Senin, 07 Mei 2012

Mencintainmu Membahagiakanku 3

3
“gua gak gerti apa maksud kak Perdi?” kesal Sindy.
“Ya udah, gak usah ambil pusing,” bujuk Evan.
“Loe gak mencampakkan gua khan?.”
“Gaklah.”
“Tapi kalau dipikir-pikir, perkataan kak Perdi ada benarnya juga, loe mencampakkan gua cumak karna Nata. Iyakan…”
Evan tak menjawab.
“Kalau boleh memilih, loe milih gue apa Nata?.”
Evan menatap Sindy, “Gua milih loe.”
“Ha…ha…” Sindy tertawa. “Loe masih suka bercanda ternyata ha…”
Evan ikut tertawa.
“Loe pastih memilih Nata, iyakan?.”
Evan mengangguk.
“Tapi gua ada permintaan sama loe.”
“Apa?.”
“Kalau gua senang, sedih, kecewa, dan sangat membutuhkan loe, loe harus ada untukku gue walaupun Nata juga membutuhkan loe. Walaupun loe sudah milik orang lain, loe gak boleh melepaskan gue sampai gue sendiri yang melepaskan loe.”
“Iya.”
“Loe Janji.”
“Iya”.
***
“Dari mana aja loe?” tanya Sella.
“Dari Cave,” jawab Nata.
“Tapi Rut dari tadi sudah pulang.”
”Gua nunggu Evan.”
Sella tak melihat Evan mengatar Nata, “Mana dia?.”
“Gak datang.”
“Kok gitu?.”
“Udah deh... gua mau tidur!” marah Nata lalu langsung masuk kekamarnya.
Rut keluar dari kamarnya, “Kenapa dia marah-marah?.”
“Mana gua tahu?” binggung Sella.
***

“Nat...” sambil membuka pintu kamar Nata. “ada tamu Tante Evan,” kata Sella.
“Iya,” langsung bangkit dari tempat tidur langsung keruangan tamu. “Tante, ada apa ya Tan? Kok sampai kesini Tante.”
“Tante mau mengajak kau ke butik,” jawab tante.
“Gapain ke butik?.”
“Ya... untuk mencocok baju pernikahanmulah...”
“Kami boleh ikutan gak Tan?” harap Rut.
“Kalian boleh ikut.”
“Bener Tan.”
“Iya.”
Lalu mereka segera siap-siap.

Setiba dibutik, mereka bertiga melihat bermacam-macam bentuk gaun dan kebaya pengatin yang sangat cantik-cantik.  “Selama datang nyonya,” sapa Sinta memilik dan juga perancang baju penganti itu, “ini ya calon pengatinnya ya. Cantik banget,”pujinya,
“Nanti kapan-kapan kau mau kan jadi model tante?.”
“Boleh Tan.”
“Wahhh... sudah dapat tawaran kerja nih...” goda Tante.
Malu  Nata.
“Mana baju yang aku pesan kemarin.”
“Ayo...” ajak Sinta ke tempat kerjanya.

Setelah dari butik, Nata dan Rut pulang duluan sedangkan Sella pergi bersama Tante tak tahu kemana. “loe bener gak tahu kemana Tante mengajak Sella,” tanya Rut.
“Gak,” jawab singkat.
Kedatangan mereka berdua disambut Lina yang dari tadi sudah menunggu mereka di teras depan.
“Udah lama?” tanya Rut.
“Ya... lumayan.”
“Kenapa gak nelpon kami aja?” Tanya Nata.
“Aku gak mau nganggu. Aku pikir hanya kau aja yang pergi sama Tante, itulah Tante tadi gajak aku tak mau.”
“Ayo masuk,” ajak Nata ke kamarnya.
“Setelah pernikahan kau selesai, aku dan kak Davin akan ke Bandung, dan tinggal disana.”
“Kami pastih akan merindukkanmu,” kata Rut lalu memeluk Lina, Nata pun ikut memeluk mereka.
***
“Sore banget pulangnya?” tanya Nata pada Sella yang baru pulang.
“Iya, tadi aku kelamaan baca dokumennya?” sambil duduk di kursi teras.
“Dokumen apa?.”
“Gua  di minta Tante untuk jadi menejer hotel tempat kita kemarin.”
“Maksud loe, loe mau kerja di Bali.”
“Iya.”
“Loe mau?.”
Sella mengangguk, “Gak apa kan kalau kalian hanya berdua disini?.”
“Ya gak apa-apalah. Khan itu cita-cita loe dari dulu, jadi menejer hotel.”
“Iya.”
“Jadi kapan loe berangkatnya?.”
“Sebenarnya sih besok, cumak lusa kan pernikahan loe. Jadi selesai pernikahan loe gua terbang ke Bali.”
“Loe akan ke Bali, Lina ke Bandung dan nanti Rut pastih ikut Heru ke Bengkulu sedangkan gua di Jakarta.”
“Bagaimana pun jauhnya kita, kita berempat tetap jadi sahabat sampai mati.”
Nata memeluk Sella, “Gua pastih merindukkan loe.”
“Harus.”
***
Evan melihat Nata duduk sendirian di bangku taman yang biasa mereka dudukkin, yang sebelumnya dia mencari Nata dikosan. “Ternyata loe disini?” sambil duduk di sebelah Nata.
Nata langsung berdiri.
“Loe marah?.”
“Yang loe lihat!.”
“Kenapa loe marah?.”
“Masih nanya!.”
Baru beberapa langkah, Evan langsung memengang tangan Nata, “Jangan seperti anak kecil.”
“Yang anak kecil itu loe atau gue!!?.”
“Maksud loe apa sih...” yang masih binggung dengan perkataan Nata.
“Anak kecil suka ingkar dengan janjinya, itu sama dengan loe!!!?.”
“O... cumak gara-gara itu.”
“Cumak... kata loe cumak...!!! gua gak mau menikah sama loe.”
“Loe pikir gua mau menikah sama loe. Loe dengan ya, gak pernah sedikit pun gua berharap loe mau jadi istri gue!!!” marah Evan.
“Ya sudah kalau gitu,” lalu pergi meninggalkan taman sambil menanggis.
***
“Kau sudah pulang sayang” sapa Tante.
”Iya,” lalu menaikkin anak tangga.
”Van. Coba kau cocokkan dulu baju ini pas gak ke kau, kalau gak pas kan besok masih ada waktu.”
”Gak usah lagi, pernikahan dibatalkan.”
Semua yang berkumpul sangat kanget mendengat perkataan Evan.
“Kalian bertengkar?” Tanya Davin.
“Gua sudah bilang kan pernikahan ini dibatalkan!” Evan menolek kearah Kakek, “dan gua harap Kakek jangan pura-pura sakit lagi,” lalu masuk ke kamar.
Semua saling menatap keheranan apa yang sebenarnya terjadi.
“Nanti aku coba bertanya sama Nata,” kata Lina.
***
Sedangkan Nata masih menanggis dikamarnya, setiap telepon dari Lina dan sms tak diangkat dan dibalasnya. Dia terus menangis menggingat perkataan kasar Evan padanya.
***

Evan membuka kedua matanya dan berkali-kali menguap, namun dia langsung kaget melihat Lina duduk di kursi tak jauh dari tempat tidurnya, “Gua kira tadi siapa?” sambil duduk, “Ada apa?.”
“Anggap aja ini perkataan antara adik dan kakak,” diam sejenak, “kalian bertengkar?”.
“Iya”.
“Kalian ada masalah apa?”.
“Kenapa kau tidak langsung bertanya pada Nata.”
“Karna aku tahu siapa Nata sebenarnya.”
Evan diam.
“Kau pastih ingkar janji padanya,” tebak Lina.
“Itukan hanya masalah sepeleh.”
“Mungkin bagi kau itu masalah sepeleh, tapi bagi Nata itu kesalahan besar,” terdiam sejenak, “Dulu juga keluarga dari pihak Ayah dan Mamanya berjanji akan menjemput Nata di panti, sampai sekarang mereka tak menjemput Nata, tapi kabar terakhir didengar mereka semua sudah meninggal, ada yang kecelakaan dan ada yang meninggal karna sakit, mungkin sekarang hanya anak-anak mereka yang masih hidup. Mungkin dari situ Nata sangat benci sama orang yang ingkar janji. Dulu waktu kecil aku berjanji memberikan permen pada Nata, aku tak menepatinnya, mungkin kalau dihitung-hitung Nata sebulan lebih mediamkan aku, padahal berkali-kali aku minta maaf dengannya tapi dia tak memaafkan aku,” cerita Lina.
“Lalu gimana kalian bisa teguran lagi?.”
“Gua  minta maaf dan memberikan permen yang gua janjikan padanya.”
“Baru dia memaafkan.”
“Iya”.
“Seperti anak kecil”.
“Mungkin kau pikir Nata seperti anak kecil, tapi sifatnya itu ada untungnya juga dengan kita”.
Evan tersenyum, “kau benar”.
***
“Ada apa Kak?” Tanya Nata pada Davin yang menunggunya di teras.
“Gua mau nanya, apa benar kau gak mau menikah dengan Evan?.”
“Evan sudah cerita sama kakak khan?.”
“Kalau itu karna omongan gua kemarin, gua minta maaf, gua seneng kok lu jadi adik ipar gua.”
“Kakak gak usah merasa bersalah, ini bukan gara-gara kakak. Mungkin ini yang terbaik untuk kami berdua. Kami tak ada kecocokkan.”
“Tapi…”
“Maaf kak, gua kurang sehat, sekarang gua mau istirahat.”
“Baiklah.”
Lalu Nata masuk ke kamarnya.
Rut dan Sella keluar dari rumah mendekatin Davin, “Bener kak Nata batal menikah?.”
“Sepertinya iya.”
“Tapikan acaranya besok,” kata Sella.
“Ya gimana lagi. Mau melanjutkannya juga, kedua pihak menolak melajutkan pernikahan ini,” kata Davin.
“Bisa-bisa Nata tak laku-laku, itu kan termasuk mencampakkan,” sambung Rut.
“Apaan sih loe!!” marah Sella, “pernikahan ini harus terjadi?.”
“Caranya?.”
“Kakak urus Evan, soal Nata kakak terimah beres,” Sella ad aide.
“Ok.”
“Nanti malam sms tempat pernikahan mereka.”
“Ok.”
Lalu kak Davin pulang.
“Rencana apa sih…”
“Nanti loe tahu sendiri.”
***

Besoknya Nata duduk melamun diteras depan rumah berharap Evan datang menjemputnya, namun harapan itu sia-sia, Evan tak datang-datang. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan rumah, Heru keluar dari mobil. “Loe mau kemana? Rapi banget?.”
“Halo sayang…” kata Rut yang tiba-tiba muncul dari pintu bersama Sella.
“Kalian berdua mau kemana?” tanya Nata lagi.
“Ke Pestah,” jawab Heru.
“Pestah apa?.”
“Eee... temennya Heru ada yang merit, kami mau kesana,” alasan Rut.
“Kita ke salon yuk…” ajak Sella.
“Tumbet loe ajak gue ke salon?” curiga Nata.
“Ada temen gue bukak salon, mungkin kalau kita ke sana dapat korting sedikit.”
“Gue kenal?.”
“Gak lah…”
Tak lama Nata berpikir, “iya deh… gua juga gak pernah lagi ke salon.”
“Gitu dong... cepetnya, biar sekalian kita numpang ke mereka, irit ongkos.”
“Iya,” lalu masuk kamar untuk bersiap-siap.
Mereka bertiga menarik nafas legah.
***
“Kakek harap kau jangan buat masalah lagi?” kata Kakek pada Evan sambil membantu Evan memakai jas hitam yang sewarna dengan celananya.
“Gua gerti,” jawab Evan.
***
Setiba di hotel, mereka turun dari mobil, “ini kan hotel?” heran Nata.
“Iya, dia bukak salon di hotel ini,” alasan Rut yang tak masuk akal.
“Gua baru dengar kalau di hotel ada salon?” tanya Nata lagi.
“mungkin dia berpikir di hotel lebih mengutungkan dari pada buat salon di luar sana.”
“Iya juga sih...”
“Ayo...”
Sella mengantar Nata kesalah satu kamar, sedangkan Rut dan Heru pergi ke tempat pestahnya. “Ayo masuk.”
“Loe gak masuk?.”
“Gua mau ke kamar mandi sebentar.”
“Gua tunggu didalam ya.”
“Iya.”
Lalu Nata masuk kedalam kamar. Nata kaget melihat ada Tante ada dalam kamar itu, “aku tahu kau marah, benci dan kesal pada Evan, tapi aku mohon jangan memalukan keluarga kami.”
Nata menatap Tante.
“Kau mau kan melajutkan pernikahan ini?.”
Walaupun ragu-ragu Nata pun mengangguk tanda setuju. Tante pun segera memerintahkan pelayan dan tungkang salon segera medadanin Nata secantik mungkin.

Kakek dan Davin berkali-kali melihat jam dilengan mereka. Semua tamu sudah datang, penghulu pun sudah tiba dari tadi, tapi Nata belum juga datang. Lama menunggu akhirnya Tante pun muncul bersama Nata. Evan menolek kearah Nata. Tante membantu Nata untuk duduk disebelah Evan.
“Bagaiman kedua mempelai sudah siap?” Tanya penghulu.
Nata dan Evan mengangguk.
“Silakan penggang tanggan saya.” Lalu Evan memengang tangan penghulu sebagai wali untuk Nata karna tak ada keluarga di pihak mempelai wanit nya. “Ikutin kata-kata saya?” kata penghulu itu lagi.”Saya Evansah Putra Wijaya…”
Evan mengikutin kata-kata penghulu itu, “Saya Evansah Putra Wijaya…”
Pernikahan itu pun terjadi, Evan dan Nata sah menjadi suami istri. Selesai acarah nikah. Pestah pun langsung dilaksanakan di hotel itu juga, semua tamu semakit lama semakit bertambah yang datang. Dari tadi Evan dan Nata tak bicara satu sama lain, mereka hanya sibuk dari tadi menyalamin tamu-tamu yang mengucapkan selamat pada mereka.
“Selamatnya…” kata Sindy pada Nata dan Evan.
“Trimah kasih.”
“Selamat,” kata Perdi pada Evan dan Nata Juga, “Sepertinya kita pernah ketemu,” yang tak asing melihat Nata.
“Kak Perdi khan... aku Nata.”
“Oya. Kita pernah ketemu di Bali khan...” Perdi mulai mengingat.
“Iya, gak nyangkah kita bisa bertemu lagi.”
“Mungkin kita jodoh.”
“Apa!.”
“Gak usah sekaget gitu, nyatanya Evan sudah duluan merebut kau,” tersenyum lebar.
“Ayo kak,” ajak Sindy.
Setelah mereka pergi, Evan bertanya pada Nata, “kenapa loe gak pernah cerita kalau loe kenal sama kak Perdi?.”
Nata tak perduli dengan pertanyaan Evan, dia hanya terus membalas senyuman tamu yang tersenyum padanya.
“Ok... nanti selesai acara ini kita nonto,” kata Evan.
“Bohong!” yang tak langsung percaya
“Gua janji.”
“Selesai acara ini?.”
“Iya.”
“Filem apa?.”
“Terserah loe?.”
“2012 yach….”
“Ok. Sekarang jawab pertanyaan gua.”
“Yang pertama loe gak nanya dan yang kedua mana gua tahu loe kenal sama kak Perdi.”
“Gua nyesel nanya”.
“Tapi loe sudah janji,” tersenyum Nata.
“Iya.”

Memang sih acara sudah selesai dari tadi, namun tamu-tamu belum semuanya pulang. Namun Evan dan Nata sudah pergi sejam yang lalu meninggalkan hotel padahal semua keluarga sudah menyiapkan kamar malam pertama mereka di hotel.
Setelah mengantar Nata ganti baju, mereka langsung pergi ke bioskop. Nata langsung masuk kedalam bioskop yang sebelumnya sudah membeli tiket bersama Evan setiba dibioskop, sedangkan Evan membeli makanan dan minuman, lalu masuk ke dalam bioskop ternyata filem sudah ditanyangkan. Evan mencari no kursinya.
“Lama banget?” kata Nata sambil mengambil makanan dan minuman dari tangan Evan.
“Cerewet...”
“Biarin....”

Dua jam pun berlalu, filem sudah habis dan lampu kembali dihidupkan. Evan melihat Nata sudah tertidur lelap menyadar dibahunya. Lalu diangkatnya Nata ke mobil.

Setiba di rumah, Bi Ija membukakan pintu untuk Evan dan Nata. “Kok tuan pulang lagi?” tanya bi Ija heran.
“Memang gua gak boleh pulang lagi, ” kata Evan yang mengedong Nata dari mobil yang masih tertidur lelap. “Mana yang lain ?.”
”Di hotel.”
”Betah banget mereka di hotel,” heran Evan, “gua mau kekamar dulu,” lalu kekamar. Diletakkan Nata di atas kasur lalu menyelimutinnya, setelah itu Evan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur lalu segera tidur karna dari tadi dia sangat lelah. Evan menolek kearah Nata yang sepertinya mimpi indah terlihat senyumam dari wajah Nata yang tertidur lelap.
***

Pagi-pagi sekali sudah terdengar suara mobil dari teras rumah, bi Ija langsung membukan pintu, “Pagi tuan,” sapa Bi Ija.
“Apa Evan dan Nata sudah pulang?” tanya Kakek.
“Sudah tuan. Semala Tuan dan Nona pulang.“
“Dimana mereka ?.“
“Di meja makan.“
Tanpa pikir panjang mereka langsung ke meja makan. “Ayah jangan emosi ?“ sarat Tante.
“Gimana  tidak emosi !!.“

Setiba di meja makan.
“Kalian sudah pulang, ayo sarapan,“ ajak Evan sambil memakan kue tawar berselai coklat.
“Semalam kalian kemana aja?“ tanya Davin sambil duduk.
“Ke bioskop,“ jawab Nata.
“Apa!“ semua kaget mendengar jawaban Nata.
“Gak ada tempat romatis yang lain?“ tanya Tante. “
“Ini Ideh ya,“ sambil menujuk ke Nata yang duduk disebelahnya.
“Kan loe yang janji?.“
Kakek berdiri, pergi keruangannya, tak lama kemudian kembali lagi, Kakek memberikan konci kepada Evan.
“Konci apa ini ?“ tanya Evan penasaran.
“Sebelum orang tua kalian meninggal, mereka sudah menyiapkan rumah satu-satu untuk kalian, mungkin maksud orang tua kalian ingin kalian mandiri sesudah berumah tangga sama seperti mereka, yang meninggalkan rumah ini untuk hidup mandiri sendiri, bukan berarti mereka tak sayang pada Kakek tapi orang tua kalian ingin hidup selayaknya berumah tangga, tidak tergantung lagi sama Kakek. Davin sudah kakek berikan koncinya, sekarang giliran kau.“ kata Kakek panjang lebar.
“Ayah...“
“Jangan kalian pikir Kakek tidak sayang pada kalian berdua, Tapi inilah ke inginan kalian orang tua kalian. Davin sudah memutuskan untuk menepatin rumah itu, sekarang terserah kau, mau tinggal disini atau tinggal di rumah itu ? kau tidak usah kuatir, Kakek tetap sayang pada kau.“
“Rumah ya dimana?“ tanya Evan.
***
“Kenapa gak besok aja sih...” kata Rut pada Sella yang sedang berkemas.
“Gua gak enak sama Tante, nanti dipikirnya gua main-main. Nanti kalau ketemu Nata salam aja dari gue.”
Rut mengangguk.
“Gua sayang pada kalian?” lalu memeluk Rut.
“Walaupun loe sibuk kerja dan kuliah disana, jangan lupa nelpon kami ya.”
“Iya, gua janji.”
***
Pak Budi mengatar Evan dan Nata kerumah yang dimaksud Kakek. Sebuah rumah perumahan, tak begitu besar seperti rumah Kakek namun cukuplah untuk tinggal mereka berdua. Rumah itu berlantai dua, lantai dua hanya berisi 2 kamar dan lantai satu berisi dapur, ruang tamu dan ruang keluarga. Namun yang mengutungkan rumah itu tak jauh dari kampus Evan dan kampus Nata nantinya.
Mereka berdua masuk ke dalam rumah sambil membawa koper berisi pakaian mereka, “Jadilah,” kata Evan melihat keadaan rumah.
Nata duduk disofa, “bulan ini loe wisudah kan?.”
“Rabu Depan.”
“Jadi sudah yang biasanya sebelum wisudah mengajak pasangan ya?.”
“Sudah.”
“Loe gajak siapa?.”
“Gua gak gajak siapa-siapa cumak memperkenalkan namanya aja.”
“Gua?.”
“Sindy.”
“Oh... jadi pas wisudah nanti gua gak usah datang ya.”
“Apa!.”
“Kan yang loe kenalkan bukan gua, Sindy. Loe ajak aja Sindy.”
“Jangan lagi deh…”
“Loe kira gua pikirin,” lalu ke lantai 2 masuk ke dalam kamar paling ujung berhadapan dengan ruang makan dan di bawahnya dapur. Nata keluar lagi, “malam ini gua mau tidur sendiri,” lalu masuk kembali.
“Apa! Loe pikir gua mau tidur sama loe, tubuh loe tuh gak bangus-bangus banget tahu,” lalu masuk ke kamar yang kedua yang sama besar dengan kamar Nata yang berada di bawah ruang tengah.
***
“Sudah lama nunggu?” tanya Perdi yang baru tiba di cave.
“Ya lumayan,” jawab sindy sambil meminum jus yang pesannya dari tadi.
“Ada apa?” sambil duduk.
“Ada yang ingin gua katakan sama kakak.”
“Apa?” lalu mengeluarkan rokok dari sakunya.
“Kakak masih merokok?.”
“Kau kan tahu aku gak bisa lepas dari rokok.”
“Apa gak bisa demi gua untuk tidak merokok lagi.”
“Apa yang ingin kau katakan?.”
“Aku mencintain kakak,” ucap Nata ragu-ragu.
Perdi tak jadi merokok, “Jangan bercanda.”
“Gua gak bercanda. Gua membatalkan perjodohan untuk kakak, gua mencintain kakak dari dulu.”
Perdi terdiam sejenak, “aku menyukain wanita lain.”
“Siapa?.”
“Nata.”
“Apa! Tapi khan dia sudah menikah.”
“Aku tahu. menyukain seseorang gak bisa dipaksakan khan.”
“Kapan Kakak mulai suka pada Nata?” menutupin kesedihannya.
“Waktu di Bali, aku langsung suka padanya. Dan berharap bertemu kembali. Ternyata pertemuan kami kedua buat aku patah hati hmmm...” kecewa Perdi. “Naafkan aku. Aku hanya mengganggapmu sebagai adik.”
“Gua Gak mau jadi adik,” sambil berdiri, “Gua pulang duluan,” lalu pergi.
Perdi tersenyum sambil melajutkan merokok lagi.
***
Evan keluar dari kamar langsung kemeja makan, dilihatnya makan malam sudah tersediah. “Loe bisa masak juga,” melihat Ayam goreng dan tumis kangkung.
“Kalau gak bisa masak bukan cewek namanya,” sambil memberikan piring berisi nasi kepada Evan.
“Jadi kita gak perluh pembantu khan...?” bercanda Evan.
“Enak aja.” lalu menikmatin makan malam mereka. Tak lama kemudian. “Gak usahlah.”
“Apa?.”
“Pembantu. Dari pada loe kasih uang itu ke orang lain lebih baik loe kasih ke gue.”
“Terserah loe. Tapi gua gak suka lihat rumah berantakkan dan kotor terutama kamarku. Dan aku juga gak suka melihat baju gua numpuk, jadi harus setiap hari loe cuci dan sarapan pagi harus siap sebelum aku bangun dan....”
“Stop...!! emang ya loe mau gaji gue berapa? Dan loe gaji gue pakai apa?! Loe kan belum kerja!,” kesal Nata.
“Loe gak usah kuatir, gua pastih gaji loe. Besok gua sudah mulai kerja di perusahaan menggantikan Tante sebangai derektur.”
“Kalau gitu gaji gue 70% dan sisanya untuk loe.“
“Loe gila ! itu lebih dari setengah gaji gue!” berhenti makan.
“Loe pikir kebutuhan rumah ini tidak banyak, gua harus beli gula, kopi. Gula, the, sambut, lauk,…”
“Dan ke salon.”
“Tulll... gua harus sering perawatan, karna setiap hari gua harus membersihkan rumah ini khan.”
“Terserah loe aja, asal rumah ini beres aja.”
“Ok bos.”
“Nanti gue buat rekening untuk loe.”
“Tenyata enak juga jadi istri orang kaya,” Nata tersenyum lebar sambil melajutkan makan malamnya yang tertunda sesaat.
“Apa”.
Nata hanya tersenyum sendiri.
***

Nata langsung tersenyum yang ditahannya melihat Evan keluar dari kamar memakai satu stel jas dan celana berwarna kebiruan.
“Ada yang lucu?” Tanya Evan.
“Gak ada,” yang masih menahan ketawanya.
Lalu duduk di meja makan, “Ini ikan yang semalam?” Tanya Evan melihat menu sama seperti semalam kecuali tumis kangkung sudah tidak ada lagi.
“Sayang di buang,” yang masih mengepel lantai.
“Gua gak suka makan sisa.”
“Khan sayang di buang.”
“Gua mau nasi goreng aja.”
“Loe ini banyak tingkah banget!,” kesal Nata.
“Buatin!.”
“Iya...” lalu kedapur untuk masak nasi goreng. Tak lama kemudian nasi goreng siap, Nata langsung membawanya ke meja makan yang sebelumnya diletakkan di piring dulu, “Ini.”
“Gitu dong...” lalu mulai sarapan. Evan melihat Nata melajutkan mengepelnya. “Loe gak sarapan ?.“
“Nanti aja kalau sudah selesai.“
“Satu hal yang loe harus tahu, kalau gue makan loe harus temenin.“
“Loe cerewet banget sih...“
“Apa!“
“Gua  malas mengulang kata-kata gua,“ lalu duduk di meja makan menikmatin sarapan pagi bersama Evan.

Setelah selesai membereskan rumah, Nata pergi ke cave. Kedatangan Nata di sambut oleh temen-temen dan menejer cave, setelah semua temen mengucapkan selamat pada Nata. Nata duduk bersama Rut didapur.
“Kenapa gak memberitahu gue,” Kata Nata baru tahu Sella sudah berangkat ke Bali kemarin.
“Dia cumak nitip salam aja ke loe. Lina kapan berangkat?.”
“Kalau gak salah sekarang.”
“Kita tidak mengatarnya ke bandara.”
“Gua  ke sini untuk mengajak loe. Kita langsung aja ke Bandara.”
“Kalau gitu gua ganti baju dulu,” langsung ke ruang ganti, tak lama kemudia Rut sudah selesai ganti baji, “Yuk...”
Ketika sedang menunggu taxi, sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di depan mereka, kaca mobil terbuka, “Hai...” sapa cowok dalam mobil.
“Kak Perdi,” kata Nata.
“Siapa Nat?” tanya Rut yang tak pernah melihat Perdi.
“Cowok yang gua ceritakan itu,” dengan nada pelat.
“Mau kemana?” tanya Perdi.
“Ke bandara.”
“Mau aku antar.”
“Gak usah kak, nanti merepotkan.”
“Gaklah, ayo.”
Nata dan Rut pun masuk kedalam mobil, Nata duduk didepan bersama Perdi sedangkan Rut duduk di belakang.
“Memangnya siapa yang mau berangkat?” tanya Perdi sambil menyetir mobil kearah bandara.
“Kak Davin.“
“Davin kakaknya Evan khan ?.“
“Kakak kenal dengan kak Davin ?.“
“Aku satu kampus dengannya dulu.“
“Temen dong...“ sambung Rut dari belakang.
“Mungkin bisa dibilang gitu”.

Setiba di bandara, mereka langsung turun dari mobil, segera mencari Lina dan Davin. “Nat...”
Nata dan Rut mencari letak suara itu, setelah menemukan orang yang memanggilnya, mereka mendekatinnya, “Belum berangkat?” tanya Nata.
“Sebentar lagi,” jawab Lina.
“Mana Ratna?” tanya Rut.
“Dia bersama Evan membeli minuman,” jawab Davin, “lama tak bertermu” sambil bersalaman dengan Perdi.
“Aku tak nyangkah kau sudah nikah malah sudah punya anak,” goda Pedi.
“Kau kapan.”
“Belum ada yang mau.”
“Masa gak ada yang cocok.”
“Ada sih yang cocok cumak dia sudah jadi milik orang lain.”
“Cari yang lain dong...”
“Nanti aku coba.”
Nata melihat Evan datang, “Loe gak kerja?” tanya Nata pada Evan.
Evan memberika Ratna pada Lina dan minuman pada Davin. Tak lama kemudian panggilan untuk menaikkin pesawat sudah berbunyi, Lina dan Evan setelah besalaman dan berpelukkan barulah masuk kedalam.
Evan memengang tangan Nata, “kami pulang duluan,” lalu menari Nata ke mobil kemudian pergi meninggalkan bandara.
Diperjalanan Evan tak gomong satu kata pun, dengan ragu-ragu Nata membuka obrolan, “Mobil Baru?,” tanya Nata. Namun Evan tak menjawab pertanyaan Nata, dia tetap menyetir mobil. Sesampai di rumah Nata turun dari mobil, Evan langsung tancap gas, tanpa satu kata pun. “Kenapa sih dia!” kesal Nata, lalu masuk kedalam rumah.
***
Ketika pukul 7, Evan baru pulang. “Dari mana ?“ tanya Nata.
“Dari kerjalah.“ sambil duduk dimeja makan, “tadi siang loe kok bisa bersama kak Perdi.”
“Waktu jemput Nata di lestoran, kami bertemu dijalan. Dia nawarkan tumpangan...“
“Loe langsung mau ?.“
“Kenapa sih...“
Suasana terhening sejenak. Evan memberika ATM pada Nata, “Ini.“
Nata melihat yang di berikan Evan ATM, “makasih.“
“Loe gak usah lagi kerja di cave. Sekarang loe siapkan diri aja untuk kuliah.“
“Gua ragu untuk kuliah.“
“Maksud loe ?.“
“Bagaimana kalau uang kuliah gue digunakan untuk buat salon aja, nanti keuntungannya bisa bagi dua deh...“
“Apa gak Bangrut ?.“
“Apa !?.“
“Loe yang bukak loe juga yang habisin.“
“Apa!.“
***

Nata langsung membuka pintu kamar Evan tanpa mengetuknya, “Ahhhh..... !!!!“ Nata Dan Evan saling berteriak.
“Kalau masuk ketuk pintu!“ marah Evan sambil memakai celana.
“Gua pikir loe masih tidur,“ yang masih membalikkan tubuh kearah pintu, “sudah lum ?.“
“Sudah.“
Nata membalikkan tubuhnya, “Cari apa ?“ tanya Nata melihat Evan sibuk sedang mencari sesuatu.
“Jam,“ lalu masuk kekamar mandi.
Tiba-tiba hp Evan berbunyi, Nata langsung menggangkat telepon, “Halo...“
“Halo, Ini Nata ya, bisa bicara dengan Evan,“ kata Sindy.
“Dia lagi dikamar mandi.“
“Siapa?“ tanya Evan baru keluar dari kamar mandi sambil memakai jam dilengannya.
“Sindy,“ sambil memberikan hp pada Evan.
“Halo...” kata Evan.
“Gua ingin ketemu loe.”
“Dimana loe sekarang.”
“Dicave.”
“Tunggu disana.” Evan mengambil jas di tempat tidur. Baru Evan membuka pintu kamar Nata memengang tangannya, “Loe mau kemana?.”
“Sindy membutuhkanku,” lalu melepaskan tangannya kemudian keluar dari kamar.
“Gue juga membutuhkan loe”.
“Jangan seperti anak kecil,” Evan meninggalkan rumah. Nata sedih melihat Evan yang memilih Sindy di bandingkan dirinya.

Sesampai dicave, Evan melihat Sindy sudah terlihat sangat mabuk sampai-sampai tak sadarkan diri, langsung diangkatnya Sindy kedalam mobil, lalu mengatarnya pulang.
Sekitar 3 jam lebih Sindy tak sadarkan diri. Sindy melihat Evan duduk di sofa dikamarnya, “sudah berapa lama gua gak sadarkan diri?” Tanya Sindy.
“Sekitar 3 jam. Ada apa? Ada masalah?.”
“Apa Kak Perdi pernah bertemu dengan Nata?.”
“Kemarin mereka bertemu. Ada apa?.”
“Kak Perdi menyukain Nata.”
“Apa!.”
***
Nata pergi ke moll untuk bebelanja, isi keranjang sudah penuh dengan kebutuhan rumah tangga dari sabun sampai lauk pauk untuk sebulan. Tiba-tiba tak segaja Nata menabrak seseorang, “Maaf, gak segaja,” sambil membantu mengambil barang-barang cowok itu yang berserakkan. “Kak Perdi.”
“Nata.”

Mereka pergi ke cave yang berada di moll, “Ternyata kakak hobby juga bebelanja,” puji Nata.
“Maklumlah aku tinggal sendirian.”
“Kalau gitu cepat-cepat dong kak cari istri. Kakak suka tipe cewek yang bagaimana, nanti gua bantu deh.“
“Apa.“
***
Tante mendekatin Kakek yang sedang melamun di teras belakang rumah. “Ayah melamunkan apa?.”
Kakek menolek kebelakang, “Rumah ini mulai sepi.”
“Kalau Ayah rindu, Ayah kan bisa kesana.”
“Besok Ayah ginap disana, lalu lusanya ke Bandung.”
“Terserah Ayah aja.”
***
Hari sudah sore, Nata diantar Perdi pulang. Nata melihat mobil Evan sudah terpakir didepan rumah, “Mampir kak,” setelah keluar dari mobil.
“Kapan-kapan aja, permisih.”
Nata menggangguk. Setelah Perdi pergi Nata baru masuk kedalam rumah dengan membawah belanjaan 2 kantong besar. Nata melihat Evan duduk di meja makan, “Sudah lama loe pulang?” Tanya Nata sambil meletakkan belanjaan di atas meja.
“Siapa yang mengatar loe?.”
“Kak Perdi.”
“Loe janjian dengan kak Perdi?.”
“Enggak. Tadi di moll kami gak segaja bertemu.”
“Jangan bohong!.”
“Kalau gak percaya ya sudah.” Sambil meletakkan makanan dan minuman kedalam kulkas.
“Lu suka sama kak Perdi?.”
Nata menolek ke Evan, “Loe cemburuh ya…” goda Nata tersenyum lebar.
“Aneh kalau gue cemburuh.”
“Loe jelek kalau cemburuh,” Nata yang mengira Evan bercanda.
“Gue mau makan.”
“Tapi gue belum masak.”
“Cepat masak!.”
“Iya cerewet!.” Lalu Nata mulai masak.
***
 Dalam kamar Nata tersenyum mengingat kata-kata Evan padanya Aneh kalau gue cemburuh, berkali-kali senyuman di wajah Nata apa dia mulai suka sama gua ya... kata Nata dalam hatinya.

Sedangkan di kamar sebelahnya Evan binggung kenapa dia mengatakan kata-kata itu pada Nata, “Gak mungkin gua jatuh cinta padanya,” kata Evan yang masih tak percaya dengan perasaannya sendiri.
***

“Riiiinggg....” bunyi telepon berbunyi kencang, Evan yang dekat dengan telepon langsung menggangkat telepon, “Halo...” Setelah agak lama gobrol, Evan kembali menutup telepon.
“Dari siapa?” Tanya Nata yang baru mengepel dari lantai dua.
“Hari ini Kakek datang.”
“Bangus dong.”
“Kakek mau menginap disini.”
“O... Apa!!,” kaget Nata.
Karena sebentar lagi Kakek dan tante akan datang, Evan terpaksa gak kerja hari ini, ia membantu Nata memidahkan pakaian Nata ke kamarnya, sedangkan Nata memarapikan kamarnya untuk kamar Kakek nanti malam.

Beberapa jam kemudian Kakek datang bersama Tante. Kedatangan mereka disambut hangat oleh Nata dan Evan.
“Kau gak kerja hari ini?” tanya Kakek pada Evan.
“Tadi Evan mebenerin genteng rumah yang bocor,” alas an Nata.”
“Apa.”
Nata langsung mengijak kaki Evan.
“Auhh…”
“Ada apa Van?” Tanya Tante.
“Gak apa-apa,” jawab Eva. Kakek dan Tante keruangan tengah. Tiba-tiba hp Evan berbunyi dari sakunya, langsung diangkatnya, “Halo...” setelah selesai menerima telepon Evan masuk kamar, tak lama kemudian keluar dengan pakaian rapi.
“Mau kemana?” tanya Nata yang sudah berdiri didepan pintu kamar.
“Ada kerjaan,” jawab Evan.
“Loe bohong. Loe mau ke rumah Sindy khan...”
“Sindy membutuhkan gua.”
“Tapi gua juga membutuhkan loe,” dengan nada pelat.
“Apa?!.”
“Maksud gua, Kakek dan Tante lagi ada dirumah, nanti apa penilaian mereka.”
“Gua sebentar,” lalu pergi.
Setelah terdengar suara mobil semakin jauh semakin tak terdengar lagi, barulah Nata turun keruangan tengah.
“Kemana Evan?” tanya Kakek.
“Ada urusan sebentar.”
***
Pembantu langsung membuka pintu, “Tuan.”
“Mana Sindy?” tanya Evan.
“Dikamar Tuan, nona demam.”
Evan langsung ke kamar Sindy, dilihatnya Sindy tertidur lemas di atas kasur.
“Loe sudah datang?” kata Sindy dengan pelat.
“Ya,” lalu mendekatin Sindy.
“Loe tak melupakan janji loe khan...”
Evan terdiam.
“Van…”
“Lalu gapain gue kemari.”
Sindy memengang tangan Evan, “Loe akan nemenin gue khan…”
Evan menggangguk.
***
Jam sudah menuju pukul 10 malam, namun Evan belum juga pulang dari pagi. Kakek sudah tidur dari tadi, sedangkan Nata menunggu Evan diteras, hp yang di penggangnya dari tadi hanya di mainkannya saja dari tadi, berharap Evan menelponnya. 
Ketika pukul 10 lewat, mobil berhenti didepan rumah. Evan keluar dari mobil, dilihatnya Nata tertidur di teras anak tangga. Evan mendekatin Nata, “bangun,” sambil mengoyangkan tubuh Nata.
Nata berkali-kali mengucak matanya, “Kau sudah pulang,” jawab Nata yang matanya berusaha untuk dibukanya tapi karna rasa gantuknya mata pun berkali-kali tertutup.
“Kenapa tidur disini?.”
“Gua gantuk banget,” sambil berdiri.
Evan langsung mengangkat tubuh Nata, Nata yang sudah gantuk sekali tidak sadar kalau dirinya digendong Evan. Setelah menidurkan Nata ditempat tidur, Evan ganti baju dan lalu segera tidur.
***

Seperti biasa Nata harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan pagi sebelum Evan bangun. Dilihatnya Evan yang tidur disampingnya masih tertidur. Pelat-pelat Nata keluar dari kamar, lalu segera memasak.  Tak lama kemudian, “Masak apa loe?” tanya Evan melihat Nata memasak.
Nata menolek kebelakang, “Nasi goreng. Tumbet loe bangun cepat?.”
“Loe berisik banget.”
Nata menujukkan wajah cemberutnya, “tadi malam loe gangkat gua ya?.”
“Gak,” lalu duduk di meja makan.
“Jadi siapa memidahin gua kekamar ya??.”
“Tuyul kali.”
“Enak aja.” Tiba-tiba hp Nata berbunyi yang diletaknya tak jauh dari kompor, langsung diangkatnya, “Halo...”
“Halo... ini Nata khan...?.”
“Ada apa Kak?” tanya Nata yang sudah tahu yang menelpon dari layar hp.
“Kita bisa ketemu?.”
“Ketemu. Kapan?.”
“Kapan kau ada waktu?.”
Evan lansung merapas hp dari tangan Nata, “Maaf Kak, Nata gak bisa keluar hari ini, kami mau berjalan berdua hari ini.”
“Tak apa-apa, mungkin lain kali.”
”Dan tolong jengguk sindy, dia lagi sakit,” Evan langsung mematikan panggilan itu, lalu memberikan pada Nata.
“Loe apaan sih…” betek Nata. Lalu menelpon Perdi.
Evan langsung merapas hp dari tangan Nata lagi, ”loe mau hubungin dia lagi.”
”Loe kenapa sih... ” yang mau merebut hp dari Evan.
”Sepertinya nanti aja Kakek turun,” kata Kakek yang melihat Nata dan Evan berpelukkan padahal hp Nata disembunyikan Evan sebab itulah seperti Nata memeluk Evan.
Nata langsung melepaskan pelukkannya, ”Kakek duduk aja, sudah siap kok sarapannya,” malu Nata.
Lalu Kakek Duduk.
Evan memberikan hp ke Nata lagi, ”Jangan nelpon dia lagi.”
”Cerewet!.”
***
Sindy melihat mobil yang tak asing berhenti didepan rumahnya. Sindy melihat Perdi dalam mobil itu, “Kak Perdi.”
Lalu mereka ke cave, “kata Evan kau sakit,” Tanya Perdi.
“Jadi kalau gua sakit baru kakak nemuin gua. Kalau gitu gua mau sakit aja.”
Perdi tersenyum lebar, “orang ingin sehat, kau ingin sakit.”
“Kakak sih kuatirnya kalau gua sakit aja.”
Perdi tersenyum lagi.
***
Setelah Evan dan kakek pergi, Nata masuk kedalam rumah yang berniat mau membereskan meja makan. Dilihatnya ada udangan diatas meja, lalu membaca isi udangan itu. Sambil membereskan rumah Nata menunggu Evan pulang.
Dua jam pun berlalu, Evan baru pulang dari mengatar Kakek. “Loe lupa memberikan udangan ini Pada Kakek,” kata Nata menyambut kedatangan Evan.
Evan langsung duduk di sopa, “memang loe gak mau datang?.”
”Gua di undang ?” lalu duduk dekat Evan.
”Asal loe gak malu-maluin aja besok.” Terdiam sejenak. ”Kalau gua dapat nilai bagus, loe mau menghadiakan gue apa?.”
”Gua gak ada uang untuk membeli hadiah.”
“Gua gak butuh hadiah.”
“Lalu?.”
“Gimana kalau ciuman?.”
“Apa!,” Nata mulai pucat.
“Ha…ha…ha…” Evan tertawa lepas, “loe lucu seperti itu ha…ha…”
Wajah Nata memerah karna malu. Nata bangkit dari duduknya.
“Mau kemana?.”
“Pidahin barang-barang gue kekamar sebelah.”
“Emang loe gak suka tidur dengan suami loe?.”
“Apaan sih loe,” malu Nata.
Evan memeluk Nata. Nata membiarkan Evan memeluknya.

Setelah cuci piring, Nata masuk kekamar untuk segera tidur. “Loe sedang apa?” tanyanya melihat Evan sedang merapikan pakain yang akan dipakaiannya besok.
“Mana yang bangus?” sanbil menujul 2 stel jas berwarna coklat dan hitam.
“Hitam.”
“Loe mau tidur, tidur aja duluan,” yang masih memilih.
“Van. Kalau loe bisa memilih antara gua dan Sindy, siapa yang kau pilih?” ragu-ragu Nata.
Evan menatap Nata, “Gua gak suka pertanyaan loe!” lalu memasukkan pakaian yang tak dipakainnya besok ke lemari.
“Kalau… suatu hari nanti loe mulai mencintain gue, loe bilang ya ke gue,” Nata menidurkan tubuhnya ke tempat tidur, tak lama kemudian terlelap.
Sedangkan Evan hanya diam terpaku di depan jedelah kamar sambil melihat Nata tertidur lelap, Gua harus bias memilih, kata Evan dalam hatinya.
***

Nata yang sedang memasak di dapur, tiba-tiba terdengar suara mobil dari depan rumah. Nata langsung berlari keluar, “Evan!!!” panggil Nata. Namun mobil tetap tancap gas. “Mau kemana sih pagi-pagi sekali,” lalu kembali masuk. Nata mengambil hpnya langsung menghubungin no Evan, tak lama kemudian tersambung, “Halo... loe mau kemana pagi-pagi gini?.”
“Nanti loe langsung aja ke gedung, kita bertemu di sana aja,” jawab Evan langsung mematikan telepon.
“Seenaknya mematikan telepon!” kesal Nata.
***
“Apa perluh aku carikan pemain yang baru?” kata pak Iwan pencari bakat.
Perdi melihat-lihat naskah di meja kerjanya untuk segera dibuat filem namun belum ada yang cocok peran utama untuk wanitanya.
“Apa Bos ada usul?.”
Perdi tersenyum lebar, “Sepertinya dia cocok.”
“Siapa Bos.”
Perdi menolek ke pak Iwan, “Nanti aku kasih kabar.”
“Baiklah kalau gitu,” lalu keluar dari ruangan Perdi.
Perdi langsung menghubungin Nata, tak lama kemudian tersambung, “Halo...” setelah membuat janji pada Nata untuk ketemuan hari ini. Perdi lansung pergi ke tempat Nata sekarang berada.

“Kak...” panggil Nata.
Perdi menolek ke arah Nata yang sedang didadanin oleh pelayan salon. Setelah selesai, mereka berdua pergi ke lestoran tak jauh dari salon.
“Sepertinya kau mau pergi ke acara. Acara apa?” melihat penapilan Nata yang cantik.
“Evan wisuda hari ini. Ada apa kak?.”
“Jam berapa wisuda ya?.”
“Satu jam lagi.”
“Kalau gitu, bagaimana kalau besok aja kita bertemu lagi?.”
“Dimana?.”
“Di sini jam 10.”
“Ok,” sambil bangkit.
“Mau aku antar.”
“Tapi kakak gak bisa masuk.”
“Cumak gantar.”
“Ok.”

Setiba di gedung, Nata langsung keluar dari mobil sampai-sampai lupa mengucapkan terimah kasih pada Perdi. Nata mendekatin Kakek, Tante dan Sindy yang menunggunya, “Maaf menunggu,” kata Nata sambil memadang ke Sindy.
“Ayo masuk,” kata Kakek.
Setelah duduk di salah satu kursi untuk tamu udangan, Sindy segaja duduk disebelah Nata. “Yang tadi mengatar loe itu kak Perdi khan?.”
“Iya.”
“Loe sepertinya dekat banget dengannya?.”
“Biasa aja.”
Belum lama acara dibuka. Nama Evan sudah di panggil untuk urutan keenam. Juruh foto yang dipesan kakek segera memfoto Evan berkali-kali. Beberapa jam kemudian acara wisuda sudah berakhir, sekarang giliran keluaga berfoto. Dari Evan dengan Nata, lalu Evan dengan Sindy, lalu dengan Tante dan Kakek dan berfoto bersama-sama. Setelah selesai berfoto-foto, mereka segera pulang.
“Loe bersama Tante dan Kakek aja ya. Gua mau antar Sindy dulu,” kata Evan langsung masuk kedalam mobil, sedangkan Sindy sudah menunggu di dalam mobil, lalu pergi.
“Ayo sayang,” ajak Tante.
***
Setiba dirumah, sindy langsung turun dari mobi, “Gak mau mampir?” ajak Sindy.
“Lain kali aja,” kata Evan yang segata tidak mematikan mesin mobil.
“Tadi Nata di antar oleh Perdi ke gedung.”
“Apa!.”
***
Nata langsung mengganti pakaiannya, dan mau menyiapkan makan malam. Ketika sedang mengiris bawang untuk menumis sayuran, terdengar dari luar suara mobil berhenti.
Tak lama kemudia, Evan mendekatin Nata di dapur. “Tadi loe di antar kak Perdi.”
“Iya,” tanpa melihat Evan.
“Gua menyuruh loe pergi sendiri bukan berarti loe harus pergi dengannya!!” marah Evan. “Loe jangan nemuin dia lagi!!.”
Nata menatap Evan, “Apa pernah gua larang loe nemuin Sindy? Gak khan... jadi jangan sekali-kali loe melarang gue untuk bertemu kak Perdi!!” kesal Nata.
“Apa!.”
Nata kembali mengiris bawang putih, tiba-tiba Nata tak segaja mengiris jarinya, “Auhh...” Evan yang melihat tangan Nata berdarah langsung memasukkan tangan Nata ke mulutnya. Nata langsung menarik tangannya karena masih marah dengan Evan.

Karna tangan Nata terluka, Evan pun mau masak untuk makan malam mereka berdua. “Enakkan?” tanya Evan yang membuat cincau untuk makan malam mereka.
“Enak.” Puji Nata. “Loe belajar dari mana?.”
“Dari temen. Sekarang dia jadi koki di hotel ternama di Prancis.”
“Loe belajar masakkan apa lagi.”
“Gua malas masak, jadi cumak ini yang bisa gua masak.”
“Sudah terlihat kok.”
“Apa.”
“Kapan-kapam loe masak lagi ya.”
“Malas...”
“Pemalas.”
“Biarin.
***


Bersambung

1 komentar :