Jumat, 08 Juni 2012

Because I Love You ( taman)

15

“Apa Alina tidak masuk?” tanya Bob pada Nisa yang sedang menjaga meja kasir.
“Aku rasa iya,” jawab Nisa.
“Sepertinya aku harus segera membuka lowongan pekerjaan”.
Nisa tersenyum, “semangat”.
“Hahaha… kata-kata apa itu?”.
“Ya semangat”.
“Hahaha…” Bob masih tertawa melihat Nisa memberi semangat padanya.
***
“Kau baru pulang,” sambut Sarani pada Alina yang baru tiba.
“Ya,” Alina memadang Pak Budi yang tidak berani menatapnya, “mana Ceri?”.
“Ceri sudah tidur,” jawab Sarani.
“Aku tidur dulu,” Alina masuk ke dalam kamar.
“Kenapa kau?” tanya Sarani melihat Pak Budi tampak gelisah.
Pak Budi hanya diam terpaku. Dia sangat merasa bersalah pada Alina karena perbuatannya.
***
“Kau baru pulang sayang,” sambut Ibu Sari.
“Iya Bu,” jawab Kay sambil duduk di sofa. Kay melihat Ibunya sedang beres-beres, “Ibu serius akan ikut?” tanyanya.
“Mana mungkin Ibu biarkan kalian tinggal berdua sampai kalian resmi menikah,” alasan Ibu yang sebenarnya alasan utama Ibu Sari ikut Kay ke Amerika hanya tidak ingin perpisah dengan putranya itu lagi.
Kay hanya tersenyum walaupun sebenarnya dirinya tahu alasan utama Ibunya ikut ke Amerika.
***

Adriel sedang menikmatin sarapannya di meja makan. Ketika sedang asik menikmatin sarapannya, Adriel dikejutkan oleh Ibu yang membawa koper besar dan bersiap-siap untuk pergi. “Ibu mau kemana?” tanyanya.
“Bukannya kau menginginkan kita pergi dari rumah ini,” cetus Ibu.
Adriel sangat senang akhirnya Ibu mau menurutin keinginannya, “Trimah kasih Bu”.
“Hahhh…!!” Ibu tidak penduli dengan ucapan putranya itu.
***
Pak Budi menemuin Rudi di Hotel Larisa. “Maaf… seharusnya aku memberitahumu dulu,” katanya yang melihat Rudi yang nampak sedang sibuk.
“Tidak apa om. Bukannya aku yang menyuruh om datang. Duduklah,” kata Rudi ramah sambil duduk.
Pak Budi duduk, “trimah kasih”.
“Bagaimana dengan keputusan om?”.
“Aku mau”.
“Baguslah…” Rudi yang berhasil memasukkan Pak Budi dalam rencananya.
***
“Mana dia?” tanya Alina pada Sarani keberadaan Pak Budi yang tidak nampak.
“Dia mau menemuin temanmu yang mengantar kami pulang semalam,” jawab Sarani, “apa ada yang salah?”.
“Tidak,” sambil duduk.
Sarani ikut duduk, “Budi sangat merasa bersalah padamu”.
“Aku sudah bosan dengan kata-kata itu”.
“Alina…”.
“Aku sudah lelah menjalanin hidup dengannya”.
“Aku mengerti”.
Tiba-tiba hp Alina berbunyi. Sebuah nomor baru menghubungin nomornya. Untuk memastikan siapa yang menghubunginnya, Alina pun mengangkat telpon, “halo…” setelah mendenggarkan apa yang dikatakan si penelpon, “iya. ini siapa?”. Alina tampak terkejut saat si penelpon menyebutkan namanya, “Gilda…” yang tenyata Gilda yang menelponnya, “baiklah. Aku akan datang,” lalu menutup telponnya.
“Dari siapa?” tanya Sarani.
Alina tidak menjawab.

Alina menemuin Gilda di cave yang tak jauh dari pemukiman tempat dirinya tinggal yang sebelumnya Gilda sudah memberitahu keberadaannya.
“Akhirnya kau datang juga,” kata Gilda menyambut kedatangan Alina, “silakan duduk”.
Alina duduk, “apa yang ingin kau bicarakan lagi?” tanyanya.
“Sepertinya kau sudah sangat bosan bertemu denganku”.
Alina tidak menjawab.
“Wajar jika kau membenciku. Dan… aku tidak akan melarangmu untuk tidak membenciku”.
“Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan?”.
“Aku mintak maaf”.
Alina terkejut mendenggar Gilda memintak maaf padanya, “apa!”.
“Aku tahu aku salah. Dan aku baru menyadarinnya itu. Maafkan aku…” diam sejenak, “aku akan kembali ke Bandung dan tak akan menganggu  hubungan kalian. Kalian berhak bahagia,” kata Gilda tulus melepaskan Kay untuk Alina.
Alina hanya tersenyum menanggapin perkataan Gilda padanya.
***
“Tok…tok…tok…tok…!!” terdenggar suara ketukan dari luar. Sarani yang mendenggar suara ketukan pintu segera membukakan pintu, “kau…” senang melihat Kay.
“Eehhh… apa Alina ada?” tanya Kay”.
“Alina keluar sebentar. Masuklah,” ajak Sarani.
Kay masuk ke dalam rumah, “Alina kemana?” tanyanya sambil duduk.
“Aku juga gak tahu, tapi dia menemuin seseorang”.
“Seseorang?”.
“Biar lebih jelas kau tanyakan langsung pada Alina”.
“Baiklah”.
Beberapa saat kemudian Pak Budi pulang dan melihat Kay berada di tempat tinggalnya.
 “Kau baru pulang,” sambut Sarani.
“Iya,” jawabnya, “kau sudah lama?” tanya Pak Budi pada Kay.
“Barusan saja om”.
Pak Budi duduk, “aku denggar kau akan membawa Alina dan Ceri ke Amerika?”.
“Maafkan aku tidak langsung memintak ijin pada om. Aku tidak bermaksud tidak sopan”.
“Bawaklah mereka pergi. Aku tidak ingin membuat mereka menderita terus menerus. Mungkin dengan mereka jauh dariku mereka tidak akan menderita lagi, terutama Alina. Aku sudah sangat membuatnya menderita, dan aku harap dia akan bahagia bersamamu”.
“Trimah kasih”.
“Tapi jika Alina tidak bahagia, kau akan berhadapan langsung denganku,” acam Pak Budi.
“Baiklah”.
Sarani legah mendenggar perkataan Pak Budi yang menyetujuin hubungan antara Kay dan Alina.
***
Beberapa saat kemudian setelah Alina pergi Adriel datang menemuin Gilda yang sebelumnya mereka sudah janjian untuk bertemu, “kenapa harus di tempat ini kita bertemu?” tanya Adriel.
Aku mengajak Alina bertemu,” kata Gilda. Gilda melihat kekuatiran dari ekpresi wajah Adriel, “jangan menujukkan wajah seserius itu. Aku hanya ingin memintah maaf”.
“Kau memintah maaf?” seakan tidak percaya.
“Kenapa? Kau pikir aku tidak bisa mintak maaf!”.
“Hahahaha…” Adriel tertawa.
“Seharusnya aku tidak mengatakannya padamu”.
“kau sudah banyak berubah”.
Gilda tersenyum mendenggar punjian yang dilontarkan Adriel padanya.
“Apa rencanamu selanjutnya? Apa kau akan kembali ke Bandung?”.
“Ya… aku akan kembali ke Bandung. Dan membuka hatiku untuk pria lain”.
“Kalau denganku bagaimana?”.
“Jangan menggodaku,” yang mengira Adriel hanya bercanda.
“Aku serius”.
Gilda menatap Adriel.
***
Alina tidak langsung pulang dia ke supermarket menemuin Bob untuk memberitahukan dirinya akan mengudurkan diri dalam pekerjaan yang hampir sudah 5 tahun lebih di tekuninnya itu, “terimah kasih selama ini kau selalu membantuku”.
Bob tersenyum, “aku senang akhirnya kau bisa mendapatkan pria yang baik, dan aku harap kau akan bahagia”.
“Aku akan bahagia”.
“Kau harus bahagia”.
Alina tersenyum.
“Apa kita masih berteman?”.
Alina memeluk Bob, “kau salah satu teman terbaikku”.
“Ya… aku tahu itu”.
Alina melepaskan pelukkannya, “aku harus menemuin Nisa”.
“Dahhh… sampai jumpah lagi”.
“Ya… sampai jumpah,” lalu Alina pergi meninggalkan supermarket dan langsung menuju kosan Nisa yang jaraknya lumayan jauh dari supermarket.

Beberapa saat kemudian Alina sampai di kosan Nisa. Kedatangannya disambut hangat oleh Nisa walaupun sebenarnya Alina mengganggu istirahatnya. “Kau datang ke sini untuk mengucapkan selamat tinggal,” sedih Nisa.
“Kita akan ketemu lagi,” hibur Alina.
“Kau akan kembali?”.
“Mungkin”.
Nisa memeluk Alina, “jangan lupakan aku”.
“Kau sahabatku dan akan selamanya menjadi sahabatku”.
“Kau juga.  Aku tidak pernah terpikir sedikitpun kau akan pergi jauh”.
“Terimah kasih kau sudah menjadi sahabat yang terbaik untukku. Dan… sekarang kau harus memikirkan masa depanmu”.
“Maksudmu??”.
“Bukannya Bob sudah memberikan isyarat denganmu,” goda Alina.
“Apaan sih…” malu Nisa.
“Jangan di sia-siakan”.
“Apaan sih…” Nisa semakin malu wajahnya nampak kemerah-merahan.
***
Adriel mengantar Gilda pulang. Setiba di depan rumah Gilda. Gilda tidak berniat langsung keluar dari mobil, “apa kata-katamu itu serius?” tanyanya yang masih membahas perkataan Adriel sewaktu di cave.
“Aku serius,” jawab Adriel.
“Tapi kau tahu kan aku tidak mencintainmu?”.
“Aku pun tidak mencintainmu. Tapi… aku akan belajar mencintainmu. Aku rasa dengan berjalannya waktu aku bisa mencintainmu”.
Gilda tersenyum sendiri, “satu hal yang tidak bisa aku lupakan darimu”.
“Apa?”.
“Kau selalu menujukkan kerokmatisanmu walaupun kau tidak mencintainku”.
“Hahaha… aku hanya ingin melihatmu bahagia”.
“Kenapa?”.
“Karena jika aku menyakitinmu saat itu, itu sama saja aku menyakitin dua wanita sekaligus”.
Gilda tersenyum.
***
“Kau baru pulang,” sambut Sarani pada Alina yang baru pulang.
“Iya,” jawab Alina dengan tatapannya melihat Pak Budi yang tidak seperti biasanya ada di rumah.
“Tadi Kay datang,” Sarani memberitahukan kedatangan Kay.
“Benarkah,” bingung Alina kenapa Kay tidak memberitahukan kedatangannya.
“Aku ingin bicara denganmu,” kata Pak Budi pada Alina.
“Ayahmu  banyak bicara dengan Kay,” bisik Sarani, “eeehhh… aku akan bereskan pakaian Ceri,” alasan Sarani  lalu masuk ke dalam kamar untuk menyiapkan pakaian Ceri yang akan dibawaknya besok.
Alina duduk, “mau bicara apa?”.
“Aku sudah mendapatkan pekerjaan,” Pak Budi memberitahukan pekerjaan barunya, “memang hanya satpam, tapi aku harap kau tidak malu dengan pekerjaanku itu”.
Mata Alina berkaca-kaca, “aku… aku tidak akan memintak macam-macam padamu. Tapi aku harap selama aku pergi, kau harus menjaga kesehatanmu”.
Pak Budi tidak bisa menahan air matanya agar tidak keluar, “trimah kasih kau selalu ada untukku. Seberapa buruknya aku, kau selalu ada untukku,” sambil menanggis.
“Aku lakukan itu karena hanya kalian keluargaku”.
Kali ini Pak Budi sangat menyesalin apa yang dilakukannya selama ini, “maafkan aku”.
Alina memeluk Pak Budi, “aku harap pas pernikahanku kau datang, dan menjadi waliku”.
“Ya… aku akan datang, aku akan datang”.
“Trimah kasih”.
Dari pintu kamar Sarani memperhatikan Alina dan Pak Budi. dia terharum melihat kejadian itu yang membuatnya menanggis.
Pak Budi melepaskan pelukkan Alina, “kau harus istirahat. Besok kau berangkan kan??”.
“Ya. Selama malam,” Alina masuk ke kamar.
“Apa kau akan kembali?” tanya Sarani.
“Ya. O iya… kau juga harus datang pas penikahanku”.
“Aku?”.
“Iyalah. Kitakan sekarang keluarga”.
“Kau bilang kita keluarga?” Sarani yang sangat bahagia mendenggar kata-kata Alina yang tidak disangkahnya Alina bisa mengganggapnya sebagai keluarga.
“Iya kita keluarga,” Alina menyakinkan Sarani.
“Aku pastih datang, pastih…”.
Alina tersenyum. “Aku telpon Kay dulu,” sambil mengambil hp dari saku celananya.
“Iya”.
Alina menelpon Kay, “halo…”.
“Halo… kau kemana saja seharian?” tanya Kay.
“Banyak tempat yang harus aku kujungin”.
“Apa sudah semuanya?”.
“Belum. Tinggal satu tempat yang harus aku kujungin. Dan aku harap kau bisa menemaninku besok ke sana”.
“Baiklah. Sebelum berangkat kita akan ke sana. Tapi kemana kita?”.
“Menemuin Ayahmu”.
“Apa!” Kay tampak terkejut.
“Sampai besok”.
“Ya… mimpi indah”.
“Dahhh…” Alina menutup telponnya. “Aku bereskan pakaianku dulu”.
“Biar aku bantu,” kata Sarani.
“Ya”. Dengan bantuan Sarani, Alina memasukkan barang-barang yang akan dibawaknya ke Amerika besok ke dalam koper yang besar.
***
“Kau kenapa sayang?” tanya Ibu Sari melihat Kay yang murung setelah menerima telpon dari Alina.
“Alina mengajakku besok bertemu dengan Ayah”.
Ibu Sari tersenyum melihat sikaf Alina yang tidak mau menyerah menarik perhatian Ayah walaupun Alina tahu Ayah tidak akan menyukainnya.
***

Adriel dan Ibu sarapan bersama di rumah lama mereka. Walaupun tidak sebesar rumah Ayah, Adriel lebih nyaman tinggal di rumah peninggalan Ayah kandungnya itu.
“Apa kau akan tetap bekerja di perusahaan Ayah tirimu?” tanya Ibu.
“Iya. Ayah memintahku untuk tetap di perusahaan,” jawab Adriel.
“Untunglah dia tidak memecatmu!”.
Adriel hanya tersenyum, “o iya. Aku ingin mempertemukan Ibu dengan seorang wanita”.
Ibu teringat kebersamaan antara Adriel dan Alina yang dilihatnya sewaktu itu, “kau akan menikah dengan Alina!!” marah Ibu.
“Alina?” bingung Adriel, “haha... haha…” Adriel tertawa yang menduga Ibunya pastih salah paham.
“Kenapa kau tertawa?!” bingung Ibu.
“Alina sekarang bersama Kay Bu. Dan mereka akan segera menikah”.
“Apa!”.
“Hahaha… Ibu salah paham Bu hahaha…,” yang masih tertawa.
“Lalu siapa wanita yang kau maksud??”.
“Pagi semuanya…” sapa Gilda yang tiba-tiba muncul.
Ibu langsung menangkap kedatangan Gilda yang tiba-tiba, “jangan kau bilang dia wanita yang kau maksud itu??!”.
“Kami akan menikah Bu”.
“Apa!!”.
Gilda mendekatin meja makan, “aku harap tante sudah banyak perubahan selama kita tidak bertemu”.
“Diam kau!!” kesal Ibu.
Adriel dan Gilda hanya tersenyum menanggapin kemarahan yang ditunjukkan Ibu pada mereka berdua.
***
Kay dan Alina menemuin Ayah di Hotel Ratu. Kedatangan mereka disambut dingin oleh Ayah. “Mau apa kalian datang?!!” katanya penuh kekesalan.
Kay dan Alina berusaha untuk tidak ikut emosi. “Hari ini kami akan pergi,” ucap Kay.
“Pergilah”.
“Seberapa bencinya Ayah denganku, Ayah tetap Ayah kandungku”.
Ayah diam.
“Aku harap tuan tidak selamanya membenci kami”.
Ayah masih diam.
“Kita harus pergi,” bisik Kay pada Alina.
Ayah masih menujukkan keegoisannya.
“Sampai jumpah tuan,” kata Alina ramah.
“Ayo...”. Mereka berdua pergi meninggalkan Hotel dan langsung menuju bandara Sukarno-Hatta.
***
“Kenapa kauu tidak mengantar mereka?” tanya Sarani.
“Aku harus kerja,” alasan Pak Budi yang sudah memakai seragam satpam, “aku tak mau hari pertamaku kerja  aku tidak masuk”.
Sarani tahu itu hanya alasan Pak Budi saja, “jadi kau serius dengan kerjaan ini?”.
“ya iyalah. Mana mungkin aku sia-siakan kesempatan ini”.
“Kau selalu menyia-yiakan kesempatan”.
“Jangan menyalahkan trus”.
***
Alina dan Kay tiba di bandara Sukarno-Hatta. Ibu Sari dan Ceri sudah menunggu kedatangan mereka sejak dari tadi. “Kalian kemana saja?!” tanya Ibu Sari pada mereka berdua.
“Maafkan kami,” kata Alina.
Terdenggar suara panggilan untuk seluruh penumpang keberangkatan menuju Negara Amerika untuk segera menaikin pesawat karena akan segera lepas landas.
“Sudah di panggil. Ayo…” ajak Kay.
Lalu mereka berempat memasukkin gerbang keberangkatan. Alina menghentikan langkah karena rasa ragu mulai menyelimutin dirinya untuk meninggalkan tempat kelahirannya. Namun itu hanya sesaat ketika Kay memengang tangan tangannya seakan memberi keyakinan padanya. Tanpa ada rasa lagi Alina melangkah mengikutin Kay memasukkin gerbang keberangkatan.
Beberapa saat kemudian pesawat internasional  dengan tujuan Amerika akan segera lepas landas dari bandara Sukarno-Hatta.
***

Sebulan setelah  mereka berada di Amerika, mereka melangsungkan pernikahan. Tidak lama mereka menunggu momongan. Tahun pertama pernikahan mereka, mereka dikaruniain seorang putra yang mereka beri nama Potter Dwi Andika. Kebahagian itu tidak terhenti di situ saja, tahun ketiga pernikahan mereka, mereka dikaruniain seorang putri yang di beri nama Princess Beauty. Tahun keempat pernikahan mereka, mereka dikaruniain seorang putra lagi yang di beri nama Boby Prengky. Kenahagian menyelimutin keluarga kecil yang mereka buat.
Tak terasa sudah 6 tahun mereka meninggalkan Negara Indonesia. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke Indonesia membawa ketiga anak-anak mereka.
Dibandara Sukarno Hatta mereka di jemput oleh Bob dan Nisa yang segaja datang menjemput mereka, “Alina…!!” teriak Nisa saat melihat melihat Alina keluar dari bandara bersama Kay.
“Nisa…!! Alina yang sangat bahagia bisa bertemu dengan sahabat baiknya lagi, “aku sangat merindukanmu,” kata Alina sambil memeluk Nisa melepaskan kerinduannya.
“Aku juga…” yang sama rindunya dengan Alina, “mana anak-anak kalian?!” tanya Nisa yang tidak melihat ketiga anak-anak Kay dan Alina.
“Mam…!!” terdenggar suara teriakan memanggil Alina dengan sebutan Mam.
Alina menyambut ketiga anak-anaknya yang baru keluar, “ada apa?”.
Brother took my doll again!” kata Princess mengadukan kenakalan si Kakak dengan menggunakan bahasa inggris.
No. Mon I do not do it ... Bob!” Potter membela diri juga menggunakan bahasa inggris.
No Mom ... I do not do it!” bantah Boby juga menggunakan bahasa inggris.
Mom doll ...” rengek Princess.
Kay yang sudah terbiasa mendenggar suara ribut anak-anaknya hanya bisa menarik nafas panjang.
Sedangkan Alina yang sudah menahan emosinya sejak tadi akhirnya terlepas juga, “diam…!! Bisakah kalian tidak mengambil barang satu sama lain!!” marah Alina dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Mereka bertiga diam tidak berani menjawab.
can not!!?” tanya Alina lagi.
“Ya Mam…” jawab mereka serentak.
Alina menolek kearah kedua sahabatnya yang sudah menikah 2 tahun yang lalu, “kalian kenapa?”.
Bob dan Nisa masih begong. Bukan karena Alina yang marah dengan anak-anaknya melainkan kelancaran ketiga anak-anak Kay dan Alina yang lancar berbahasa Inggris, padahal umur mereka  masih berumur 5 tahun, 3 tahun dan 2 tahun tapi sudah sangat lancar berbahasa Inggris. Tapi itu wajar saja karena sejak mereka lahir, mereka sudah tinggal di Amerika dan sudah terbiasa dengan berbahasa Inggris. Hanya sekali-kali Alina mengajarkan bahasa Indonesia pada ke tiga anak-anaknya.
***
“Siang sayang…” Adriel  baru kembali dari perusahaan untuk makan siang bersama keluarganya.
“Bukannya katamu kau tidak akan pulang untuk makan siang,” heran Gilda.
“Rapatnya di tunda sayang,” jawabnya, “mana putriku?” mencari anaknya hasil dari pernikahan  dengan Gilda 4 tahu yang lalu.
 “Ayah…!!” teriak Salila sambil berlari mendekatin Ayahnya.
Adriel langsung mengedong putri kecilnya yang masih berumur 3 tahun, “apa yang kau lakukan selama Ayah tidak ada?” tanyanya.
Salila tersenyum manja.
“Salila!!” terdenggar teriakan Ibu yang sangat keras dari lantai dua.
“Salila…” curiga Gilda yang nyakin putri kecilnya melakukan sesuatu pada mertuanya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Adriel lembut.
“Aku gak segaja menjatuhkan cicin nenek ke toilet,” jujur Salila.
“Apa,” mereka berdua kanget mendenggar pengakuan yang utarakan putri kecil mereka.
***
Dari bandara mereka langsung ke rumah orang tua Alina. Kedatangan mereka disambut gembira oleh Pak Budi dan Sarani yang sudah menunggu kedatangan mereka sejak tadi. Ketika mobil berhenti di depan rumah Potter, Princess dan Boby langsung keluar mendekatin Pak Budi, “Kakek…” panggil mereka serentak.
“Cucu-cucuku…” sambut Pak Budi, “Kakek sangat merindukan kalian,” yang sudah  8 bulan tidak bertemu.
“Kami juga Kek,” kata Potter.
“O… Kakek ada kejutan untuk kalian,” Pak Budi mengambil kejutan untuk cucu-cucunya  dati dalam rumah. Tak lama kemudian Pak Budi keluar membawa 2 kantong kecil kelereng dan boneka beruang, “ini untuk kalian,” memberikan satu kantong kelereng pada Potter dan satu kantongnya lagi di berikan pada Bob dan boneka di berikan pada Princess cucu satu-satunya perempuan.
“Terimah kasih Kek,” kata mereka serentak. “Papa I can doll again,” kata Princess pada Kay.
Brother and sister do not let you pick it up again,” nasehat Kay.
“Yes”.
“Good”.
***

Keesokannya,  Kay, Alina dan ketiga anak-anak mereka mendatangin rumah orang tua Kay.  Mereka tidak langsung masuk ke dalam rumah, mereka menunggu sampai gerbang pagar terbuka.
Potter dan Bob menanggis karena pertengkaran antara kakak adik, “huhuhu… huhuhu… huhu…”.  Alina tidak  memihak di antara mereka. Alina langsung memarahin mereka berdua, “jika kalian tidak juga diam, Mom dan Papa akan menitipkan kalian ke rumah Nenek!!” acam Alina.
“Papa… huhuhu…huhu…” mereka berdua memintah perlindungan dari Kay sang  Papa.
We recommend that you listen to the words of Mama ...” saran Kay pada kedua putranya.
We'll tell Grandpa,” rengek Potter.
“Apa. Kau sudah berani mengacamku!!”.
“Huhuhu…huhu…huhuhu…” mereka masih merengek.
Basic brat!”.
Gerbang pun terbuka. “Kakek…” mereka bertiga langsung berlari mendekatin Ayah yang segaja datang menyambut ketiga cucu-cucunya yang sudah sebulan tidak bertemu. Ayah sering bolak balik ke Amerika hanya ingin bertemu ketiga cucu-cucunya. Karena itu ketiga cucu-cucunya tidak asing lagi dengan wajah Ayah karena sudah seringnya mereka bertemu.
“Senang melihat Ayah lagi dan aku harap Ayah sehat selalu,” kata Alina ramah.
“Tutup pintunya!! Aku tidak ingin melihat mereka!” perintah Ayah pada anak buahnya untuk menutup gerbang kembali.
Alina masih menujukkan senyuman sampai gerbang pagar tertutup rapat.
“Maafkan Ayahku,” ucap Kay memintah maaf akan sikaf dingin Ayah pada Alina.
“Sudahlah. Setidaknya Ayah masih menerima putra putri kita, itu sudah satu tanda hatinya mulai luluh,” kata Alina menghibur dirinya sendiri.
“karena sikafmu yang selalu tegar membuatku sampai saat ini masih mencintainmu,” kata Kay.
“Benarkah”.
Kay mengajak Alina meninggalkan komplek perumahan tempat Ayah tinggal dengan berjalan kaki, “aku harap kita akan selamanya seperti ini,” sambil merangkul Alina.
“Aku juga,” jawab Alina.
Dengan senyuman yang masih menghiasin wajah mereka, mereka melangkah dengan penuh cinta dan kasih sayang menjalanin hidup sampai maut memisahkan mereka berdua.
Cinta, harapan dan perjuangan akan selalu beriringan dalam menjalin suatu hubungan. Saling mengerti dan saling menyayangin selalu menghiasin kehidupan setiap manusia. Karena cinta itu unik dan akan selalu unik sampai  dunia ini berakhir.
***

Taman