Tiga
“Dia pikir dia tuh siapa?!
Baru jadi kepala ruangan saja dia sudah seenaknya!!” ngomel Via sambil berjalan
keruangan Iwan yang berada di lantai 2. Ketika berada di lantai 2, tidak segaja
tatapan Via tertujuh pada pria yang tidak asing dilihatnya. Pria itu
mengenakan kaos putih dilapisin jas hitam dengan celana jeas mau menuju ruang
rawat anak. Tanpa pikir panjang Via langsung mendekatin pria itu, “my hero…”
sambil memengang lenggan pria itu untuk menghentikannya berjalan.
Pria itu menolek, “who are
you?” tanya Kim yang pura-pura tidak mengenal Via.
“Kau tidak ingat aku?” tanya
Via.
Kim mengeleng masih pura-pura
tidak mengenal Via.
“Waktu di Bali aku
memperkenalkanmu dengan Kak Potter sebagai pacarku?” berharap Kim mengingatnya.
Kim pura-pura tidak
mengingatnya.
“Waktu kau selamatkan aku
dari orang gila?”.
Kim pun masih pura-pura tidak
mengingatnya.
“Yang ini kau pastih ingat…
waktu kau selamatkan aku dari tabrak lari?”.
Kim tetap pura-pura tidak
mengingatnya.
Via kesal melihat Kim yang
tidak mengingat dirinya, “period can not you remember me?!!”.
Kim tertawa, “hahaha…”.
“Ada yang lucu?!” melihat Kim
tertawa Via langsung menduga Kim pura-pura tidak mengenalnya, “kau pura-pura
tidak mengenalku!?”.
Seorang perawat mendekatin
mereka, “Dokter sudah datang”.
“Ya. Ada berapa pasien?”.
“5 Dok,” jawab perawat itu.
“Ayo kita periksa,” ajak Kim
pada perawat itu.
Via langsung memengang
lenggan Kim kembali untuk menghadangnya pergi, “tunggu…”.
“Ada apa lagi?” tanya Kim.
“Kau punya utang denganku”.
“Utang?”.
“When in Bali you promise to
eat with me. I waited three hours in the lobby,” berharap Kim mengingatnya.
“Ok, we ate this afternoon,”
kata Kim lalu pergi bersama perawat itu.
“I’ll wait!” teriak Via namun
Via langsung menutup mulutnya saat semua orang melihat kearahnya dan bergegas
pergi keruangan Iwan.
***
Surya mengajak Joni ketemuan
di lestoran tak jauh dari rumah sakit, “sudah kau temukan?” tanyanya.
“Beri aku waktu lagi?”.
“Sampai kapan!?”.
“Aku mohon jangan kau sakitin
Via,” mohon Joni.
“Sesayang itu kah kau
dengannya?”.
“Aku pastih akan menemukan
file itu, aku janji,” berusaha menyakinkan Surya.
“Baiklah”.
“Trimah kasih presdir”.
Setelah Joni pergi, Surya
memanggil anak buahnya, “iya Presdir…”.
“Jika ada kesempatan habisin
gadis itu!” perintah Surya.
“Baik Presdir,” jawab mereka
lalu pergi.
Dengan tenangnya Surya
melajutin menikmatin masakkan yang sebelumnya sudah di pesannya.
***
Semua perawat di UGD segera
memeriksa pasien yang datang dengan keluhan penyakit yang di derita mereka
masing-masing, termasuk Via yang juga ikut serta dalam memeriksa pasien. Kali
ini Via sedang membersihkan pasien dengan luka di kaki dan tangannya dikarenakan
kecelakaan motor di bantu oleh Sri.
Sri heran melihat Via yang
dari tadi gelisah dari berkali-kali melihat jam di lenggannya, “kau ada janji?”
tanyanya.
“Ya,” jawab Via namun tetap
fokus membersihkan luka pasien.
“1 jam lagi ganti jam”.
“Iya aku tahu”.
Ganti jam perawat pun
berlalu, Via bergegas keruang ganti perawat untuk mengganti pakaiannya. Tak
lama Via menganti pakaiannya dan berdadan seadanya.
Sri mendekatin Via yang
sedang berdadan, “kau ada janji dengan Dokter Potter?” tanyanya.
“Tidak”.
“Lalu?”.
“Ada deh…” lalu pergi
meninggalkan ruangan.
Dewi mendekatin Sri, “gayanya
itu seperti foto model!” cetus Dewi.
“Tapi dia sangat
profesional,” Sri yang menyukain Via.
“Profesional apa yach…”.
Sri hanya tersenyum
menanggapin kekesalan teman sekerjanya itu.
***
Sebelum Kim mengakhirin
pekerjaannya, Kim memeriksa dahulu satu persatu pasiennya yang sebagian
pasiennya anak-anak. “Jangan lupa minum obatnya,” kata Kim lembut pada seorang
anak yang menderita penyakit tuberculosis. Tuberculosis adalah penyakit akibat
infeksi kuman mycobacterium sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh,
dengan lokasi yang terbanyak di paru
yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
“Ayo sayang jawab,” kata Ibu
anak itu menyuruhnya menjawab perkataan Kim.
“Iya Dok,” jawab anak itu.
“Bagus. Permisih Bu…” kata
Kim pada keluarga anak itu.
“Trimah kasih Dok”.
Kim bersama beberapa perawat
yang mengikutinnya meninggalkan ruangan rawat, “besok aku mau lihat hasil
laboratorium anak Citra, Doti dan anakYeni”.
“Baik Dok,” jawab salah satu
perawat.
“Sampai besok,” Kim pun
meninggalkan ruangan tersebut. Ketika di
luar ruangan Kim melihat Via tertidur di kursi tunggu sambil duduk. Dia
tersenyum melihat perjuangan yang ditunjukkan Via.
Beberapa saat kemudian Via
terbangun dan melihat Kim sudah berdiri di depannya, “kau sudah selesai?”.
“Kau sudah mempersiapkan
semua ini?” yang melihat Via tidak mengenakan pakaian perawat lagi.
“Aku tidak suka memakai baju
itu”.
Kim tersenyum, “ kenapa
menunggu disini?”.
“Aku tidak akan terkeco
lagi”.
Kim masih tersenyum.
Kim mengajak Via ke lestoran
yang tak jauh dari rumah sakit. Sejak tadi Via terus memadang Kim itu membuat
Kim tidak nyaman, “bisakah kau tidak melihatku seperti itu”.
“Aku senang akhirnya kau mau
makan denganku”.
“You like me?”.
“Yes”.
“Tapi aku tidak menyukaimu”.
Via tidak memperdulikan
perkataan Kim secara halus menolak perasaannya, “mana hpmu?”.
“For what?”.
“Where?!”.
Kim memberikan hpnya pada
Via, “ini...”.
Via menekan beberapa nomor di
hp Kim setelah itu mengembalikan pada Kim, “save my number,” sambil menyimpan
nomor Kim di hpnya.
Kim teringat dengan
bukti-bukti yang ada pada Via, “aku ingin bertanya sesuatu padamu?”.
“Bertanya apa?”.
“Apa seorang wanita suka
sekali menyimpan barang-barang penting ke suatu tempat yang rahasia?”.
“Tidak semua wanita seperti”.
“Kau?”.
“Kalau aku…” berpikir
sejenak, “sampai saat ini tidak ada barang yang penting yang harus di simpan di
tempat rahasia. Dan… apa gunanya tempat rahasia?”.
“Atau… seseorang yang
menitipkan barang yang sangat rahasia, dan harus kau simpan. Biasanya dimana
kau akan menyimpannya?”.
“Akan aku tolak”.
“Kenapa?”.
“Karena aku tidak suka
menyimpan barang orang lain”.
Mendengar kata-kata Via, Kim
meduga Via tidak tahu apa-apa tentang barang bukti-bukti itu. Walaupun benar
apa yang dikatakan Robet, bahwa dia memberikan pada Via. Itu pastih tanpa
sepengetahuan Via.
“Kenapa Dokter bertanya
seperti itu?” tanya balik Via.
“Aku hanya ingin tahu, dimana
biasanya wanita menyimpan barang rahasianya”.
“Apa ada wanita yang
menyimpan barang Dokter?”.
Kim hanya tersenyum.
“Apa wanita itu kekasih
Dokter?”.
“Aku belum punya kekasih”.
Via senang mendengar jawaban
Kim.
Sedangkan Kim masih
memikirkan dimana bukti-bukti itu di simpan.
Hari sudah gelap. Mereka
berdua ke luar dari lestoran. “Kau akan mengantarku pulangkan?” tanya Via.
“No”.
“After dinner instead of a woman is supposed to be taken
home”.
Kim tersenyum sambil
menghentikan taxi yang melintas di depan lestoran, “taxi…!”.
“Apa kau serius tidak akan
mengantarku pulang?”.
Setelah taxi berhenti, Kim
membukakan pintu taxi, “taxi ini yang akan mengantarmu pulang”.
“Kau kan bawah mobil, kau
bisa mengantarku pulang,” Via yang menginginkan Kim mengantarnya pulang.
“Entered”.
Dengan wajah cemberut Via
masuk ke dalam taxi.
“Good night,” lalu Kim menutup
pintu taxi kembali. Taxi pun segera pergi. Kim masih memperhatikan taxi yang
membawa Via pergi, “kau tidak boleh menyukainya,” kata Kim pada dirinya
sendiri.
***
Pagi-pagi sekali Via sudah
berada di lobi rumah sakit. Dia segaja datang pagi-pagi untuk melihat Kim dan
berharap dirinya datang duluan sebelum pria pujaannya itu. ternyata benar,
beberapa saat kemudian Kim muncul dengan mengedarai mobil sport. Ternyata Kim
menyadarin Via menunggu kedatangannya namun dia pura-pura tidak melihat Via.
Sikaf Kim yang cuek membuat Via kesal. “Hei… Dokter Kim!!” panggil Via sambil
mendekatin Kim.
Kim menghentikan langkahnya
lalu menolek.
“Do not you act like that to
me!!” marah Via.
“Are you talking about?”.
“Apa kau tidak melihatku!?”.
Kim melihat semua orang memadang
kearah mereka berdua, “semua orang melihat kita”.
Via baru menyadari
perbuatannya, semua orang memadang mereka dengan tatapan aneh. Dia hanya
cengar-cengir menutupin rasa malunya.
Di ruangan UGD. Sri
mendekatin Via yang sedang memeriksa keadaan pasien yang baru tiba, “biar aku
lajutin…” sambil mengambil ………………………… dari tangan Via, “kau di panggil Bu
Sari”.
“Ada apa?”.
“Gak tahu”.
Karena penasaran Via segera
keruangan Sari, “permisih…” kata Via sebelum masuk ke dalam ruangan.
“Masuklah,” kata Sari menghentikan
pekerjaannya.
Via masuk, “Ibu
memanggilku?”.
“Ya. Aku ingin kau bekerja
profesional di rumah sakit ini. Jangan bawak urusan pribadi di rumah sakit”.
“Maksud Ibu?”.
“Aku tidak penduli ada
hubungan apa kau dengan Dokter Kim, tapi jangan sekali-kali lakukan di rumah
sakit ini!”.
Via baru mengerti maksud
perkataan Sari, “maafkan aku”.
“Kembalihlah bekerja”.
“Permisih…” Via keluar dari
ruangan. Via tidak langsung bekerja
melainkan langsung ke kamar mandi.
***
Kim melihat hasil labor
ketiga anak yang dimintahnya kemarin. Kejangalan mulai timbul di hasil labor
anak Citra dengan hasil pemeriksaan yang dilakukannya kemarin. Anak Citra di
diagnose penyakit Leukemia Limfoblastik Akut. Hasil labor sudah membuktikan
bahwa anak Citra menderita penyakit Leukemia Limfoblastik Aku namun dari
pemeriksaan yang dilakukannya kemarin tidak adanya splenomegali (86%),
hepatomegali, linfadenopati dan anak Citra tidak mengeluhkan rasa nyeri saat
dirinya menekan bagian tulang dada dan juga tidak adanya pendarahan pada retina.
“Ada masalah Dok?” tanya Dewi
melihat kening Kim yang berkerut.
“Kita ulang pemeriksaan anak
Citra,” keputusan Kim.
“Tapi Dok…”.
“Ada masalah?”.
***
Setiba di kamar mandi, Via
yang ingin menghilangkan stress di kamar mandi malah dia mendengar beberapa perawat
membicarakan dirinya di dalam kamar mandi.
“Gak tahu malu banget sih
Via… dia kan sudah bertunagan dengan Dokter Potter!” kata salah satu perawat.
“Apa dia pikir Dokter Kim
akan tergila-gila dengannya!” kata yang lainnya.
“Dia itu seperti wanita murahan!!”.
Kata-kata terakhir yang
dilontarkan salah satu perawat itu membuat Via tidak bisa menahan amarahnya
lagi. Dia langsung masuk ke dalam kamar mandi. Semua perawat yang ada di dalam
kamar mandi terkejut melihat kehadiran Via dan tidak bisa berkata-kata lagi.
“Kalian pikir kalian yang terbaik!” Via melepaskan amarahnya, “hahaha… ahhh…
aku tahu… kalian iri padaku!!” Via yang berpikir mereka semua iri padanya,
“dimataku tidak satupun di antara kalian terlihat menarik!”.
“Apa…”.
“Dan wajar aja kalian iri
padaku, because aku menarik,” Via memuuji dirinya sendiri, “dan satu lagi… aku
dengan Dokter Kim punya hubungan special! Jangan sekali-kali kalian dekatin
kekasihku!” cetus Via lalu keluar dari kamar mandi.
“Aahhh… dia pikir dia itu
siapa!!” marah salah satu perawat.
***
Dokter Bon yang juga dokter
penyakit dalam di Rumah Sakit Pelita Kasih segera keruangan Surya setelah mendengar kabar bahwa Kim akan
melakukan pemeriksaan ulang pada anak Citra. Di depan pintu ruangan Dokter Bon berpapasan dengan Kim yang baru
keluar dari dalam ruangan.
“Selamat siang…” sapa Kim
pada Dokter Bon yang menujukkan wajah sinis padanya.
“Kau meragukan diagnosaku!”
cetus Dokter Bon.
“Maafkan aku,” Kim yang masih
bersikaf lembut, “permisih…” lalu pergi dari tempat itu.
Setelah Kim pergi, Dokter Bon
masuk ke dalam ruangan, “sedang apa dia di sini?” tanyanya.
“Dia memintah izin melakukan pemeriksaan ulang pada anak Citra,”
kata Surya.
“Kau mengizinkannya?”.
“Aku terpaksa
mengizinkannya”.
“Kau gila!! Jika dilakukan
pemeriksaan ulang semua rencana sia-sia!!” marah Dokter Bon.
“Dia nyakin anak itu tidak
menderita Leukemia limfoblastik akut!!”.
“Lalu apa yang akan kau
lakukan?!”.
***
Dari ruangan Surya Kim
langsung ke lantai dasar menggunakan lift. Ketika keluar dari lift tatapan Kim langsung
tertujuh pada Via yang berdiri di lobi. Bukan itu saja, Kim melihat dua pria
yang duduk di bangku tunggu memperhatikan Via dan gerak gerik mereka sangat
mencurigakan. Kim mendekatin Via, “kau mau kemana?” tanyanya.
Via menolek, “Dokter…” senang
melihat Kim.
Kim melihat jam di
lenggannya, “ini belum waktunya pulang,” jam masih menuju pukul 12.15 WIB.
“Hatiku lagi kurang baik”.
“Hahaha…” Via tertawa.
“Apa Dokter mau
menemaninku?”.
“Hahaha… tidak”.
“Ya udah kalau tidak mau
temanin! Aku bisa pergi sendiri!” Via melangkah pergi.
Kim yang melihat 2 pria itu
mulai bergerak saat Via melangkah pergi, tanpa pikir panjang Kim langsung
menarik tangan Via, “aku akan menemaninmu,” sambil memperhatikan 2 pria itu
yang kembali duduk.
Via tidak memikirkan ekpresi
wajah serius yang ditujukkan Kim. Dia hanya kegirangan Kim mau menemaninya, di
tambah sampai saat ini Kim belum melepaskan pengangannya dari tangan Via.
Dari kejauhan Potter
memperhatikan apa yang dilakukan Kim pada Via. Perasaat cemburu mulai
menyelimutin dirinya.
***
Setelah mendapatkan telpon
dari anak buahnya Acton bergegas pergi menggunakan mobil kijang miliknya yang
terpakir di depan kantor palisi. Gita yang tidak mau ketinggalan ikut bergegas
masuk ke dalam mobil.
“Kau sedang apa?!” tanya
Acton.
“Kau mau kemana?”.
“Turun!”.
“Gak mau,” Gita yang
besikeras untuk ikut.
“Gita!”.
Gita tidak mempendulikan
Acton menyuruhnya untuk turun dari mobil, “ayo jalan…”.
Dengan terpaksa Acton
mengajak Gita. Dengan kecepatan tinggi Acton mngedarain mobilnya menuju Pelabuhan
Sunda Kelapa.
Setiba di Pelabuhan Sunda
Kelapa, Acton langsung menuju kapal kargo berwarna putih yang berlabuh di
pelabuhan Sunda Kelapa. Kapal Kargo adalah jenis kapal yang membawa
barang-barang dan muatan dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lainnya biasanya
dalam bentuk curah.
“Siapa kalian?” tanya salah
satu pria yang baru turun dari kapal
kargo tersebut.
Acton menujukkan tanda
pengenalnya, “aku ingin memeriksa kapal ini”.
“Kau pikir kami menyeludup!”
kata yang lainnya.
“Kami ingin lihat surat geledah
ya!” kata yang lainnya.
Gita langsung memukul pria
yang berdiri di depan Acton. Dengan sekali pukul pria itu langsung terjatuh.
“Apa yang kau lakukan!” marah
Acton pada Gita.
“Mereka…”.
Seorang pria muncul dari
belakang mereka, “kami hanya memuat barang-barang yang mempunyai surat-surat
resmi Pak Polisi”.
Acton dan Gita membalik
tubuhnya. “siapa kau?!” tanya Gita.
“Aku pemilik kapal ini”.
“Aku hanya ingin memeriksa
kapalmu. Aku mendapatkan laporan bahwa kapal anda memuat barang penyeludupan,”
penjelasan Acton.
Pria itu tersenyum,
“silakan…”.
“Tapi Bos…” semua anak buah
pria itu masih menolak apa yang akan dilakukan Acton dan Gita.
“Biarkan mereka melakukan
pekerjaan mereka”.
“Trimah kasih atas kerja
samanya”. Acton dan Gita masuk ke dalam kapal untuk memeriksa satu persatu
muatan yang berada di kapal tersebut.
***
“Kita mau apa disini?” tanya
Kim pada Via yang mengajaknya ke pantai Ancol tak jauh dari Pelabuhan Sunda
Kelapa.
“Pemadangan disini sangat
bagus,” puji Via.
“Ya”.
Sedang menikmatin pemadangan
pantai, Kim dan Via didekatin sepasang pria dan wanita. “Sile hamnida,” kata si
pria pada mereka berdua dengan mengunakan bahasa Korea.
Via tampak bingung dengan
bahasa yang diucapkan pria itu, “kau bicara apa???”.
Pria dan wanita itu tampak
bingung dengan bahasa yang digunakan Via.
“yanh-O haseyo?” tanya Kim
yang mengunakan bahasa Korea.
“Anio,” jawab si pria.
“Mwol dowa deurilkkayo?”.
“Hotel Alkisa”.
Mereka bertiga berbicara
mengunakan bahasa Korea sedangkan Via yang tidak mengerti apa yang dibicarakan
mereka bertiga hanya bisa melogok keheranan. Cukup lama mereka
berbicang-bicang. Ketika pria dan wanita itu pergi, Via langsung bertanya apa
yang dibicarakan mereka bertiga, “kalian membicarakan apa?”.
“Mereka hanya menayakan
arah”.
“Kalian mengunakan bahasa
Jepang? atau… bahasa Cina?” tanya Via yang baru mendengar bahasa itu.
“Itu bahasa Korea”.
“Kau bisa bahasa Korea.
Wahhh…” kagum Via, “eehhh… kalau bahasa Korea ya mobil apa?” tanyanya.
“Jadongchan”.
“Apa kabar??”.
“Anyong haseo”.
“Terimah kasih?” Via yang
terus bertanya,
“Khamsa hamnidah”.
Via mendapatkan ide, “aku
suka kamu?”.
Kim tidak menjawab, dia
memadang Via.
“Aku hanya ingin tahu
artinya”.
Kim menjawab pertanyaan Via,
“chuaheyo”.
“Khamsa hamnidah,” jawab Via
dengan mengunakan bahasa korea.
“Kau cepat belajar”.
“I learn from you”.
Tak segaja tatapan Kim
tertujuh pada pria yang masuk ke dalam
kapal kontainer yang berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa. Pria itu yang hampir menabrak Via sewaktu di Bali.
“I’d better go!” kata Kim yang ingin meninggalkan tempat itu.
“Wait…”.
“Goodbye…” lalu Kim pergi.
Via masih berpikir kenapa Kim
tiba-tiba bergegas pergi, “apa aku salah bicara??” Via bergumam pada dirinya
sendiri.
***
“Bagaimana Pak Polisi?” tanya
pria itu pada Acton dan Gita ketika sudah turun dari kapal.
“Maafkan kami,” Acton
memintah maaf, “permisih…” lalu pergi untuk menutupin rasa malunya.
“Dasar tak tahu malu,” kata
salah satu dari mereka.
Acton berusaha tidak terbawa
emosi dengan kata-kata cemoan dari mereka.
“Apa kau akan diam saja akan
penghinaan mereka!!” kesal Gita.
“Jangan banyak bicara! ayo
pergi!” perintah Acton pada Gita.
“Iya,” dengan terpaksa Gita
mengikutin perintah Acton.
***
Malamnya, Kim kembali ke
Pelabuhan Sunda Kelapa dengan mengenakan kaos coklat dilapisin jaket kulit
berwarna hitam dan celana jeas berserta
memakai topi menutupi kepalanya. Dengan diam-diam Kim naik ke kapal
kontainer yang tadi sore dia lihat.
Dengan penuh ketelitian Kim memeriksa satu persatu kontainer yang berada
di kapal tersebut.
Ketika memeriksa kontainer
yang kesekian kalinya, Kim di kejutkan dengan barang-barang penyeludupan.
seperti alat-alat elektronik dan alat-alat kesehatan yang akan di sebar ke
penjuru Indonesia, “ternyata ini yang mereka lakukan!”. Tiba-tiba hpnya
berbunyi. Kim bergegas mematikan hpnya.
Penjaga yang mendengar suara
hp berbunyi langsung bergegas menuju letak suara, “siapa di situ!!” teriak
salah satu penjaga ketika melihat sesosok manusia yang berdiri di gelapan
malam.
“Siapa kau?!!” kata yang
lainnya yang bersiap-siap untuk menyerang.
Kim menggerakan tangan dan
kakinya bersiap-siap untuk menyerang. Empat penjaga mendekatin Kim. Dengan
sekali pukulan Kim menghajar satu
persatu dari mereka.
Melihat teman-teman mereka
babak belur di hajar pria yang tidak diketahuin idetistasnya itu, mereka pun
langsung menyerang pria yang masih berdiri di tempatnya.
Tanpa pikir panjang Kim langsung menghajar
mereka satu persatu. Dengan sekali pukulan mereka terjatuh semua dan tak
satupun yang berhasil menjatuhkan Kim. Setelah semua berhasil Kim jatuhkan, dia
menelpon nomor seseorang yang tercantum di hpnya, “ada kerjaan untuk kalian…
datanglah ke Pelabuhan Sunda Kelapa,” setelah mendengar jawaban dari orang yang
di telponnya, lalu menutup kembali telponnya. Kim pun meninggalkan pelabuhan
mengunakan mobil sport yang terpakir tak jauh dari pelabuhan.
***
Via masih memikirkan waktu
Kim meninggalkannya di pantai sendirian, di tambah disaat Via mencoba menelpon
Kim, Kim malah menolak telpon darinya.
***
Acton tiba di rumahnya. Rasa
lelah seharian bekerja dilampiaskannya di tempat tidur. Baru beberapa menit
Acton menutup matanya, suara hp menganggu tidurnya. Dengan
bermalas-malasan Acton mengankat telpon,
“halo…”.
“Bawak anak buahmu ke
Pelabuhan Sunda Kelapa,” kata Kim yang ternyata menelpon Acton.
Acton langsung bangkin dari
tempat tidur.
“Bawak surat pengeledahan dan
penangkapan,” lalu menutup telpon.
“Hei…!!” kesal Acton
tiba-tiba telpon terputus.
***
Dengan petujuk yang diberikan
Kim semalam, Acton membawa beberapa anak buahnya ke Pelabuhan Sunda Kelapa.
Atas perintah yang diberikan Acton, mereka segera memeriksa satu persatu kapal
yang berlabuh di pelabuhan tersebut.
“Apa informasi yang kau dapat
tidak meleset lagi?” tanya Gita yang juga ikut dalam imformasi ini.
“Dari pada kau gak ada
kerjaan lebih baik kau gak usah ikut!” cetus Acton.
Gita menujukan wajah
cemberut.
“Pak…!!” panggil salah satu
anak buah Acton yang berada di salah satu kapal kontainer.
Acton bergegas menuju kapal
container tersebut, dan betapa terkejutnya Acton melihat beberapa pria terikat
dengan mulut mereka ditutup dengan plester.
***
Setelah bersiap-siap, Via
keluar dari apartemennya dan langsung masuk ke dalam lift. Ketika keluar dari
lift, Via melihat beberapa kardus besar berada di pingir pintu lift, “punya
siapa sih…”. Via yang tak mau ambil pusing lalu segera berangkat ke rumah sakit
menggunakan mobil sedan yang terpakir di pakiran gedung apartemen.
***
“Apa!!!” Surya sangat terkejut
mendengar kabar dari anak buahnya bahwa semua barang-barang yang berada di
Pelabuhan Sunda Kelapa di sita oleh pihak berwajib.
“Apa mereka sudah buka
mulut?!” tanya Dokter Bon.
“Aku akan buat mereka semua
tutup mulut,” kata Ron orang kepercayaan Surya selama ini.
“Pastihkan mereka semua tutup
mulut!!” kata Surya.
“Baik Presdir,” lalu Ron
meninggalkan ruangan Surya.
“Sekarang bagaimana?” tanya
Dokter Bon pada Surya.
Beberapa saat kemudian hand
phone Surya bordering. Surya langsung mengangkatnya setelah mengetahui siapa
yang menelponnya dari layar hand phone, “halo…”. Lalu mendengarkan apa yang
dikatakan si penelpon. Setelah cukup lama mendengarkan apa yang dikatakan si
penelpon padanya, Surya menutup telpon.
“Apa dari metri?” tanya Bon.
Surya mengangguk.
“Apa katanya?”.
Surya diam. Dia bingung harus
bagaimana menyelesaikan masalah ini.
***
Via tiba di rumah sakit. Dia merasaka ada yang mengikutin sejak dari apartemen.
Tapi ketika dirinya menolek ke belakang, tak satu pun orang yang mencurigakan.
Perasaan itu membuat Via ketakutan. Tiba-tiba seseorang memengan bahu Via,
spontan Via langsung berteriak, “aaahhh…”.
Laila yang ternyata memengang
bahu Via, “Via….” yang berusaha
menenangkan Via, “kau kenapa berteriak?”.
Via menolek ke belakang,
“hahhh… kau ini!!” kesal Via pada Laila yang mengagetkannya.
“Kau ini wanita aneh!” kesal
Laila lalu pergi.
“Kau yang aneh,” Via yang
juga ikut kesal lalu pergi ke ruang ganti.
Ternyata benar perasaan Via,
dua pria sedang mengikutin dirinya menggunakan motor dan helm tertutup.
***
Acton di temanin Gita berada
diruang pemeriksaan untuk mencari informasi dari penjahat-penjahat yang
ditangkap di Pelabuhan Sunda Kelapa. Tidak semua mereka di bawah ke ruang
pemeriksaan hanya tiga orang yang di yakinin pemimpin dari mereka semua.
“Percuma Pak Polisi, kami
tidak akan membuka mulut!” kata salah satu dari mereka.
“Ooohhh…” dengan senyuman
sinis Acton mengambil balok kayu
pemukul.
“Mau apa kau?!” yang mulai
ketakutan.
“Kalau berani lepasin
kami…!!” kata yang lainnya yang sama-sama di borgol.
“Buka borgol mereka!”
perintah Acton pada Gita.
“Baiklah…” Gita membuka satu
persatu borgol dari tangan mereka.
Setelah borgol terlepas dari tangan mereka. mereka
bersiap-siap memukul Acton yang hanya sendiri melawan mereka bertiga hanya kayu
saja yang menjadi pengangan Acton untuk melawan mereka, “mati kau Pak Polisi…”.
Mereka bertiga langsung memukul Acton.
Tanpa pikir panjang Acton
langsung melawan mereka bertiga. Acton
mengayunkan balok kayu langsung mengenai
diantara mereka dan dilakukannya pada yang lain. Tak satu pun dari mereka
berhasil menjatuhkan Acton. Malah sebaliknya mereka babak belur di hajar oleh
Acton hanya menggunakan balok kayu.
Sedangkan Gita hanya berdiri
di pojok mengamatin mereka di hajar oleh Acton. “Masih tidak mau buka mulut?!”
acam Gita pada mereka bertiga.
“Kami akan bicara…” kata
salah satu dari mereka yang sudah babak belur.
Ketika salah satu dari mereka akan bicara tiba-tiba pintu
ruangan pemeriksaan terbuka, “apa yang kau lakukan!!” marah Saidun yang melihat
para penjahat babak belur, “ini sudah kelewatan yang kau lakukan Acton!!”.
Acton diam.
“Obatin mereka!!” perintah
Saidun pada anak buahnya yang lain.
“Tapi Atasan…”.
“Kita lajutkan pemeriksaan
besok!” kata Saidun lalu meninggalkan ruangan diikutin anak buahnya.
“Aaahhh…!!!” kesal Acton.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar