Jumat, 08 Juni 2012

Because I Love you 13


13

Kay mengantar Alina  sampai di depan supermarket menggunakan mobil miliknya. “Kau tidak perluh mengantarku sampai di depan ini,” Alina yang malu dilihat teman-teman satu kerjanya dari balik kaca.
Kay hanya tersenyum.
“Kau membuatku malu. Ya udah… kau pulanglah. Selamat malam”. Saat Alina mau keluar dari dalam mobil Kay memengang tangannya itu membuat Alina menghentikan niatnya untuk keluar dari dalam mobil. “Ada apa?”.
“Kau tidak akan merubah keputusanmu khan…?”.
Alina tersenyum, “apakah nantinya kau akan mencampakkanku?” Alina balik bertanya.
“Kenapa kau bicara seperti itu?”.
“Jawab aja”.
“Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu, sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkanmu,” Kay berusaha menyakinkan Alina.
Alina tersenyum, “aku senang kau bicara seperti itu dan aku harap itu benar”.
“Ya, aku janji”.
Alina masih menujukkan senyum manisnya pada Kay.

Setelah Kay pergi barulah Alina masuk ke dalam supermarket. Dia langsung ke tempat kasir dimana Nisa sudah menunggu kedatangannya. Alina heran melihat Nisa tersenyum saat melihatnya, “ada yang lucu?”.
“Sudah baikkan?” goda Nisa.
Alina mengerti maksud perkataan Nisa, “trimah kasih yach…”.
“Untuk apa?”.
“Kalau bukan karena kata-katamu, aku pastih sudah kehilangan cintaku lagi”.
“Ohhh… jadi semua ini karena aku”.
“Kau memang sahabatku yang terbaik”.
Nisa senang melihat Alina bisa sebahagia seperti ini lagi.
***
“Kau baru pulang sayang?” sambut Ibu Sari pada Kay yang baru pulang.
“Ya Bu,” jawab Kay sambil duduk di sofa.
Ibu Sari melihat kebahagian yang nampak jelas terpancar dari raut muka Kay, “sepertinya kau sedang senang. Apa kau tidak ingin cerita?”.
Kay menatap Ibu kandungnya itu, “aku ingin menikahin Alina Bu”.
“Benarkah,” Ibu Sari ikut senang mendenggar keputusan putranya namun itu hanya sesaat, “bagaimana dengan Ayahmu?”.
Kay diam sejenak, “aku harus jawab apa. Ayah tidak menyukain Alina tapi aku tidak ingin melepaskan Alina”.
“Jadi kau lebih memilih Alina dibandingkan Ayahmu?”.
Aku tidak memilih siapa-siapa Bu. Aku hanya melakukan yang terbaik untukku”.
Ibu Sari berusaha untuk tersenyum menyambut keputusan yang dibuat putranya itu dan akan selalu mendukungnya.
***

Alina, Nisa dan kariawan-kariawan yang sip malam bersiap-siap untuk pulang. “Apa kau akan tinggal dengan Kay lagi?” tanya Nisa pada Alina.
“Tidak. Aku tidak ingin terlalu tergantung dengannya,” jawab Alina.
“Apa kau serius akan tinggal dengan wanita itu??”.
Alina tahu wanita yang dimaksud Nisa, “dia wanita yang baik”.
“Tapi dia PSK Alina!”.
“Mantan”.
“Apapun itu aku tidak ingin dia melukainmu!!”.
“Kau kira Sarani akan mengajakku untuk menjual diri?”.
“Bukannya itu kerjaanya!”.
“Kau harus percaya padaku. Dia wanita baik. Dan aku nyakin dia melakukan itu karena dia terdesak”.
“Bagaimanapun dia tetap PSK”.
Alina hanya tersenyum menanggapinnya.
***
Gilda menemuin Ayah di hotel. Kedatangan Gilda di sambut hangat oleh Ayah yang sedang menikmatin sarapan pagi di dalam kamar yang sebelumnya sudah di pesan. “Kita makan bersama,” ajak Ayah.
“Trimah kasih om,” Gilda yang menolak tawaran Ayah dengan lembut. “Aku… aku ingin mintak tolong pada om”.
“Apa?”.
“Tolong bantu aku untuk mendapatkan Kay kembali,” mohon Gilda dengan mata berkaca-kaca.
Ayah berhenti menikmatin sarapannya, “menyerahlah”.
“Apa. Maksud om??”.
“Walaupun aku tidak menyetujuin hubungan Kay dengan wanita itu bukan berarti aku menyetujuin hubunganmu dengan Kay”.
“Om…”.
“Aku sudah mengetahuin pernikahanmu dengan Adriel,” Ayah yang sebelumnya sudah mengetahuinnya.
“Tapi kami sudah bercerai om”.
“Cobalah membuka hatimu untuk pria lain”.
Gilda sangat shok mendenggar kata-kata Ayah yang tak mau membantunya itu membuat dirinya tambah frustasi.
***
Kay mendapatkan telpon dari Heru langsung dari Amerika, “halo… ada apa?” tanyanya sambil berdiri di atas balkon menikmatin pemadangan kota dari atas, “Apa!!!” Kay tampak terkejut mendenggar apa yang dikatakan Heru padanya, “baiklah… aku akan segera berangkat!” lalu  menutup telponnya.
Ibu Sari mendekatin Kay yang terlihat lesuh, “ada apa sayang? Apa ada masalah?” Ibu Sari yang mulai kuatir.
“Jadwal sidang putri Pak Suroyo di majukan,” kata Kay memberitahu apa yang dikatakan Heru padanya, “sidang itu dilaksanakan besok”.
“Apa kau belum siang sayang,” Ibu Sari yang menduga melihat Kay lesuh menghadapin sidang besok.
“Aku siap Bu, hanya…”.
“Hanya apa sayang?”.
“Alina Bu. Aku sudah berjanji tidak akan meninggalkannya”.
Ibu Sari memengan tangan Kay, “nyakinkan Alina kau akan kembali untuknya”.
Kay menatap Ibunya.
“Ibu rasa Alina pastih akan mengerti. Apalagi ini persoalan yang sangat penting,” Ibu Sari yang terus memberi semangat pada Kay.
“Baiklah”. Kay pun menelpon Alina. setelah tersambung, “halo… aku ingin bertemu  denganmu,” mendenggarkan apa yang dikatakan Alina padanya. “Baiklah, dah…” lalu menutup telponnya.
“Bagaimana?”.
“Aku akan nyakinkan dia,” Kay yang mulai semangat.
Ibu Sari senang meihat putranya kembali semangat.
***
“Kau mau kemana?” tanya Sarani melihat Alina yang sudah bersiap-siap untuk pergi.
“Aku mau pergi sebentar,” jawab Alina.
“Kau gak lelah. Semalaman kau gak tidur,” Sarani yang mulai kuatir dengan keadaan Alina yang terlalu memporsir tenaganya.
“Gak apa-apa, aku hanya sebentar”.
“Hati-hati”.
“Dahh…” Saat keluar dari rumah, tatapan Alina tertujuh pada wanita yang tidak asing dilihatnya  berdiri di perkarangan rumah yang ragu untuk mendekatin rumah kediamannya saat ini. Alina mendekati wanita itu, “kau mencari siapa?” tanyanya pada Gilda.
Gilda menolek dan nampak terkejut meihat Alina dihadapannya walaupun sebenarnya dirinya memang berniat untuk menemuin Alina.
“Apa kau sedang mencari alamat?” tanya Alina lagi.
“Aku mencarimu”.
“Mencariku?? Kenapa kau ingin bertemu denganku”.
“Aku ingin kau menjauhin Kay,” kata Gilda yang langsung ketujuan utamanya.
“Kenapa aku harus melakukan itu? bukannya kau sudah mencampakan Kay!”.
“Kau tidak tahu apa-apa”.
“Mungkin kau benar aku tidak tahu apa-apa. Tapi saat dan selamanya aku tidak akan melepaskan Kay,” tekat Alina.
Gilda tersenyum sinis, “kau pastih punya alasan untuk tidak melepaskan Kay?!”.
“Apa maksudmu!!”.
“Kau pastih mengetahuin Kay akan mewariskan kekayaan orang tuanya. Apa itu alasan kau tidak ingin melepaskan Kay!!?”.
Alina sangat marah dengan penghinaan yang dilontarkan Gilda padanya namun dia berusaha untuk menutupin perasaannya, “kau pikir orang miskin sepertiku hanya menginginkan harta, kekayaan dan uang?” masih menujukan nada suara yang lembut.
Gilda diam. Dia tidak bermaksud untuk menyakinkan perasaan Alina.
“Kau tidak tahu apa-apa tentangku,” diam sejenak, “dan… aku mengerti perasaanmu saat ini,” Alina yang merasakan posisinya saat dicampakkan Adriel sama dengan posisi Gilda sekarang, “aku pernah merasakan dipoposimu saat ini”.
“Aku tidak mengerti maksudmu!!” Gilda yang belum mengetahuin hubungan antara Adriel dan Alina di masa lalu, “jika kau mengerti perasaanku saat ini, aku mohon padamu untuk melepaskan Kay”.
“Aku bilang aku mengerti perasaanmu!! Tapi aku gak akan melepaskan Kay,” Alina yang masih dengan tekatnya untuk mempertahankan cintanya, “maafkan aku,” Alina pun pergi meninggalkan Gilda yang terlihat shok dengan perkataannya.
Tenyata dari pintu masuk Sarani memperhatikan pembicaraan mereka berdua. Sarani nampak kesal melihat Gilda yang menghina Alina. Saat Gilda memadang kearah Sarani. Sarani menujukkan senyum sinisnya lalu baru masuk ke dalam rumah. Gilda pun memutuskan untuk pergi.
***
Adriel datang menemuin Ayah di Hotel Ratu. Kedatangannya disambut hangat oleh Ayah yang sebelumnya sudah mengetahuin kedatangannya. “Selamat siang Yah,” sapa Adriel.
“Duduklah,” kata Ayah dengan nada lembut.
Adriel duduk di sofa bersama Ayah.
“Ada yang ingin kau bicarakan dengan Ayah?”.
“Iya Yah. Aku…” ragu Adriel, “aku ingin Ayah merestuin hubungan Kay dengan Alina. Dia wanita baiik  dan aku nyakin Alina pastih bisa membahagiakan Kay”.
“Kau mengatakan itu apa karena kau merasa bersalah pada wanita itu?” tanya Ayah yang sudah mengetahuin hubungan Adriel dengan Alina di masa lalu.
Adriel nampak terkejut mendenggar perkataan Ayah. Dia tidak menyangkah  Ayah mengetahuin masa lalunya dengan Alina, “salah satunya itu Yah. Tapi  memang Alina wanita yang baik, aku tahu itu dan aku jamin Alina bisa membahagiakan Kay,” Adriel yang berusaha menyakinkan Ayah tirinya itu.
Ayah tersenyum sinis, “kau menginginkan aku merestuin hubungan Kay dengan wanita itu tapi Gilda malah sebaliknya”.
“Maksud Ayah?”.
“Tadi pagi Gilda datang menemuinku,” kata Ayah yang ingin melihat reaksi Adriel. “Dia mengingikan aku untuk membantunya untuk menjauh wanita itu dari Kay”.
“Apakah Ayah menginginkan Kay kembali lagi Gilda?”.
“Tidak”.
Jawaban Ayah membuat Adriel bingung. Disisi lain Ayah menolak hubungan Kay dengan Alina namun Ayah pun menolak membantu Gilda untuk mendapatkan Kay kembali
***
“Ini ada surat untuk nyonya,” kata Bibi memberikan amplop pada Ibu yang sedang santai di ruang tengah.
Ibu mengambil amplop itu, “dari siapa?” lalu membaca nama pengirim yang tercantum di amplop, “pengadilan!!” Ibu nampak terkejut mendapatkan surat dari pengadilan dan langsung membukannya. Ibu semakin terkejut saat melihat isi surat dari dalam amplop. Isi surat dari amplop itu adalah surat panggilan sidang perceraian yang akan dilaksanakan minggu depan antara dirinya dengan Ayah. Keputusan Ayah yang akan menceraian Ibu membuat Ibu shok.
***
Alina tiba di taman. Tenyata Kay sudah menunggu kedatangannya. Dari kejauhan Alina memperhatikan Kay yang nampak gelisah. Sekali-kali Kay melihat jam dilenggannya. Cukup lama Alina memadang Kay  yang akhirnya memutuskan untuk mendekatin Kay, “sepertinya sedang buru-buru?” tanyanya.
Kay menolek, “kau sudah datang”.
Alina duduk disebelah Kay, “kalau sibuk kenapa harus memaksakan diri untuk bertemu,” berusaha untuk menutupin kesedihannya.
Kay bingung harus bagaimana mengatakan pada Alina bahwa dirinya harus pergi.
“Kenapa diam?”.
“Eeehh… aku harus pergi”.
“Apa!” Alina nampak terkejut.
“Ini hanya sementara, dan aku akan segera kembali”.
Alina masih menujukkan wajah sedihnya.
Kay berusaha terus mencoba menjelaskan pada Alina, “ada kasus yang harus aku selesaikan di Amerika. Dan… aku harus kembali untuk menyelesaikannya. Aku harap kau mengerti dan mau menungguku kembali”.
Alina berusaha untuk tersenyum, “kapan kembali”.
“Lusa aku sudah kembali. Mungkin agar kita sering bertemu aku akan bolak balik ke Amerika sampai kasus ini selesai”.
“Kau tidak perluh melakukan itu,” Alina yang nampak malu melihat pengorbanan yang ditunjukkan Kay padanya, “aku terlihat istimewa”.
“Kau memang wanita yang istimewa di hatiku”.
“Jangan menggodaku”.
Kay tersenyum, “aku ingin kau ikut aku ke Amerika”.
Alina  menatap Kay.
“Kita menikah, mempunyai anak dan menjalanin hidup dengan keluarga yang bahagia,” harapan Kay.
Alina sangat senang mendenggar perkataan Kay bahwa Kay ingin menikah dengannya. Tapi itu hanya sesaat ketika teringat dengan keadaan Ayah tiri dan adik tirinya jika dirinya nanti  ikut dengan Kay ke  Amerika.
Kay mencoba untuk mengerti perasaan Alina, “aku tidak menyuruhmu untuk menjawabnya sekarang”.
Alina menolek.
“Tapi aku ingin mendenggar jawabannya setelah aku kembali”.
Alina hanya tersenyum menanggapinnya.
Kay melihat jam di lenggannya kembali, “mau mengantarku?” sambil berdiri.
“Tidak”.
Jawaban Alina membuat Kay cukup kecewa, “kenapa?”.
“Aku tidak ingin mengantarmu, aku takut kau tidak kembali nantinya”.
Kay ketawa, “hahaha… aku pastih kembali”.
“Aku tunggu. Aku akan  tunggu disini”.
“Baiklah. Setelah sampai aku hubungin kau”.
Alina hanya tersenyum.
Kay mencium kening Alina, “aku pergi dulu”.
“Ya”.
“Dahhh…” Kay berjalan pergi meninggalkan Alina dan sekali-kali menolek ke belakang kearah Alina. Dan akhirnya pun pergi menggunakan mobilnya yang terpakir di depan taman.
 Alina yang dari tadi menahan air matanya agar tidak keluar setelah Kay pergi spontan air mata jatuh membasahin pipinya. Disisi lain dia tidak ingin Kay pergi namun dia tidak ingin egois pada dirinya sendiri itulah dia mengiklaskan Kay pergi.
***
Hari sudah gelap, Gilda baru kembali ke rumahnya. Dilihatnya Adriel sudah berdiri di depan mobil yang terpakir di depan pagar rumah. “Kau sedang apa disini?” tanyanya.
“Aku hanya menguatirkanmu,” kata Adriel.
Gilda tersenyum, “kau merayuku?”.
“Aku tahu tadi pagi kau menemuin Ayah”.
Gilda masih tersenyum, “kau pastih sangat senang om tidak mau membantuku?”.
“Sedikit,” terdiam sejenak, “kau ingin tahu siapa wanita yang aku campakkan dulu?”.
“Itu tidak penting,” yang tidak ingin mengetahuin wanita yang dimaksud Adriel.
Walaupun Gilda menolak tapi Adriel tetap memberitahunya, “wanita itu adalah Alina”.
Gilda sangat terkejut mendenggarnya, “Alina…”.
Adriel mengingat masa lalunya yang telah menyakitin Alina, “aku merasa semua ini hukum kamar untuk kita,” ucapnya, “dan aku ingin memperbaikinnya”.
Gilda masih nampak terkejut.
***
Bob mendekatin Alina yang nampak murung di ruang ganti kariawan, “kenapa sendiri disini?” tanyanya.
Alina menolek dan langsung tersenyum saat melihat Bob, “aku hanya ingin sendiri saja”.
“Dia penyakitinmu?”.
“Tidak. Malah sepertinya aku yang menyakitinnya”.
“Aku nyakin kalian pastih bisa menyelesaikannya,” Bob yang memberikan semangat.
“Trimah kasih”.
Bob tersenyum. Tak segaja tatapan Bob tertujuh pada Nisa yang berdiri di depan pintu masuk ruangan yang sepertinya mendenggarkan perkataan mereka. Saat Bob menyadarin kehadirannya, Nisa langsung pergi. “Eeehh… aku harus pergi”.
“Ya”.
“Kembalilah bekerja”.
“Ya”.
Bob mengejar Nisa, “Nisa…!!” panggil Bob pada Nisa yang terus berjalan saat merasa Bob mengikutinnya, “Nisa!!”.
Kali ini Nisa menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya menatap Bob, “iya ada apa?” yang pura-pura tidak tahu apa-apa.
“Aku harap kau tidak salah paham”.
Nisa mencoba untuk tertawa, “hahahaha… hahaha… untuk apa aku harus salah paham.  Memang apa yang terjadi pada kalian berdua?” Nisa yang mencoba untuk bercanda.
Bob tahu Nisa hanya menutupin kesedihannya saja namun dia berusaha untuk mengerti perasaan Nisa, “aku seang mau percaya padaku”.
“Aku kan pacarmu berarti aku harus percaya padamu walaupun masih 50%”.
“Gak apa-apa 50% asal kau percaya padaku”.
Nisa tersenyum.

Dari  kejauhan Alina memperhatikan mereka berdua itu membuat Alina sangat bahagia melihat sahabat baiknya itu akhirnya bisa bersama dengan pria yang di impihkannya selama ini.
***
Adriel kembali ke rumah dan melihat Ibu nampak sedih diruang tengah. Walaupun dia kuatir dengan keadaan Ibu kandungnya itu namun Adriel berusaha untuk tidak menujukkannya.
“Ayah mengungat cerai Ibu,” Ibu memberitahukan pada Adriel yang nampak masa bodoh padanya.
Adriel nampak tidak terkejut karena sebelumnya Ayah sudah memberitahukan semua itu padanya. Dibandingkan membujuk Ibu agar tidak bersedih Adriel malah memintah Ibu untuk meninggalkan rumah, “aku ingin kita besok kembali ke rumah kita yang lama Bu”.
Ibu tidak memperdulikan perkataan Adriel, dia hanya sibuk dengan keegoisannya sendiri, “aku tidak terimah diperlakukan seperti ini!!”.
Adriel hanya menarik nafas melihat Ibu yang tidak mau belajar dari kesalahnya, “aku mau istirahat,” lalu  masuk ke kamarnya. Didalam kamar Adriel menjatuhkan tubuhnya diatas kasur. Dia tidak mau banyak berpikir apa yang akan Ibu lakukan nantinya. Adriel menutup matanya dan beberapa saat kemudian terlelap.
***

Keesokannya, Adriel keluar dari kamarnya  sudah berpakaian rapi. Pagi ini Adriel heran tidak melihat Ibu yang selalu tepat waktu pada saat sarapan pagi tapi kali ini Ibu tidak ada di meja makan. “Apa Ibu masih dikamarnya?” tanyanya pada Bibi.
“Nyonya pergi tuan,” jawab Bibi.
“Pergi kemana?”.
“Saya tidak tahu tuan”.
“Ya sudahlah,” Adriel menikmatin sarapan yang telah tersedia diatas meja.
***
Dibandingkan menemuin Ayah yang telah menggungat cerai dirinya, Ibu malah menemuin mantan istri suaminya itu. berkali-kali Ibu mengetuk pintu apartemen, “tok…tok…tok…!!”. Tak lama kemudian pintu terbuka.
Ibu Sari nampak terkejut melihat istri dari mantan suaminya itu datang menemuinnya, “mau apa kau?!”.
“Janganbersikaf seakan kau tidak tahu apa-apa!!” marah Ibu yang nyakin Ibu Sari dalang dari gugatan cerai Ayah yang akan dilakukannya padanya.
“Apa maksudmu?!” Ibu Sari yang tidak tahu apa-apa.
“Kau pastih mengasut suamiku untuk menceraikanku!!!”.
Ibu Sari tidak terkejut malah dia tertawa lepas, “hahaha…hahaha…haha...!! akhirnya dia mengambil keputusan yang tepat! Hahaha…haha…!!”.
“Kau…!!” Ibu marah melihat Ibu Sari menertawakannya.
Ibu Sari berhenti tertawa, “aku banyak pekerjaan!!” langsung menutup pintu.
“Aaaahhh!!!” teriak Ibu melepaskan kekesalannya.
Ibu Sari yang mendenggar teriakkan Ibu tidak memperdulikannya, “dasar wanita gila,” ucap Ibu Sari sambil melajutin membaca majalah yang tertunda.

Ibu memutuskan untuk pergi dari gedung apartemen. Saat melintasin jalan yang melewati supermarket Ibu melihat Alina keluar dari supermarket itu. Perasaan kesal bercampur aduk dengan kebencian. Ibu pun merencanakan untuk segera melajutin yang sudah direncanakan sebelum-belumnya. Ibu mengambil hp dari dalam tas gandengnya dan segera menelpon nomor  seseorang yang tercantum ke kontak hp. Saat tersambung, “segera lakukan!!” perintah Ibu lalu menutup telponnya kembali.
***
Ayah baru mendapatkan kabar bahwa Kay dan Alina kembali bersatu.  Kabar itu membuat Ayah sangat marah dan kecewa.
***
Sarani yang sedang memasak di dapur berhenti saat mendenggar suara ketukan pintu dari luar, “tok…tok…tok…!!”. Dia pun bergegas membukakan pintu, “ya tunggu…!”. Ketika membukakan pintu, betapa terkejutnya Sarani melihat Pak Budi pulang dengan keadaan mabuk setengah sadar. Tercium sangat jelas bauk alkohol dari nafas Pak Budi.
“Akhirnya kau membukakan pintu juga,” kata Pak Budi yang sudah sangat mabuk.
“Kau kemana saja selama ini?!”.
“Bersenang-senang dengan teman-temanku,” jawab Pak Budi sambil masuk ke dalam rumah.
Sarani langsung memukul Pak Budi karena kelakuannya yang tidak berubah-rubah. Berkali-kali Sarani memukul  tidak penduli Pak Budi sudah kesakitan karena pukulannya.
“Heeiii… sakit!! Kau gila yach…” Pak Budi tak terimah di pukul oleh Sarani.
Sarani menanggis, “bukannya katamu kau ingin berubah!!”.
Pak Budi diam. Dia tahu kesalahan apa yang membuat Sarani marah padanya.
“Lalu kenapa kau seperti ini lagi!! Aku pikir kau sunggu-sunggu ingin berubah, tenyata kau mengulanginnya lagi!!” lalu memukul Pak Budi kembali.
Pak Budi berusaha melepaskan diri dari  pukulan Sarani, “aku melakukan ini karena aku punya alasan!!” Pak Budi membelah diri.
“Alasan apa!!? Kau hanya membuang-buang uang!! Kau tahu selama ini semua orang menderita gara-gara kau!! Kau main judi lagi kan?! Dari mana kau uang?!!”.
“Aku memijam uang dari temanku”.
“Kau memijam lagi!! Dari mana  kau membayarnya!!”.
“Aku akan bekerja,” Pak Budi terus membelah diri.
“Dari dulu kau selalu bilang seperti itu! tapi mana?!! Sampai sekarang kau masih penggangguran!!! Selama ini Alina yang membayar utang-utangmu!! Dan rumah sampai terjual itu pun gara-gara utang-utang judimu!!!”.
“Aku pastih membayarnya!”.
“Dari mana? Dari mana?!! Kau itu penggangguran!!!”.
“Yang pastih aku bayar!”.
“Kau ini…!!!” saat mau memukul Pak Budi lagi, tatapan Sarani tak segaja tertujuh pada Alina yang sudah berdiri di depan pintu masuk. Tidak tahu sejak kapan Alina sudah berdiri di depan pintu, yang pastih sepertinya Alina mendenggar semua pembicaraan mereka berdua. “Alina…”.
Air mata jatuh membasahin pipi Alina, “aku akan pergi… aku akan pergi… aku akan pergi jauh… aku akan pergi jauh darimu!!!” kata Alina pada Pak Budi.
“Alina…” Sarani mencoba menenangkan Alina, “aku akan jelaskan…” Sarani yang masih membelah Pak Budi walaupun dia tahu Pak Budi salah.
Alina tidak memperdulikan perkataan Sarani, “aku muak membayar utang-utangmu!! Aku muak membayar semua utang-utangmu!!! Aku muak…!!!” marah Alina yang tidak bisa menahan kekesalannya lagi, “aku muak…!!”. Ketika Alina mau pergi, dia melihat Ceri menanggis menatapnya. Perasaan Alina pun mulai bimbang kembali untuk pergi jauh dari keluarganya saat melihat Ceri menanggis. Air matanya pun semakin deras membasahin pipinya. Rasa bimbang mulai menyelimutin dirinya, antara ingin pergi jauh dari keluarganya namun saat melihat Ceri menanggis perasaannya mulai luluh. Tak pernah terpikir sedikitpun dia ingin meninggalkan Ceri namun gak mungkin dia mengajak Ceri itu sama saja dia membebanin Kay nantinya atas kehadiran Ceri. Karena perasaan yang bimbang Alina pun pergi meninggalkan rumah menuju taman.
“Kak… kakak…kakak…!!” Ceri terus memanggil Alina.
Jangankan untuk berhenti menolek kearah Ceri pun tidak dilakukan Alina. Alina terus berlari menjauhin rumah yang ingin dia tinggalkan sekarang.

Baru beberapa langkah Alina masuk ke lingkungan taman. Perjalanannya terhenti saat dihadang 4 pria berbadan besar berpakaian serbah hitam. “Kalian siapa?” tanyanya yang mulai ketakutan.
Dua pria  mendekatinnya, “ikut kami!” kata salah satu dari dua pria itu sambil memengang Alina.
Alina berusaha melepaskan diri, “lepaskan aku!!! Kalian siapa!! Lepaskan!!!” yang terus berusaha melepaskan diri dari pengangan 2 pria berbadan besar itu.
“Dasar cerewet!!”. Mereka memaksa Alina untuk berjalan berjalan, “ayo ikut!!!”.
“Lepasin aku…!! Tolong…!! Tolong…!!” Alina yang memintah tolong. Tapi sayang sekali, tidak satupun orang yang berani menolonya. Walaupun tak satu pun orang yang berniat menolong  dirinya di paksa ikut oleh empat pria itu namun Alina terus mintak tolong dan masih berharap ada orang yang mau menolong, “tolong… tolong…tolong…!!”.
Rudi yang kebetulan melewatin taman menghentikan mobilnya saat melihat seorang wanita di paksa masuk ke dalam mobil.
“Dasar cerewet!!” salah satu pria itu memukul kepala Alina. Dengan sekali pukul Alina tidak sadarkan diri. Dengan mudahnya Alina di masukkan ke dalam mobil yang sudah terpakir di depan taman.
“Kalau berani jangan dengan wanita!” Rudi yang ingin menyelamatin wanita yang tidak di ketahuinnya itu yang tenyata kekasih dari sahabatnya.
“Jangan ikut campur!!” kata salah satu dari keempat pria itu.
“Maafkan aku… tapi aku harus ikut campur… aku tak suka melihat laki-laki seperti kalian!!” kata Rudi.
“Dasar cerewet!!” salah satu dari mereka akan memukul Rudi namun tangannya langsung di tangkap oleh anak buah dari Rudi yang siap melindungin Rudi dimana saja. Dengan sekali pukul pria itu langsung terjatuh. Teman-teman dari pria itu  terimah, mereka pun akan memukul anak buah Rudi. Namun tenyata anak buah yang menjaga Rudi lebih dari 1. Mereka keluar dari mobil dan mendekatin temannya yang akan dikepung oleh penjahat-penjahat itu.
Perkelahianpun terjadi antara penjahat-penjahat itu dengan anak buah Rudi. Tapi itu hanya beberapa saat, dengan beberapa kali pukulan penjahat-penjahat itu mintak amput  dan langsung kabur dari lokasi.
Alina yang sebelumnya sudah dipindahkan ke mobil Rudi akhirnya mulai sadarkan diri.
“Kau tidak apa-apa nona?” tanya Rudi.
Alina mencoba melihat pria yang menolongnya itu, “ya… trimah kasih”. Alina keluar dari mobil dan mencoba untuk berdiri. Namun kepalanya masih sakit karena pukulan penjahat-penjahat itu.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Rudi lagi.
“Ya”.
Tiba-tiba hp Rudi berbunyi, “sebentar…” Rudi pun mengangkat hp yang masih berbunyi, “ada apa Kay?” tanya Rudi yang tenyata Kay yang menelponnya.
Alina sangat terkejut mendenggar pria yang menolongnya itu menyebut nama Kay. Air matanya jatuh kembali membasahin pipinya.
“Kenapa kau selalu memintak tolong yang tidak masuk akal!! Mana aku tahu yang namanya Alina!!  aku tidak pernah bertemu dengannya!!” kesal Rudi mendenggar perkataan Kay yang memintah tolong padanya untuk menjaga Alina, “firasat!? Memang sudah sedekat apa kau dengannya sampai seperti itunya firasat kau!!!” lalu mendenggarkan perkataan Kay, “ok…ok…ok… aku nyerah! Aku akan cari yang namanya Alina, puas…!” lalu menutup telponnya. Saat melihat menolek, Rudi heran melihat wanita yang ditolongnya itu jongkok sambil menanggis. Tubuhnya terlihat gemetar. “Kau tidak apa-apa nona?” yang mulai kuatir dengan keadaan wanita yang ditolongnya itu.
Alina masih menanggis sambil menyebut nama Kay, “Kay…”.
“Kau mengenal Kay?”.
Alina tidak menjawab dia terus memanggil nama Kay, “Kay… Kay… huhuhu…Kay…!”.
Rudi pun mulai berpikir bahwa wanita yang dihadapannya itu adalah Alina, “apa kau Alina?”.
Alina tetap menjawab, dia terus memanggil nama Kay, “Kay… Kay…!”. Karena masih shok di tambah masalah-masalah yang selalu datang padanya itu membuat pikirannya mulai bercampur aduk. Alina pun tak sadarkan diri.
Rudi yang melihat Alina jatuh pingsan langsung membawa Alina pergi dari lokasi itu menggunakan mobilnya.
*** 
Bersambung

Tidak ada komentar :

Posting Komentar