Jumat, 25 Mei 2012
Kamis, 24 Mei 2012
Because I Love You 3
3
Kay mengajak Ceri ke Moll, lalu mereka
memasukkin toko pakaian yang khusus menjual pakaian anak-anak seumuran Ceri.
Dengan bantuan pelayan toko, Ceri di bantu memilih pakaian yang akan di pakai
nantinya. Sedangkan Kay menunggu Ceri di meja kasir.
“Berapa umur anaknya Pak,” tanya pelayan
toko yang berdiri di meja kasir.
Kay menolek pada pelayan itu, “apa wajahku
sudah terlihat seperti Ayahnya?”.
“Maaf Pak,” kata pelayan itu yang langsung
memintak maaf mengira Kay tersingung dengan kata-katanya.
Tak lama kemudian Ceri sudah selesai
memilih, beberapa pakaian sudah dipilihnya, “menurutmu mana yang bagus?” tanya
Ceri pada Kay.
Kay melihat pakaian yang dipilih Ceri cukup
banyak, “hitung semuanya,” lalu memberikan kartu kredit pada kasir.
“Dibelinya semuanya?” yang tak percaya apa
yang didenggarnya.
“Kalau hanya satu di beli dan besoknya kau
masih memakai bajuku lebih baik tidak usah beli,” pendapat Kay.
Setelah semua pakaian dibayar, Kay dan Ceri
meninggalkan toko. Tak jauh dari toko, Kay melihat toko pakaian yang khusus
menjual pakaian perempuan, “sepertinya kakakmu memerlukan beberapa pakaian,”
lalu mereka masuk ke dalam toko itu. Pelayan toko langsung melayanin mereka
berdua, “bisa saya bantu Pak?”.
“Aku mau cari pakaian untuk wanita dewasa,”
kata Kay.
“Pakaian seperti apa Pak?” tanya pelayan
itu yang belum mengerti penjelasan Kay.
“Umur kakakmu berapa?” tanya Kay pada Ceri.
“27 tahun”.
“Bedah tiga tahu,” yang tidak menyangka
umur Alina sudah 27 tahun padahal Kay
mengira umur Alina sekitar 24 atau 25 tahun. “Aku ingin pakaian perempuan yang
umurnya sekitar 27 tahun, dengan ukuran celana sekitar 27 atau 28, tinggi badan
170 dengan ukuran dadah?? Berapa ukuran dadahnya?” Kay bingung berapa ukuran
dadah Alina, “ahh… kau bisa carikan khan?”.
“Iya Pak,” kata pelayan itu yang sedikit
mengerti penjelasan Kay, “tunggu sebentar pak,” lalu pelayan itu segera memilih
pakaian. Tidak begitu lama Kay menunggu pelayan itu, beberapa pakaian pilihan
pelayan itu ditunjukkan pada Kay, “silakan pilih Pak”.
“langsung hitung saja,” perintah Kay lalu
memberikan kartu kredit pada kasir. Setelah semua pakaian di hitung dan kartu
kreditnya di kembalikan padanya, Kay dan Ceri keluar dari toko. “Sekarang kita
mau beli apa lagi?”.
“Pakaian dalam,” jawab Ceri.
“Apa! Pakaian dalam!” Kay yang tidak
menyangkah Ceri memintah dibelikan pakaian dalam, “kenapa kau tidak mintak beli
sepatu saja?” tawar Kay.
“Pakaian dalam lebih penting dari sepatu”.
“Hahhh…. Aku menyesal mengajakmu”.
“Dan… belikan untuk Kak Alina juga yach”.
“Apa!”.
***
Seperti Adriel kata dengan Ibu tadi pagi
dia akan menemuin Rudi secara pribadi. Adriel datang ke hotel Larisa sendirian
tanpa ditemanin siapapun, dia berniat memintah maaf pada Rudi atas sikaf
kasarnya kemarin. Kedatangan Adriel disambut dingin oleh Rudi, “aku pikir kau
tidak akan berani lagi menujukkan wajahmu di hadapanku. Tenyata aku salah. Kau
sampai mengijak harga dirimu untuk menemuinku,” Rudi yang sangat puas.
“Aku disini hanya memintah maaf,” kata
Adriel langsung ke inti bicara.
“Aku tahu, jika tidak tidak memintah maaf
untuk apa kau jauh-jauh datang kesini, benarkan?”.
“Aku hanya tidak mau kerja sama ini batal
karna hanya masalah sepeleh”.
“Bagi kau mungkin masalah sepeleh tapi
bagiku itu masalah besar. Kau sudah membuat aku malu di kandangmu sendiri!
Tapi… karna aku mengingat persahabatanku dengan Kay di tambah Ayahku dengan om
Darmawan sudah berteman baik, aku tidak mau merusaknya hanya karna ketidak
provesionalnya dirimu. Hotel Larisa dengan Hotel Ratu tetap akan bekerja sama,”
keputusan Rudi.
“Trimah kasih. Urusanku sudah selesai,
permisih,” Adriel yang akan segera pergi.
Baru beberapa langka Rudi memanggil Adriel,
“tunggu!”.
Adriel menghentikan langkahnya tanpa
menolek kearah Rudi.
“Sebaiknya kau harus lebih banyak belajar
dari Kay,” saran Rudi.
Adriel nampak tidak menyukain saran dari Rudi.
“Tapi sepertinya kau tidak akan melakukannya, “ dugaan Rudi,
“tapi kali ini kau harus mengikutin saranku”.
Adriel membalik tubuhnya, “maksud kau?”.
“Walaupun sikaf Kay yang cuek dan masa
bodoh, tapi dia tipe orang yang serius, jadi kau harus hati-hati dengannya.
Jangan biarkan Kay masuk, jika sekali masuk, kau tidak akan bertahan lama,”
saran Rudi.
Adriel memikirkan maksud perkataan Rudi
padanya.
***
Kay dan Ceri tiba di pakiran apartemen. Kay
mengeluarkan bungkusan-bungkusan dari bagasi mobil. Ceri hanya membawa 2
bungkusan sedangkkan Kay terpaksa harus membawa sisa bungkusan itu sendiri. Didalam lift Kay memperingatin
Ceri agar tidak memberitahu siapapun dia menemanin Ceri membeli pakaian dalam
wanita, “ingat! Jangan ada seorang pun tahu aku membeli pakaian dalam wanita”.
“Beres,” jjawab Ceri sambil menujukkan
jempolnya.
Ketika lift terbuka di lantai 30, mereka
langsung keluar dari lift. Bertapa terkejutnya Ceri melihat Alina menyadar
didinding dengan mata tertutup, “kakak…”Ceri langsung mendekatin Alina dan
langsung menanggis..
Sama seperti Ceri, Kay pun kanget melihat keadaan Alina. Di pengangnya
lenggan Alina untuk memeriksa nadi
apakah masih berdetak atau tidak, “dia masih hidup.
Suara tanggisan Ceri membuat Alina
terbangun, “kalian baru pulang,” melihat Ceri dan Kay berada dihadapannya.
“Kakak…” Ceri langsung memeluk Alina itu
membuat Alina bingung.
“Dia pikir kau kenapa-kenapa,” Kay yang
menjelaskan pada Alina kenapa Ceri bersikaf itu padanya.
Alina melepaskan pelukkan Ceri, “kakak
tidak apa-apa, “ lalu melihat banyak bungkusan, “bungkusan apa itu?”.
“Kak Kay membeli pakaian untuk Ceri, untuk
kakak juga ada,” jawab Ceri yang sangat senang.
Alina berdiri, “tolong jangan perlakukan
kami seperti ini,” yang tidak menyukain perhatian Kay yang berlebihan pada
mereka berdua.
“Apa maksudmu?”.
“Aku memang menumpang di rumahmu,” air
mmata jatuh membasahin pipi Alina, “tapi aku buka pengemis”.
“Tapi aku tidak pernah bilang kau
pengemis!” Kay membelah diri.
“Dengan caramu seperti ini, kau sudah
menganggap kami seperti pengemis!”.
Kay mendekatkan dirinya pada Alina,
“bisahkan kau membedahkan antara pengemis dengan dirimu!! Dan satu hal lagi,
harga dirimu itu terlalu tinggi!” Kay meletakkan kunci apartemen di tangan
Alina lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Alina masih menanggis.
“Kakak jangan menanggis,” Ceri yang juga
ikut menanggis, “kalau Kakak marah, Ceri tidak akan memakai pakaian-pakaian ini
huhuhu… Ceri tidak mau Kakak marah”.
Alina memeluk Ceri, “maafkan Aku. Dia
benar, harga diriku terlalu tinggi,” yang mulai sadar kesalahannya.
***
Didalam kamar, Adriel memikirkan saran yang
berikan Rudi padanya, “Walaupun sikaf
Kay yang cuek dan masa bodoh, tapi dia tipe orang yang serius, jadi kau harus
hati-hati dengannya. Jangan biarkan Kay masuk, jika sekali masuk, kau tidak
akan bertahan lama”. Adriel tersenyum, “mana mungkin anak manja seperti dia
bisa mengalahkanku,” nyakin Adriel yang bisa mengalahkan Kay.
***
Hari sudah semakin gelap. Ceri pun sudah
tertidur lelap di sofa karena kelelahan. Namun
Kay belum juga pulang dari tadi. Alina mulai merasa bersalah
pada Kay. Dilihatnya satu persatu bungkusan diantaranya bungkusan itu terdapat
pakaian dalam dan kosmetik untuknya, “sampai segininya kau memberikan padaku,”
Alina yang mulai sedikit menikmatin perhatian yang di berikan padanya.
Karena tidak mau telat kerja, Alina segera
berangkat dan meninggalkan Ceri sendiri di apartemen. Ketika mau keluar dari
gedung apartemen, Alina melihat Kay sedang duduk di anak tangga depan pintu
masuk gedung. Alina duduk di sebelah Kay lalu berkata, “maafkan aku. Seharusnya
tak sepantasnya aku bersikaf seperti itu
padamu”.
Kay tersenyum, “aku sudah melupakannya”.
“Lalu kenapa kau tidak kembali?”.
“Permadangan disini bagus”.
Alina tahu itu hanya alasan Kay saja,
“jangan bercanda”.
Kay tersenyum lebar, “hhmmm…” diam sejenak,
“sebenarnya aku iri padamu”.
“Kau jangan bercanda,” Alina yang mengira
Kay bercanda.
“Kau dan Ceri saudara tiri tapi kalian
saling menyayangin sedangkan aku. Bertemu saja belum pernah,” diam sejenak,
“temanku bilang, dia sepertinya tidak menyukainku”.
“Itu kan hanya tanggapan temanmu?” Alina
yang mencoba menghibur Kay.
“Seperti iya,” diam sejenak, “tapi itu
salahku juga, awalnya aku juga tidak menyukainnya”.
Alina tersenyum namun senyum itu hanya
sesaat ketika matanya tertujuh pada 2 pria yang sedang berdiri di tepi jalan
tak jauh dari gedung. Alina langsung menarik Kay bersembunyi di dalam gedung.
“Kau kenapa?” Kay merasakan tubuh Alina
yang gemetar, wajahnya pucat karena ketakutan. Kay mencoba menigitip apa yang
membuat Alina sampai setakut ini. Kay melihat dua pria yang berdiri di tepi
jalan tak jauh dari gedung. Mereka adalah salah satu pria yang mengeroyok Alina
2 malam sebelumnya. “kau jangan takut,” Kay memeluk Alina, “aku akan
menjagamu”. Alina tidak bisa mengatakan apa-apa, tubuhnya gemetar karena
ketakutan.
Kay membawa Alina ke apartemen, “minumlah,”
lalu memberikan segelas air putih pada Alina yang sebelumnya diambilnya di
dapur.
Alina langsung meminumnya, “trimah kasih”.
“Hari ini kau jangan kerja dulu,” saran
Kay.
Alina mengangguk.
Kay melihat pakaian dikenakan Alina pakaian
yang sama tadi siang, “sebaiknya kau mandi, kau bauk sekali,” canda Kay yang
mencoba menghibur Alina yang masih ketakutan.
“Iya…” lalu Alina masuk ke kamar mandi
untuk membersihkan diri.
Sedangkan Kay memidahkan Ceri yang sudah
tertidur lelap ke kamarnya. Setelah memidahkan Ceri ke kamar, Kay ke dapur
untuk membuat kopi. Setelah selesai membuat kopi, Kay ke ruang tengah sambil
mencicipin kopi yang panas namun tatapannya langsung berhenti saat melihat
Alina keluar dari kamar mandi dengan memakai prints dress. Tatapan Kay membuat
Alina salah tingkah, “sepertinyya kependekan,” malu Alina.
“Tidak, kau terlihat cantik,” puji Kay.
Alina tidak melihat Ceri di sofa, “mana
Ceri?” yang mulai panik.
“Jangan panik. Aku pindahkan Ceri di kamar.
Kau bisa tidur di kamar bersama Ceri”.
“Tapi kau?”.
“Kau tidak usah kuatir denganku, aku kan
laki-laki,” kata Kay sambil tersenyum.
Alina tersenyum tipis.
“Kau mau kopi?” tawar Kay.
“Tidak. Aku mau tidur saja. Selamat malam,”
lalu Alina masuk ke dalam kamar.
“Malam,” matanya yang masih tertujuh kearah
kamar, “dia cantik sekali,” puji Kay yang tidak bisa melupakannya. Kay berdiri
di balkon lalu mengingat saat dirinya memeluk Alina tadi namun tenganggu saat
Kay mulai penasaran dengan rasa takut Alina pada pria-pria itu, “kenapa dia
begitu takut?? Siapa mereka??”.
Tenyata dikamar Alina tidak tidur dia masih
memikirkan bagaimana cara membayar utang-utang Ayah tirinya. Bagaimanapun mereka bersembunyi dari lentenir
itu pastih suatu saat nanti mereka akan ditemukan juga dan itu yang tidak ingin
Alina inginkan. Sebelum itu terjadi, dia ingin menyelesaikan semua utang-utang
Ayahnya di tambah dia tidak ingin Kay orang yang menolongnya terlibat dalam
masalahnya.
Bukan karna memikirkan masalah ini saja
Alina tidak bisa tidur. Alina sudah terbiasa hidup terbalik, siang menjadi
malam, malam menjadi siang. yang seharusnya malam orang-orang istirahat bagi
Alina malam adalah untuk mencari uang dan siang untuk istirahat. Kebiasaan itu
membuat Alina terbiasa dengan kehidupan yang dijalaninnya selama ini.
***
Tidak terasa jam sudah menuju pukul 3.00
WIB. Alina keluar dari kamar dilihatnya Kay tertidur di sofa tanpa memakai
selimut. Diambilnya selimut dari kamar lalu menyelimutin tubuh Kay yang
terlihat kedinginan karna udara pagi yang dingin pagi yang mulai terasa dari
cela-cela petilasi. Dipadangnya wajah Kay yang sedang tidur, “trimah kasih,”
yang sangat bertrimah kasih atas bantuan yang selama ini Kay berikan padanya
dan Ceri.
Karena tidak mau menyia-yiakan wantu begitu
saja, Alina pun membersihkan rumah, mencuci pakaian dan juga menyiapkan sarapan
seadanya karena isi dapur Kay pun terlihat tidak lengkap dan isi kulkas pun
tidak ada apa-apa. Alina hanya memasak
nasi goreng untuk sarapan mereka
nantinya.
***
Seperti biasa Bob datang ke supermarket
sebelum pengantian kariawan. Di kasir Bob hanya melihat Nisa padahal Alina juga
ditetapkan menjaga kasir. “Mana Alina?” tanyanya.
“Eeehhh… dia tidak masuk,” jawab Nisa
ragu-ragu, “mungkin Ceri lagi tidak mau ditinggalkan,” Nisa mencoba memberi
alasan pada Bob.
Bob terdiam sejenak, “atau lagi dengan pria
itu,” lalu meninggalkan Nisa.
Nisa tahu Bob pastih cemburu pada pria itu,
rasa cemburunya pada pria itu membuat perasaan Nisa terluka. Sudah lama sekali
dia menahan perasaan ini pada Bob, dia pun tidak bisa mengatakannya karena Bob menyukain sahabatnya dibandingkan
dirinya.
***
Kay bangun dari tidurnya, dlihatnya ada
selimut menyelimutin tubuhnya. Kay terlihat bingung siapa yang melakukan ini
padanya. Terdenggar sauara dari arah dapur, Kay pun ke dapur melihat siapa yang
berada di dapur, “kau sedang apa?” tanyanya yang melihat Alina yang sedang
mencuci piring.
Alina kanget langsung membalikkan tubuhnya,
“hahhh…. Kau membuatku kanget”.
Kay tersenyum melihat Alina yang sangat
terkejut, “kau melakukan ini semua?” melihat sarapan sudah tersedia di atas
meja makan.
Dibandingkan menjawab pertanyaan Kay, Alina
malah mengomentarin peralatan dapur Kay yang tidak lengkap, “alat dapurmu tidak
lenkap dan isi kulkasmu juga gak ada apa-apa. Hanya makanan ringat, apa kau
terbiasa hidup seperti ini?”.
Kay duduk, “Ya”.
“Kalau kau lapar?”.
“Aku bisa menyuruh orang untuk membawa
makanan”.
“Untuk aja beras ada,” kata Alina dengan
nada suara pelat.
“Apa?”.
“Tidak,” sambil tersenyum, “ayo makan”.
Kay mulai memakan nasi goreng yang
disiapkan Alina untuk sarapan mereka. Sambil makan mata Kay melihat isi dapur
yang terlihat bersih dan pakaiannya yang berada di mesin cuci pun sudah
terlipan rapi, “kau tidak tidur semalaman?” dugaannya.
“Aku sudah terbiasa hidup terbalik. Siang
menjadi malam, malam menjadi siang”.
“Kenapa kau memilih pekerjaan malam? masih
banyak pekerjaan pada siang hari”.
“Karena gajinya lebih besar dibandingkan
siang hari”.
“Apa sebutuh itukah kau dengan uang”.
“Ya,” diam sejenak sambil memadang Kay yang
duduk di hadapannya, “kehidupanku kebalikkannya denganmu. Kau berlipah dengan
uang sedangkan aku kekurangan uang”.
“Apa pernah kau memipikan untuk mendapatkan
uang yang banyak?”.
Alina tersenyum, “aku takut untuk
bermimpi”.
“Kenapa?”.
“Karena setiap mimpi yang aku impikan akan
hilang begitu saja”.
Walaupun masih penasaran Kay tidak
melajutin bertanya lagi. Dia melihat penderitaan menyelimutin kehidupan Alina
selama ini. “Kau terlihat sangat menderita”.
Alina masih tersenyum, “aku sudah terbiasa
dengan kehidupan ini,” yang berusaha kuat dihadapan Kay.
***
Adriel mendapat telpon dari derektur Edi
untuk segera ke Hotel Ratu karena Ayah dan Rudi sedang membicarakan kerja sama
Hotel Ratu dengan Hotel Larisa. Adriel mengingat sikaf kasarnya pada Rudi di Hotel Ratu
membuat dirinya panik takut Rudi memberitahu Ayah tirinya itu. Walaupun dia
sudah memintah maaf secara pribadi pada Rudi tapi rasa takut itu masih
menyelimutinnya. Adriel angsung bergegas ke Hotel Ratu.
Setiba di Hotel Ratu Adriel melihat Ayah
bersalaman dengan Rudi di depan lobi Hotel. Ayah menyambut kedatangan Adriel,
“Aku tidak salah menyerahkan tugas ini padamu,” bangga Ayah pada kinerja Adriel
sambil menepuk bahu Adriel dengan pelat.
Adriel hanya tersenyum.
“Aku pergi dulu”.
“Iya Yah,” Adriel menatap Rudi dengan
tatapan tajam.
Setelah sopir membukakan pintu mobil untuk
Ayah barulah Ayah masuk ke dalam mobil lalu mobil pun berjalan pergi
meninggalkan Hotel Ratu.
Adriel mendekatin Rudi, “kau menyetujuian
kerja sama ini?”.
“Ya,” jawab singkat Rudi yang masih
tersenyum.
“Kau terlihat merencanakan sesuatu,” dugaan
Adriel.
“Benarkah?” yang pura-pura terkejut, “aku
pikir kau tidak tahu. Hahhh… mulai sekarang aku harus hati-hati denganmu”.
Adriel menatap Rudi sejenak,
“Permisih,” lalu memutuskan meninggalkan
Hotel menggunakan mobil yang masih terpakir di depan lobi Hotel. Dari kaca
spion Adriel melihat Rudi melambaikan
tangan kearahnya seakan sedang mengejeknya.
“Apa yang kau lakukan?!” tanya Heru melihat
sikaf Rudi pada Adriel, “kau membuatnya kesal”.
“Aku senang mengerjain orang yang suka
menusuk saudaranya dari belakang,” kata Rudi mengukir kata-katanya.
Kata-kata Rudi membuat Heru tidak mengerti,
“maksudmu itu apa-apa?!”.
Rudi menatap Heru, “apa sejak kau menjadi
asisten Kay kau menjadi bodoh!”.
“Apa!”.
“Hahh… tenyata benar”.
“Heiii…”.
“Sebaiknya kau pikirkan lagi pekerjaanmu
itu!” kata Rudi lalu masuk ke dalam mobil yang sebelumnya di buka sopinya dan
kemudian pergi meninggalkan hotel.
“Apa orang kaya selalu sifatnya seperti
itu!” kesal Heru melihat sikaf Rudi yang tak jauh bedah dengan sikaf Kay padanya, “hahhh… seharus aku tidak bersahabat
dengan mereka!”.
***
Adriel kembali ke perusahaan. Diruang
kerjanya Adriel memikirkan sikaf Rudi padanya yang seakan sedang melindungin
Kay darinya. Adriel semakin kesal dengan Kay yang banyak melindunginnya. “Aku
penasaran seperti apa dia?” yang mulai penaasaran dengan wujud Kay.
***
Selesai dari jonging Kay istirahat di
bangku taman yang sama Alina dudukin.
Dia memikirkan perkataan Alina saat sarapan, “aku takut untuk bermimpi”.
“Kenapa?”.
“Karena setiap mimpi yang aku impikan akan hilang begitu saja”.
Kata-kata itu menganggu pikiran Kay.
Kehidupannya dengan Alina memang sangat terbalik. Dia bisa melakukan apapun
karena dia memilikin orang tua yang kaya sedangkan Alina harus bekerja keras
untuk memenuhin hidupnya.
Dari kejauhan tiga pria memperhatikannya.
Kay merasakan di perhatikan oleh mereka namun berusaha tidak menujukkannya.
Cukup lama Kay membiarka mereka memperhatikannya, lalu kemudian memutuskan
mendekatin mereka. 3 pria itu mulai kelabakkan untuk pura-pura tidak melihat
Kay, “siapa yang menyuruh kalian?” tanyanya yang langsung ke inti masalah.
“Maafkan kami tuan,” kata salah satu dari
mereka.
“Aku tidak butuh maaf dari kalian. Siapa
yang menyuruh kalian? Ayah? Atau ibu tiriku?”.
“Ayah tuan,” jawab salah satu dari mereka.
“Kenapa Ayah menyuruh kalian untuk
menjagaku?”.
“Tuan besar takut nyonya akan melukain
tuan”.
Kay tersenyum, “tenyata dia sekarang sudah
menujukkan bagaimana seharusnya ibu tiri”.
Mereka bertiga hanya diam.
“Dari pada kalian menjagaku lebih baik
kalian membantuku,” Kay mendapatkan ide.
“Maksud tuan?”.
***
Alina mendapatkan telpon dari
Nisa untuk mengajaknya ketemuan.
Alina mengajak Nisa ketemuan di depan gedung apartemen. Nisa
yang melihat tempat tinggal Alina yang baru sangat terkejut, “kau tinggal
disini?” tanya Nisa seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.
Alina mengangguk, “ini hanya sementara. Setelah aman aku akan pergi”.
“Kenapa kau tidak tinggal denganku saja?”.
“Kalau aku tinggal denganmu kau akan celaka. Setidaknya kalau aku
tinggal disini mereka akan mengangguku di dalam. Karena disini banyak polisi
penjaga”.
“Lalu bagaimana kalau kau sedang
diluar?”.
Alina berusaha untuk tersenyum, “aku akan tertangkap”.
Nisa memeluk Alina, “aku tidak ingin terjadi apa-apa denganmu kau sahabatku
satu-satunya”.
Alina sangat senang mendenggarnya, “trimah kasih kau mau menjadi
sahabatku selama ini”.
Nisa masih memeluk Alina.
***
Kay pulang dan tidak melihat Alina hanya
Ceri yang berada di dalam apartemen sambil nonton TV, “mana kakakmu?”.
“Pergi menemuin temannya di luar,” jawab
Ceri dengan matanya terus tertujuh
kearah TV.
“Kau tidak sekolah?”.
Ceri mengeleng, “kakak menyuruhku sekolah”.
Kay menjulak kepala Ceri, “dasar bodoh!
Memang yang sekolah itu kakakmu!”.
Ceri menujukkan wajah cemberut.
“Besok sekolah!”.
Ceri mengangguk dengan wajah cemberut.
Kay tersenyum melihat wajah Ceri yang
cemberut.
***
“Apa tidak apa-apa kau menemaninku?” tanya
Nisa pada Alina yang menemaninnya berbelanja di Moll.
“Tidak apa-apa. Setidaknya aku harus
hati-hati,” jawab Alina sambil tersenyum, dia tidak ingin menujukkan
ketakutannya di hadapan Nisa, “mungkin beberapa hari ini aku tidak masuk
kerja”.
“Ya , itu lebih baik dari pada nantinya kau
tertangkap”.
Mereka berdua melintasin toko pakaian pria.
Alina menghentikan langkahnya, “kita masuk yuk,” mengajak Nisa masuk ke dalam
toko. Walaupun bingung Nisa tetap mengikutin Alina. Alina melihat-lihat jaket
pria, ketika sudah memutuskan jaket yang cocok Alina melihat harga yang
tercantum di jaket Rp 560.000,-. Cukup kanget Alina melihat hargat jaket lalu
meletakkan jaket itu kembali ke tempatnya. “Ayo…” lalu menarik Nisa keluar dari
toko.
“Kenapa gak jadi?” tanya Nisa.
“Mahal”.
Nisa tertawa, “hahaha… mahalah, memang kau
pikir ini tanah abang,” candanya.
“Hahahah…haha…” Alina ikut tertawa,
“mungkin lain kali aku belikan,” harapan Alina suatu saat nanti.
“Untuk pria itu?” tebak Nisa.
“Aku hanya ingin membalas kebaikannya
saja”.
“Siapa namanya?”.
“Namanya Kay”.
***
Ibu menyambut kepulangan Adriel, “kau pulang
sayang,” melihat raut wajah Adriel yang tidak bersemangat, “kau kenapa? Apa ada
masalah?”.
“Aku ingin bertemu dengan Kay”.
“Untuk apa kau ingin bertemu dengan Kay?”.
“Selama dia berada di Jakarta, dia akan
terus menghantuin kehidupanku Bu”.
“Kenapa kau bicara seperti itu?”.
“Rudi”.
“Rudi pemilik Hotel Larisa?”.
“Dia sahabat Kay. Sepertinya Kay menyuruh
Rudi untuk bermain-main denganku”.
“Apa. Apa maksudmu?”.
Adriel tidak menjawab dia hanya ingin
segera bertemu dengan Kay.
***
Alina kembali ke apartemen. Didalam
apartemen Alina melihat Kay dan Ceri tertidur di sofa dengan makanan berserakat
di atas meja dan TV di biarkan menyalah. Alina mengambil selimut lalu
menyelimutin tubuh Kay dan Ceri. Ketika mau menyelimutin Kay tiba-tiba mata Kay
terbuka. Alina sangat terkejut dan langsung berdiri tegap.
“Kau baru pulang?” tanya Kay yang terbangun
dari tidurnya.
“Iya,” gugup Alina.
Kay menahan senyum melihat Alina yang
gugup, “kau tidak apa-apa?”.
Alina menatap Kay, “Ya,” lalu tersenyum,
“aku tidak apa-apa”.
“Oh iya, besok Ceri harus sekolah, tidak
baik untuk pendidikannya,” saran Kay.
Kay melihat keraguan di ekpresi wajah yang ditunjukkan Alina. “Kau tidak
usah kuatir, aku menyuruh orang untuk menjaga Ceri 24 jam”.
“Tapi…”.
“Kau tidak usah kuatir, bukan aku yang
membayar merek, orang tuaku yang membayar. Mereka di suruh untuk menjagaku.
Dari pada mereka menjagaku lebih baik mereka menjaga Ceri,” mencoba
menjelaskan, “apalagi aku sudah besar, tidak perluh ada yang menjagaku,” kata
Kay panjang lebar menyakinkan Alina.
“Biasanya orang tua menyuruh seseorang
untuk menjaga kita pastih akan ada yang mencelakain kita,” kata Alina yang
mulai kuatir dengan Kay.
“Aku sudah terbiasa hidup seperti ini.
Hidup sendiri tanpa ada yang menjaga. Aku anak orang kaya,” tersenyum pada
dirinya sendiri, “aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan tapi…” terdiam
sejenak, “ada yang tidak bisa aku lakukan”.
“Maksudmu?”.
“Sudah tiga tahun lebih aku tidak bertemu
dengannya, sekarang dia muncul dengan menyuruh orang menjagaku itu terlihat aneh
bagiku”.
“Kadang kerinduan seseorang itu susah di
tebak, ada yang menujukkannya ada juga hanya diam. Sekarang bagaimana cara kita
menilainnya,” nasehat Alina.
Kata-kata Alina membuat Kay terhibur, “kau
terlihat dewasa dibandingkanku”.
Alina hanya tersenyum.
***
Nisa menceritakan semua pada Bob bahwa
Alina sekarang tinggal bersama pria yang bernama Kay. Bob yang mendenggar
cerita Nisa nampak kesal, “jadi mereka tinggal berdua”.
“Alina berpikir kalau dia tinggal di
apartemen mereka tidak akan berani mendekatinnya karena apartemen banyak
penjaga,” penjelasan Nisa.
“Dibandingkan menerima pertolonganku dia
malah memilih menerima pertolongan dari orang yang baru dikenalnya!”.
“Kau cemburu?”.
“Aku selalu bertepuk sebelah tangan. Saat
Adriel pergi, aku berpikir bisa
menggantikan Adriel di hatinya tapi tidak. Sekarang muncul pria lain,” lalu
tersenyum, “sepertinya aku akan mengalaminnya lagi”.
“Bisakah kau melupakan perasaanmu pada
Alina,” harap Nisa dengan mata berkaca-kaca.
“Apa maksudmu?”.
Nisa berusaha tidak menunjukkan rasa
sukanya pada Bob, “aku pikir, mungkin suatu saat nanti kau bisa mendapatkan
wanita terbaik melebihin Alina”.
“Aku tidak tahu. Aku belum pernah
memikirkannya”.
“Kenapa kau tidak mau memikirkannya?!” Nisa
yang mulai marah, “kau pikir di dunia ini hanya Alina!!”.
Bob bingung melihat Nisa marah padanya,
“kau kenapa? Kau ada masalah?” yang mengira Nisa ada masalah di luar ceritanya.
“Tidak. Maafkan aku”.
***
“Kakak mau kemana?” tanya Ceri yang melihat
Alina yang akan pergi.
“Aku akan pulang untuk ambil perlengkapan
sekolahmu. Gak mungkinkan kau memakai baju bebas ke sekolah,” kata Alina.
“Tapi kak…”.
“Aku akan hati-hati,” saat Alina
membalikkan tubuhnya dia melihat Kay sudah berdiri di pintu kamar, “kau sudah
bangun? Aku sudah siapkan sarapan kalian, sebelum jonging sebaiknya kau makan
dulu,” saran Alina sambil berjalan keluar kamar.
Kay langsung menahan lengan Alina, “biar
aku suruh orang mengambilnya”.
Alina melepaskan tangan Alina, “tidak usah,
aku bisa sendiri. Aku… aku akan hati-hati. Jangan terlalu menguatirkan aku”.
“Aku tidak menguatirkanmu tapi aku penduli
padamu!”.
Alina menatap Kay, mereka berdua saling
menatap satu sama lain. Kay mulai menujukkan kesukaannya pada Alina namun Alina
belum menyadarin itu semua. Tidak tahu kapan munculnya, Kay mulai penduli
dengan kehidupan Alina.
“Bisakah kalian tidak bertengkar,” sambung
Ceri yang tidak ingin suasana menjadi memanas.
Alina melangkah keluar kamar menghindarin
Kay yang masih menatapnya. Terdenggar suara ketukkan pintu dari luar. Alina membuka
pintu. Alina sangat terkejut melihat tiga pria berbadan besar di hadapannya,
“si… siapa ka… lian?” tanya Alina dengan gemetar.
Kay muncul di belakang Alina, “kalian sudah
datang,” menyambut ketiga pria itu, “masuklah!”. Setelah masuk ketiga pria itu,
Kay melihat Alina masih berdiri di depan pintu. Kay tahu pastih Alina berpikir
tiga pria itu sedang mencarinya selama ini, “mereka yang akan menjaga Ceri,”
katanya mencoba menenangkan perasaan Alina.
Alina membalikkan tubuhnya, “dari mana kau
tahu?”.
“Aku terbiasa dengan memperlajarin ekpresi
seseorang,” kata Kay seraya tersenyum lalu masuk ke dalam.
Alina ikut masuk ke dalam dilihatnya tiga
pria itu sedang membantu Ceri menyiapkan diri dari buku-bukunya dan memakaikan
sepatu Ceri, “apaan ini?!” Alina mencoba menghindarin perhatian yang
berlebihan di berikan Kay pada Ceri.
Kay melihat ekpresi wajah Ceri yang
langsung murung saat Alina mengatakan itu. Kay lagsung memengang tangan Alina
lalu menariknya masuk ke kamar.
Alina melepaskan tangan dari genggaman Kay
dengan kasarnya, “tolong jangan berikan perhatian berlebihan pada kami!”.
“Bisakah kau bicara setelah Ceri pergi!”
marah Kay, “kau tidak melihat ekpresi yang ditunjukkan Ceri”.
“Ekpresi-ekpresi, ekpresi apa?! Aku tidak
mengerti ekpresi yang kau maksud!!” Alina yang ikut marah pada Kay.
“Aku pernah mengatakan harga dirimu terlalu
tinggi dan sekarang kau tunjukkan lagi,” lalu keluar dari kamar.
Alina menyadarkan tubuhnya ke dinding
sambil memikirkan perkataan Kay padanya.
“Antar dia ke sekolah,” perintah Kay pada
ketiga pria itu.
“Baik tuan,” kata salah satu dari mereka.
“Kakak gimana?” tanya Ceri.
Kay melihat Alina belum keluar dari kamar,
“pergilah”.
Ceri mengangguk, “aku pergi dulu,” lalu
pergi bersama tiga pria itu ke sekolah menggunakan mobil yang terpakir di depan
apartemen.
Tak lama kemudian Alina keluar dari
kamar, dilihatnya Kay sedang berdiri di
balkon sambil memadangin pemadangan kota dari atas. “Mungkin orang seperti aku
hanya tinggal harga diri yang aku punya yang lainnya tidak lagi. Semuanya
hilang dengan berjalannya waktu”.
Kay membalikkan tubuhnya, “maafkan aku.
Mungkin jika aku jadi kau, aku baru tahu bertapa kau mempertahankan harga
dirimu itu,” yang mulai mengerti sikaf Alina.
Alina tersenyum, “tapi kau sudah
menghancurkannya perlahan demi perlahan. Dengan kau memberikan semua ini pada
kami, harga diriku mulai rapuh”.
Kay mendekatin Alina lalu memengang bahu
Alina dengan kedua tangannya, “siapapun tidak akan bisa menghancurkan harga
dirimu walaupun itu aku. Jadilah dirimu
sendiri, itu yang membuat aku tertarik padamu,” Kay mulai memberikan penyataan
bahwa dia mulai menyukain Alina.
Tiba-tiba Heru muncul, “maaf… a..aku akan
pergi,” Kata Heru yang merasa menganggu kemesraan sahabatnya itu.
Kay melepaskan tangannya dari bahu Alina,
“tunggu!” lalu kembali berdiri di balkon.
Sedangkan Alina masuk ke kamar, dia
memikirkan perkataan Kay barusan, “Jadilah
dirimu sendiri, itu yang membuat aku tertarik padamu”. Alina tersenyum
sendiri sambil membandingkan masa lalunya, “tenyata semua pria itu sama,” yang
tak mau terluka untuk kedua kalinya.
Heru mendekatin Kay, “kau menyukainnya?”
goda Heru.
Kay hanya tersenyum
Melihat ekpresi Kay itu sudah satu jawaban
untuk Heru, “dari kapan?”.
“Sebaiknya kau beritahu tujuanmu dari pada
kau bertanya masalah pribadiku”.
“Hahahaha…” Heru tertawa, “sejak kapan kau
menyimpan rahasia dariku?”.
“Mulai sekarang”.
“Hahhh… kau ini!” Heru tidak melihat Ceri,
“mana adiknya?”.
“Sekolah”.
“Hahhh… wajar aja kalian bisa berduaan”.
Kay hanya tersenyum menanggapin perkataan
Heru, “o iya, kenapa Ayah menyuruh orang untuk menjagaku? Kau tahu sesuatu?”.
“Aku tidak tahu apa-apa. Kau tidak tanya
pada mereka?”.
“Aku pikir kau tahu”.
“Ayahmu gak bilang apa-apa denganku”.
Kay diam sejenak untuk berpikir, “seperti
apa ibu dan saudara tiriku?”.
“Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang
mereka? Kau mencurigain mereka?”.
“Tidak. Ini terlihat aneh. Pastih terjadi
sesuatu sampai Ayah menyuruh orang untuk menjagaku”.
“Perluh aku cari tahu?” Heru menawarin
bantuan.
“Ya”.
“Ok, aku akan cari tahu”.
***
“Tok…tok…tok…!!” dari luar pintu ruangan
Ayah di ketuk, “masuk!” Ayah langsung memerintahkan untuk masuk. “Ada apa?”
tanyanya pada asistennya.
“Nyonya sudah kembali tuan,” ucap asisten
memberikan laporan pada Ayah.
Ayah terkejut mendenggarnya kabar bahwa ibu
kandung Kay sudah kembali ke Indonesia, “sejak kapan?”.
“Dua hari yang lalu tuan”.
“Apa mereka sudah bertemu?”.
“Aku rasa belum tuan. Tapi… sepertinya
nyonya ingin bertemu dengan tuan Kay”.
Ayah diam.
“Apa yang harus aku lakukan tuan? Apa
perluh aku buat nyonya untuk tidak bertemu dengan tuan Kay?”.
“Itu tidak perluh dilakukan, bagaimana pun
juga mereka anak dan ibu. Aku tidak ada hak untuk memisahkan mereka,” kata Ayah
yang bijaksana.
***
“Jadi kapan kau mulai bekerja? Bukannya kau
kembali ke Indonesia untuk bekerja di perusaan Ayahmu,” tanya Heru yang belum
mendapatkan jawaban dari Kay sejak dia pulang ke Indonesia.
“Sebelum aku bekerja aku ingin bertemu
dengan Ayah dulu”.
“Lalu kenapa kau tidak lakukan?”.
“Ada hal-hal yang membuatku tidak bisa
bertemu dengan Ayah”.
“Itukan sudah sangat lama,” heru yang
mengira masalah yang maksud Kay masalah sewaktu dirinya meninggalkan Indonsia,
“Ayahmu pastih sudah melupakannya”.
“Bukan itu”.
“Lalu apa?” tiba-tiba hpnya berbunyi. Heru
melihat siapa yang menghubunginnya dari layar hp.
“Kenapa tidak kau angkat?” tanya Kay
melihat Heru ragu mengangkat telpon.
“Ibu tirimu,” Heru memberitahu siapa yang
menghubunginnya.
Kay terlihat bingung namun berusaha untuk
tidak ditunjukkannya pada Heru.
Setelah Heru pergi, Alina keluar dari
kamar, “dia sudah pergi?” tanyanya.
“Ya,” jawab Kay.
Alina melihat Kay terlihat murung, “kau
kenapa?” lalu berdiri bersama Kay di balkon.
“Aku iri melihat kau dan Ceri”.
“Kenapa?”.
“Kalian begitu saling menyayangin”.
“Awalnya aku tidak menyukainnya”.
Kay menolek, “kenapa?”.
“Ceri adalah anak dari ayah tiriku yang hobinya main judi dan
mabuk-mabukkan. Jika aku melihat Ceri aku selalu teringat dengan apa yang
dilakukannya ayahnya pada kakakku,” diam
sejenak, “ketika ibu meninggal aku baru sadar, sekarang tinggal Ceri saudaraku
satu-satunya dan kami harus saling melindungin,” cerita Alina.
“Kau tidak bernian membencinya”.
“Mungkin kau benar,” kata Alina seraya
tersenyum.
***
Setelah mendapatkan telpon dari Ibu tiri
Kay, Heru segera menemuinnya dirumah orang tua Kay, “sore tan,” sapa Heru
sopan.
“Kau sudah datang,” melihat Heru,
“duduklah”.
“Baiklah,” lalu duduk di sofa, “kenapa
tante ingin bertemu denganku?” tanya Heru yang penasaran.
“Kau laki-laki baik, pintar dan bekerja
keras. Kenapa kau lebih memilih menjadi asisten Kay di bandingkan bekerja
bersama Pak Rudi di hotelnya. Aku denggar Pak Rudi sudah menawarkan pekerjaan
padamu”.
“Aku menyukain pekerjaanku ini”.
“Hanya itu?” Ibu yang tidak nyakin.
“Ya”.
Ibu tersenyum sinis, “aku tidak nyakin
dengan jawabanmu. Tapi itu tidak ada untungnya denganku,” lalu menatap Heru,
“kau pastih tahu dimana Kay tinggal?” tanya Ibu yang lalu ke inti masalah
kenapa dia memanggil Heru.
“Ya”.
“Dimana?”.
“Maaf. Aku tidak bisa mengatakannya”.
“Apa Kay menyuruhmu untuk tidak
mengatakannya?”.
“Ya”.
“Tenyata kau sangat setia dengan Kay. Apa
kau tidak takut aku pecat?” Ibu mulai mengacam Heru.
Namun Heru tidak gentar, “sebelumnya aku
mintak maaf, tapi tante tidak ada hak untuk memecatku”.
“Apa katamu!!” marah Ibu mendenggar kata-kata
Heru.
“Selain Kay tidak satu pun yang berhak
memecatku, walaupun itu om Darmawan,” Heru mempertegas perkataannya.
“Mentang-mentang Kay melindunginmu kau
mulai kurang ajar denganku!!”.
Heru berdiri, “aku tidak pernah berlindung
di belakang siapapun. Sebelumnya aku mintak maaf bersikaf tidak sopan pada
tante. Aku permisih tan,” ketika membalikkan tubuhnya, Heru melihat Adriel
berdiri di depan pintu menatap tajam kearahnya, “selamat sore,” sapa Heru pada
Adriel.
Adriel mendekatin Heru, “katakan pada Kay,
aku ingin bertemu dengannya,” Adriel melihat keraguan di wajah Heru, “jika kau
tidak bisa memberitahu dimana Kay tinggal setidaknya kau bisa menyampaikan
pesanku ini padanya khan?”.
“Iya, aku akan sampaikan pesanmu”.
Adriel tersenyum yang dibuat-buatnya.
***
Kay
makan malam bersama Alina dan Ceri di meja makan. Kay yang melihat Alina hanya
masak nasi goreng untuk makan malam mereka membuat Kay bosan yang setiap hari
harus makan nasi goreng, “selain nasi goreng apa tidak ada masakan lain yang
kau bisa?” tanyan Kay.
“Selain kecap dan cabe isi kulkasmu apa
aja,” jawab Alina sambil makan.
Kay baru menyadarin kalau kulkasnya tidak
ada apa-apa yang bisa di masak, “ayo kita belanja,” sambil berdiri.
“Apa,” Alina dan Ceri terkejut, “apa gak
kemalaman kita belanja,” ucap Alina.
“Kak Alina benar, mana ada pasar buka
malam-malam,” sambung Ceri.
“Apa selama ini kau tidak mengenal adanya
supermarket yang menjual kebutuhan dapur,” kata Kay pada Ceri.
“Aku tahu, tapi…”.
“Apa kau ingin kita besok makan nasi goreng
lagi?”.
Ceri mengeleng.
“Kalian bicara apa sihh…?” tanya Alina yang
tidak mendenggar pembicaraan Kay dengan Ceri.
“Kak kita belanja yuk,” ajak Ceri.
“Ceri!”.
“Ceri benar, hari ini kita harus belanja.
Bukannya katamu isi kulkasku tidak ada yang bisa di masak dan juga peralatan
dapurku juga tidak lengkap. Ayo kita belanja,” semangat Kay.
Alina tersenyum melihat sikaf Kay yang
tidak jauh bedah dengan sikaf Ceri.
Mereka bertiga pergi ke Moll namun langsung
ke tempat menjual kebutuhan sehari-hari yang berada di lantai satu. Kay
mengambil kereta dorong untuk membawa barang belanjaan mereka nantinya. Kay
melihat Alina yang sejak tadi bingung mau membeli ikan, ayam atau daging
membuatnya muak, “bisakah kau cepat memilih?”.
Alina menolek, “besok kau mau makan apa?”.
“Hahhh… jadi dari tadi kau mikirkan itu?!”.
Alina mengangguk.
“Kau ini!!” Kay mengambil ikan, ayam dan
daging dan langsung dimasukkannya ke
dalam keranjang.
“Apa yang kau lakukan?! Apa kau habis makan
sebanyak?!”.
“Apa kau tidak pernah mengetahuin fungsi dari kulkas?!”.
Alina tersenyum malu, “maaf”.
“Ayo Ceri,” Kay mengajak Ceri berjalan
duluan dan meninggalkan keranjang pada Alina.
Alina mengikutin mereka dari belakang. Kay
dan Ceri bertugas memutuskan akan
membeli apa sedangkan Alina bertugas
mendorong kereta keranjang dan mengikutin kemana mereka pergi. Kay mengambil
sayur-sayuran, makanan kaleng, rempah-rempah, mi dan kebutuhan lainnya
sedangkan Ceri mengambil makanan ringan. Kali ini Alina membiarkan Kay
memajakan Ceri sesukanya.
Ketika di tempat peralatan dapur Kay
mengambil kuali di setiap ukuran, panci setiap ukuran, sendok makan, gelas,
piring, mangkok-mangkok, sapu, kain pel beserta cairan pembersi lantai dan
alat-alat lainnya yang dibutuhkan.
Alina yang melihat kemahiran Kay dalam
memilih membuatnya kagum, “kau terlihat pahir memilih,” pujinya.
“Aku hidup sendiri diharuskan untuk belajar
mandiri”.
“Aku pikir kau hanya anak manja yang hanya
mengadalkan kekayaan orang tuamu”.
“Kadang aku seperti itu”.
“Apa”.
“Memang salah aku menikmatin kekayaan orang
tuaku?”.
“Tidak”.
Kay mengambil alih mendorong kereta,
“itulah kehidupan,” lalu mendorong kereta tempat kasir untuk membayar barang
belanjaan mereka.
Ketika selesai membayar barang belanjaan,
mereka langsung memutuskan langsung pulang. Namun ketika di pintu masuk Moll
mereka bertemu dengan lintenir beserta anak buahnya. Lintenir itu sangat senang
melihat Alina dan Ceri, “tenyata Jakarta ini sangat sempit,” ucap lintenir itu
tertujuh pada Alina.
Alina sangat ketakutan namun berusaha untuk
kuat, sedangkan Ceri bersembunyi di
belakang Kay. “Jangan ganggu mereka, bawak aja aku,” ucap Alina menyerahkan
diri.
Kay yang mendenggar yang ucapkan Alina
seakan tidak percaya, “apa yang kau katakan!!” sambil memengang tangan Alina
untuk menahannya pergi.
“Mereka bisa melukain kalian. Tolong bawak
Ceri pergi,” mohon Alina pada Kay.
“Tidak. Aku tidak akan membiarkan kau
menyerahkan diri pada mereka!! Apa kau lupa! Kau sudah berusaha melepaskan diri
darinya mereka, sekarang malah kau
menyerahkan diri!!” marah Kay.
“Kau tidak tahu siapa mereka!!”.
“Diam!!” marah lintenir itu yang melihat
perdebatan mereka berdua, “ikut aku atau mereka celaka!” acam lintenir itu pada
Alina.
“Lepaskan aku!” kata Alina pada Kay yang
masih memengangnya.
Kay mulai bicara pada lintenir itu, “aku
suaminya”.
Kata-kata Kay membuat Alina terkejut, “kau
bicara apa!”.
“Hahahaha….” Lintenir itu tertawa berserta
anak buahnya, “tenyata kau sudah punya suami, ini tambah menarik”.
“Aku tidak akan membiarkan kau membawa
istriku!” kata Kay pada lintenir itu.
“Kau mengacamku?!”.
“Di Moll ini sekitar 10 sampai 15 penjaga
dan ketika terjadi sesuatu dengan cepatnya salah satu dari mereka akan menelpon
polisi,” lalu tersenyum sinis, “dan mungkin kita harus bertemu lagi di
pengadilan,” yang mulai menakut-nakutin para penjahat itu.
Lintenir itu mulai ketakutan dengan acaman
Kay, “siapa sebenarnya kau?!”.
Kay memberikan kartu nama yang sebelumnya diambil dari dompetnya.
Di kartu nama itu tertulis nama Kay Dwight
Frank seorang pengacara di salah satu perusahaan pengacara di Amerika, “kau
pengacara”.
“Walaupun aku pengacara di Amerika, aku
punya beberapa teman pengacara, polisi dan hakim di Indonesia. Dengan satu
ketukkan aku pastihkan kalian akan lama
di penjara,” acam Kay dengan nada halus.
“Baik, kali ini kalian selamat. Tapi ingat,
ini tidak akan tahan lama. Ayo pergi,” lalu lintenir itu pergi bersama anak
buahnya meninggalkan Moll.
Kay tersenyum lebar melihat ketakutan yang
di tujukkan para penjahat itu, “aku pikir mereka tidak akan takut tenyata
sebalikkannya,” lalu menolek kearah Alina hanya yang masih menatapnya, “kenapa
kau melihatku seperti itu? apa ada sesuatu di wajahku?”.
Alina melepaskan tangannya, “sebaiknya kita
pulang,” sambil melangkah keluar bersama Ceri.
Kay tahu mengapa Alina bersikaf dingin
padanya.
***
Bersambung
Langganan:
Postingan
(
Atom
)