“W
|
1
aaahhhh….!!!”, jeritan lantang memecahkan
hening pagi yang cerah.
Penghuni ruah kosan
berlari kearah kamar yang bersebelahan dengan kamar mandi. “Ada apa?” semua
bertanya pada cewek penghuni kamar yang sedang menatap dirinya di balik kaca.
“Ada apa Nat?” Tanya
ibu Dewi pemilik rumah kosan tu yang ikut panik.
“Ada jerawat…” rengek
Nata sambil menujuk jerawat di pipinya.
“Uuuuhhh….” Semua bersorak
sebelum keluar dari kamar.
“Kau ini ada-ada saja”
heran ibu Dewi sambil menggeleng meninggalkan kamar.
“Hu…hu…hu…” Nata
menanggis yang di buat-buatnya, “Gua gak cantik lagi deh…” yang masih menatap
dirinya dari balik kaca.
Sella menjulak kepala
Nata dari belakang, “sialan lu, gua pikir apa tadi!” kesal Sella terngganggu
tidurnya. Di jatuhkannya tubuhnya ke atas kasur, tak lama kemudian terlelap.
“Lu kan bisa ke
salon?” Sarat Rut.
“Hmmm…” Nata menarik nafas
panjang, “lu temenin ya…”
“Iya.”
Nata melihat isi
dompetnya, “habis deh,” sedih melihat uang gajinya mulai menipis, “tapi ini
untuk kencantikkan gue.” Nata kembali semangat. Nata memang suka sekali merawat
dirinya di salon walaupun gajinya sebagai pelayan pas-pasan tapi dia tetap
menyisahkan uang gajinya untuk ke salon dan membeli barang-barang kecantikkan
yang membuat dirinya tambah menarik.
Rut tersenyum lebar
sambil menggeleng melihat sifat temennya yang satu ini tidak berubah-ubah sejak
di panti asuhan. Sebelum mereka tinggal di kosan, mereka tinggal dipanti asuhan
sejak dari kecil dan bayi. Rut dan Sella tak tahu siapa orang tua mereka, dari
bayi mereka sudah di berada dipanti. Jangankan mereka, ibu panti aja gak tahu
orang tua mereka. Sedangkan Nata, sejak umur 10 tahun tinggal dipanti asuhan,
karna gak ada keluarga dari pihak ayah dan ibunya mau merawatnya, mungkin karna
ayah dan ibu tidak meninggalkan harta jadi mereka takut nantinya akan
menguarkan biaya besar. Namun bagi Nata, dia lebih bahagia tinggal dipanti
bersama-sama dengan teman senasipnya.
Selain Nata, Rut dan
Sella, mereka punya satu sahabat lagi yang bernama Lina. Lina lebih beruntung
dari pada mereka bertiga, sejak umur 12 tahun Lina di angkat jadi anak keluarga
yang kaya yang tidak bias memilikkin anak. Tapi dua tahun kemudian keluarga
Lina kecelakaan pesawat terbang dan manyatnya kedua orang tua Lina belum di
temukkan sampai sekarang. Namun setidakknya orang tua angkat Lina meninggalkan
harta yang banyak untuk di wariskan ke Lina. Namun itu tidak membuat Lina puas,
walaupun warisa dari orang tua angkatnya
berlimpah, dia tinggal bersama ketiga sahabatnya dipanti dulu, dikosan yang tak
begitu besar, namun masih layak di huni.
Namun setahun yang lalu, dua bulan sesudah Lina menikah dengan Davin. Lina tak ada kabar lagi, komunikasih hilang. Jangan ketiga sahabatnya, Davin aja suaminya gak tahu apa alasan Lina pergi tak memberi kabar. Sampai sekarang.
Namun setahun yang lalu, dua bulan sesudah Lina menikah dengan Davin. Lina tak ada kabar lagi, komunikasih hilang. Jangan ketiga sahabatnya, Davin aja suaminya gak tahu apa alasan Lina pergi tak memberi kabar. Sampai sekarang.
Semua mata memadang
kearah mereka berdua ketika dalam perjalanan menuju lestoran tempat kerja
mereka berdua, terdengar suara dengungan dan celetukkan tak karuan, juga
umpatan kecil. Tapi semua itu bukan karma jerawan yang menempel di wajah Nata
melainkkan tingkah Nata yang berlebihan, malu dilihat jerawat pada semua orang.
“Eeekkk…ee…e…” rengek
Nata.
“Kenapa lagi?” Tanya
Rut yang sudah lelah mendengar rengekkan Nata, “keluar lagi jerawatnya.”
“Eng…gak…mereka pastih
omongin gue, kalau gue jelek, gue gak cantik lagi. Gue malu…”
Rut menarik nafas
panjang, “ kan nak ke salon?” bujuk Rut, “Mana sih Nata yang cantik, manis,
imut dan centil.”
“Centilnya gak
termasuk.”
“Iya, iya. Yuk…”
Nata menujukkan
senyuman manisnya, “yuk…” Tiba-tiba tak segaja Nata menabrak seseorang yang
baru keluar dari cave, “auhh…” Nata terjatuh.
“Sorry. Lu gak apa-apa
khan?” suara lembut itu keluar dari bibir cowok yang di tabraknya, sambil
menjulurkan tangannya.
Dengan senyuman
manisnya, bercampur kagum, Nata menyabut tangan kekar itu. Lalu berdiri, “Lu
ganteng sekali,” tanpa sadar kata-kata itu terucap dari mulut Nata. Cowok itu
tersenyum. Baru beberapa langkah, Nata memanggil cowok itu, “Heii….” Cowok itu
menolek ke belakang. “Baru kali ini gue lihat cowok seperti lu.” Rayu Nata.
Cowok itu hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan lestoran menggunakan motor
king berwarna hijau muda.
“Lu tuh malu-maluin
aja,” betek Rut lalu melangkah kearah ruang ganti karyawan yang berada di
sebelah dapur.
“Dia ganteng kok,”
kagum Nata, lalu mengikutin Rut dari belakang sambil menutup jerawat dipipinya.
***
“Gua pulang,” langsung
ke kamarnya. Tak lama kemudian pintu dibuka dari luar kamar. Evan menolek ke
pintu.
“Apa gak ada kerjain
lain!?” marah tante Nadia melihat sikap Evan yang tak mau tahu.
Evan menarik nafas panjang,
“ada apa lagi sih tan?.”
“Kalau kau gak ada
kerjaan. Kau Bantu Davin cari Lina!.”
“Gak ada kerjaan lain
aja.”
“Memang kau gak pernah
bisa diadalkan di rumah ini!.” Evan mengambil bantal, lalu ditutup wajahnya
dengan bantal. Tante yang melihat Evan yang tak bergerak sedikit pun, lalu
keluar dari kamar dengan kekesalan.
***
Sesampai dirumah, Rut
langsung duduk diteras dengan muka cemberut. “kenapa lu??” Tanya Sella yang
tiba-tiba muncul dari balik pintu. Rut diam. “Kenapa dia?” Tanya lagi pada
Nata.
“Marah.”
“Kenapa?.”
“Lu tuh maluin gue!
Semua orang lihatin kita. Kalau sikap biasa kenapa sih…?? Seperti tak pernah
aja kenah jerawat!” betek Rut.
Sella melihat wajah
Nata, “kalian gak jadi ke salon?.”
“Rut gak mau. Padahal tadi
pagi dia sudah janji,” betek Nata.
“Yang seharusnya tuh
yang marah tuh gue bukan lu!” kata Rut.
“Tapi kan lu sudah
janji.”
“Tapi lu tuh
malu-maluin!.”
“Apa!.”
“Ha…ha…ha…” Sella
tertawa lepas, “kalian tuh sama aja.”
Nata dan Rut menatap
Sella dengan wajah keheran. Nata sambil mengaruk kepala yang sebenarnya gak
gatal.
***
“Pagi Nata,” sapa Pak
Iwan menejer cave tempat Nata berkerja, “baru datang?.”
“Iya pak,” jawab Nata,
“masuk dulu ya pak.”
“Iya manis.”
“Hiiii…” Nata
mempercepat langkahnya ke ruang ganti pakaian.
“Kenapa lu?” Taya Heru
melihat sikap Nata yang aneh.
“Gua merinding dengan Pak Iwan.”
“Ha…ha…ha… Pak Iwan kan
suka sama lu,” sambung Diko.
“Najis. Seperti gak ada
cowok lain aja, “betek Nata.
“Ha…ha…ha…!!!.”
“Mana Rut?” Tanya Heru
yang biasa melihat Rut bersama Nata jika datang ke lestoran.
“Ukhh…” batuk nakal
Doni yang tahu Heru ada piling ke Rut.
“Apaan sih lu!”
pemukul Doni.
“Gua pikir lu tahu,”
yang pura-pura panik, “Rut gak bilang sama lu?” Tanya Nata.
“Gak,” Heru mulai panik.
Melihat reaksi Heru
yang panik, Nata langsung tertawa terbahak-bahak,
“Ha…ha…ha… ternyata
lucu lihat lu panik ha…ha…”
“Lu gak kuatir?.”
Doni yang tak tahu
kenapa Nata tertawa, hanya ikut tertawa, “Apa sih yang lucu Nat?.”
“Untuk apa kuatir, Rut
pergi ke panti kok.”
“Apa.”
“Kalau lu suka bilang
dong, nanti kalau diambil orang yahok lu…” ucap Nata sebelum masuk ke kamar
ganti khusus cewek.
“Bener tuh…” sambung
Doni.
“Diam lu!!” marah
Heru.
Doni langsung pergi,
takut dimarahin lagi.
***
Seperti biasa Evan
bangun siang. Berkali-kali ia mengucek kedua matanya sambil keluar dari kamar,
lalu duduk di meja makan, tanpa melihat sekitarnya yang sepih Evan langsung
menyatap nasi goreng sarapan paginya yang disiapkan Bi Ija.
“Tuan besar masuk
rumah sakit lagi det,” kata Bi Ija memberitahu kepada Evan.
“Kapan masuknya?.”
“Tadi pagi tuan. Saat
sarapan pagi.Kondisi tuan besar menurun.”
Evan terhenti sejenak
menyatap sarapan paginya, lalu kembali menyatap.
Evan ke rumah sakit. “Bagaimana
keadaan kakek?” Tanya Evan yang baru tiba.
Tante melihat jam di
lengannya yang menujuk pukul 12 siang, “kenapa baru datang?.”
Evan duduk di bangku
yang berada di depan kamar Kakek dirawat, “udahlah tan.”
Tante menarik nafas
panjang, “dari pada kau keluyuran tak jelas, lebih baik kau cari Lina. Kalau
tidak kau bujuk Dapin supaya pulang.” Lalu masuk kembali ke dalam kamar.
Dipikir ma udah cari orang yang tak di kenal!, kata Evan dalam
hati.
***
“Lu mau keman Nat?”
Tanya Heru melihat Nata yang tak memakai baju kerja lagi.
“Ke salon. Lu mau ikut?”.
“Ini kan masih jam
kerja.”
“Gua sudah minta ijin,
tapi…” Nata memperkecil volume suaranya, “lu jangan bilang ke bos kalau gue ke
salon. Ok!.”
“Lu bilang ke bos
apa?.”
“Nenek gua ninggal.”
Heru terdiam sejenak,
“Emang lu punya nenek?.”
“Itulah salah satu
begoknya bos kita.”
Heru tertawa lebar,
“Haa…ha…”
“Tapi lu jangan bilang
ke bos.”
“Iya.”
“Thank ya,” lalu pergi
dari pintu belakang, “gua pergi.”
***
“Lu kenapa?” Tanya
Beni melihat Evan yang murung. “Di omelin Tante lu lagi?.”
“Sudah dapan?” Tanya
Evan langsung keinti pembicaraan kenapa dia bertemu Beni di taman kota.
“Serius bangen,” lalu
memberikan selembar foto kepada Evan.
“Siapa mereka?” melihat
4 cewek yang di foto itu.
“Mereka sahabat Lina.
Soal Lina, belum ada kabar, kemarin anak buahku bilang ada yang melihat Lina di
Bengkulu.”
“Lalu?.”
“Hilang jejak.”
“Mana yang namanya
Lina?.”
“Yang baju merah.”
Bukan Lina yang Evan
lihat melainnkan cewek yang berada disebelah Lina, “Gua gak asing lihat cewek
ini, dimana ya?” sambil mengingat-ingat.
“Yang mana?.”
“Evan menuju kearah
cewek di sebelah Lina.
“Nama ya Nata.
Cantikkan,” puji Beni.
“Mereka tinggal
dimana?”.
***
Kepulangan Rut di
sambut Nata dan Sella, “lama banget lu pulang?” Tanya Sella yang sebelumnya
melihat jam di dalam rumah sebelum keluar.
“Baru jam 10,” kata
Rut sambil duduk di kursi teras. Rut melihat muka Nata, “jerawat lu hilang.”
“Iya. Tadi gua ke
salon.”
“Sama Sella?”.
“Ma…les…” jawab Sella.
“Cantik lagi khan,”
puji Nata.
Rut melepaskan
nafasnya yang sangan terdengar gak begitu jelas.
“Bagaimana keadaan
Bunda?” Tanya Sella membuka obrolan lain.
“Baik,” terdiam
sejenak. “seminggu yang lalu Lina ke panti.”
Nata dan Sella menatap
Rut, “Lu tahu dari mana?” Tanya Sella.
“Dari Bunda. Lina
bilang ke Bunda, kalau dia sudah gajukkan surat cerai ke kak Davin.”
“Apa Lina bilang
kenapa dia menghilang?.”
Rut menatap Nata yang
dari tadi hanya diam. Nata yang merasa ditatap kedua temannya, lalu masuk ke
dalam rumah.
Rut dan Sella mengejar
Nata ke kamarnya. Nata langsung menghapus air mata yang di pipinya. “Lu gak mau
tahu kenapa Lina menghilang dari kita semua?” Tanya Rut sambil duduk di atas
kasur.
Nata duduk, “kenapa?.”
“Karena Lina gak mau
mengambil yang seharusnya jadi milikmu.”
“Sekarang Lina
kemana?” Tanya Sella lagi.
Rut menggeleng.
“Gua gak akan
mengambil yang sudah menjadi milik Lina. Gak akan,” air mata itu kembali
membasahin pipi Nata.
Rut dan Sella langsung
memeluk sahabatnya itu.
***
“Sel. Ada tamu untuk
lu?” kata Sarah temen satu kos ya.
“Siapa?.”
“Mana gua tahu,” lalu
kembali ke kamarnya.
Sella mengambil tas
yang akan dibawahnya ke tempat kerja. Lalu ke teras , “Siapa lu?” Tanya Sella
pada cowok yang belum memperlihatkan wajahnya.
Cowok itu membalik
tubuhnya, “Nama gua Evan. Lu Sella khan?.”
“Apa kita saling
kenal?.”
“Gua adik Davin.”
“Mau lu apa? Kalau mau
cari Davin dia gak ada disini,” kata Sella dengan wajah tak bersahabat.
“Sepertinya Davin
sudah membuat lu marah? Kalau boleh tahu, apa itu?” sambil tersenyum.
“Lu Tanya aja langsung
ke Davin!.”
“Maaf.”
“Mau lu apa?!.”
“Gua mau nanya soal Lina.”
Sella terdiam sejenak,
“percuma lu cari disini, dia sudah lama gak tinggal disini lagi. Sebaiknya lu
tanya langsung aja Davin, dia kan suaminya. Masak suami gak tahu istri dimana!.
Kalau gak ada yang penting, gua mau pergi. Permisih…” lalu meninggalkan Evan.
Tak lama setelah Sella
pergi, Sarah muncul dari balik pintu. Evan menatap Sarah. “kalau mau nanya soal
Lina, lebih baik Tanya ke Rut atau Nata. Mereka berdua berkerja di cave Citra
yang berada diujung jalan.”
“Thank ya.”
Sarah menggangguk.
“Permisih.” Lalu pergi.
Baru beberapa menit,
evan sudah mendapankan cave yang diberitahu cewek di kosan itu. Setelah
memakirkan motor, Evan langsung masuk ke dalam cave, lalu duduk di salah satu
meja, sambil melihat wajah-wajah pelayan yang mirip dengan cewek di foto yang
diberikan Beni kemarin.
“Mau pesan apa pak?”
Tanya salah satu pelayan cave.
“Kopi.”
“Ada yang lain pak?.”
“E… gua mau nanya?.”
“Ada apa ya pak?.”
“Apa Rut dan Nata
kerja disini?” Tanya Evan keinti pembicaraan.
“Iya.”
“Bisa gua bertemu
mereka?.”
“Hari ini mereka gak
masuk. Tapi nanti sore nanti Nata masuk.”
“Oh… trimah kasih.”
“Sama-sama pak” lalu
pergi ke dapur untuk mengambil pesanan Evan.
***
“Tok… tok…tok…!!”
suara pintu terdengar sangat jelas di telinga, Davin yang masih belum sadar
sepenuhnya lalu melangkah kearah pintu, “Mau apa lu?!” Tanya Davin ketika
melihat tamu yang datang.
“kak… kakak mabuk?”
Tanya Nata.
“Bukan urusan lu!!.”
“Gua hanya…”
Belum sempat Nata
melanjutkan kata-katanya, “Jangan lu pikir gua akan mencintain lu! Karna gua
gak akan mencintain lu dan tak akan pernah!!” kasar Davin, “Lu tuh seperti
cewek murahan. Cewek gak tahu diri. Puas sekarang lu khan!!! Gara-gara lu Lina
minta cerai ke gue, puas lu!!! Dasar cewek murahan!!!.”
Tiba-tiba tamparan
keras menempel di wajah Davin. “Lu gak pantas hina Nata seperti itu!!” marah
Rut gak terimah sahabatnya dihina.
“Kenapa? Apa karna dia
sahabat lu, lu harus menutupin kesalahan ya…. Jawab!!! Lina juga sahabat
kalian?! Kenapa kalian tak pernah membela Lina?!!.”
“Lu tuh tak tahu
apa-apa?!.”
Nata yang tak tahan
lagi mendengar pertengkaran itu, langsung berlari, Rut yang melihat Nata pergi
langsung mengejar. Dipertengahan jalan Rut kehilangan jejak Nata. Lalu Rut
memutuskan untuk pulang, berharap Nata langsung pulang.
Walaupun jarak rumah
Davin ke taman cukup jauh, namun kejadian itu masih teringat jelas di benak
Nata. Air mata terus menetes, melepas kesedihan yang terpendam. Nata trus melangkahkan
kaki tak tahu arah. Tiba-tiba bahu Nata di pengang dari belakang. Nata langsung
kaget, di benak Nata langsung terpikir Davin mengejarnya sampai di taman dan
mau menghinanya lagi. Nata memberanikan diri menolek ke belakang, “Syukur
deh….” Nata menarik nafas lega Ketika melihat orang yang dibelakangnya.
“Ada yang mengejar
lu?” Tanya Evan melihat Nata yang tengang sebelum melihat wajahnya.
“Lu siapa?” tapi belum
lama Nata bertanya, Nata langsung teringan, “sepertinya kita pernah ketemu?.”
“Gua rasa iya.”
Nata mengingat-ingat
wajah yang gak asing lagi di benaknya itu, “O… gua ingat. Lu cowok yang gua tabrak
di depan cave khan?.”
“Mungkin.”
“Kalau lu gak ingat
gua. Lu mau apa? O… lu mau macam-macam sama gua ya… dasar cowok mata kerajang,”
langsung memukul Evan dengan tas yang di bawaknya, “Ternyata lu cakep-cakep lu
mata kerajang juga ya!,” yang trus memukul Evan.
Evan yang tak terimah
dipukul tanpa sebab, langsung memengang kedua tangan Nata, “Hei… gua bukan
cowok seperti itu!!!” marah Evan, “Gua hanya ingin Tanya soal Lina!”.
Nata terdiam sejenak,
“Lu siapa?.”
“Gua Evan, bisa gomong
sebentar?.”
Nata menggangguk. Lalu
mereka mencari bangku taman yang kosong. “Siapa lu?” Tanya Nata lagi sambil
duduk.
“Gua adik Davin.”
“Lu mau hina gua
lagi?.”
“Apa.”
“Lu pastih di suruh
kakak Davin untuk hina gua lagi khan,” air mata itu keluar kembali membasahin
pipi Nata.
“Lu dari rumah Davin?”
Tanya Evan. Namun Nata tak menjawab, dia hanya mengapus air mata di pipi ya.
“Kalian ada masalah?” Tanya Evan lagi.
“Mau apa lu?.”
“Ekhh… gua ingin Tanya
soal Lina. Apa kalian tahu dimana Lina berada?.”
Nata mengeleng, “percuma lu Tanya ke gue dan temen-temen lainnya, gak ada yang tahu Lina sekarang dimana.” Terdiam sejenak, “kemarin Rut ke panti, seminggu yang lalu Lina ke panti, kata bunda, Lina minta cerai ke Davin.”
Nata mengeleng, “percuma lu Tanya ke gue dan temen-temen lainnya, gak ada yang tahu Lina sekarang dimana.” Terdiam sejenak, “kemarin Rut ke panti, seminggu yang lalu Lina ke panti, kata bunda, Lina minta cerai ke Davin.”
“Sebab itulah lu
datang ke rumah Davin.”
Nata menggangguk.
“Apa Bunda lu tuh tahu
di mana Lina sekarang?.”
Nata menggeleng lagi.
“Lalu kenapa lu tadi
nanggis?.”
Nata terdiam.
“Masalah pribadi ya?.”
Nata menatap Evan, “Lu
sudah punya pacar lum?.”
“Apa.”
“Kalau belum gua masih
jombloh loh…”
Evan tersenyum yang
dubuat-buatnya, gak janji deh punya
pacar secentil ini, kata Evan dalam hatinya.
***
“Bagaimana keadaan
Ayah?” Tanya Tante Nadia lembut yang baru tiba.
“Mana Evan?” Tanya
kakek dengan suara pelan.
Tante hanya diam.
“Kapan anak itu
berubah.”
“Ayah gak usah mikirin
dia.”
Kakek terdiam sejenak,
“gak usah lagi suruh Evan cari Lina. Kakek sudah pasrah. Kalau ingin pulang,
pulang kalau gak ya sudah… itu sudah keputusannya. Yang pastih pintu rumah
terbuka untuk Davin,” kakek menanggis.
***
Evan mengatar Nata ke
cave dengan menggunakan motor yang selalu menemaninnya kemana saja dia pergi,
menyusurin kota Jakarta.
“Thank ya,” kata Nata
sambil turun dari motor.
“Gua pergi dulu ya.”
“Tunggu.”
“Ada apa lagi?.”
“Besok kita jalan
ya?.”
“Besok gua kuliah.”
“Kok tadi lu gak
bilang kalau lu anak kuliah?.”
“Lu gak nanya.”
“Mau ya…” rayu Nata.
“Nanti gua kasih
kabar.”
“Ok.”
Lalu Evan pergi.
Setelah jauh, Nata baru masuk ke dalam cave. Heru yang melihat cowok yang
mengatar Nata, langsung berkata, “pacar lu Nat?.”
“Calon. Kenapa? Lu
cemburu?.”
“Nanya doang kok.”
“Bener nih… nanti
bohong.”
“Stress.” Lalu masuk.
Nanta mengikutin Heru dari belakang namun masih menggoda Heru.
***
Berkali-kali Rut dan
Sella menghubungin hp Nata yang sejak dari rumah Davin hpnya gak aktif. Mungkin
sudah berkali-kali menghubungin dan sms di kirim, jangankan telepon, sms pun
belum masuk.
“Kemana sih Nata?.”
Panik Rut.
“Kita tunggu aja,
mungkin sebentar lagi dia pulang,” kata Sella sambil duduk di kursi teras.
“Tadi pagi adik Davin datang.”
“Mau apa dia?.”
“Nanya Lina dimana.”
“Dia salah orang,”
kata Rut yang sebenarnya marah ke Lina, namun ditutupnya di depan kedua
sahabatnya.
***
Evan menjatuhkan tubuhnya
di atas sofa, “uuhhhh….”
Tante tiba-tiba muncul
dan langsung duduk didekat Evan, “ada pesan dari kakek?.”
“Apa?.”
“Katanya, tak usah
lagi cari Lina. Kakek tak memikirkannya lagi.”
Evan hanya diam
sejenak menanggapin perkataan tante. Lalu mengambil foto dari sakunya, kemudian
diberikannya pada tante.
“Siapa mereka?.”
“Lina dan ketiga
sahabatnya.”
“Mana yang namanya
Lina?.”
Evan heran dengan pertanyaan
Tante, “Baju merah.”
“Tapi… bukan dia yang
kami lihat waktu itu,” kata tante yang masih teringan dengan wajah cewek yang
dikenalkan Davin, saat tak segaja bertemu di cave waktu itu, “Tapi cewek yang
disebelahnya,” ingat tante.
“Nata.”
“Gak tahu juga, karna
waktu itu Davin tidak memperkenalkannya.”
“Jadi karna itulah
kakek mengira Nata itu Lina.”
“Mungkin.”
“Tapi kata Nata, Lina sudah
menggunggat cerai Davin.”
Tante hanya diam tidak
menanggapin perkataan Evan.
“Sebenarnya apa yang
terjadi?” Tanya Evan yang tak tahu apa-apa masalah kakek dan Davin.
Lalu Tante bercerita. Setahun sebelum Davin dan Lina belum
menikah namun sudah berencana akan segera menikah seminggu lagi dikarenakan
Lina sudah hamil diluar nikah. Saat Davin mau meminta ijin kepada kakek dan
tante untuk menikahin Lina, tanpa mau mendengar alasan Davin, kakek langsung
menentang pernikahan itu, karena dua minggu lagi Davin akan menikah dengan
Elsa, tunangannya. Rencana pernikahan Davin dan Elsa sama sekali tidak
diketahuin Davin, karena kakek berpikir ingin membuat kejutan pada Davin, dua
hari sebelum acara pernikahan Davin ulang tahun.
Davin langsung pergi meninggalkan rumah. Seminggu
kemudian kakek dan tante mendengar dari anak buah kakek, kalau Davin sudah
menikah, dan dari anak buah kakek tuhlah kakek mengetahuin bahwa Lina hamil dua
bulan.
Kakek yang tak mau malu di depan keluarga Elsa, karna
pernikahan ini sudah direncanakan sejak mereka masih kecil. Kakek bertindak
bodoh, sampai Lina pergi meninggalkan Davin.
Davin berpikir kakeklah yang membuat Lina pergi darinya,
dan berjanji tak akan memaafkan kakek sebelum Lina kembali kepadanya.
***
“Rut…rut…!!” Sella
membangunkan Rut yang tertidu pulas di kursi teras bersamanya.
“Nata sudah pulang?”
Tanya Rut, matanya masih tertutup karna tertidur kemalaman.
“Seperti ya belum.
Kalau sudah pastih dia bangunkan kita.”
“Kemana sih dia…”
kuatir Rut.
Sella melihat jam
dinding di ruang tamu, “Lu gak kerja?.”
“Kerjalah, nanti coba
gue Tanya ke temen-temen.”
“Nanti kalau gak ada
yang tahu, beritahu gue, biar langsung kita lapor ke polisi.”
“Iya…” sambil
melangkahkan kakinya ke kamar. Baru satu langkah melewatin kamar Nata, Rut dan
Sella kaget melihat Nata sudah berada dikamarnya sambil membedakkin wajahnya di
kasur. Rut dan Sella langsung masuk ke kamar yang dibiarkan pintu terbuka.
“Kalian baru bangun?”
Tanya Nata yang tak merasa bersalah.
“Lu keterlaluan ya! Lu
tahu kita tidur diteras, lu gak bangunin kita!!” marah Sella.
“Kalian tidur di
teras?.”
“Jangan sok gak tahu
deh!” marah Rut.
“Gue memang gak tahu
kok.”
“Memang lu semalam
lewat mana?”
“Belakang. Karna sudah
malam, gua takut ketahuan bu kos, lalu lewat pintu belakang, kalian gapain
tidur diteras?”.
“Semalam lu kemana?”
Tanya Sella lagi.
“Kerjalah,” jawab Nata
singkat.
“Pulang dari rumah
Davin lu kemana?” Tanya Rut.
Sella langsung
mencubit lenggan Rut.
“Auhh… sakit…” marah
Rut sambil menatap Sella yang berdiri disampingnya.
Sella melotot ke Rut.
Sella melotot ke Rut.
“Gua ke taman. Ketemu
cowok ganteng lalu gobrol. Tapi kata cowok itu dia adik kak Davin,” cerita
singkat Nata.
“Apa,” serentak.
“Kok kalian kaget,
biasa aja kali.”
“Kemarin dia juga
kesini,” kata Sella.
“Evan bilang kok, mala
dia ke tempat kerja kita,” sambil menolek ke Rut.
“Namanya Evan,” kata
Rut.
“Lu cerita apa ke dia?”
Tanya Sella.
“Semuanya. Sepertinya
dia cowok baik-baik,” puji Nata.
Bagi mereka berdua tak
penduli apa yang ceritakan Nata pada Evan. Lihat Nata tersenyum aja mereka
sudah cukup senang.
***
Sewaktu melewatin
kamar kakek, Evan melihat Bi Ija membersihkan kamar kakek, “Hari ini kakek pulang?”
Tanya Evan pad Bi Ija.
Bi Ija langsung
menolek kearah pintu, “Iya det. Det mau kampus atau jempun tuan?.”
“Kampus. Gua ada ujian
hari ini.”
“Hati-hati det,” kata
Bi Ija lembut.
Evan tersenyum lalu
pergi.
***
“Mana Evan?” Tanya
kakek pada Tante yang sedang memasukkan pakain kakek ke dalam tas.
“Mungkin ke kampus,”
jawab tante.
“Evan masih marah?”.
“Kenapa Ayah bilang
begitu?” Tanya Tante.
“Karna setahun ini
kakek merasa tak memperhatikan Evan lagi.”
“Ayah jangan berpikir
macam-macam. Ayah tahu kan Evan sangat sayang ke Ayah.”
Kekak terdiam sejenak,
“kakek ingin berlibur dengan Evan.”
Tante menatap Kakek,
“Nanti aku urus, kakek terimah beres aja.”
Kakek tersenyum.
***
Beni yang melihat Evan
melamun di anak tanggah langsung di kagetkannya, “Heeiii….”
Evan menolek ke
belakang.
“Lamun aja loe.
Lamunin ap sih?.”
“Penget tahu aja loe.”
“Jalan yuk.”
“Males.”
“Emang lu ada jam
kuliah lagi?.”
“Enggak.” Evan
mengeluarkan hp dari sakunya, lalu menulis pesan untuk di tujuh ke Nata, hai…lu ada wkt g?, lalu Evan mengirim sms
itu.
“Nata temennya Lina
khan?” Tanya Beni yang melihat is isms Evan.
Evan menggangguk. Tak
lama kemudian balasan sms tiba, Evan langsung membuka sms itu, g, emg knp??lu m’u g’jk gw jln y. Lalu
Evan membalas sms Nata, Y, ada ingin gw brth soal Lina, lalu mengirimnya lagi.
Cukup lama sms balasan diterimah Evan dari pada sms sebelumnya, lu jemt gw d kos’n gw j. lalu membalas
lagi, Ok. Setelah mengirim balasan
Evan bangkit dari duduknya.
“Lu mau kemana?” Tanya
Beni, “gua nebeng ya.”
“Sorry. Hari ini gak
bisa. Kapan-kapan aja ya…” lalu ke tempat pakiran, dan pergi menggunakan motor
adalannya.
Baru beberapa menit
Evan sudah sampai dikosan, dilihatnya Nata duduk termenung menatap dirinya yang
baru tiba. Evan langsung memberikan helm yang di bawaknya, “nih…”
Nata langsung memakai
helm itu, dan naik ke atas motor, dipenggangnya erat tubuh Evan dari belakang.
“Kita mau kemana?.”
“Terserah.”
Lalu Evan menjalankan
motor kearah taman kota yang lumayan jauh dari kosan. Diperjalanan Nata tak
ngomong sedikit pun lain seperti kemarin, dari taman sampai ke cave Nata tak
berhenti berkicau.
Setiba di taman.
Setelah memakirkan motor, Evan dan Nata mencari bangku taman yang kosong. “Di
sini lagi,” kata Evan membuka obrolan, mengingatkan tempat mereka kemarin. Karena
tak ada respon dari Nata, Evan bertanya, “lu kenapa?.”
“Gua jahat ya.”
“Apa.”
“Gua jahat banget ke
sahabat gua,” air mata keluar membasahin pipi Nata.
Evan melihat Nata
memutar hp yang di pengangnya dari kosan. Langsung di ambilnya hp Nata dan
mencari apa yang membuat Nata tak seperti kemarin. Ketika membuka tempat sms
masuk, Evan melihat kalau sebelum sms terakhir darinya ada sms dari Lina. Tanpa
pikir panjang Evan langsung menghubungin no Lina, namun operator langsung
menjawab, “Nomor tujuan ada sedang tidak aktif atau di luar jakauan….” Evan
mematikan hp dan membaca isi sms dari Lina untuk Nata, Hai Nat… lm y kt g b’tm. Gw rind bang’t k kalian s’mua, t’rutama k lu
Nat. Nat, s’bentar lg, mungkin tak sampai bulan ini km sdh b’cerai. Gw hrp lu
bs jaga k2 Davin, kalian saling m’cintain n g pants gw m’hancurkn it s’mua.
M’fkn gw y Nat… mungkin gw g pants jd shbt lu n tmn2. nmn gw sng bs jd slh 1
shbt kalian s’mua. M’fin gw… Setelah membaca sms dari Lina, Evan memberikan
hp itu lagi pada Nata. “Ada hubungan apa lu dengan kak Davin?.”
Nata mengapus air mata
di pipinya. “Itu masa lalu gw.”
“lu pernah ada
hubungan dengan Davin?.”
“Gak.”
“Sesudah atau sebelum
mereka menikah?.”
Nata terdiam, “ini
bukan salah Kak Davin. Ini salah gua, gua aja kegeeran dengan kak Davin, cumak
karna diperhatikan sedikit gua langsung berpikir kak Davin menyukain gua,”
penjelasan Nata.
“Lu tahu kan maksud
sms dari Lina?.”
“Sampai kapan pun, gua
gak akan pernah merebut Kak Davin dari Lina, sampai kapan pun…” Nata menaggis
lagi, “Kak Davin masa lalu gua, dan ingin gua lupakan untuk selama-lamanya.”
“Apa perasaan lu
dengan Davin sudah hilang?.”
Nata menatap Evan,
“Gua mau kacang rebus,” melihat jualan kacang rebus tak jauh dari mereka.
Evan menarik nafas
panjang. Walaupun Evan tahu kacang hanya alasan Nata saja, tapi tetap Evan
belikan. Tak lama kemudian Evan kembali dengan dua bungkus kacang rebus, “nih…”
memberikan sebungkus pada Nata.
“Tadi lu sms ada yang
ingin lu beritahu. Apa?” Tanya Nata.
Lalu Evan bercerita
apa yang diceritakan tante semalam. Ketika cukup lama bercerita, dan kacang
hamper habis.
“Oh… karna itu
keluarga Kak Davin menetang pernikaha itu,” kata Nata yang belum tahu secara
seperinci cerita sebenarnya.
“Apa Lina pernah
cerita ke lu, dia pernah bertemu Kakek dan Tante?.”
Nata menggeleng.
“tapi… dia pernah bilang kalau dia pernah lihat foto Kakek dan Tante di dompet
Kak Davin”.
Suasana terhening
sejenak. “Lu pernah bertemu dengan kakek dan Tante gua atau temen-temen lu
lain?” Tanya Evan lagi.
“Gua pernah, di cave.
Kenapa?”.
“Kakek mengirah lu
Lina”.
“Apa”.
“Gua rasa lu bisa
Bantu gua?” Evan ada rencana.
“Bantu apa?”.
***
Setiba di rumah kakek
langsung istirahat dikamarnya. “Gimana kalau ke Bali aja?” usul Kakek berencana
berlibur bersama Evan.
“Ayah masih memikirkan
liburan itu? Kalau mau Ayah, ya ke Bali. Nanti aku pesan dua tiket untuk
kalian,” sambil memyelimutin tubuh Kakek.
“Kau tidak ikut?.”
“Kalau aku, siapa yang
gurus perusahaan.”
“Tapi kau juga butuh
liburan.”
Tante terdiam sejenak
untuk berpikir, “Ok, aku ikut.”
“Coba kalau Davin
ikut,” harap Ayah.
“Ayah…”
Kakek tersenyum, “Ayah
tahu itu tak mungkin.”
“Ayah istirahat ya, aku
mau kembali ke kantor dulu.”
Kakek menggangguk.
Tante keluar dari
kamar, langsung pergi di antar mang Udin, sopir pribadinya.
***
Sella dan Rut menyambut
Nata yang baru pulang. “Lu dari mana, sore gini baru pulang?” Tanya Sella.
“Siapa tuh? Kok gak
mampir?” Tanya Rut juga.
“Evan takut kalian
marah.”
“Itu Evan?” Tanya
Sella.
Nata mengangguk.
“Mau apa lagi dia?.”
“Evan gak mau apa-apa
kok, hanya gajak gua jalan.”
“Bener??.”
Nata terdiam,
menutupin apa yang mereka obrolkan tadi di taman.
“Nata. Lu gak bisa
bohong dari gue?,” tanya Sella melihat sikaf Nata yang aneh.
“E… sebenarnya… Evan
meminta gua untuk nemuin Kakeknya,” ragu-ragu.
“Untuk apa?.”
“Gua kan pernah cerita
ke kalian, kalau gua pernah ketemu dengan kakek Davin khan… Kakek mengira gua
Lina. Evan berpikir, kalau gua bias pura-pura jadi Lina kakek bisa
sehat kembali.”
“Apa!!” serentak.
“Lu masih suka dengan
Davin?” Tanya Sella dengan nada tinggi.
Nata mengeleng.
“Lu bohong. Kalau lu
gak suka sama Davin, kenapa lu lakukan ini!!! Lu pastih
berharap melaluan
kakek, Davin bisa menerima lu lagi khan…?”
“Gak!” bantah Nata.
“Lu memang munafik!!”
lalu masuk ke dalam rumah.
Nata menatap Rut.
“Gua kecewa ke lu Nat”
ucap Rut lalu masuk ke dalam rumah.
***
Setelah selesai makan
malam, Evan mengikutin Kakek dan Tante duduk diruang tengah karna ada yang
diomongin Kakek dan Tante.
“Ada apa?” Tanya Evan
sambil duduk di sofa.
“Seminggu ini kau ada
waktu?” Tanya Kakek.
“Gak. Kenapa?”.
“Rencananya Kakek mau
gajak kita berlibur ke Bali selama seminggu,” penjelasan Tante.
“Boleh juga. Kapan
berangkatnya?”.
“Lusa”.
“Apa!” kaget Evan.
“Kenapa?”.
“Enggak,” pusing Evan
yang sebelumnya sudah janji ke Nata.
Malam semakin larut,
Evan mengambil hp yang diletaknya di atas meja kecil sebelah kasur. Lalu Evan
menulis sms untuk Nata, Nat, r’cn kt d
undur dl y, krn lusa gw, kakek n tante mau ke Bali slm s’minggu, lalu
dikirimnya. Karna gak ada balasan, Evan langsung menghubungin no Nata, tak lama
kemudian Nata menjawab panggilan Evan yang sebelumnya dua kali Evan telepon-telepon
tak di angkat. “Hallo… “
“Hallo,” jawab Nata.
Evan yang mendengar
suara Nata yang serak-serak basa, seperti baru selesai nanggis, lalu bertanya,
“Lu nanggis?”.
“Enggak,” bohong Nata.
“Lalu kenapa tadi gak
balas sms dari gw?”.
“Gak ada pulsa. Kalau
di undur gak apa-apa kok”.
“Kalau gak jadi
gimana?”.
“Terserah lu aja”.
“Temen-temen lu
marah?”.
Nata hanya diam.
“Kalau gitu, gak jadi
aja. Nanti gua kenalin lu sebagai temen Lina”.
“Maaf ya”.
“Tak apa kok”.
“E… enaknya ke Bali,” kata
Nata membuka obrolan lain.
“Memang ya lu belum
pernah ke Bali.”
“Jangankan ke Bali,
sampai sekarang aja gua nabung untuk masuk kuliah gak cukup-cukup”.
“Lu mau kuliah?”.
“Iya sih… tapi gak
cukup. Biasalah kebutuhan cewek lebih besar hammm…..” senyum malu Nata.
“Gimana kalau lu ikut
ke Bali juga, ajak juga Sella dan Rut. Soal ongkos, tempat tinggal dan makan di
jamin deh”.
“Gak enak ah…”.
“Kenapa?”.
“Nanti gua di bilang
kakek loe cewek matre. Gak ah”.
“Gak mungkin. Kakek
gak seperti itu kok. Ayolah, agap aja ini tanda minta maaf gua buat lu sudah dimarahin temen-temen lu,
gimana?” rayu Evan.
“Gua bilang ke mereka
dulu ya….”.
“Ok”.
“Slamat tidur”.
“Ya.” Lalu Evan
mematikan hpnya. Lalu Evan sms kembali Nata, Bsk sore gw jemput kalian sebagai tmn2 Lina, sekalian makan malam,Lalu
mengirim sms. Tak lama kemudian balasan tiba, Ok. Evan tersenyum, lalu tak lama kemudian tersadar, “tadi katanya
gak ada pulsa, tapi kok bisa balas,” Evan tersenyum lagi. Lalu meletakkan
kembali hp ke tempat dimana diambilnya tadi.
***
Nata mendekatim Sella
dan Rut yang sedang sarapan pagi semangkok mi goreng bersama telur mata sapi
yang sebelumnya di buat Sella untuk sarapan mereka di pagi hari sebelum kerja.
“Kalian marahnya sama
gua? Maaf ya…” rayu Nata.
Sella dan Rut tak
menjawab, mereka hanya asik menyatap sarapan mereka saja.
“Semalam Evan nelpon.
Katanya gak jadi aja, dan dia minta maaf ke kalian, dah tuh dia gajak makan malam dirumahnya, katanya anggap
aja tanda maaf dari dia.”
“Kenapa gak jadi?”
Tanya Sella.
Nata diam.
“Lu bilang kalau kita
marah ke lu?!” Tanya Rut.
Nata mengangguk.
Sella mengambil
semangkok mi lagi dari dapur yang sebelumnya di sisakan untuk Nata, “Nih
makan.”
Nata tersenyum
menerima semangkok mi dari Sella, “Trimah kasih yach…” lalu menyatap mi itu. “O
ya, Evan juga gajak kita ke Bali.”
“Apa!” kaget mereka
berdua sampai-sampai mi yang di mulut mereka keluar karna kagetnya.
***
Evan duduk di kursi
dimana selalu didudukinnya jika sarapan pagi, langsung mengambil roti tawar dan
selai kacang yang diletakkan diatas meja.
“Tumben bangun pagi?”
Tanya Tante heran.
“Ada janji sama
Dosen,” jawab Evan sambil memasukkan roti kemulutnya. “Ee… nanti malam gua mau
gajak seseorang makan malam bersama kita, boleh gak?” ragu-ragu.
“Siapa?.”
“Eehhh… Sahabat Lina.”
Kakek dan Tante
berhenti makan.
“Kalian jangan salah
paham dulu. Agap aja ini tanda maaf Davin ke mereka.”
“Apa,” serentak.
“Gara-gara Davin,
mereka bertengkar dengan Lina sampai sekarang,” alasan Evan yang tak masuk
akal. “Dan kebetulan juga gua sudah janji ke mereka.”
“Nanti malam kita
makan diluar,” kata Kakek.
“Kek…” kaget Evan yang
mengira Kakek tak setuju.
“Jangan lupa ajak mereka
juga,” kata Kakek lagi.
Evan tersenyum lega, “
dan gua juga gajak mereka untuk berlibur ke Bali, kalau Kakek dan Tante
keberatan, Tante bisa potong uang saku ku untuk keperluan mereka nanti,” kata
Evan lagi.
“Ya,” jawab Kakek
singkat.
“Apa lagi?” Tanya
Tante sambil tersenyum mendengar pemintaan Evan yang aneh.
“Tante tahu aja,” Evan
tertawa, “perusahaan kan lagi mau gasih beasiswa khan?.”
“Ya, kenapa?.”
“Gua ingin usul satu
orang untuk beasiswa itu.”
“Siapa?.”
“Namanya Nata, dia
anak dari panti. Orang ya kerja keras dan…” Evan tak melajutkan kata-katanya.
“Dan…??,” Kakek
menatap Evan.
“Intinya dia ingin
kuliah tapi gak ada biaya,” alasan Evan.
“Apa dia salah satu
dari cewek itu?,” tebak Tante.
“Ya.”
“Kau suka dengan ya?”
Tanya Kakek curiga kenapa Evan sebegitunya pada Nata.
“Apa. Tidaklah, hanya
teman kok.”
“Nanti malam, suruh
dia bawak ijasanya.”
“Ok Tan, thank ya.”
Setelah selesai sarapan Evan pergi kekampus, “Gua pergi dulu.”
Tak lama setelah Evan
pergi, Kakek berkata pada Tante yang masih menyatap sarapannya, “Tolong buat
janji dengan Darman.”
Tante menolek ke
Kakek, “Ada apa Ayah. Apa ada yang penting?” Tanya Tante yang tiba-tiba ingin
buat janji dengan Darman.
“Aku mau membatalkan
perjodohan Evan dengan Sindy.”
“Apa.” Kaget Tante.
“Kau lihat tadi Evan,
bahagian sekali. Aku tak mau kejadian Davin terjadi lagi ke Evan. Sudah cukup
aku kehilangan satu cucu,” yang masih menyesal dengan perbuatannya pada Davin.
“Ayah…” Tante
mendekatin Kakek, lalu memeluk Kakek dari belakang.
***
Seperti biasa Rut dan
Nata melayanin pelanggan cave, Heru yang menyukain Rut tak henti memadangin Rut
dari tadi. Rut yang tahu Heru memadanginnya dari tadi jadi salah tingkah
didepan pelanggan cave.
“Kenapa sih lu centil
banget?” Tanya Nata aneh melihat Rut.
“Lu tuh centil…” Jawab
Rut yang berkali-kali melihat ke Heru di pintu dapur.
Nata melihat kearah
yang dilihat Rut, “Gua kira apa?” Nata langsung menarik tangan Rut mendekatin
Heru.
“Apaan sih lu,” malu
Rut.
Nata buat Rut berdiri
disebelah Heru, “Kalian ini saling suka tapi jual mahal. Ayo ngomong!.”
Muka Heru dan Rut
memerah, binggung harus ngomong apa lagi, karna sudah malu karena Nata yang sok
tahu. Edi salah satu pelayan di cave langsung menarik Nata masuk kedalam dapur
membiarkan mereka berduaan.
“Lu nanti malam sibuk gak?” Tanya Heru malu-malu.
“Gak,” jawab rut sikat
yang juga malu-malu.
“Pulang dari kerja
kita jalan yuk,” ajak Heru.
Rut menggangguk.
“Bener.”
Rut menggangguk lagi.
“Gua masuk dulu.”
“Ya.”
Rut masuk kedalam
dapur, mendekatin Edi, “Gimana?” Tanya Edi.
“Nanti malam dia gajak
gua jalan.”
“Yes menang,” senang
Edi.
“Kok lu seneng banget.”
“Ya iyalah, gua menang
taruhan.”
“Apa.”
“Seluruh temen-temen
taruhan siapa yang akan duluan gajak jalan.”
“Apa! Siapa aja yang
tahu.”
“Kecuali lu dan Heru.”
“Jadi Nata tahu juga?!.”
“Dia yang gajak
taruhan.”
“Apa! Bresek!!” marah
Nata, “Mana sekarang dia?.”
“Gak tahu, tadi dia
dapat sms langsung pergi.”
“Awas lu Nat!!” marah
Rut.
***
Evan mendekatin Nata
yang duduk ditaman sendirian sambil menghitung uang taruhan yang didapatnya.
“Lagi banyak nih…”
Nata menolek kearah
suara, “gak juga. Tadi gua menang taruhan.”
“Taruhan apa?.”
“Siapa yang duluan gajak
jalan antara Heru dan Rut.”
“Rut tuh sahabat lu
khan.”
“Ya…. Jadilah untuk
kesalon nanti.”
Lalu tertawa lebar,
“ha….ha…”
“Ada apa lu gajak gua
ketemuan. Rindunya?” penasaran nata.
“Lu masih niat kuliahkan?.”
“Memang kenapa?.”
“Perusahaan Tante gua
tiap tahunya selalu gasih beasiswa. Memang sih biasanya Tante yalurkannya
langsung ke kampusnya. Tapi kalau lu mau,” penjelasan Eva.
“Boleh juga, Rut dan
Sella juga ya... ”
”Apa!”. Tiba-tiba
suara hp berbunyi sangat jelas, Evan lansung mengakat telepon yang sebelumnya
di ambilnya dari saku celananya. “Hallo…”
“Hallo… Van thank ya…”
kata Sindy.
“Untuk apa?” heran
Evan yang tiba-tiba berterimah kasih.
“Kau memang temen gua
yang pa…ling baik.”
“Gua gak gerti, maksud
lu apa?.”
“Pokoknya thank ya. Bya…”
langsung mematikan telepon.
“Dari siapa?” Tanya
Nata melihat Evan yang kebinggungat.
“Tunangan gua?.”
“Lu sudah tunangan?
Tapi kok gak ada cicinnya, “ yang melihat di tangan kanan Evan tak ada cicin
yang melingkar.
“Memang sih kami
tunangan belum secara sah, tapi kami dijodohkan,” tersenyum lebar, “walaupun
hanya dijodohkan tapi gua sangat menyukain Sindy.”
“Kenapa lu gak pernah
bilang?!.”
“Lu gak nanya.” Yang
tersenyum bahagia. “O ya, nanti malam sekalian bawak ijasa lu. Mungin nanti
sore gua gak bisa jemput kalian, tapi sopir yang jemput kalian. Gak apa khan…”
“Gua mau pulang,”
sambil berdiri.
“Mau gua antar.”
“Gak usah,” lalu
pergi.
Evan yang tak tahu
perasaan Nata, hanya bisa tersenyum bahagia melihat Sindy yang tiba-tuba
nelponnya yang sudah sebulan lebih komunikasih mereka putus.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar