Selasa, 08 Mei 2012

Mencintainmu Membahagiakanku (Taman)


4

Evan terbangun dari tidurnya, dilihatnya Nata sedang membuka tirai jendela, “pagi sayang,” kata Evan sambil bangkit dati tempat tidur.
Nata langsung menolek kebelakang, “apa!.”
“Gua mau mandi,” lalu masuk ke kamar mandi.
Nata senyum sendiri.
Tak lama kemudian Evan keluar hanya memakai celana jeans tanpa memakai baju, Nata pura-pura tidak melihat. Tiba-tiba hpnya berbunyi, Evan langsung menggangkat, “Halo...” setelah menerima telepon Evan mengambil Baju kaos berwarna hitam dan jaket berwarna hijau di lemari.
“Mau pergi?” Tanya Nata.
“Ya.”
“Mau bertemu dengan Sindy?.”
“Ya,” sebelum membuka pintu, Evan menolek ke belakang, “Nanti siang gue tunggu loe di moll,” lalu keluar dan pergi.
***
“Bagaimana kalau kita buat pesta,” usul Kakek.
“Ide bangus. Kapan?.”
“Kalau sekarang gimana?.”
“Gak mungkin Yah. Kalau sekarang kapan undang tamu-tamunya.”
“Bener juga. Jadi kapan?.”
“Lusa aja.”
“Dimana?.”
***
“Maaf terlambat,” kata Nata yang sudah telat.
“Tidak apa-apa. Aku juga barusan,” kata Perdi.
Nata melihat kopi yang di minum Perdi hampir habis. “Sekali lagi maaf,” rasa bersalah Nata.
Perdi tersenyum lebar, “untuk apa?.”
“Kakak sudah lama khan disini.”
“Apa.”
“Kopi kakak sudah habis.”
Perdi tersenyum lagi, “tak apa.”
“Sebenarnya ada apa sih kak?.”
“Aku mau menawarkan perkerjaan untukmu.”
“Pekerjaan apa?.
***
Sedangkan di tempat lain, Evan menemanin Sindy di cave. “Enak gak sih nikah itu?” Tanya Sindy setelah meminum secangkir teh.”
“Biasa saja.”
“Masa sih…” suasana terhening sejenak, “Kita ke puncak yuk…”
“Gapain?.”
Sindy menarik Evan, “ayokkk…”
Setelah dipakiran, “Mobil loe?.”
“Gak akan hilang kok,” kata Sindy sambil masuk dalam mobil.
Evan masuk dalam mobil, Lalu tancap gas ke Puncak.
***
“Sepertinya Evan tak akan datang?” kata Perdi yang menemanin Nata menunggu Evan di depan Moll, “Kita sudah dua jam lebih menunggunya.”
Nata diam.
“Kau telepon aja.”
“Gua mau pulang aja,” sambil tersenyum yang dipaksakan, “Oya, besok aja gua beritahu keputusannya. Kalau sudah ada keputusannya, nanti pasti gua telepon kakak.”
“Iya. Mau aku antar?.”
“Tidak usah. Permisih…” lalu pergi. Nata tak langsung pulang, ia ke taman, lalu duduk di kursi yang biasa ia dudukkin bersama Evan kalau sedang berdua. Tak lama kemudian hpnya berbunyi,”halo, loe kemana aja?” tanya Nata yang mengetahuin yang menelpon dari layar hp.
“Gue sekarang lagi di puncak,” kata Evan.
”Dengan siapa?.”
”Sindy. Malam ini gua gak pulang. Loe janga tidur lagi di luar...”
Nata langsung mematikan hpnya, air mata yang ditahannya akhirnya keluar juga,”Loe jahat Van.”
***
Sedangkan di Vila Sindy yang berada di puncak. Evan termenung sambil memengang hp yang sebelumnya baru menelpon Nata.
“Ada apa?” tanya Sindy baru keluar dari dalam Vila sambil membawa secangkir teh. “Nata Marah?.”
Evan diam.
“Wajar sih dia marah. Mana ada sih istri tidak marah kalau suaminya pergi dengan wanita lain.”
Evan menatap Sindy.
“Sama seperti aku marah padanya saat dia bersama dengan kak Perdi dan kau...” lalu menatap Evan.
“Apa!.”
“Gua serius. Gua marah padanya, dia sudah merebut loe dari gua.”
“Jangan salahkan dia. Gua yang memilihnya.”
“Loe mencintainnya??.”
***
Hari sudah gelap, Nata baru pulang dari taman. Setiba dirumah, Nata melihat Perdi di teras rumah, ”Kakak. Kakak sudah lama? Ayo masuk,” ajak Nata sambil membuka pintu.
”Tidak usah. Kita disini saja,” kata Perdi lalu duduk kembali di anak tangga yang berada di teras.
Nata duduk di sebelah Perdi.
”Evan sudah nelpon?.”
Nata mengangguk. ”Dia gak pulang malam ini.”
Suasana terhening sejenak, ”Kau mencintain Evan?.”
“Apa!.”
”Kalau masih ada ruang, tolong berikan padaku,” lalu menatap Nata.

Setelah Perdi pulang, Nata langsung tidur. Sebelum tidur Nata memikirkan perkataan Perdi yang menyatakan perasaannya padanya.
***

Terdengar dari luar suara mobil berhenti. Nata pura-pura tak mendengar, dia sibuk mengosok di belakang sambil nonto siaran TV.  Evan masuk kedalam rumah, langsung ke belakang, “masak apa?” Tanya Evan basa-basi.
“Gak masak,” betek Nata tanpa melihat Evan. “Loe aja yang masak!.”
Evan yang melihat Nata marah, “iya, gua masak. Gua ganti baju dulu.” Evan ke kamar. Setelah ganti pakaian Evan melihat ada map berwarna merah di meja kamar, lalu di bukanya map itu. Setelah membaca isi dalam map itu Evan keluar dari kamar. “Surat kotrak itu dari kak Perdi?.”
“Ya.”
“Memangnya uang yang gua berikan itu kurang?!.” Marah Evan.
“Loe lihat tanda tangan gue di kotrak itu?.”
“Ee.. kalau loe sudah menerimah kotrak itu walaupun loe belum tanda tanganinnya, kak Perdi pastih berpikir loe pastih mau!! Memangnya apa sih enaknya jadi artis!!?.”
Nata menarik nafas panjang, “loe tuh mau masak apa gak?!” marah Nata.

Nata duduk di meja makan sambil menemanin Evan yang sedang masak telur mata sapi untuk makan siang mereka. “Semalam kalian cumak berdua?” tanya Nata.
“Iya.”
“Sebelum kita bertemu kalian sering pergi berdua ke puncak?.”
“Tidak. Biasanya berempat, gua, sindy, kak Davin dan kak Perdi. Kenapa?.”
Nata terdiam sejenak, “Semalam kak Perdi mengatakan perasaannya.”
“Apa!.”
***
Evan janjian dengan Perdi yang sebelumnya menghubungin Perdi dulu di cave. Setelah pesanan datang dan lumayan lama diam, lalu Evan membuka obrolan, “Soal pekerjaan itu Nata menolaknya.”
“Kenapa Nata sendiri yang tidak bilang?“ tanya Perdi.
“Nata banyak kerjaan di rumah.” Terdiam sejenak. “gua harap kakak jauhin Nata.“
“Kenapa ?.“
“Karna Nata istriku.“
“Lalu Sindy ?.“
“Apa!.“
“Aku menyukain Nata. Pertama kali aku bertemu dengannya aku langsung suka dengannya. Jika suatu hari aku melihat Nata menanggis karna kau dan Sindy,” lalu menatap Evan, “aku pastih akan merebutnya dari kau. Tak peduli Nata istri kau atau bukan!,” acam Perdi.
***
Nata mendekatin Evan yang termenung di teras depan, “mau gua buatin teh?“ tawar Nata.
Evan menolek ke arah Nata, “kita ke taman yuk…“
“Tumbet,” heran Nata yang sudah lama Evan tidak mengajaknya ke taman lagi.

Di taman dan tempat duduk yang sama. Evan melihat ke arah langit, “langit di sini lebih indah dari pada di rumah.“
“Kau kenapa sih?“ kuatir Nata yang dari siang sikapnya aneh.
Evan diam sejenak, “apa gua pernah buat loe menangis?.“
“Apa!?.”
“Kalau loe menangis. Loe jangan menangis didepan kak Perdi.“
Nata tersenyum lebar, “Hmmmm kenapa ?.“
“Ya... gua gak mau aja kak Perdi mengira gua menyiksa loe.”
“Memang iya khan...”
“Tapi itu kan tugas loe sebangai istri?.”
“Alasan. Bilang aja mau yiksa,” merajuk Nata.
“Biarin.”

***

Pagi-pagi sekali suara telepon sudah bedering kecang membangunkan Evan yang masih tertidur lelap, “Halo...“
Setelah percakapan selesai. Evan barun turun dari lantai 2. “Siapa?.”
“Kakek.”
“Loe gak suka Kakek nelpon?!” sambil duduk di dekan nata.
“Bukan itu,” renggek Nata.
“Lalu?.”
“Kakek mau buat pestah karna kau lulus dengan nilai bangus,” penjelasan Nata.
“Bangus dong. Lalu masalahnya apa?.”
“Kakek menyuruhku untuk menyiapkan makan untuk pestah itu.”
Evan tertawa, ”ha…ha…ha…”
“Ada yang lucu.”
“Selamat bekerja,” sambil berdiri.
“Loe harus Bantu gue.”
“Sorry. Gua harus kerja. Ha…ha…ha…” yang masih tertawa.
“Wajar semalam gua bilang loe tuh penyiksa!.”

Setelah Evan pergi. Tak lama kemudian pintu diketuk, “Tok...tok...tok...” Nata langsung membukakkan pintu. “Rut. Ayo masuk,” ajak Nata.
“Loe kenapa?” Tanya Rut melihat Nata lesuh.
“Iya. Nanti sore ada pestah.”
“Pestah apa?.”
“Pestah untuk Evan, dia lulus dengan nilai bangus.”
“Lalu. Kenapa loe sedih.”
“Makanan di pestah itu, Kakek menyuruh gua untuk menyiapkannya. Gua binggung mau pesan masakkan dimana? Dadakkan pula,” lesu Nata.
“Itu aja repot.”
“Apa!.”
“Loe lupa pernah kerja di cave. Memangnya di cave tempat kerja loe dulu masakkannya kurang enak!” kesal Rut.
Nata langsung mencubit pipi Rut, “untung loe datang,” lalu mengambil hp dari sakunya.
***
Dikantor Evan sedang melihat berkas-berkas yang duberikkan sekretarisnya. Tiba-tiba hpnya berbunyi, Evan menggangkatnya, “Halo…”
“Loe lagi kerjanya?” Tanya Sindy yang menelpon.
“Iya.”
“Loe bisa ke cave sekarang khan…”
Evan terdiam sejenak, “gua gak bisa. Lagi banyak kerjaan,” lalu mematikkan panggilan. Evan termenung sejenak, “Gua harus bisa memilih,” ucap Evan yang binggung harus memilih siapa.
***
Sedangkan di cave Sindy kebinggungan karna baru kali ini Evan menolakknya jika di ajak ketemuan. Tapi semua itu tertutup karna tiba-tiba Perdi muncul. “Kak Perdi,” senang Sindy melihat Perdi.
“Kau di sini juga,” lalu duduk. Setelah memesan minuman Perdi bertanya pada Sindy, “Bagaimana hubungan kau dan Evan.“
“Biasa saja.“
“Kau menyukain Evan?.”
“Apa!?.”
“Setahu aku dulu Evan sangat menyukainmu. Tapi sepertinya sekarang masih.. “
“Maksud kakak apa?.”
“Kau juga menyukain Evan khan...?.”
“Tidak.”
“Lalu kenapa kau tidak melepaskannya?.”
Sindy terdiam.
***
“Sudah siap sayang?” tanya Tante yang baru datang ke hotel bersama Kakek.
“Beres,” jawab Nata singkat yang sudah siap masakkan maupun penampilannya, dengan memakai gaun berwarna kuning dan rambut dibiarkannya terurai.
“Bangus. Kalau gitu tante sambut tamunya dulu.“
Nata mengangguk. Nata melihat Evan baru datang, didekatinnya Evan, “kok lama banget datangnya ?.“
“Lagi banyak kerjaan,“ kata Evan lalu melangkahkan langkahnya ke arah kolam renang.
Dibenak Nata bertanya, tapi semua itu terlupakan kita seorang cowok mendekatinnya, “kak Perdi.“
“Kenapa termenung ?.“
“Gak ada kok.“
Beberapa menit kemudian Sindy datang, lalu mendekatin Nata dan Perdi, “hai kak,“ sapa Sindy.
“hai.“
“Mana Evan ?“ tanya Sindy pada Nata.
“Di kolam.“
“Gua ke kolam dulu,“ lalu Sindy ke kolam renag untuk mencari Evan.
Nata yang mulai cemburu mulai gelisah. “Aku ke sana dulu kak.“
“Ya.“
Lalu Nata ke kolam renang, dari jauh Nata melihat Evan dan Sindy. Nata mendekatin mereka, baru beberapa langkah kaki Nata terhenti. Nata langsung bersembunyi karena tiba-tiba Sindy bertanya tentang perasaan Evan padanya.
“Gua Tanya! Loe cinta sama Nata?!“ Tanya Sindy pada Evan.
Evan diam.
“Jawab!!.“
Evan tetap diam.
“Kalau boleh memilih, loe lebih memilih gue atau Nata?“ tanya Sindy lagi.
“Gue sangat mencintain loe, gue ingin bersama loe senang maupun sedih...“
Nata yang mendengar kata-kata Evan, langsung menangis dan pergi dari kolam renang.
“Tapi itu dulu. Sebelum perasaan ini beruba, sekarang gua ingin bersama Nata,“ kata Evan.
“Loe mencintainnya?.”
“Ya. Gua sangat mencintainnya.“
“Tapi loe janji tak akan melepaskan aku.“
Evan tersenyum, “gua akan menepatin janji gua.” Lalu pergi meninggalkan Sindy sendiri di kolam renang. Evan mencari Nata namun dari tadi Nata tidak terlihat, lau bertanya pada Rut, “kau lihat Nata?.”
“Tidak,” jawab Rut.
“Sayang, Nata kan pergi sama Perdi.”
“Apa!.”
Rut langsung mengijak kaki Heru.
“Auhh,” Heru kesakitan.
***
 Nata dan Perdi ke taman. Perdi membiarkan Nata menanggis sepuasnya, “Gua memang bodoh, dari dulu gua tahu dia cumak mencintain Sindy. Tapi kenapa gua tetap memaksakan diri….hemmmm….” yang masih menanggis.
Perdi tersenyum, “sekarang apa yang mau kau lakukan?.”
Nata diam.
“Apa ruang yang terluka itu bisa aku masukkin.”
“Apa!.”
***
Hari sudah pukul 10 malam, Nata Baru pulang. Dilihatnya Evan duduk di ruang tengah sambil nonton TV. Nata melangkahkan kakinya menaikkin anak tangga tanpa mentapa Evan.
“Loe kemana aja? Gak tahu jam berapa sekarang?!!” tanya Evan.
Nata menarik nafas panjang, lalu menolek ke arah Evan, “Gua minta cerai.”
“Apa?!” kaget Evan.
“Kalau bisa di urusnya secepatnya. Gua mau pergi sama kak Perdi ke Cina,” lalu melajutin menaikkin anak tangga.
Evan langsung memengang tangan Nata, “Apa ini karna kak Perdi?.”
Nata melepaskan tangannya, “bukannya ini keinginan loe!.”
“Apa!.”
“Loe akan menikah dengan Sindy dan gue dengan kak Perdi.” Tiba-tiba tamparan menempel di wajah Nata. “Puas…” lalu berlari masuk ke kamar. Didalam kamar Nata menanggis.
Sedangkan Evan terduduk di tanggan sambil menyesalin dia menampar Nata.
***

Semalam Evan tidur di sofa. Dilihatnya Nata tidak ada didapur yang biasanya jam segini Nata sudah ada didapur untuk menyiapkan sarapan pagi untuknya. Lalu kekamar berharap Nata ada dikamar. Tapi apa yang diharap ternyata tidak selalu harus ada, langsung dibukanya lemari, ternyata pakaian Nata masih ada. Lalu Evan keluar berharap Nata diluar, Nata tidak ada diluar, Evan terduduk di teras binggung harus melakukan apa.
***
“Loe serius mau bercerai?” tanya Rut, yang sebelumnya Nata menceritakan semua kejadian semalam pada Rut.
“Gua capek begini trus.”
“Tapi kan... loe sudah jauh melangkah.”
Nata tersenyum. “ bagaimana lagi, dia tak mencintain gue.”
“Tapi gua gak setuju loe nikah dengan kak Perdi.”
“Kenapa?.”
“Loe nikah sama kak Perdi hanya pelampiasan aja khan?.”
“Emangnya siapa yang mau menikah dengan kak Perdi?.”
“Tadi kata loe?.”
Tiba-tiba hp Nata berbunyi. Nata langsung menggangkatnya, “Halo...”
“Halo. Bisa ketemu?” kata Sindy.
“Ya.” Setelah menentukan tempat pertemuan, lalu Nata langsung pergi.

Beberapa saat kemudian, Nata sudah sampai di cave, “Maaf menunggu lama,” kata Nata.
“Gak apa. Ayo duduk,” lembut Sindy.
Nata duduk.
“Baru kali ini kita bisa ngobrol berdua,” sambil tersenyum.
“Ada apa?.”
“Aku ingin tanya sebangai temen? Anggap aja aku sebagai Lina.”
“Mau nanya apa?.”
“Dulu kau melepaskan kak Davin demi Lina. Apa kau bisa melepaskan Evan demi aku,“ Sindy tertawa,“ha... gak mungkin kau lepaskan Evan demi aku. Aku kan bukan siapa-siapa kau.“
Nata teringat dengan kata-kata Rut, Tapi kan... loe sudah jauh melangkah, lalu berkata,“temennya Evan temen gua, gua temen Evan juga. Loe kan sahabat Eva jadi sahabat gua juga. Tapi maaf, kejadian ini lain dengan kejadian gua dengan Lina. Evan sekarang sudah jadi suami gua. Sampai kapan pun gua akan mempertahankan Evan walaupun akhirnya… aku tahu Evan tak menyukain gua. Gua akan tetap mempertahankannya,” lalu berdiri.
“Lalu seandainya Evan meninggalkanmu, bagaimana ?.“
“Mungkin itu satu perjuangan gua terakhir. Gua tak akan meninggalkan Evan sampai Evan yang akan meninggalkan gua. Permisih.” Lalu pergi.
***

“loe sudah pulang?” Tanya Evan dari meja makan.
“Loe masak?” dilihatnya meja makan penuh dengan masakkan enak.
“Gak. Tadi gua pesan.”
“Gua pikir tadi…”
“Loe kan tahu gua gak bisa masak. Tadi loe kemana?” tanya Evan.
“Ke rumah Rut, lalu ketemu dengan Sindy.”
“Gapain kalian bertemu?.”
“Dia minta gue melepaskan loe.”
“Lalu jawab loe.”
“Gua lapar,” kata Nata berlari dari perkataan.
“Loe belum jawab pertanyaan gue?!.”
“Gue gak boleh makan nih...”
“Tapi nanti jawab ya...”
“Ya...”
***

Besoknya Evan menemuin Perdi di kantornya, setelah diantar sekretaris ke ruangan kerja Perdi. “Maaf mengganggu...”
Perdi tersenyum, “silakan dudu.”
Lalu Evan duduk di bangku di ruangan itu.
“Ada apa?.”
“Gua harap jauhian Nata.”
“Aku kan pernah bilang, kalau aku lihat Nata menanggis, aku akan merebutnya dari kau. Jadi jangan salahkan aku bila aku merebut Nata dari kau.”
”Nata pernah menanggis,” yang baru tahu, ”kapan ?.”
”Pesta itu.”

Dalam perjalan pulang, tiba-tiba hp Evan berbunyi, Evan langsung mengangkatnya, “Halo... ” Evan menerima kabar dari Tante kalau Sindy masuk rumah sakit. Evan langsung balik arah menuju rumah sakit tempat Sindy dirawat. Setiba di rumah sakit Evan langsung kekamar Sindy dirawat yang sebelumnya diberitahu tante dari telepon tadi. ”Bagaimana keadaannya?” kuatir Evan.
”Kata dokter dia hanya stress, kata Tante.
Nata melihat Evan sangat kuatir dengan keadaan Sindy yang belum sadarkan diri sejak tadi siang pingsat di rumah kakek. Lalu Nata dan tante keluar dari kamar.
”Kau jangan cemburu ya...” nasehat Tante, ”mereka dekat dari kecil, itulah Evan
sangat kuatir.”
Nata mengangguk.

Sebelum pulang Nata janjian bertemu dengan Perdi di cave.
“Ada masalah?” tanya Perdi.
“Sebelumnya gua mau minta maaf. Gua gak bermaksud mempermainkan perasaan kak Perdi. Tapi perasaan ini gak bisa gua bohogin.”
“Aku gerti,” kata perdi yang mengetahuin maksud kata-kata Nata. “aku juga tidak mungkin memaksamu.”
“Dan soal ke Cina. Gua gak bisa ikut.”
“Gak apa. Tapi besok kita bisa bertemu khan...”
“Iya.”
***

4 jam pun berlalu, Sindy baru sadarkan diri, dilihatnya Evan duduk dekat tempat tidurnya, ”sudah berapa lama gua pingsat?” tanya Sindy.
“Empat jam lebih. Maafkan gua.”
“Untuk apa?.”
“Gara-gara gua loe sakit.”
“Bukan salah loe kok. Ini semua salah gua. Kalau gua tidak egois, gua tidak mungkin seperti ini,” sambil tersenyum. “besok gua akan berangkat ke Paris.”
“Tapi loe masih sakit.”
“Gua sudah sehat kok.”
“Tapi kata loe mau kuliah disini?.”
“Dulu gua ingin kuliah disini ada yang dikejar. Tapi orang yang dikejar tak mau, gimana lagi? Kan tak bisa dipaksa.”
Evan tersenyum.
“Van, aku melepaskanmu sekarang. Jangan sekali-kali kau lepaskan Nata. Dia wanita bai-baik.”
“Ya.”
***
“Jadi besok Sindy pulang?” tanya Kakek.
“Sepertinya jadi,” jawab tante.
“Kenapa tidak di sini aja?.”
”Biarkan saja dia pulang ke Paris,” sambil tersenyum.
”Kau kenapa? Seneng bangen lihat Sindy pergi?.”
“Tidak juga,” kata Tante yang juga mendengar perkataan Evan dan Sindy waktu di kolam renang itu.
***
Mobil berhenti didepan rumah. “kenapa di luar?” Tanya Evan melihat Nata duduk di depan teras.
“Gak ada temen di dalam?” yang masih duduk di anak tangga. “bagaimana keadaan Nata?.”
“Sudah baikkan,” sambil duduk di sebelah Nata. Suasana terhening sejenak, “besok Sindy pulang ke Paris?.”
Nata tersenyum.
“Eehhh… kalau loe ingin jadi artis, boleh kok.”
”Tapi gua harus ke Cina.”
”Boleh kok.”
”Kenapa loe?.”
”Gua  belum selesai!.”
”Iya.”
”Loe harus jaga hati loe untuk gue ya.”
”Hahhhh....” heran Nata.
***

Seperti biasanya Nata bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan untuk Evan. Setelah selesai masak, Evan sudah terlihat keluar dari kamar.
”Loe jadi antar Sindy ke Bandara ?.”
Evan mengangguk, “Loe mau ikut.”
“Tidak. Gua mau ke kantor kak Perdi. Ada janji dengannya.” Nata melihat Evan murung, ”boleh khan.”
Evan menatap Nata, lalu tersenyum, ”mau gua antar.”
“Gak usahlah.”
***
“semua barang sudah dibawak?” tanya Tante membantu Sindy beres-beres.
“Sudah Tan.”
“Barang-barang dirumah?”
“Nanti pak sopir mengantarnya ke bandara.”
Tak lama kemudian Evan muncul dari balik pintu, “sudah siap?” tanya Evan.
“Sudah. Mana Nata.”
“Nata minta maaf gak bisa mengatar, dia ada janji dengan kak Perdi.”
“Tapi kan kak Perdi sudah di Cina.”
“Apa!.”
“Semalam gua nelpon kak Perdi untuk mengantar gua ke bandar, tapi katanya dia sudah di Cina, sore kemarin berangkatnya.” Sindy tersenyum, “ salam saja ke Nata.”
“Ya.”
“Ayo kita berangkat,” kata Tante.
Setelah Nata dipindahkan kekursi roda, lalu tante mendorong kursi sampai ke pakiran rumah sakit sedangkan Evan membawa tas Sindy.

“Setiba dibandara. Sindy memeluk Evan, “gua pastih merindukanmu?.”
“Gua juga.”
Lalu memeluk tante. Sindy masuk kedalam di temanin suster kariawan bandara untuk mendorong kursi roda. “dahhh....”
“Bayyy....”
Setelah Sindy tidak kelihatan lagi. Nata tiba-tiba muncul, “Mana Sindy?.”
“Sudah masuk?” jawab Evan.
“Hemmm... sudah cepat-cepat gak ketemu juga.”
“Ya gimana lagi,” kata Tante.
Nata menarik nafas panjang.
“Tante pulang duluan ya.”
Nata dan Evan mengangguk.

Evan dan Nata tidak langsung pulang. Mereka ke taman.
“Sudah lama kita tidak kesini?” kata Evan.
“Ya, sudah lama banget,” sambil tersenyum lembar.
“Mau kacang.”
Nata mengangguk.
Evan pergi membeli kacang rebus tak jauh dari mereka duduk. Tak lama kemudian Evan datang membawa 2 bungkus kacang rebus. 1 bungkus diberikannya pada Nata. “Perdi sudah pergi. Jadi kita gak jadi bercerai khan?” tanya Evan sambil memakan kacang rebus.
Nata menolek ke Evan, “loe mau kita bercerai?.”
Evan menolek ke Nata, “kalau loe?” tanya balik.
Nata tersenyum, lalu mencium pipi kanan Evan. Evan kanget langsung memengang pipinya. “Loe kan pernah minta ciuman kalau loe dapat nilai bagus,” kata Nata.
Evan salah tingkah, “jadi hadiah pernikahan kita ini dong…” sambil menujuk bibirnya.
Nata tersenyum malu.
Evan memengang wajah Nata, mereka berdua saling menatap. Perlahan-lahan Evan mendekatin bibirnya ke bibir Nata. Suasana taman menghiasin cinta mereka berdua.



Taman

2 komentar :

  1. Cerita panjang yang melelahkan, sangat menarik dengan rangkaian kata nan indah

    BalasHapus
    Balasan
    1. trimah kasih........ aku akan lebih telitih lagi

      Hapus