong baik-baik. Sebenarnya sih, kalau lu bener-bener
menyukain Sindy, tanpa dijodohkan pun lu harus tekat mendapatkannya,” saran
Nata.
“Lu bener juga. Thank
ya…”
***
Dari ruang tamu Rut
dan Sella mengitip Nata yang melamun diteras, entah apa yang dipikirkan Nata
mereka tidak tahu. Lalu mereka mendekatin Nata, “Lu gak apa-apa?” Tanya Sella,
sambil duduk.
Nata melihat Rut dan
Sella, “Gua gak apa-apa kok. Gua pikir kalian belum pulang.”
“Dari tadi kok,” kata
Rut.
“Bagaimana kecan lu,”
goda Nata.
“Apaan sih loe,” malu
Rut.
“Bagaiman makan malamnya?”
Tanya Nata pada Sella.
“gitu deh. Habis makan
langsung pulang. Tapi kakek banyak nanya tentang Lina.”
“Nanya apa?.”
“Ya keluarga dan sifat
Lina.”
Nata kembali
memadangin langit, “kok bintang disini lain yang ditaman …”
“Apa yang lain?” Tanya
Rut lalu melihat ke langit. Sella pun ikutan melihat langit.
***
Rut langsung membuka
pintu tanpa mengetuk lagi, dilihatnya Nata sedang membersihkan wajah dengan
pelembab. “Loe belum siap?” Tanya Rut heran.
“Emangnya mau kemana.
Ke cave, kemarinkan sudah telajur minta cuti seminggu, ya… sekarang
malas-malasan aja,” jawab Nata.
“Kita gak jadi ke
Bali?.”
“Semalam Evan gak ngomong
apa-apa, mungkin gak jadi.”
“Tapi sopir Evan
datang.”
“Apa,” kaget Nata yang
belum siap-siap. ,”Memang jadi, jam berapa berangkatnya?.”
“Jam 10 nanti kata pak
sopir.”
“Adu…”sibuk Nata, “Gua
belum ke salon lagi, nanti gua jelek dilihat orang-orang Bali.”
“Udah jangan bawel,
siap-siap!” lalu kembali ke kamar.
Nata langsung bergegas
memasukkan baju ke koper. Tinggal 2 jam lagi pesawat lepas ladas padahal kosan
mereka sangat jauh dari bandara, untung-untung gak macet, kalau macet… gawat
baget. Apalagi jam-jam segini mana ada gak macet, semua orang beraktivitas.
***
Evan melihat Kakek dan
tante sedang santai diruang tengah, “Kita gak jadi ke Bali?” Tanya Evan.
Tante dan Kakek
menolek ke Evan. “Tante pikir gak jadi,” kata Tante yang sudah memerintahkan
anak buahnya untuk membatalkan keberakatan mereka.
“Kalau jadi, biar
dibeli lagi,” kata Tante melihat Kakek yang tersenyum.
“Ya cepat beli,” kata
Kakek tak mau buang kesempatan.
Tante langsung keluar
untuk menelpon bawahannya untuk membeli tiket ke Bali lagi.
“Kau gak marah ke
Kakek?” Tanya Kakek ragu-ragu.
“Kalau dipikir-pikir
gua gak pantas marah ke Kakek cumak gara-gara itu. Kalau kami jodoh, Sindy tak
akan kemana-mana,” bijak Evan.
Kakek tersenyum mendengar
perkataan Evan yang bijak.
“Aku ke kosan Nata
dulu, nanti telepon aja jam berapa berangkatnya,” sambil berdiri, “tolong
bilang ke Tante jangan lupa bawak koper gua dikamar.”
“Iya.”
Lalu Evan pergi.
“Kemana Evan?” Tanya
Tante.
“Ke kosan Nata. Jam
berapa berangkat?.”
“Jam 2 nanti.”
Lalu kakek terdiam.
“Apa lagi yang Ayah
pikirkan?.”
“Apa kita beritahu
Evan aja, kalau semalam kita telepon Darman untuk melanjutkan perjodohan itu,
tapi Sindy tidak mau karna dia menyukain laki-laki lain?” pendapat Kakek.
“Tak usahlah Yah.
Faktanya juga, Sindy gak mencintain Evan. Duluhkan dari keluarga aja niat
menjodohkan mereka, tapi sampai sekarang aku belum pernah dengan Sindy setuju
perjodohan itu.”
“Tapi aku tak mau
lihat Evan patah hati.”
“Sudahlah Yah. Evan
sudah dewasa, dia tahu mana cinta tulus dan tidak.”
“Maksud kau Nata.”
“Bisa aja. Seminggu
ini, dia selalu ketemu Nata. Dan… makan malam, beasiswa, dan ke Bali, kenapa
harus ajak Nata? Kenapa gak gajak Sindy aja?” pendapat Tante.
“Aku jadi penasaran
dengan yang namanya Nata.”
“Ayah pernah ketemu
kok. Ayah lupa.”
“Kapan?.”
***
“Ruttt……!!!” teriak
Nata dari teras.
Nata dan Sella berlari
keruang teras sambil membawa koper masing-masing.
“Apaan sih lu!!”marah
Rut, Nata teriak-teriak.
“Kata lu tadi, sopir
sudah jemput kita!,” Nata yang juga marah.
“Tuh….” Sambil menujuk
ke halaman teras, “mana mobil ya?” kaget Rut.
Sella pun ikut kaget,
“tadi ada kok mobilnya malah sama sopirnya.”
“Lalu mana mereka?!!”
marah Nata yang merasa dipermainnkan.
“Gak tahu,” serentak.
“Ehhh…” kesal Nata.
Baru membalikkan tubuhnya, Nata mendengar suara motor, lalu langsung kembali
membalikkan tubuh, siapa gerangan yang datang.
Cowok itu membuka
helmnya, “kalian sudah siap?” Tanya Evan, sambil turun dari motor. Melihat
mereka semua sudah siap untuk berangkat.
“Gak jadi ya?” Tanya
Nata.
“Jadi kok. Tapi jam 2
nanti berangkat.”
“Tapi tadi sopir lu…”
“Udah dong! Kalian ini
mainin orang aja sih!” marah Nata memotong perkataan Rut.
“Kami gak bohong
kok!!” kesal Sella.
“sudah dong…” kata
Nata lagi.
“Cukup cukup cukup….
Tadi memang sopir gua ke sini, cumak tadi sudah gua suruh dia pulang, kata Evan menghentikan petengkaran.
“Benerkan…” kata Rut.
“Iya, sorry,” kata
Nata meminta maaf pada kedua sahabatnya.
“Jam 2 nanti kita
berangkat.”
Rut dan sella menatap
Evan, seakan tak percaya.
“Ini pastih,” kata
Evan lagi menyakitkan Rut dan Sella.
Rut dan Sella masuk
kedalam. Sedangkan Nata senyum-senyum pada Evan.
“Kenapa lu senyum?.”
“Lu temenin gua
kesalon ya.”
“Males,” sambil duduk
di anak tangga, “gak ada kerjaan lain aja.”
“Ayo….” Maksa Nata.
Dengan terpaksa Evan
mengikutin keinginan Nata untuk mengatarnya ke salon langganannya yang berada
diseberang jalan.
***
Davin keluar dari
rumahnya yang berniat membeli menuman keras yang sudah habis dibelinya semalam.
Tapi tak tahu kenapa Davin merasa ada yang mengikutinnya dari belakang sejak
dari rumah. Berkali-kali Davin menolek kebelakang tapi tak ada orang yang
mecuringakan melainkkan hanya orang-orang lewat saja.
Dipertengahan jalan,
sebuah mobil berhenti di dekat Davin. Davin melihat orang yang keluar dari
mobil BMW berwarna biru itu. “Kak Davin,” sapa Sindy, “Kakak mau kemana?” yang
melihat Davin yang setengah sadar.
“Bukan urusan lu!”
kesal Davin sambil melajutkan langkahnya.
“Mau ku antar kak?.”
“Gak perluh.”
Sindy memengang tangan
Davin, “Kak…” bujuk Sindy, takut nanti terjadi apa-apa ke teman masa kecilnya.
Davin mengikutin
keinginan Sindy.
Setiba di cave tempat
langganan biasa mereka datangin. Davin langsung memesan minuman keras sedangkan
Sindy hanya jus apel. “Sejak kapan kakak minum?” Tanya Sindy, tak pernah
melihat Davin mabuk. Walaupun mereka sering minum, tapi yang mereka minum hanya
untuk menghangatkan tubuh dan tak terlalu berlebihan seperti dilihat Sindy
sekarang.
Davin tak menjawab.
“Kapan lu datang?” Tanya Davin mencari obrolan lain.
“Barusan,”jawab Sindy
yang baru tiba di Jakarta yang sebelumnya ke Paris untuk kuliahnya S1 jurusan
bisnis.
“Bukannya 4 tahun.”
“Iya sih…. Ini lagi
libur, tapi rencananya semester depan mau lanjut di Jakarta aja.”
“Kenapa?lebih baguskan
di Paris.”
“Iya sih… cumak….”
“Bukan karna Evan
khan?.”
“Kakak tahu aja,” malu
Sindy.
“Sekarang dimana
dia?.”
“Di Bali. dua hari
lagi ke Jakarta kok, dan… rencananya dia mau menetap di Jakarta.”
“Kenapa? Usaha
filemnya kurang laku disana?” lalu minum lagi.
“Kakak…”
Davin tersenyum.
“Aku dengar dari Papa,
Kakak sudah nikah? Sudah punya anak belum?.”
“Sudah, tapi gua gak
pernah ketemu dia,”kata Davin memedam kerinduannya selama setahun lebih. “Gua
rindu banget ke mereka.”
Sindy diam melihat Davin yang hampir menangis, namun
ditahannya.
***
Dibandara, Nata, Rut,
sella dan Evan sudah tiba duluan dari Kakek dan Tante padahal setengah jam lagi
pesawat yang menuju ke Bali akan lepas landas. Seseorang pria dengan berpakai
dasi dan jas berwarna hitam mendekati Evan yang sedang duduk di bangku tunggu
sambil mendengarkan musik dari hpnya. “Sore tuan,” sopan pria itu.
Evan melihat pria yang berdiri didepannya, lalu melepaskan headset dari telinganya, “Pak Win. Ada apa?.”
Evan melihat pria yang berdiri didepannya, lalu melepaskan headset dari telinganya, “Pak Win. Ada apa?.”
Pak Win memberikan 4
tiket kepada Evan.”Tuan tunggu didalam saja, sudah saya cekking. Biar saya yang
nunggu nyonya dan tuan besar disini.”
“Ya sudah kalau gitu,”
sambil berdiri, “yuk…” ajak Evan pada Nata, Sella dan Rut. Lalu mereka masuk ke
dalam tempat di mana orang-orang di bolehkan jika sudah cekking. Sedangkan Pak
Win menunggu kedatangan Kakek dan Tante. Setengah jam pun berlalu, panggilan keberangkatan
menuju Kota Bali sudah diumumkan agar memasukkin pesawat.
“Ayo…” ajak Evan pada
ketiga sahabat itu.
“Tapi, Kakek dan Tante
lu?” Tanya Nta yang belum melihat mereka dari pintu yang mereka lewatin tadi.
“Nanti mereka nyusul,”
jawab Evan yang masih melangkahkan kakinya.
Rut menarik tangan
Nata,”yuk….”
Didalam
pesawat,gamugari mengantar mereka berempat ke bangku masing, Nata dan Evan
duduk di bangku 3,4 jadi mereka sebangku, sedangkan Rut dan Sella bangku 5,6
jadi mereka duduk pas dibelakang Nata dan Evan. Nata yang mengetahuin dirinya
sebangku dengan Evan cenggar-cenggir.
“Kenapa lu senyum-senyum?”
aneh Evan melihat Nata.
“Seneng aja,” yang masih
tersenyum.
“Apa.”
“Dasar gajen!” kata
Rut dari belakang.
“Biarin….” Jawab Nata.
Evan hanya tersenyum.
Pengumuman untuk
duduk, cara memakai sabuk pengaman dan jika terjadi kecelakaan pesawat dengan
lihainya gamugari itu memberitahu pada awak pesawat. Ketika pesawat akan
lepaslandas, Nata langsung memengang tangan Evan dengan erat.
“Auhhh…” teriak Evan
kesakitan.
Nata yang mendengar
teriakkan langsung ikut berteriak,”aaahhhh…..!!!”
Tidak ada komentar :
Posting Komentar