Dua
Kim mengobatin luka Via di
dalam mobilnya. Setelah membersihkan luka di lengan dan lutut Via, Kim menempel
potongan perban untuk menutupin luka-luka Via yang cukup terbuka namun tidak
parah. Via memperhatikan Kim yang sangat sesama mengobatin luka-lukanya,
“trimah kasih yach…” katanya lembut.
Kim hanya tersenyum.
“Sepertinya kau sudah sangat
lihai mengobatin luka-luka?”.
Kim masih tersenyum.
“Kau sudah tiga kali
menolongku”.
“Tiga kali?”.
“Yang pertama waktu malam
itu, kedua dari orang gila, dan ketiga dari tabrakkan itu. Mungkin… jika kau tidak menolong ku, aku akan
lebih parah dari luka ini,” menujukkan wajah sedihnya.
“Sebaiknya, mulai sekarang
kau harus hati-hati,” saran Kim.
“ What we can meet again?“
tanya Via yang tidak memperdulikan saran yang diberikan oleh Kim.
Kim hanya tersenyum, “kau
tidak dengar omonganku?”.
“Tenang… Ini hanya luka
kecil,” Via yang tak mau mempermasalahkan kecelakaan yang hampir menimpahnya.
Kim masih tersenyum.
Mereka berdua masuk ke dalam
hotel. Dengan menggunakan lift mereka
menuju kamar masing-masing. Kim yang menginap di kamar lantai 5 duluan keluar
dari lift. “Lantai 5, kamar berapa?” tanya Via ketika pintu lift terbuka.
Kim hanya tersenyum sambil
melangkah keluar dari lift tanpa menolek ke belakang.
“Tunggu…”.
Kim menolek.
“Apa kita bisa bertemu
lagi?”.
“Maybe ane day,” lalu
melajuti langkahnya.
Via masih memadang Kim sampai pintu lift
tertutup rapat.
Setiba di kamar, Kim langsung
menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ditutupnya matanya berharap malam
ini cepat berlalu.
***
Deana melihat Via masuk ke
dalam kamar dengan balutan perban di lenggan dan kakinya, “kau kenapa?” kuatir
Deana.
“Ada mobil yang hampir
menabrakku,” cerita Via.
“Tapi kau tidak apa-apakan?”
Deana yang masih kuatir. Via tidak memperdulikan kekuatiran yang ditunjukkan
Deana padanya, dia masih membayangkan saat-saat bersama Kim. Ketidak pendulian
Via membuat Deana kesal, “apa kecelakaan itu membuat otakmu hilang setengah?!”
heran melihat Via senyum-senyum sendiri.
“Dia my hero”.
“Siapa?”.
Via tidak memperdulikan Deana
yang kebingungan melihat sikaf anehnya. Dia terus membayangkan wajah Kim.
***
Gita membawahkan secangkir
kopi keruangan Acton, “mau kopi?” tawar Gita basa-basi, namun Acton tidak
memperdulikan tawaran Gita padanya itu membuat dirinya kesal. Dengan kasarnya
Gita meletakkan cangkir di atas meja kerja Acton, “lama kelamaan kau bisa tua
karena kasus ini!”.
Acton menutup file yang
dibacanya, “kenapa sampai hari ini dia tidak memberi kabar!?”.
Gita tahu siapa yang Acton
maksud, “apa kau akan diam saja?”.
Acton diam sejenak, “ikutin
terus Joni kemana saja dia pergi dan laporkan padaku!” perintah Acton lalu
meminum kopi yang dibuat Gita.
Gita tersenyum bukan karena
tugas yang diberikan Acton padanya melainkan Acton yang akhirnya meminum kopi
buatannya.
***
Via membersihkan wajahnya di
depan kaca rias, “kau lama sekali dari
kamar mandi?” tanyanya pada Deana yang baru keluar dari kamar mandi.
Deana gugup, “eeehhh…”.
“Kau kenapa?”. Tiba-tiba hp
Via berbunyi. Via langsung mengangkatnya setelah tahu siapa yang menelponnya
dari layar hp, “halo Yah…”.
“You should go home!”
perintah Ayah.
“Ada apa Yah?”
“Besok Ayah jemput di
bandara!”.
“But my father?”.
“Daddy will pick you up at
the airport,” lalu mematikan telpon.
Via masih heran kenapa Ayah
menyuruhnya segera pulang ke Jakarta. Via memadang Deana dari kaca rias, “kau
memberitahu Ayah?” curiga melihat Deana yang gugup.
“Maafkan aku,” Deana yang
mengakuin kesalahannya.
***
Pagi-pagi sekali Joni
menemuin Surya dirumahnya. Surya yang sedang menikmatin secangkir kopi di
perkarangan rumahnya lalu menyabut kedatangan Joni yang langsung mendekatinnya,
“kau datang sepagi ini pastih ada yang ingin kau katakan padaku,” yang
pura-pura tidak tahu apa-apa, “katakanlah?”.
“Jangan ganggu putriku!!”
marah Joni yang nyakin kecelakaan yang menimpah Via semua itu rencana dari
Surya.
Surya menatap Joni dengan
tatapan tajam, “jika kau tidak segera menemukan file itu, aku tidak bisa
menjamin keselamatan putri angkatmu itu!” ancam Surya. Joni yang mau memukul
Surya langsung dihadang anak buah Surya, dan malah Joni yang dipukul oleh anak
buah Surya berkali-kali. “cukup!” perintah Surya pada anak buahnya untuk
berhenti memukul Joni. Anak buah Surya berhenti memukul Joni. “Aku peringankan
jangan-jangan main-main denganku!!!” peringatan Surya pada Joni.
Joni tidak menjawab, dia
menahan sakit karena pukulan itu dan sekali-kali menolek kearah Surya.
***
“Tok… tok… tok…!!” pintu
kamar Kim di ketuk dari luar. Kim yang baru keluar dari kamar mandi langsung
membuka pintu. Bertapa terkejutnya Kim melihat Via berada di depan pintu
kamarnya.
“Waahhh…” kagum Via melihat
tubuh kekar Kim yang tanpa dibalutin apa-apa hanya handung yang menutupin
setengah tubuhnya, “kau kekar sekali”.
Kim langsung menutup pintu
kembali untuk mengenakan pakaian. Tak lama kemudian pintu kamar terbuka
kembali. “Kau tahu dari mana aku menginap di kamar ini?”.
“Dihotel ini banyak
pelayan-pelayan yang mau memberitahuku”.
Kim menarik nafas panjang,
“mau apa kau?”.
“Aku ingin balas budi
denganmu”.
“Itu tidak perluh,” lalu Kim
kembali masuk ke dalam kamarnya.
Dengan cepatnya Via langsung
memengang tangan Kim untuk menghalangnya masuk, “apa salah jika aku ingin
membalasnya?!” Via bersikeras dengan tatapan tajam kearah Kim, “aku hanya
menawarkan makan bersama”.
Kim cepat mencari akal,
“baiklah”.
“Benarkah,” senang Via.
“Tunggu aku di lobi”.
“Ok,” Via pun melangkah
pergi. Kim tidak menujukkan ekpresi apa-apa saat Via sekali-kali menolek
kepadanya.
***
“Akhirnya kau akan pergi,”
Arnila yang mengantar Potter ke bandara.
“Kau harus pikirkan lagi
tawaran itu,” kata Potter.
Arnila tersenyum, “baiklah,
aku akan pikirkan”.
“Aku tunggu kau di Jakarta,”
sambil menjulurkan tangannya.
Arnila menyambut tangan
Potter, “sampai berjumpa lagi”.
“Sampai jumpa lagi,” lalu
Potter memasukkin gerbang keberangkatan tanpa menolek kearah Arnila yang masih
memadangnya dari kejauhan.
***
Sudah hampir 3 jam Via
menunggu Kim di lobi hotel, namun Kim tidak muncul-muncul juga. Karena sudah
sangat lama menunggu Via pun menyusul Kim ke kamarnya. Ketika mau memasukkin
lift tanpa disadarin Via, Kim baru keluar dari lift yang satunya, itu membuat
mereka tidak saling bertemu. Kim langsung masuk ke dalam taxi yang sudah
menunggunya.
Setiba di kamar, Via langsung
masuk ke dalam kamar karena pintu tidak terkunci. Via heran melihat dua pelayan
hotel sedang merapikan dan membersihkan kamar. Sama seperti Via, dua pelayan
itu pun heran melihat Via, “bisa kami bantu nona?” tanya salah satu dari
mereka.
“Mana orang yang menginap
dikamar ini?” tanya Via.
“Maksud nona Dokter Kim?
Dokter Kim sudah pergi dari tadi nona”.
“Pergi? Pergi kemana?”.
Setelah mengetahuin bahwa Kim
sudah pergi, Via pun kembali ke kamarnya. Dengan lesuh Via masuk ke dalam
kamarnya dan langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.
“Kau masih marah?” tanya
Deana.
“Jam berapa kita berangkat?”
tanya Via lesuh.
“Nanti sore”.
Via membalik tubuhnya.
“Kau tidak apa-apa?”.
“Nanti bangunin aku”.
“Ya”.
***
“Tuan Potter sudah kembali
Presdir,” salah satu anak buah Surya memberitahukan kabar terakhir pada Surya.
“Dimana dia sekarang?” tanya
Surya.
“Dirumah orang tua anda
Presdir”.
“Kenapa anak itu tidak mau
tinggal denganku!?” heran Surya pada Potter yang tidak ingin tinggal dengannya
sejak 5 tahun yang lalu.
***
Gita masuk keruangan kerja
Acton, “malam bos…”.
“Ada kabar terbaru?” tanya
Acton sedang mempelajarin file yang sebelumnya diberikan anak buahnya.
Gita duduk sambil
mengoyangkan kakinya, “tadi pagi Joni ke rumah Surya. Anehnya… keluar dari
rumah itu dia babak belur”.
Acton menghentikan membaca,
“apa yang terjadi?”.
“Aku tidak tahu penyebabnya”.
Acton diam sambil memikirkan
apa yang sebenarnya terjadi.
***
Joni menjemput Via dan Deana
di bandara Sukarno_Hatta. Tak lama Joni menunggu kedatangan Via dan Deana.
“Ayah…!!” teriak Via sambil mendekatin Joni yang berdiri di depan mobil.
Joni melihat perban yang
terbalut di lenggan dan kaki Via, “kau tidak apa-apa sayang?”.
Via tidak memperdulikan
kekuatiran yang ditujukkan Joni melainkan sebaliknya Via yang mulai kuatir
melihat luka memar di dahi Ayah angkatnya itu, “Ayah kenapa?” sambil memengang
memar di dahi Joni.
“Ohhh… tadi pagi Ayah jatuh
di kamar mandi,” alasan Joni, “Ayah tidak apa-apa”.
“Ayah harus hati-hati”.
“Jangan kuatirkan Ayah”.
Setelah mengantar Deana
pulang kerumahnya, Joni langsung mengarahkan mobilnya ke sebuah gedung
apartemen mewah berlantai 10 yang jaraknya cukup jauh dari kediamannya. Mereka
berdua langsung memasukkin salah satu apartemen yang berada di lantai 4. Joni
sudah mempersiapkan segalanya mulai dari tempat tidur, lemari, sofa, TV, kulkas
dan lain-lainnya. Semua bernuasa pink, putih, dan ungu warna kesukaan Via.
Via yang sejak tadi menahan
semua pertanyaan di benaknya akhirnya bisa dikeluarkannya juga, “apartemen
siapa Yah?” tanyanya.
“Sementara kau akan tinggal
disini sayang?” kata Joni memberitahukan maksud dirinya membawa Via ke
apartemen ini.
“Kenapa Ayah tiba-tiba mengizinkan
aku tinggal sendiri?”.
“Ayah ingin kau belajar
mandiri”.
Via jelas sudah terbiasa
dengan kemewahan itu semua. Namun ini pertama kalinya dia harus tinggal sendiri
dan melakukan sesuatu sendiri, itu membuat dirinya tidak nyaman.
Setelah Joni pergi. Via
berdiri di balkon sambil memadangin pemadangan kota, “apa kita bisa bertemu
lagi…” Via yang teringat dengan Kim. Tapi itu hanya sesaat ketika Via
menyadarin malam ini dirinya sendiri di apartemen. Rasa takut mulai menyelimuti
dirinya. Perasaan ada yang memperhatikannya disetiap sudut ruangan membuat
dirinya serbah salah dalam melakukan apapun. Ketika mencoba untuk tidur,
bayang-bayangan mulai menakuti dirinya sehingga dirinya tidak bisa menutup mata.
***
Pagi-pagi sekali Deana datang
ke apartemen Via, “semalam kau tidak
tidur?” tanyanya melihat Via yang sekali-kali menguap.
“Tidak”.
“Kau takut?”.
“Ini pertama kalinya aku
tinggal sendiri”.
“Penakut ya penakut”.
“Deana…”.
***
Potter tiba di rumah sakit
Pelita Kasih milik orang tuanya. “Pagi Dok…” satu persatu perawat menyapa
Potter yang melintas di depan mereka, dan ada juga yang segaja mendekatin
Potter hanya untuk menyambut kedatangannya, “selamat datang kembali Dok”.
“Trimah kasih,” balas Potter
sambil tersenyum.
Beberapa dokter mendekatin
Potter, “selamat datang Dokter,” sapa Beni dokter bedah sambil menjulurkan
tangannya pada Potter.
Potter menyambut tangan Beni,
“trimah kasih,” lalu satu persatu menyalam dokter-dokter yang datang bersama
Beni.
“Akhirnya kau kembali,” kata
Iwan dokter anak sambil bersalaman dengan Potter.
Potter masih tersenyum, namun
tanpa di segaja tatapan Potter tertujuh pada Surya yang juga memadangnya dari
lantai 3.
Potter keruangan kerja Surya
yang berada di lantai 3. Mereka berdua duduk di sofa dengan saling menatap.
“Kenapa kau tidak pulang ke rumah?” tanya Surya.
“Aku sudah terbiasa tinggal
sendiri,” jawab Potter dengan sikaf dingin.
“Kau masih membenci Ayah?”.
Potter diam.
“Ketika ibumu tiada dan kau
memutuskan untuk pergi, Ayah sangat kesepian”.
Potter tetap diam.
“Pulanglah”.
***
Setiba di kantor polisi, Gita
bergegas menemuin Acton diruang kerjanya. Tanpa mengetuk pintu Gita langsung
masuk ke dalam ruangan itu membuat Acton kesal pada Gita yang tidak pernah
mengetuk pintu jika masuk keruangannya, “bisakah kau mengetuk pintu?!!”.
“Ada hal yang lebih penting
dibandingkan membahas mengetuk pintu. Aku dapat informasi dari dokter yang
memeriksa Robet sebelum meninggal,” kata Gita yang membawa kabar.
Acton melihat keseriusan dari
wajah Gita, “ada apa?”.
“Robet mengatakan sesuatu
pada atasan”.
Tanpa pikir panjang Acton
bergegas menemuin atasannya yang bedah satu lantai. Sebelum masuk Acton
mengetuk pintu, “tok…tok…tok…!”.
Tak lama kemudian terdengar
suara dari dalam ruangan, “masuk”. Acton masuk ke dalam ruangan dan langsung
memberi hormat. “Ada apa? Apa ada yang ingin kau laporkan?” tanya Saidun.
“Kenapa Jendral tidak
mengatakan apa-apa?” tanya Acton yang berusaha untuk tenang.
“Apa maksudmu?!”.
“Sebelum Robet meninggal,
bukankah dia mengatakan sesuatu. Apa yang dikatakannya?”.
“Robet menginginkan kita
menjaga putrinya”.
“Hanya itu?”.
“Semua bukti-bukti ada pada
putrinya”.
“Kenapa Jendral tidak
mengatakan itu padaku?!”.
“Jika berita ini sampai
tersebar diluar, nyawa putrinya jadi taruhan!” terdiam sejenak, “dugaan… ada
beberapa politikus menutupin kejahatan yang dilakukan Surya. Karena itu aku
menyuruh Kim untuk menjaga putri Robet dan mencari tahu dimana putrinya
menyimpan bukti-bukti itu,” penjelasan Saidun panjang lebar.
“Satu pertanyaan yang ingin
aku tahu jawabannya?”.
“Apa?”.
“Apakah pemerintah pusat
mengetahuin misi yang dilakukan Kim?”.
“Tidak. Ini hanya tugas
rahasia dan hanya beberapa orang yang mengetahuinnya termasuk kau dan Gita.
Jadi… jangan siapapun tahu tentang misi ini”.
Acton kembali keruangannya.
“Bagaimana?” tanya Gita yang
masih berada diruangan Acton.
“Cari tahu tentang putri
Robet”.
“Baik”.
***
Pukul 12.45 WIB, Via baru
tiba di rumah sakit Pelitah Kasih. Dengan memakai pakaian seperti wanita modern
dan kaca mata hitam Via melangkah masuk ke rumah sakit. Semua mata tertujuh
padanya itu membuat Via tidak penduli dengan tanggapan mereka. Dengan gaya pakaian seperti itu tidak ada
yang menyangka Via akan menjadi perawat di rumah sakit tersebut.
Via mendekatin salah satu
perawat yang melintas kearahnya, “permisih suster”.
“Iya, bisa saya bantu nona?”
tanya Dewi salah satu perawat di rumah sakit tersebut.
“Ruangan Ibu Alina dimana?”
tanyanya.
“Lurus, lalu belok kanan,”
sambil menujukkan arah pada Via, “ruangan paling pojok bersebelahan dengan
ruangan amistrasi”.
“Ok, trimah kasih yach…” Via
langsung menuju arah yang ditunjuk perawat itu. Tidak susah Via menemukan
ruangan kepala perawat yang telah di beritahu perawat itu, “ini dia,” lalu
Via mengetuk pintu ruangan, “tok…tok…tok…!!”.
Terdengar suara dari dalam
ruangan, “masuk”.
Via pun masuk ke dalam
ruangan, “siang Bu…”.
Alina menolek, “bisa aku
bantu?”.
“Namaku Via Fayola. Tiga hari
yang lalu aku dapat panggilan dari rumah sakit ini”.
Alina melihat gaya pakaian
yang dipakai Via, “kau ingin jadi perawat?”.
“Iya. Apa ada yang salah?”
bingung Via dengan pertanyaan yang dilontarkan kepala perawat tersebut.
Setelah Via pergi, beberapa
perawat masuk ke dalam ruangan Alina, “siapa dia Bu?” tanya Sri salah satu
perawat di UGD.
“Sama seperti kalian,” jawab
Alina lesuh.
“Perawat?” dengan serentak.
“Ruangan mana Bu?” tanya Dewi
perawat dari ruangan anak.
“UGD,” jawab Alina lagi.
“Seruangan denganku?” Sri
yang tak percaya.
***
Potter melihat Via yang akan
meninggalkan rumah sakit, “Via…” panggilnya sambil mendekatin Via.
Via menolek, “Kak Potter”.
“Aku pikir kau tidak jadi
bekerja di rumah sakit ini”.
“Besok aku mulai bekerja”.
“Selamat bergabung,” sambil
menjulurkan tangannya.
“Kakak tidak marah denganku?”
yang belum menyambut tangan Potter.
Potter tersenyum, “kau
mempunyai hak untuk memilih”.
Kali ini Via baru menyambut
tangan Potter, “thank”.
***
Arnila menemuin Kim di apartemennya, “tok… tok… tok…!!”.
Beberapa saat kemudian pintu terbuka. “Hai…” sapa Arnila saat Kim membukakan
pintu untuknya.
“Ayo masuk,” ajak Kim lalu
duduk di sofa, “kapan kau tiba?”.
Arnila ikut duduk, “semalam,”
sambil meletakkan amplop besar berwarna coklat diatas meja, “Om Saidun menyuruhku untuk memberikan ini untukmu”.
Kim mengambilnya. Di dalam
amplop terdapat benda berbentuk kunci yang sangat kecil dan foto seorang
wanita. Yang membuat Kim heran bukan melihat bentuk kunci yang sangat kecil
melainkan foto wanita yang tidak asing dilihatnya, “ini kan Via putri Joni”.
“Via hanya putri angkat Joni. Robet orang tua kandungnya”.
“Jadi, Via yang harus aku
lindungin?”.
“Lebih tepatnya, kau harus
menjaga dan segera mendapatkan dokumen itu!”.
Kim hanya menghela nafas
panjang.
***
Potter mengantar Via pulang,
“kau tinggal disini”.
“Ya. Terimah kasih ya Kak,”
lalu ke luar dari mobil, “sampai besok,” kemudian masuk ke dalam gedung
apartemen.
Potter masih memadangin Via
yang melangkah masuk ke dalam gedung.
Via masuk ke dalam
apartemennya, “sendiri lagi, “ mulai timbul rasa takutnya lagi, “tidak… aku
harus melawan rasa takutku,” tekat Via namun itu hanya sesaat, “aaahhh… aku tak
bisa…” rengek Via yang tak bisa melawan rasa takutnya.
***
Seperti biasa Acton tiba di
kantor palisi dan langsung keruangannya. Gita yang melihat Acton, bergegas membawakan
secangkir kopi untuk Acton, “pagi pak…” sapanya sambil melentakkan cangkir kopi
di atas meja.
Acton pura-pura tidak melihat
kopi yang dibuat Gita, “apa sudah kau selesaikan tugas yang aku perintahkan?”.
Gita menujukkan wajah
cemberutnya seakan Acton tidak menghargain kerja kerasnya untuk membuatkan kopi
untuknya.
“Kenapa masih di sini?!”.
Dengan kesal Gita
meninggalkan ruangan.
Acton tersenyum melihat sikaf
yang ditunjukkan Gita lalu meminum kopi yang dibuat Gita untuknya.
***
Via tiba di rumah sakit
dengan memakai rok mini dan blus berwarna putih dan sepatu hak tinggi yang
membuat penampilannya semakin menarik. Di lobi rumah sakit Via bertemu dengan
Alina. “Pagi Bu…” sapa Via yang tidak menyadarin Alina sangat terkejut dengan
penampilannya.
“Kenapa kau berpakaian
seperti ini? bukannya kemarin sudah aku berikan pakaian yang harus kau pakai!,”
kesal Alina.
“Aku tidak menyukain pakaian
itu”.
“Apa!” tapi Alina berusaha
untuk tenang, “apa kau akan memakai pakaian seperti itu untuk menjadi seorang
perawat?!”.
“Hahaha…haha…” Via tertawa,
“Ibu bercanda… mana mungkin aku memakai pakaian ini waktu bekerja. Aku akan
mengganti pakaianku,” dengan santainya Via menjawab pertanyaan Alina tanpak
memikirkan pikiran Alina tentangnya.
Alina masih memadang Via
dengan tatapan heran, “kau ini merepotkan dirimu sendiri,” lalu pergi.
“Dia bicara apa?” Via yang
tidak mengerti maksud perkataan Alina.
Lalu Via menuju ruang ganti
perawat yang berada di sebelahan ruangan kepala perawat.
***
“Presdir, Dokter Kim sudah
datang,” kata Jenni memberitahukan kedatangan Kim pada Surya yang sedang
memperlajarin sebuah file yang berada diatas mejanya.
Surya menghentikan
pekerjaannya, “suruh dia masuk,” sambil berdiri dari kursi kerjanya.
“Baik Presdir,” lalu keluar
kembali.
Beberapa saat kemudian Kim
masuk ke dalam ruangan, “selamat pagi Presdir”.
“Akhirnya kau datang,” yang
sudah menunggu kedatangan Kim, “duduklah”.
“Terimah kasih,” sambil
duduk.
***
Potter melihat Via masuk
keruangan UGD dengan berpakaian perawat yang seharusnya. Potter tersenyum saat
Via menolek kearahnya. Lalu melajutin memeriksa satu persatu pasien yang datang
ke UGD untuk memeriksa keadaannya.
Sari mendekatin Via, “kau
tidak tahu jam berapa hari ini!?” tanyanya cetus melihat Via yang datang
terlambat.
“Maafkan aku, tadi aku ganti
pakaian dulu,” jawab Via.
“Bagaimana kau bisa
menyelamatkan nyawa pasien jika kau aja seperti ini!” kesal Sari melihat sikaf
cuek Via.
“Akukan sudah mintak maaf!”.
“Kau…”.
Potter mendekatin mereka,
“berikan ini pada Dokter Iwan,” perintah
Potter pada Via untuk memberikan file pada Iwan. Potter yang segaja menyuruh
Via untuk menghindarin pertengkaran antara mereka berdua di depan pasien.
“Baik,” Via pun meninggalkan
ruangan.
Potter melihat kekesalan dari
wajah Sari, “aku akan bicara dengannya”.
“Baiklah Dok”.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar