5
Ayah dan Ibu
sedang makan malam bersama di meja
makan. Namun suasana makan malam terasa tengang. Ibu mencoba membuka obrolan
untuk mendinginkan suasana, “Ayah masih marah?” tanyanya ragu-ragu.
Ayah diam tak
menjawab.
“Maafkan aku.
Aku tidak bermaksud apa-apa menemuinnya.
Aku mohon maafkan aku,” Ibu yang tidak ingin Ayah marah lagi padanya dan sampai
menceraikannya.
Kali ini Ayah
menatap Ibu, “jangan temuin dia lagi”.
“Iya, aku
mengerti”.
Ayah tidak
melihat Adriel makan malam bersama mereka, “apa Adriel belum pulang?”.
“Iya. beberapa
hari ini Adriel selalu lembur Yah,” Ibu yang mulai mencari muka pada Ayah.
Ayah hanya tersenyum
menanggapin.
***
Kay kembali ke
apartemen, “Ibu tidak istirahat?” tanyanya pada Ibu kandungnya yang sedang
menikmatin suasana kota dari balkon.
“Kau tidak
berhasil mengejarnya?” tanya Ibu Sari yang tahu kenapa Kay tiba-tiba pergi.
Kay mendekatin
Ibu kandunya, “tidak,” jawabnya.
“Aku tidak
menyukainnya”.
“Kenapa Bu? Di
wanita baik,” Kay memuji Alina dihadapan Ibunya.
Ibu Sari
memadang Kay, “kau menyukainnya?”.
Kay hanya
tersenyum.
“Sudah kau
katakan?”.
“Iya”.
“Dia
menerimahmu?”.
“Dia sudah
pernah merasakan luka Bu. Dan saat ini aku sedang mencoba menyebuhkan luka itu
Bu”.
“Kau seperti
Ayahmu”.
“Maksud Ibu”.
“Ya… sifat
pantang menyerahmu dan keras kepala kalian itu sama,” sambil memengang kepala
Kay, “sifat kalian berdua itu gak jauh bedah, mungkin yang membedahkan kalian
hanya generasinya saja”.
“Gak mungkin
Bu, bukannya aku lebih tampan dari Ayah”.
“Hahahaha… kau
ini,” Ibu Sari yang sangat senang melihat
anak satu-satunya berada di hadapannya saat ini.
***
Kedatangan
Alina disambut hangat oleh kariawan-kariawan supermarket terutama Nisa, “aku
senang kau bekerja lagi,” kata Nisa yang sangat senang melihat Alina bekerja
kembali.
“Aku juga”.
Bob mendekatin
mereka berdua, “senang melihatmu lagi,” ikut senang melihat Alina bekerja
kembali.
“Maafkan aku,
aku sudah terlalu lama libur,” Alina yang merasa bersalah pada Bob.
Bob hanya
tersenyum menanggapin perkataan Alina. Dia memperhatikan penampilan Alina yang
sangat berbeda kali ini. Alina terlihat menjaga penampilannya kali ini yang
biasanya dia selalu asal-asalan berpakaian, “kau banyak perubahan”.
Alina melihat
dirinya sediri, “kau bicara apa sih…” malu Alina.
“Ya udah,
selamat bekerja,” Bob meninggalkan mereka berdua.
“Memang aku
terlihat aneh yach?” tanya Alina pada Nisa.
“Kau terlihat
cantik kali ini,” jawab Nisa.
“Kau jangan
bercanda”.
“Aku serius”.
Alina semakin
malu, “ahhh… kau ini”.
***
Adriel masih
menyakinin bahwa wanita yang dilihatnya
keluar dari apartemen adalah
Alina. Dia nyakin dia tidak salah lihat. “Aku harus kembali, aku harus kembali
untuk memastikannya,” katanya pada dirinya sendiri untuk pemastikan apa yang
dilihatnya itu tidak salah.
***
“Kalian mau
pulang?” tanya Bob pada Alina dan Nisa yang bersiap-siap untuk pulang.
“Iya,” jawab
Alina singkat.
“Kau
sepertinya sangat bahagia?” ucap Bob melihat perubahan yang ditunjukkan Alina.
Alina menolek,
“apa maksudmu?”.
“Apa dia pria
baik?”.
“Iya”.
“Kau
bahagia?”.
Alina masih
belum mengerti maksud perkataan Bob padanya, “apa maksudmu?”.
“Aku senang
kau bahagia,” lalu pergi meninggalkan mereka berdua, “apa aku ditakdirkan
selalu bertepuk sebelah tangan,” Bob bergumam pada dirinya sendiri.
“Kau tahu maksud perkataan Bob?” tanya Alina pada Nisa.
“Intinya, kau
terlihat cantik,” jawab Nisa asal.
“Kau ini!”.
Nisa hanya
tersenyum menanggapin kekesalan sahabatnya itu kepadanya. Namun di hatinya
paling dalam tersimpan kecemburuan yang paling besar pada Alina tapi dia tidak
bisa melakukan apa-apa. Dia tidak ingin persahabat mereka hancur hanya karna
pria, itulah prinsif yang dipengan Nisa
selama ini.
***
Kay membantu
Ceri untuk bersiap-siap, “Apa kau cerita sesuatu pada Kakakmu?” tanyanya.
Ceri
mengeleng.
Kay senang
Alina tidak tahu apa-apa tapi Kay ingin tahu apa alasan Ceri tidak menceritakan
pada Alina, “kenapa kau gak cerita pada Kakakmu??”.
“Kakak sudah
banyak masalah. Aku tidak ingin menambah masalah Kakak lagi,” Ceri yang sudah
dewasa.
“Aku tidak
menyangkah pikiranmu sudah sedewasa itu,” bangga Kay.
Ceri mencium
pipi Kay, “makasih ya Kak”.
“Untuk apa?”.
“Kakak sudah
memerintahkan mereka untuk menjagaku”.
Kay hanya
tersenyum.
Ibu Sari
muncul dan melihat putranya sedang mempersiapkan Ceri untuk berangkat ke
sekolah, “kau harus segera menikah,” sambil duduk di sofa.
Kay menolek,
‘maksud Ibu apa?”.
“Yang kau
lakukan sekarang seharusnya dengan anakmu”.
Kay tersenyum
sendiri.
“Kau harus
segera menikah”.
Kay masih
tersenyum.
“Apa kau akan
menunggu selamanya”.
“Kakak sudah
punya pacar?” tanya Ceri pada Kay yang menyambung pembicaraan mereka berdua.
Kay hanya
tersenyum menanggapin pertanyaan Ceri.
***
Seperti biasa
Ayah dan Ibu sarapan bersama di meja makan sebelum melakukan aktifitas seperti
biasanya. Ayah tidak melihat Adriel di meja makan, lalu bertanya pada Ibu,
“mana Adriel? Apa dia tidak sarapan?”.
“Adriel pergi
pagi-pagi Yah,” jawab Ibu.
Ayah melihat jam
di lenggannya yang masih pukul 7.15 WIB, “untuk apa dia pagi-pagi ke kantor?”.
Ibu bingung
menjawab apa, “mungkin… mungkin ada pekerjaan yang harus di kerjakan di
perusahaan,” Ibu yang asal bicara, “Adriel sangat suka bekerja, jika ada
pekerjaan yang belum selesai pastih langsung segera diselesaikan sampai lupa
dengan waktu”.
Melihat
kegigihan Adriel bekerja di perusaan Ayah mulai merasa bersalah pada anak
tirinya itu. sedangkan Ibu menikmatin rasa bersalah Ayah itu.
“Maaf tuan
nyonya. Ada tamu untuk tuan Kay,” kata pembantu memberitahu mereka kedatangan
seorang tamu.
“Bibi kan
tinggal bilang, Kay tidak tinggal disini!” jawab Ibu yang sedikit kesal namun
tidak ditampakkannya di hadapan Ayah.
“Suruh dia
masuk,” perintah Ayah pada pembantu itu.
“Baik tuan,”
pembantu itu pergi untuk memberitahu pada tamu untuk menemuin Ayah di ruang
makan.
Tak lama
kemudian pembantu itu kembali ke ruang makan bersama seorang perempuan cantik
yang memakai mini dress yang bermotif bunga melati. Dibandingkan Ayah yang
terkejut, Ibu yang paling terkejut melihat perempuan itu. Sama seperti Ibu,
perempuan itu pun sangat kanget melihat Ibu namun dia tetap konsetrasi dengan
tujuan awalnya, “pagi om,” sapa Gilda itulah namanya.
“Gilda. Sudah
lama kau di Jakarta?” tanya Ayah senang melihat Gilda.
“Baru dua hari
om. O iya, wanita itu siapa?” tanya Gilda yang pura-pura tidak mengenal Ibu.
Ibu kesal mendenggar pertanyaan Gilda yang pura-pura
tidak mengenalnya.
“Ini Ibu tiri
Kay,” Ayah memperkenalkan Ibu.
Gilda sangat
terkejut mendenggarnya sedangkan Ibu tersenyum sinis melihat kearahnya.
Setelah Ayah
pergi dan segaja meninggalkan Ibu dan Gilda berdua untuk mengakrabkan diri.
Mereka berdua menikmatin suasana pagi di pinggir kolam renang sambil meminum
secangkir teh. Gilda mencoba membuka obrolan, “aku tidak menyangka mantan
mertuaku bisa menikah dengan om Darmawan,” kata Gilda mengingat 4 tahun yang lalu bercerai dari Adriel.
“Aku juga
tidak menyangka mantan menantuku tenyata pernah berhubungan dengan anak
tiriku,” kata Ibu membalik menyindir Gilda.
Gilda mencoba
menyindir Ibu lagi, “aku lebih tidak menyangka, om Darmawan bisa terpikat
dengan wanita seperti Ibu,” yang sudah tahu sifat Ibu selama menjadi menantunya
dulu, “tapi aku bersyukur, aku sekarang sudah berpisah dari Adriel itu membuatku
terlepas dari Ibu!”.
Ibu menatap
tajam kearah Gilda, lalu membuka pembicaraan baru, “kenapa kau mencari Kay? Apa
kau berniat untuk mendekatinnya lagi?!”.
“Aku senang
Ibu tahu tujuanku”.
“Kau pikir aku
mau menjadi Ibu mertuamu untuk kedua kalinya!!”.
“Hahaha…haha…hahaha…!!”
Gilda tertawa mendenggar perkataan Ibu, “Ibu pikir aku mau terjebak untuk kedua
kalinya! Aku mendekatin Kay bukan berarti aku
mau menjadi menantu Ibu lagi,” Gilda mulai menyepelehkan posisi Ibu
sebagai istri Ayah, “Ibu hanya Ibu tiri Kay, sedangkan Ibu kandung Kay adalah
tante Sari. Sampai saat ini tante Sari masih hidup. Jadi, maaf… aku gak berniat
menjadi menantumu tapi aku berniat menjadi menantu tante Sari,” kata Gilda
panjang lebar.
Kata-kata
Gilda membuat Ibu tambah membencinya.
***
Keuangan
perusahaan semakin menurut, Adriel semakin kelabakan karena dalang semua ini
adalah Ibu kandungnya sendiri, itu
membuat dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.
“Apa yang
harus kita lakukan Pak?” tanya asisten pada Adriel, “kita tidak bisa merahasiakn
selamanya dari komisaris”.
“Menurutmu apa
yang harus aku lakukan?”.
“Katakan
sebenarnya”.
Adriel duduk
lemas di kursi kerjanya. Dia terlihat stress karena masalah ini menyelimutin
dirinya.
***
Setelah
mengantar Ceri, Kay menemuin Heru yang sebelumnya mereka sudah janjian untuk
bertemu di sebuah Cave. Kedatangan Kay disambut hangat oleh Heru yang
sebelumnya sudah datang duluan. “Kenapa kau ingin ketemu diluar? Apa di
apartemenku mulai tidak amat,” canda Kay yang tidak menghiraukan muka serius yang
ditunjukkan Heru padanya.
Heru langsung
keinti pembicaraan, “keuangan perusahaan mengalamin penurunan. Jika terus
begini saham perusahaan akan aclok dan kau tahu sendiri apa yang akan terjadi”.
Kay terlihat
terkejut, “apa yang terjadi?”
“Ada seseorang
menggunakan uang perusahaan secara pribadi”.
“Apa Ayah
tahu?”.
“Aku rasa
tidak”.
Kay berpikir
sejenak untuk menyelesaikan masalah ini, “perintahkan pada derektur keuangan
untuk menghendel keuangan sampai waktu yang aku tentukan”.
“Baiklah,”
Heru melihat keseriusan Kay ingin menyelesaikan masalah ini, “apa kau akan
segera terjun kelapangan?”.
“Jika itu
diperlukan”.
***
Alina kembali
ke apartemen, dilihatnya di dalam apartemen hanya ada Ibu Sari yang sedang
berdiri di balkon sambil memadang memadangan yang ditunjukkan dari atas balkon.
“Siang tan,” sapa Alina sopan.
Ibu Sari
menolek, “kau sudah pulang,” lalu memadang penampilan Alina yang sangat jauh sekali dari penampilan mewahnya
yang ditunjukkannya selama ini, “kau memang gadis miskin”.
“Apa”.
“Apa yang membuat
putraku sampai tergila-gila denganmu???!” Ibu Sari mendekatin Alina lalu
memutarin Alina untuk melihat penampilan Alina lebih jelas kemudian berhenti di
hadapan Alina, “kau harus segera di permak”.
“Apa”.
“Hahhh… aku
harus buat janji dengan salon,” ngomel Ibu sambil berjalan menuju balkon.
Alina hanya
tersenyum melihat sikaf Ibu Sari yang tak jauh bedah dengan Kay, “mereka memang
Ibu dan anak,” katanya dengan suara pelat yang matanya masih tertujuh pada Ibu
Sari yang sedang menelpon seseorang.
***
Pulang dari
kerja, Adriel langsung ke apartemen dimana dirinya semalam melihat Alina keluar
dan berharap kali ini dia bisa melihat Alina lagi. Dari dalam mobil, mata
Adriel terus tertujuh pada pintu masuk gedung apartemen. Beberapa kali
perempuan keluar masuk dari gedung namun di antara perempuan itu tidak satupun
Alina. Didalam hatinya paling dalam Adriel berharap sekali bertemu dengan Alina
lagi.
Tak lama
kemudian Kay tiba di pakiran apartemen. Tatapan Kay langsung tertujuh pada
Adriel yang duduk di dalam mobil, “mau apa dia?” Kay mulai berpikir Adriel
tidak mencarinya melainkan mencari seseorang, “apa mencari seseorang? Tapi
siapa?” lalu terpikir dengan Ibu kandungnya yang menginap di apartemennya
semalam, “apa dia mengikutin Ibu? Tapi tidak mungkin. Untuk apa dia mengikutin
Ibu,” Kay mulai pusing memikirkannya, dia pun memutuskan untuk masuk gedung
apartemen.
Setiba di
apartemen Kay tidak melihat Ibunya lagi, “Ibu sudah pergi?” tanyanya pada Alina
yang sedang masak untuk makan siang.
“Iya. katanya
dia mau mengambil pakaiannya,” jawab Alina tanpa menolek.
“Mengambil
pakaian? Apa Ibu akan tinggal disini?”.
“Sepertinya
Iya”.
“Apa! Hahhh…
apa Ibu pikir apartemen ini tempat penampungan!”.
Alina hanya
tersenyum.
***
Setelang pergi
dari rumah orang tua Kay, Gilda langsung menemuin Rudi di Hotel Larisa.
Kedatangan Gilda di sambut hangat oleh Rudi, “waktu kau menghubunginku kau akan
datang aku sampai tidak percaya. Tenyata kau datang juga,” kata Rudi senang
melihat Gilda lagi.
“Tapi kalian
jahat! Tidakk satupun diantara kalian bertiga datang ke pernikahanku,” Gilda
yang pura-pura menujukkan wajah kesal.
Rudi
tersenyum, “maafkan aku. Di hari yang sama aku dan Heru mengantar Kay ke
bandara”.
Gilda mulai
merasa bersalah pada Kay. 5 tahun yang lalu dia memutuskan berpisah dari Kay
dan memilih menikah dengan pilihan orang tuanya. seminggu dari permisahan
mereka, orang tua Kay memutuskan untuk bercerai. Saat itu Kay sangat hancur dan
akhirnya dia pun memutuskan untuk menetap di Amerika dan mengambil kuliah
jurusan hukum berlawanan dengan apa yang diharapkan Ayah padanya.
Rudi mulai
membuka pembicaraan baru, “kau bersama suami?” tanyanya.
“Tidak. Aku
sudah bercerai dengannya”.
“Apa”.
“4 tahun yang
lalu kami memutuskan untuk berpisah”.
“Sayang
sekali”.
“Kenapa?”.
Rudi tidak menjawab
melainkan memberi pertanyaan baru, “apa rencanamu sekarang?”.
“Aku ingin
memintah maaf pada Kay”.
“Apa kau
nyakin Kay akan memaafkanmu?”.
“Maksud kau
Kay tidak akan memaafkanku??”.
“Itu bisa saja
terjadi. Kau masih ingatkan apa yang kau lakukan pada Kay”.
“Aku tahu aku
salah! Tapi sampai saat ini aku masih mencintain Kay. Kau tahu aku seperti apa,
aku tidak mungkin melakukan itu jika tidak di paksa,” menujukkan wajah
sedihnya, “tapi, dihatiku yang paling dalam. Aku sangat mencintain Kay sampai
saat ini!” kata Gilda panjang lebar untuk menyakinkan Rudi.
***
Terdenggar
ketukan pintu dari luar,
“Tok…Tok…Tok…!!”. Kay langsung membuka pintu, “Ibu,” kanget melihat Ibunya
membawa 2 koper besar.
“Bawak ke
dalam, aku lelah sekali,” kata Ibu Sari yang masuk duluan dan langsung menjatuhkan tubuhnya diatas
sofa.
Kay membawa
koper-koper yang Ibu Sari bawak ke dalam apartemen, “apa Ibu akan tinggal
disini?”.
“Ya”.
“Apa! Bu,
apartemenku ini hanya ada satu kamar. Ibu mau tidur dimana?”.
“Kau
membiarkan orang asing tidur dikamarmu tapi Ibu kandungmu sendiri tidak kau
bolehkan, “Ibu Sari yang pura-pura bersedih.
Alina
terbangundari tidurnya karena mendenggar suara ribut dari ruang tengah. Lalu
dia keluar kamar dan melihat Ibu Sari sedang berdebat dengan putranya, “tante
sudah datang?” sambil duduk di sebelah Ibu Sari.
“Jangan-jangan
kau tidak memperbolehkan aku tinggal disini karena kalian sering tidur
bersama!” tudur Ibu Sari.
Kay dan Alina
sangat terkejut mendenggar perkataan Ibu Sari. “Ibu!” marah, “kami tidak pernah
melakukannya!”.
“Bagaimana aku
bisa percaya pada kalian!!”.
“Sebenarnya
mau Ibu apa?!!” Kay yang semakin kesal dengan Ibunya.
“Ibu mau
tinggal disini,” ucap Ibu ketujuan utamanya.
Alina baru menyadarin kata-kata Ibu Sari pada
mereka berdua agar Kay mengijinkan dirinya bisa tinggal bersama Kay. Karena
perbuatan Ibu Sari, Alina menahan tawa melihat sikaf kekanak-kanakan yang
ditunjukkan Ibu Sari pada putranya.
“Kalau kau
tidak mau! Kau harus tinggal bersama Ibu!” kata Ibu Sari membuat rencana B.
“Apa! Aku tidak
mau!”.
“Kalau begitu
Ibu akan tinggal bersama kalian”.
“Ahhh Ibu!”.
Alina ingin
membuat suasana menjadi hangat kembali,
“aku rasa ada baiknya juga tante tinggal disini. Kau dan tante bisa
sering bertemu. Bukannya kau sudah lama tidak bertemu dengan tante,”
menyakinkan Kay.
“Baiklah,” Kay
menyetujuin kehendak Ibu.
Karena
senangnya Ibu Sari mencubit pipi Alina, “kau memang bisa diadalkan”.
Alina
tersenyum, “auhhh…” sambil menahan sakit karena cubitan Ibu Sari.
Ibu Sari
melihat wajah Alina lebih dekat, “pori-porimu besar sekali?!”.
Alina
memengang pipi dengan kedua tangannya.
“Kau memakai
apa sih… sampai wajahmu seperti itu!?” kesal melihat Alina yang tidak bisa
merawat diri.
“Baru-baru ini
aku memakai pelembab wajah,” jawab Alina.
“Baru-baru
ini!? Jadi selama ini kau tidak pernah memakai pelembab?!”.
Alina
mengeleng, “dibandingkan membeli pelembab, uangnya kan bisa di pakai untuk
makan sehari-hari”.
“Apa semiskin
itu kau,” Ibu Sari yang mulai prihatin dengan keadaan Alina, “aku tidak suka
orang sepertimu!”.
Alina berusaha
untuk tersenyum.
“Sebagai
wanita, kau harus menjaga kecantikkanmu! Dan satu lagi, muka mu seperti ini
karna kau juga sering lembur! Kulit itu juga butuh istirahat!!” ngomel Ibu.
Kay hanya
menikmatin tontonan gratis.
Ibu Sari
melihat ada beberapa bekas luka kedua tangan Alina, “kau sering melakukan bunuh
diri?” tanyanya.
Alina langsung
menyembunyikan kedua tanggannya.
“Apa karena
pria??” tanya Ibu Sari lagi.
Alina diam
dengan wajah sedih.
Dengan diamnya
Alina itu satu jawaban untuk Ibu Sari, “kau memang gadis bodoh!! Kau pikir di
dunia ini hanya ada satu pria! Kalaupun di dunia ini hanya ada satu pria, kau
pun tidak boleh melakukannya! Seharusnya kau bersyukur bisa berpisah dengannya,
itu tandanya dia pria yang tidak bertangung jawab!” nasehat Ibu.
Alina tidak
menujukkan reaksi apa-apa sedangkan Kay semakin prihatin dengan keadaan wanita
yang dicintainnya itu.
***
Adriel pulang
dengan wajah kekecewaan. Ibu yang melihat Adriel pulang dengan lesuh terlihat
sangat kuatir dengan keadaan putranya itu, “apa kau ada masalah?”.
Sejenak Adriel
menatap Ibu dengan mata berkaca-kaca, lalu Adriel masuk ke kamarnya. Dijatuhkan
tubuhnya diatas kasur dengan tatapan
tertujuh ke langit-langit kamar, “kau dimana? Apa kau masih marah padaku? Apa
kau tidak bisa memaafkanku??” beribu pertanyaan tapi tak satupun Adriel bisa
menjawabnya karena jawaban yang sebenarnya belum diucapkan oleh Alina.
***
Kay mengatar
Alina ke tempat kerjanya dengan berjalan kaki. Kay merasa bersalah pada Alina
dengan kata-kata kasar Ibunya yang dilontarkan pada Alina, “maafkan Ibu. Dia
memang seperti itu”.
Alina
tersenyum, “tapi Ibumu itu baik. Sudah lama sekali aku tidak di perhatikan
seperti itu”.
“Benarkah?”.
Alina
mengangguk, “aku senang diperhatikan seperti itu”.
“Kalau begitu
menikahlah denganku, Ibuku akan menjadi Ibumu”.
“Apa. Hahhh…
kau ini”.
“Aku serius”.
Alina hanya
menanggapin dengan tersenyum.
Mereka tiba di
supermarket, Alina menyuruh Kay langsung pulang, “kau pulanglah dan hati-hati”.
“Baiklah, aku
pulang dulu,” lalu Kay pergi. Baru
beberapa langkah Kay kembali mendekatin Alina.
“Ada apa? Apa
ada yang mau kau beli?” tanya Alina.
“Jika kau
marah, benci, kesal dan sedih pada seseorang atau apa pun… aku ingin kau menemuinku untuk melampiaskan
itu semua itu padaku”.
Alina hanya
diam sambil menatap Kay.
“Aku ingin kau
tidak melakukan bunuh diri lagi”.
“Apa”.
“Aku akan menghiburmu sampai kau kembali tersenyum
dan sampai bebanmu hilang,” ucap Kay tulus mengatakannya.
Alina bingung
harus bicara apa.
“Kau mau
kan?”.
Alina mengangguk.
Kay sangat
senang, “kalau gitu aku pulang dulu. Sampai besok,” lalu pergi.
Alina masuk ke
supermarket dan langsung berdiri di tempat kasir menggantikan kariawan sip
siang. Nisa mendekatin Alina, “kalian bicarakan apa?” tanya Nisa yang melihat
Kay dan Alina diluar supermarket sedang membicarakan sesuatu, “apa Kay
melamarmu lagi?”.
“Kau bicara
apa? Kami tidak bicara apa-apa”.
“Kau bohong!
Kalian nampak jelas kalau kalian sedang membicarakan sesuatu,” Nisa yang masih
penasaran.
“Pengen tahu
aja”.
“Alina!”.
Alina hanya
tersenyum melihat sikaf penasaran sahabatnya itu.
***
Adriel sarapan
bersama Ayah dan Ibu. Ayah memperhatikan sikaf Adriel yang murung, “kau ada
masalah?” tanyanya.
“Tidak,” jawab
Adriel singkat.
“Adriel hanya
kelelahan Yah,” sambung Ibu yang tidak ingin Ayah tiba-tiba curiga dengan
perubahan sikaf Adriel, “beberapa hari ini Adriel sangat bekerja keras”.
“Kau harus
menjaga kesehatanmu,” saran Ayah.
“Baik Yah,”
jawab Adriel.
Setelah Ayah
pergi, tinggal Ibu dan Adriel di meja makan. “Apa kau tahu Gilda pernah pacaran
dengan Kay?”.
Adriel cukup
terkejut mendenggarnya, “tidak. Tapi
yang ku tahu, sebelum menikah dengan ku Gilda lagi dekat dengan seorang
pria”.
“Pria itu
adalah Kay”.
Kay diam.
Dengan putusnya hubungan dirinya dengan Gilda itu tandanya dia tidak mau ikut campur lagi hubungan mantan istrinya
itu.
Suasana
terhening sejenak, Ibu mulai menanyakan
masalah yang terjadi pada perusahaan, “kau tidak berniat memeberitahu Ayah
tirimu kan?” tanya Ibu berharap Adriel tidak memberitahu perbuatannya kepada
suaminya itu.
“Kenapa Ibu
selalu melakukan kesalahan yang sama.” Ucap Adriel.
“Kau berani
bicara seperti itu!”.
Adriel
berdiri, “aku harap Ibu segera mengembalikan uang perusahaan. Semua itu bukan
hak Ibu,” lalu pergi meninggalkan rumah.
Ibu panik
dengan apa yang dilakukannya pada perusahaan.
***
Tiga penjaga
yang diperintahkan Ayah datang pagi-pagi seperti biasanya untuk mengantar Ceri
ke sekolah. Ibu Sari melihat apa yang dilakukan putranya itu terlalu
berlebihan, “kau terlalu berlebihan memberikan perhatian pada mereka,” kata Ibu
Sari setelah mereka pergi.
“Maksud Ibu
apa?” tanya Kay sambil duduk di sofa bersama Ibunya.
“Penjaga-penjaga
itu!”.
Kay tersenyum,
“Jika menurut Ibu aku terlalu berlebihan, gimana dengan Ayah?”.
“Apa
maksudmu?”.
“Ayah
memerintahkan mereka menjagaku”.
“Ayahmu
menyuruh orang untuk menjagamu?”.
Kay
mengangguk.
“Apa ada orang
yang menyakitinmu?!” Ibu Sari yang mulai panik.
“Aku tidak
tahu, hanya Ayah yang tahu”.
Ibu Sari
penasaran yang dilakukan Ayah pada Kay. Kenapa Ayah memerintahkan mereka untuk
menjaga Kay? Apa ada yang akan melukain Kay? Siapa mereka?. Semua pertanyaan
itu ada di benak Ibu namun tidak satupun pertanyaan ada jawabannya.
***
Alina. Nisa
dan kariawan-kariawan lainnya yang sip malam bersiap-siap untuk pulang. “Mau
bareng?” tawar Alina pada Nisa.
“Tidak. Aku
mau ke pasar dulu,” jawan Nisa.
“Ok”. Mereka
berpisah diluar supermarket dengan arah berlawanan. Di tengah perjalanan menuju
apartemen, tatapan Alina langsung tertujuh pada dua pria yang berjalan kearahnya.
Dua pria itu adalah anak buah dari lintenir itu.
Alina langsung
bersembunyi dibalik tiang listrik, “bagaimana nih…” yang mulai panik bercampur
ketakutan. Mau melarikan diri Alina takut mereka mengejarnya dan otomatis dia
pastih langsung tertangkap melihat jarak mereka tidak terlalu jauh. Mau memutar
jalan itu percuma saja karena mereka sudah semakin dekat dengannya dan pastih
ujung-unjungnya kembali ke rencana A (melarikan diri). Jalan terakhir adalah
tetap bersembunyi. Diantara pilihan itu Alina memilih untuk tetap bersembunyi.
Dia terus bersembunyi berharap mereka tidak melihatnya.
Ketika mereka
sudah melewatinnya, Alina bergegas pergi meninggalkan tempat itu dan berharap
mereka tidak menyadarinnya. Akhirnya Alina berhasil melarikan diri juga. Alina menarik
nafas panjang dan membuangnya perlahan demi perlahan, itu dilakukannya
berkali-kali untuk menenangkan dirinya. Setelah tenang Alina kembali melajutin
perjalanannya menuju apartemen.
Di waktu yang
sama, Adriel melintas dijalan yang sama. Adriel melihat Alina berjalan di tepi
jalan, “Alina,” kesempatan ini Adriel tidak sia-siakan begitu saja. Dia
langsung menepihkan mobilnya. Adriel keluar dari mobil sambil memanggil nama
Alina, “Alina…!!”.
Alina
menghentikan langkahnya lalu perlahan-lahan membalik tubuhnya. Awalnya Alina
mengira para bandit-bandit itu yang memanggilnya tenyata tidak, seorang pria
pria yang pernah masuk dalam kehidupannya, “Adriel!” Alina cukup terkejut
melihat Adriel yang sudah 5 tahun lebih
mereka tidak bertemu.
Adriel
langsung memeluk Alina, “kau kemana saja? Aku mencari-carimu, aku sangat
merindukanmu. Maafkan aku… maafkan
aku… maafkan aku… ,” beberapa kali
Adriel ucapkan kata maaf. Lalu menatap Alina yang membiarkan Adriel memeluknya,
“maafkan aku… aku sudah membuatmu menderita. Maafkan aku…”.
Alina
tersenyum dengan penuh kekecewaan, matanya berkaca-kaca namun berusaha untuk
tidak menanggis, “kau peduli padaku?”.
“Alina”.
“Kenapa kau
peduli padaku?”.
“Alina, aku…”.
Alina tidak
membiarkan Adriel menjawab pertanyaannya, “memang kau siapa?!”.
Kali ini
Adriel diam.
“Kau
merindukanku?”.
“Memang kita
ada hubungan apa?! Kau mencari-cariku? Untuk apa? Kau lupa kau sudah
mecampakkanku?!!”.
Adriel melihat
di mata Alina penuh kebencian kepadanya, “aku tahu aku salah. Aku hanya ingin
menebus kesalahanku”.
Alina mundur
dua langkah, “itu percuma kau lakukan, aku tidak penduli!”.
“Aku masih
mencintaimu Alina!”.
Alina langsung
menampar Adriel, “kau masih berani mengucapkan itu padaku!!” Alina mulai
menujukkan kemarahannya, “kau pikir aku masih mencintainmu!! Dihari itu kau
mencampakkanku! Dihari itu juga aku sudah membuang perasaanku padamu!! Jadi,
jangang sekali-kali kau ucapkan itu lagi padaku!! Aku jijik mendenggarya!!!”
lalu Alina kembali berjalan namun hanya beberapa langkah Alina menghentikan
langkahnya. Dia teringat dengan kata-kata Ibu Sari, “aku memang bodoh! Hahhh…”
malu pada diri sendiri, “aku memang gadis bodoh!” lalu pergi meninggalkan Adriel yang sangat
bersalah padanya. Di titik inilah Alina baru menanggis mengingat kekecewaan
pada Adriel yang mencampakkannya hanya karna ingin menikah dengan wanita
lainnya.
Tanpa
disadarin Alina, Adriel mengikutinnya sampai ke apartemen. Tenyata apa yang
dilihatnya kemarin dia tidak salah, wanita itu adalah Alina. Tapi Adriel tidak
sampai mengikutin Alina masuk ke dalam gedung apartemen. Melihat dimana Alina
tinggal sekarang membuat Adriel cukup tenang.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar