13
Kay mengantar
Alina sampai di depan supermarket
menggunakan mobil miliknya. “Kau tidak perluh mengantarku sampai di depan ini,”
Alina yang malu dilihat teman-teman satu kerjanya dari balik kaca.
Kay hanya
tersenyum.
“Kau membuatku
malu. Ya udah… kau pulanglah. Selamat malam”. Saat Alina mau keluar dari dalam
mobil Kay memengang tangannya itu membuat Alina menghentikan niatnya untuk
keluar dari dalam mobil. “Ada apa?”.
“Kau tidak
akan merubah keputusanmu khan…?”.
Alina
tersenyum, “apakah nantinya kau akan mencampakkanku?” Alina balik bertanya.
“Kenapa kau
bicara seperti itu?”.
“Jawab aja”.
“Tidak. Aku
tidak akan melepaskanmu, sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkanmu,” Kay
berusaha menyakinkan Alina.
Alina
tersenyum, “aku senang kau bicara seperti itu dan aku harap itu benar”.
“Ya, aku
janji”.
Alina masih
menujukkan senyum manisnya pada Kay.
Setelah Kay
pergi barulah Alina masuk ke dalam supermarket. Dia langsung ke tempat kasir
dimana Nisa sudah menunggu kedatangannya. Alina heran melihat Nisa tersenyum
saat melihatnya, “ada yang lucu?”.
“Sudah
baikkan?” goda Nisa.
Alina mengerti
maksud perkataan Nisa, “trimah kasih yach…”.
“Untuk apa?”.
“Kalau bukan
karena kata-katamu, aku pastih sudah kehilangan cintaku lagi”.
“Ohhh… jadi
semua ini karena aku”.
“Kau memang
sahabatku yang terbaik”.
Nisa senang
melihat Alina bisa sebahagia seperti ini lagi.
***
“Kau baru
pulang sayang?” sambut Ibu Sari pada Kay yang baru pulang.
“Ya Bu,” jawab
Kay sambil duduk di sofa.
Ibu Sari
melihat kebahagian yang nampak jelas terpancar dari raut muka Kay, “sepertinya
kau sedang senang. Apa kau tidak ingin cerita?”.
Kay menatap
Ibu kandungnya itu, “aku ingin menikahin Alina Bu”.
“Benarkah,”
Ibu Sari ikut senang mendenggar keputusan putranya namun itu hanya sesaat,
“bagaimana dengan Ayahmu?”.
Kay diam
sejenak, “aku harus jawab apa. Ayah tidak menyukain Alina tapi aku tidak ingin
melepaskan Alina”.
“Jadi kau
lebih memilih Alina dibandingkan Ayahmu?”.
Aku tidak
memilih siapa-siapa Bu. Aku hanya melakukan yang terbaik untukku”.
Ibu Sari
berusaha untuk tersenyum menyambut keputusan yang dibuat putranya itu dan akan
selalu mendukungnya.
***
Alina, Nisa
dan kariawan-kariawan yang sip malam bersiap-siap untuk pulang. “Apa kau akan
tinggal dengan Kay lagi?” tanya Nisa pada Alina.
“Tidak. Aku
tidak ingin terlalu tergantung dengannya,” jawab Alina.
“Apa kau
serius akan tinggal dengan wanita itu??”.
Alina tahu
wanita yang dimaksud Nisa, “dia wanita yang baik”.
“Tapi dia PSK
Alina!”.
“Mantan”.
“Apapun itu
aku tidak ingin dia melukainmu!!”.
“Kau kira
Sarani akan mengajakku untuk menjual diri?”.
“Bukannya itu
kerjaanya!”.
“Kau harus
percaya padaku. Dia wanita baik. Dan aku nyakin dia melakukan itu karena dia
terdesak”.
“Bagaimanapun
dia tetap PSK”.
Alina hanya
tersenyum menanggapinnya.
***
Gilda menemuin
Ayah di hotel. Kedatangan Gilda di sambut hangat oleh Ayah yang sedang
menikmatin sarapan pagi di dalam kamar yang sebelumnya sudah di pesan. “Kita
makan bersama,” ajak Ayah.
“Trimah kasih
om,” Gilda yang menolak tawaran Ayah dengan lembut. “Aku… aku ingin mintak
tolong pada om”.
“Apa?”.
“Tolong bantu aku
untuk mendapatkan Kay kembali,” mohon Gilda dengan mata berkaca-kaca.
Ayah berhenti
menikmatin sarapannya, “menyerahlah”.
“Apa. Maksud
om??”.
“Walaupun aku
tidak menyetujuin hubungan Kay dengan wanita itu bukan berarti aku menyetujuin
hubunganmu dengan Kay”.
“Om…”.
“Aku sudah
mengetahuin pernikahanmu dengan Adriel,” Ayah yang sebelumnya sudah
mengetahuinnya.
“Tapi kami
sudah bercerai om”.
“Cobalah
membuka hatimu untuk pria lain”.
Gilda sangat
shok mendenggar kata-kata Ayah yang tak mau membantunya itu membuat dirinya
tambah frustasi.
***
Kay
mendapatkan telpon dari Heru langsung dari Amerika, “halo… ada apa?” tanyanya
sambil berdiri di atas balkon menikmatin pemadangan kota dari atas, “Apa!!!”
Kay tampak terkejut mendenggar apa yang dikatakan Heru padanya, “baiklah… aku
akan segera berangkat!” lalu menutup
telponnya.
Ibu Sari
mendekatin Kay yang terlihat lesuh, “ada apa sayang? Apa ada masalah?” Ibu Sari
yang mulai kuatir.
“Jadwal sidang
putri Pak Suroyo di majukan,” kata Kay memberitahu apa yang dikatakan Heru
padanya, “sidang itu dilaksanakan besok”.
“Apa kau belum
siang sayang,” Ibu Sari yang menduga melihat Kay lesuh menghadapin sidang
besok.
“Aku siap Bu,
hanya…”.
“Hanya apa
sayang?”.
“Alina Bu. Aku
sudah berjanji tidak akan meninggalkannya”.
Ibu Sari
memengan tangan Kay, “nyakinkan Alina kau akan kembali untuknya”.
Kay menatap
Ibunya.
“Ibu rasa
Alina pastih akan mengerti. Apalagi ini persoalan yang sangat penting,” Ibu
Sari yang terus memberi semangat pada Kay.
“Baiklah”. Kay
pun menelpon Alina. setelah tersambung, “halo… aku ingin bertemu denganmu,” mendenggarkan apa yang dikatakan
Alina padanya. “Baiklah, dah…” lalu menutup telponnya.
“Bagaimana?”.
“Aku akan
nyakinkan dia,” Kay yang mulai semangat.
Ibu Sari
senang meihat putranya kembali semangat.
***
“Kau mau
kemana?” tanya Sarani melihat Alina yang sudah bersiap-siap untuk pergi.
“Aku mau pergi
sebentar,” jawab Alina.
“Kau gak
lelah. Semalaman kau gak tidur,” Sarani yang mulai kuatir dengan keadaan Alina
yang terlalu memporsir tenaganya.
“Gak apa-apa,
aku hanya sebentar”.
“Hati-hati”.
“Dahh…” Saat
keluar dari rumah, tatapan Alina tertujuh pada wanita yang tidak asing
dilihatnya berdiri di perkarangan rumah
yang ragu untuk mendekatin rumah kediamannya saat ini. Alina mendekati wanita
itu, “kau mencari siapa?” tanyanya pada Gilda.
Gilda menolek
dan nampak terkejut meihat Alina dihadapannya walaupun sebenarnya dirinya
memang berniat untuk menemuin Alina.
“Apa kau
sedang mencari alamat?” tanya Alina lagi.
“Aku
mencarimu”.
“Mencariku??
Kenapa kau ingin bertemu denganku”.
“Aku ingin kau
menjauhin Kay,” kata Gilda yang langsung ketujuan utamanya.
“Kenapa aku
harus melakukan itu? bukannya kau sudah mencampakan Kay!”.
“Kau tidak
tahu apa-apa”.
“Mungkin kau
benar aku tidak tahu apa-apa. Tapi saat dan selamanya aku tidak akan melepaskan
Kay,” tekat Alina.
Gilda
tersenyum sinis, “kau pastih punya alasan untuk tidak melepaskan Kay?!”.
“Apa
maksudmu!!”.
“Kau pastih
mengetahuin Kay akan mewariskan kekayaan orang tuanya. Apa itu alasan kau tidak
ingin melepaskan Kay!!?”.
Alina sangat
marah dengan penghinaan yang dilontarkan Gilda padanya namun dia berusaha untuk
menutupin perasaannya, “kau pikir orang miskin sepertiku hanya menginginkan
harta, kekayaan dan uang?” masih menujukan nada suara yang lembut.
Gilda diam.
Dia tidak bermaksud untuk menyakinkan perasaan Alina.
“Kau tidak
tahu apa-apa tentangku,” diam sejenak, “dan… aku mengerti perasaanmu saat ini,”
Alina yang merasakan posisinya saat dicampakkan Adriel sama dengan posisi Gilda
sekarang, “aku pernah merasakan dipoposimu saat ini”.
“Aku tidak
mengerti maksudmu!!” Gilda yang belum mengetahuin hubungan antara Adriel dan
Alina di masa lalu, “jika kau mengerti perasaanku saat ini, aku mohon padamu
untuk melepaskan Kay”.
“Aku bilang
aku mengerti perasaanmu!! Tapi aku gak akan melepaskan Kay,” Alina yang masih
dengan tekatnya untuk mempertahankan cintanya, “maafkan aku,” Alina pun pergi
meninggalkan Gilda yang terlihat shok dengan perkataannya.
Tenyata dari
pintu masuk Sarani memperhatikan pembicaraan mereka berdua. Sarani nampak kesal
melihat Gilda yang menghina Alina. Saat Gilda memadang kearah Sarani. Sarani
menujukkan senyum sinisnya lalu baru masuk ke dalam rumah. Gilda pun memutuskan
untuk pergi.
***
Adriel datang
menemuin Ayah di Hotel Ratu. Kedatangannya disambut hangat oleh Ayah yang
sebelumnya sudah mengetahuin kedatangannya. “Selamat siang Yah,” sapa Adriel.
“Duduklah,”
kata Ayah dengan nada lembut.
Adriel duduk
di sofa bersama Ayah.
“Ada yang
ingin kau bicarakan dengan Ayah?”.
“Iya Yah. Aku…”
ragu Adriel, “aku ingin Ayah merestuin hubungan Kay dengan Alina. Dia wanita
baiik dan aku nyakin Alina pastih bisa
membahagiakan Kay”.
“Kau
mengatakan itu apa karena kau merasa bersalah pada wanita itu?” tanya Ayah yang
sudah mengetahuin hubungan Adriel dengan Alina di masa lalu.
Adriel nampak
terkejut mendenggar perkataan Ayah. Dia tidak menyangkah Ayah mengetahuin masa lalunya dengan Alina,
“salah satunya itu Yah. Tapi memang
Alina wanita yang baik, aku tahu itu dan aku jamin Alina bisa membahagiakan
Kay,” Adriel yang berusaha menyakinkan Ayah tirinya itu.
Ayah tersenyum
sinis, “kau menginginkan aku merestuin hubungan Kay dengan wanita itu tapi
Gilda malah sebaliknya”.
“Maksud
Ayah?”.
“Tadi pagi
Gilda datang menemuinku,” kata Ayah yang ingin melihat reaksi Adriel. “Dia
mengingikan aku untuk membantunya untuk menjauh wanita itu dari Kay”.
“Apakah Ayah
menginginkan Kay kembali lagi Gilda?”.
“Tidak”.
Jawaban Ayah
membuat Adriel bingung. Disisi lain Ayah menolak hubungan Kay dengan Alina
namun Ayah pun menolak membantu Gilda untuk mendapatkan Kay kembali
***
“Ini ada surat
untuk nyonya,” kata Bibi memberikan amplop pada Ibu yang sedang santai di ruang
tengah.
Ibu mengambil
amplop itu, “dari siapa?” lalu membaca nama pengirim yang tercantum di amplop, “pengadilan!!”
Ibu nampak terkejut mendapatkan surat dari pengadilan dan langsung membukannya.
Ibu semakin terkejut saat melihat isi surat dari dalam amplop. Isi surat dari
amplop itu adalah surat panggilan sidang perceraian yang akan dilaksanakan
minggu depan antara dirinya dengan Ayah. Keputusan Ayah yang akan menceraian
Ibu membuat Ibu shok.
***
Alina tiba di
taman. Tenyata Kay sudah menunggu kedatangannya. Dari kejauhan Alina
memperhatikan Kay yang nampak gelisah. Sekali-kali Kay melihat jam dilenggannya.
Cukup lama Alina memadang Kay yang
akhirnya memutuskan untuk mendekatin Kay, “sepertinya sedang buru-buru?”
tanyanya.
Kay menolek,
“kau sudah datang”.
Alina duduk
disebelah Kay, “kalau sibuk kenapa harus memaksakan diri untuk bertemu,” berusaha
untuk menutupin kesedihannya.
Kay bingung
harus bagaimana mengatakan pada Alina bahwa dirinya harus pergi.
“Kenapa
diam?”.
“Eeehh… aku
harus pergi”.
“Apa!” Alina
nampak terkejut.
“Ini hanya
sementara, dan aku akan segera kembali”.
Alina masih
menujukkan wajah sedihnya.
Kay berusaha
terus mencoba menjelaskan pada Alina, “ada kasus yang harus aku selesaikan di
Amerika. Dan… aku harus kembali untuk menyelesaikannya. Aku harap kau mengerti
dan mau menungguku kembali”.
Alina berusaha
untuk tersenyum, “kapan kembali”.
“Lusa aku
sudah kembali. Mungkin agar kita sering bertemu aku akan bolak balik ke Amerika
sampai kasus ini selesai”.
“Kau tidak
perluh melakukan itu,” Alina yang nampak malu melihat pengorbanan yang
ditunjukkan Kay padanya, “aku terlihat istimewa”.
“Kau memang wanita
yang istimewa di hatiku”.
“Jangan
menggodaku”.
Kay tersenyum,
“aku ingin kau ikut aku ke Amerika”.
Alina menatap Kay.
“Kita menikah,
mempunyai anak dan menjalanin hidup dengan keluarga yang bahagia,” harapan Kay.
Alina sangat
senang mendenggar perkataan Kay bahwa Kay ingin menikah dengannya. Tapi itu
hanya sesaat ketika teringat dengan keadaan Ayah tiri dan adik tirinya jika
dirinya nanti ikut dengan Kay ke Amerika.
Kay mencoba
untuk mengerti perasaan Alina, “aku tidak menyuruhmu untuk menjawabnya
sekarang”.
Alina menolek.
“Tapi aku
ingin mendenggar jawabannya setelah aku kembali”.
Alina hanya
tersenyum menanggapinnya.
Kay melihat
jam di lenggannya kembali, “mau mengantarku?” sambil berdiri.
“Tidak”.
Jawaban Alina
membuat Kay cukup kecewa, “kenapa?”.
“Aku tidak
ingin mengantarmu, aku takut kau tidak kembali nantinya”.
Kay ketawa,
“hahaha… aku pastih kembali”.
“Aku tunggu. Aku
akan tunggu disini”.
“Baiklah.
Setelah sampai aku hubungin kau”.
Alina hanya
tersenyum.
Kay mencium
kening Alina, “aku pergi dulu”.
“Ya”.
“Dahhh…” Kay
berjalan pergi meninggalkan Alina dan sekali-kali menolek ke belakang kearah
Alina. Dan akhirnya pun pergi menggunakan mobilnya yang terpakir di depan
taman.
Alina yang dari tadi menahan air matanya agar
tidak keluar setelah Kay pergi spontan air mata jatuh membasahin pipinya.
Disisi lain dia tidak ingin Kay pergi namun dia tidak ingin egois pada dirinya
sendiri itulah dia mengiklaskan Kay pergi.
***
Hari sudah
gelap, Gilda baru kembali ke rumahnya. Dilihatnya Adriel sudah berdiri di depan
mobil yang terpakir di depan pagar rumah. “Kau sedang apa disini?” tanyanya.
“Aku hanya
menguatirkanmu,” kata Adriel.
Gilda
tersenyum, “kau merayuku?”.
“Aku tahu tadi
pagi kau menemuin Ayah”.
Gilda masih
tersenyum, “kau pastih sangat senang om tidak mau membantuku?”.
“Sedikit,”
terdiam sejenak, “kau ingin tahu siapa wanita yang aku campakkan dulu?”.
“Itu tidak
penting,” yang tidak ingin mengetahuin wanita yang dimaksud Adriel.
Walaupun Gilda
menolak tapi Adriel tetap memberitahunya, “wanita itu adalah Alina”.
Gilda sangat
terkejut mendenggarnya, “Alina…”.
Adriel
mengingat masa lalunya yang telah menyakitin Alina, “aku merasa semua ini hukum
kamar untuk kita,” ucapnya, “dan aku ingin memperbaikinnya”.
Gilda masih
nampak terkejut.
***
Bob mendekatin
Alina yang nampak murung di ruang ganti kariawan, “kenapa sendiri disini?”
tanyanya.
Alina menolek
dan langsung tersenyum saat melihat Bob, “aku hanya ingin sendiri saja”.
“Dia
penyakitinmu?”.
“Tidak. Malah
sepertinya aku yang menyakitinnya”.
“Aku nyakin
kalian pastih bisa menyelesaikannya,” Bob yang memberikan semangat.
“Trimah
kasih”.
Bob tersenyum.
Tak segaja tatapan Bob tertujuh pada Nisa yang berdiri di depan pintu masuk
ruangan yang sepertinya mendenggarkan perkataan mereka. Saat Bob menyadarin
kehadirannya, Nisa langsung pergi. “Eeehh… aku harus pergi”.
“Ya”.
“Kembalilah
bekerja”.
“Ya”.
Bob mengejar
Nisa, “Nisa…!!” panggil Bob pada Nisa yang terus berjalan saat merasa Bob
mengikutinnya, “Nisa!!”.
Kali ini Nisa menghentikan
langkahnya dan membalikkan tubuhnya menatap Bob, “iya ada apa?” yang pura-pura
tidak tahu apa-apa.
“Aku harap kau
tidak salah paham”.
Nisa mencoba
untuk tertawa, “hahahaha… hahaha… untuk apa aku harus salah paham. Memang apa yang terjadi pada kalian berdua?”
Nisa yang mencoba untuk bercanda.
Bob tahu Nisa
hanya menutupin kesedihannya saja namun dia berusaha untuk mengerti perasaan
Nisa, “aku seang mau percaya padaku”.
“Aku kan
pacarmu berarti aku harus percaya padamu walaupun masih 50%”.
“Gak apa-apa
50% asal kau percaya padaku”.
Nisa
tersenyum.
Dari kejauhan Alina memperhatikan mereka berdua
itu membuat Alina sangat bahagia melihat sahabat baiknya itu akhirnya bisa
bersama dengan pria yang di impihkannya selama ini.
***
Adriel kembali
ke rumah dan melihat Ibu nampak sedih diruang tengah. Walaupun dia kuatir
dengan keadaan Ibu kandungnya itu namun Adriel berusaha untuk tidak
menujukkannya.
“Ayah
mengungat cerai Ibu,” Ibu memberitahukan pada Adriel yang nampak masa bodoh
padanya.
Adriel nampak
tidak terkejut karena sebelumnya Ayah sudah memberitahukan semua itu padanya.
Dibandingkan membujuk Ibu agar tidak bersedih Adriel malah memintah Ibu untuk
meninggalkan rumah, “aku ingin kita besok kembali ke rumah kita yang lama Bu”.
Ibu tidak
memperdulikan perkataan Adriel, dia hanya sibuk dengan keegoisannya sendiri,
“aku tidak terimah diperlakukan seperti ini!!”.
Adriel hanya
menarik nafas melihat Ibu yang tidak mau belajar dari kesalahnya, “aku mau
istirahat,” lalu masuk ke kamarnya.
Didalam kamar Adriel menjatuhkan tubuhnya diatas kasur. Dia tidak mau banyak
berpikir apa yang akan Ibu lakukan nantinya. Adriel menutup matanya dan
beberapa saat kemudian terlelap.
***
Keesokannya,
Adriel keluar dari kamarnya sudah
berpakaian rapi. Pagi ini Adriel heran tidak melihat Ibu yang selalu tepat
waktu pada saat sarapan pagi tapi kali ini Ibu tidak ada di meja makan. “Apa
Ibu masih dikamarnya?” tanyanya pada Bibi.
“Nyonya pergi
tuan,” jawab Bibi.
“Pergi
kemana?”.
“Saya tidak
tahu tuan”.
“Ya sudahlah,”
Adriel menikmatin sarapan yang telah tersedia diatas meja.
***
Dibandingkan
menemuin Ayah yang telah menggungat cerai dirinya, Ibu malah menemuin mantan
istri suaminya itu. berkali-kali Ibu mengetuk pintu apartemen,
“tok…tok…tok…!!”. Tak lama kemudian pintu terbuka.
Ibu Sari
nampak terkejut melihat istri dari mantan suaminya itu datang menemuinnya, “mau
apa kau?!”.
“Janganbersikaf
seakan kau tidak tahu apa-apa!!” marah Ibu yang nyakin Ibu Sari dalang dari
gugatan cerai Ayah yang akan dilakukannya padanya.
“Apa maksudmu?!”
Ibu Sari yang tidak tahu apa-apa.
“Kau pastih
mengasut suamiku untuk menceraikanku!!!”.
Ibu Sari tidak
terkejut malah dia tertawa lepas, “hahaha…hahaha…haha...!! akhirnya dia
mengambil keputusan yang tepat! Hahaha…haha…!!”.
“Kau…!!” Ibu
marah melihat Ibu Sari menertawakannya.
Ibu Sari
berhenti tertawa, “aku banyak pekerjaan!!” langsung menutup pintu.
“Aaaahhh!!!”
teriak Ibu melepaskan kekesalannya.
Ibu Sari yang
mendenggar teriakkan Ibu tidak memperdulikannya, “dasar wanita gila,” ucap Ibu
Sari sambil melajutin membaca majalah yang tertunda.
Ibu memutuskan
untuk pergi dari gedung apartemen. Saat melintasin jalan yang melewati
supermarket Ibu melihat Alina keluar dari supermarket itu. Perasaan kesal
bercampur aduk dengan kebencian. Ibu pun merencanakan untuk segera melajutin
yang sudah direncanakan sebelum-belumnya. Ibu mengambil hp dari dalam tas
gandengnya dan segera menelpon nomor
seseorang yang tercantum ke kontak hp. Saat tersambung, “segera
lakukan!!” perintah Ibu lalu menutup telponnya kembali.
***
Ayah baru
mendapatkan kabar bahwa Kay dan Alina kembali bersatu. Kabar itu membuat Ayah sangat marah dan
kecewa.
***
Sarani yang
sedang memasak di dapur berhenti saat mendenggar suara ketukan pintu dari luar,
“tok…tok…tok…!!”. Dia pun bergegas membukakan pintu, “ya tunggu…!”. Ketika
membukakan pintu, betapa terkejutnya Sarani melihat Pak Budi pulang dengan
keadaan mabuk setengah sadar. Tercium sangat jelas bauk alkohol dari nafas Pak
Budi.
“Akhirnya kau
membukakan pintu juga,” kata Pak Budi yang sudah sangat mabuk.
“Kau kemana
saja selama ini?!”.
“Bersenang-senang
dengan teman-temanku,” jawab Pak Budi sambil masuk ke dalam rumah.
Sarani
langsung memukul Pak Budi karena kelakuannya yang tidak berubah-rubah.
Berkali-kali Sarani memukul tidak
penduli Pak Budi sudah kesakitan karena pukulannya.
“Heeiii…
sakit!! Kau gila yach…” Pak Budi tak terimah di pukul oleh Sarani.
Sarani
menanggis, “bukannya katamu kau ingin berubah!!”.
Pak Budi diam.
Dia tahu kesalahan apa yang membuat Sarani marah padanya.
“Lalu kenapa
kau seperti ini lagi!! Aku pikir kau sunggu-sunggu ingin berubah, tenyata kau
mengulanginnya lagi!!” lalu memukul Pak Budi kembali.
Pak Budi
berusaha melepaskan diri dari pukulan
Sarani, “aku melakukan ini karena aku punya alasan!!” Pak Budi membelah diri.
“Alasan apa!!?
Kau hanya membuang-buang uang!! Kau tahu selama ini semua orang menderita
gara-gara kau!! Kau main judi lagi kan?! Dari mana kau uang?!!”.
“Aku memijam
uang dari temanku”.
“Kau memijam
lagi!! Dari mana kau membayarnya!!”.
“Aku akan
bekerja,” Pak Budi terus membelah diri.
“Dari dulu kau
selalu bilang seperti itu! tapi mana?!! Sampai sekarang kau masih penggangguran!!!
Selama ini Alina yang membayar utang-utangmu!! Dan rumah sampai terjual itu pun
gara-gara utang-utang judimu!!!”.
“Aku pastih
membayarnya!”.
“Dari mana?
Dari mana?!! Kau itu penggangguran!!!”.
“Yang pastih
aku bayar!”.
“Kau ini…!!!”
saat mau memukul Pak Budi lagi, tatapan Sarani tak segaja tertujuh pada Alina
yang sudah berdiri di depan pintu masuk. Tidak tahu sejak kapan Alina sudah
berdiri di depan pintu, yang pastih sepertinya Alina mendenggar semua
pembicaraan mereka berdua. “Alina…”.
Air mata jatuh
membasahin pipi Alina, “aku akan pergi… aku akan pergi… aku akan pergi jauh…
aku akan pergi jauh darimu!!!” kata Alina pada Pak Budi.
“Alina…”
Sarani mencoba menenangkan Alina, “aku akan jelaskan…” Sarani yang masih
membelah Pak Budi walaupun dia tahu Pak Budi salah.
Alina tidak
memperdulikan perkataan Sarani, “aku muak membayar utang-utangmu!! Aku muak
membayar semua utang-utangmu!!! Aku muak…!!!” marah Alina yang tidak bisa
menahan kekesalannya lagi, “aku muak…!!”. Ketika Alina mau pergi, dia melihat
Ceri menanggis menatapnya. Perasaan Alina pun mulai bimbang kembali untuk pergi
jauh dari keluarganya saat melihat Ceri menanggis. Air matanya pun semakin
deras membasahin pipinya. Rasa bimbang mulai menyelimutin dirinya, antara ingin
pergi jauh dari keluarganya namun saat melihat Ceri menanggis perasaannya mulai
luluh. Tak pernah terpikir sedikitpun dia ingin meninggalkan Ceri namun gak
mungkin dia mengajak Ceri itu sama saja dia membebanin Kay nantinya atas
kehadiran Ceri. Karena perasaan yang bimbang Alina pun pergi meninggalkan rumah
menuju taman.
“Kak…
kakak…kakak…!!” Ceri terus memanggil Alina.
Jangankan
untuk berhenti menolek kearah Ceri pun tidak dilakukan Alina. Alina terus
berlari menjauhin rumah yang ingin dia tinggalkan sekarang.
Baru beberapa
langkah Alina masuk ke lingkungan taman. Perjalanannya terhenti saat dihadang 4
pria berbadan besar berpakaian serbah hitam. “Kalian siapa?” tanyanya yang
mulai ketakutan.
Dua pria mendekatinnya, “ikut kami!” kata salah satu
dari dua pria itu sambil memengang Alina.
Alina berusaha
melepaskan diri, “lepaskan aku!!! Kalian siapa!! Lepaskan!!!” yang terus
berusaha melepaskan diri dari pengangan 2 pria berbadan besar itu.
“Dasar
cerewet!!”. Mereka memaksa Alina untuk berjalan berjalan, “ayo ikut!!!”.
“Lepasin
aku…!! Tolong…!! Tolong…!!” Alina yang memintah tolong. Tapi sayang sekali,
tidak satupun orang yang berani menolonya. Walaupun tak satu pun orang yang
berniat menolong dirinya di paksa ikut
oleh empat pria itu namun Alina terus mintak tolong dan masih berharap ada
orang yang mau menolong, “tolong… tolong…tolong…!!”.
Rudi yang
kebetulan melewatin taman menghentikan mobilnya saat melihat seorang wanita di
paksa masuk ke dalam mobil.
“Dasar
cerewet!!” salah satu pria itu memukul kepala Alina. Dengan sekali pukul Alina
tidak sadarkan diri. Dengan mudahnya Alina di masukkan ke dalam mobil yang
sudah terpakir di depan taman.
“Kalau berani
jangan dengan wanita!” Rudi yang ingin menyelamatin wanita yang tidak di
ketahuinnya itu yang tenyata kekasih dari sahabatnya.
“Jangan ikut
campur!!” kata salah satu dari keempat pria itu.
“Maafkan aku…
tapi aku harus ikut campur… aku tak suka melihat laki-laki seperti kalian!!”
kata Rudi.
“Dasar
cerewet!!” salah satu dari mereka akan memukul Rudi namun tangannya langsung di
tangkap oleh anak buah dari Rudi yang siap melindungin Rudi dimana saja. Dengan
sekali pukul pria itu langsung terjatuh. Teman-teman dari pria itu terimah, mereka pun akan memukul anak buah
Rudi. Namun tenyata anak buah yang menjaga Rudi lebih dari 1. Mereka keluar
dari mobil dan mendekatin temannya yang akan dikepung oleh penjahat-penjahat
itu.
Perkelahianpun
terjadi antara penjahat-penjahat itu dengan anak buah Rudi. Tapi itu hanya
beberapa saat, dengan beberapa kali pukulan penjahat-penjahat itu mintak amput dan langsung kabur dari lokasi.
Alina yang
sebelumnya sudah dipindahkan ke mobil Rudi akhirnya mulai sadarkan diri.
“Kau tidak
apa-apa nona?” tanya Rudi.
Alina mencoba
melihat pria yang menolongnya itu, “ya… trimah kasih”. Alina keluar dari mobil
dan mencoba untuk berdiri. Namun kepalanya masih sakit karena pukulan
penjahat-penjahat itu.
“Kau tidak
apa-apa?” tanya Rudi lagi.
“Ya”.
Tiba-tiba hp
Rudi berbunyi, “sebentar…” Rudi pun mengangkat hp yang masih berbunyi, “ada apa
Kay?” tanya Rudi yang tenyata Kay yang menelponnya.
Alina sangat
terkejut mendenggar pria yang menolongnya itu menyebut nama Kay. Air matanya
jatuh kembali membasahin pipinya.
“Kenapa kau
selalu memintak tolong yang tidak masuk akal!! Mana aku tahu yang namanya
Alina!! aku tidak pernah bertemu
dengannya!!” kesal Rudi mendenggar perkataan Kay yang memintah tolong padanya
untuk menjaga Alina, “firasat!? Memang sudah sedekat apa kau dengannya sampai
seperti itunya firasat kau!!!” lalu mendenggarkan perkataan Kay, “ok…ok…ok… aku
nyerah! Aku akan cari yang namanya Alina, puas…!” lalu menutup telponnya. Saat
melihat menolek, Rudi heran melihat wanita yang ditolongnya itu jongkok sambil
menanggis. Tubuhnya terlihat gemetar. “Kau tidak apa-apa nona?” yang mulai
kuatir dengan keadaan wanita yang ditolongnya itu.
Alina masih
menanggis sambil menyebut nama Kay, “Kay…”.
“Kau mengenal
Kay?”.
Alina tidak
menjawab dia terus memanggil nama Kay, “Kay… Kay… huhuhu…Kay…!”.
Rudi pun mulai
berpikir bahwa wanita yang dihadapannya itu adalah Alina, “apa kau Alina?”.
Alina tetap
menjawab, dia terus memanggil nama Kay, “Kay… Kay…!”. Karena masih shok di
tambah masalah-masalah yang selalu datang padanya itu membuat pikirannya mulai
bercampur aduk. Alina pun tak sadarkan diri.
Rudi yang
melihat Alina jatuh pingsan langsung membawa Alina pergi dari lokasi itu
menggunakan mobilnya.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar