***
Semua mahasiswa disuruh
pulang dan untuk sementara waktu diliburkan selama sehari untuk tidak menganggu
pemeriksaan yang dilakukan pihak polisi di tempat kejadian.
Klara melihat Paris keluar
dari mobil yang terpakir didepan kampus, “haii…” sapa Klara pada Paris yang
melewatin dirinya.
Paris tak penduli sapaan
Klara padanya, dia terus melangkah
menuju ruangan Pak Rudi yang berada dilantai 3 ruangan paling ujung. Paris
melihat gambar tubuh yang sudah di gambar oleh polisi dan darah dari Pak Ruidi
masih belum dibersikan.
“Ada Pengacara Paris?”
tanya salah satu petugas yang sebelumnya sudah di telepon dari kantor polisi.
“Iya. Bagaimana tubuh
korban ditemukan?” tanya Paris.
“Menggelentang”.
“Jadi korban dipukul dari depan?”.
“Sepertinya Iya. Karna
terdapar luka di dahi sebelah kiri”.
“jadi memukulnya dari
sebelah kanan,” paris melihat pintu, “pintu sebelah kanan, jadi tersangka
langsung memukulnya”.
“Bisa juga dikirakan
seperti itu”.
“Selain Pak Prengky apa
ada orang lain yang datang menemuin korban?” tanya lagi Paris.
“Ada,” sambil membuka buku
catatannya, “tadi pagi jam 8 Pak Surya menemuin korban”.
Ayah Klara, kata Paris dalam hatinya.
“di TKP juga ditemukan
kayu. Diujung kayu terdapat darah, waktu
diperiksa darah itu milik korban. Dipekiran Kayu itu digunakan untuk membunuh
korban”.
***
Sudah tiga jam Klara
menunggu Paris keluar dari TKP. Klara melihat Keluar, langsung didekatin Paris,
“haii…” sapa Klara, namun Paris tetap cuek seakan tidak ada orang disampingnya,
“heii…” Klara berjalan mudur mengikutin Paris yang terus berjalan. Klara mengerakan tangnnya di depan wajah Paris. Tapi
paris tetap melangkah, “heiii…ahh…” sepatu Klara mengenain batu yang menojol ke
atas, Klara hampir jatuh karna batu ke itu, untunglah Paris langsung
memengang tangan Klara sehinnga Klara
tidak terjatuh. “haa…” legah Klara tidak jadi jatuh. Klara melihat tangan Paris
memengang tangannya.
Paris melepaskan
tangannya, “kau ingin celaka?!”.
“Siapa sih yang mau
celaka? Kalau aku tahu aku akan jatuh pastih aku sudah siap-siap dari tadi”.
“Hanya orang bodoh yang
berjalan mudur!”.
“Itukan karna kau yang
pura-pura tidak melihat!” kata Klara membelah diri.
“apa! kau…” menarik nafas,
“sudahlah… kau kenapa menungguku?!”.
“kau sedang apa di TKP?” tanya Klara.
“Itu bukan urusanmu?!”
melajutin langkahnya.
“Kau pengacara Pak Rudi
atau orang asing itu?”.
Paris menghentikan
langkahnya tanpa melihat Klara yang berada tak jauh dibelakangnya.
“Aku tidak menyangkah
orang asing itu pelakunya, karna dia tadi bertanya ruangan Pak Rudi padaku. Ini
pertama kali aku melihat korban pembunuhan”.
Paris menolek, “yang kau
sebut orang asing itu bukan pembunuhnya”.
“Kau tahu dari mana?”.
“Aku tahu siapa dia, dia
tak mungkin berani melakukannya,” lalu melajjutin langkahnya menuju mobil,
langsung masuklalu pergi dari kampus.
Klara kesal, “sudah
menunggu, bukan diantar pulang, malah langsung pergi!,” Klara melangkahkan
kakinya menuju gerban kampus untuk mencari taxi untuk pulang..
***
“Bagaimana keadaan Papa?”
tanya Paris pada Jenni melaluin hp.
“Sudah tenang. Kau tidak
usah kuatir,” kata Jenni.
“Papa tidak pernah
mengalamin masalah seperti ini”.
“Kau tidakl usah menguatirkan keadan Papa. Cari
saja buti Papa tidak bersalah”.
“aku tahu itu. Sudah
malam. Sampai jumpa di kantor besok,” lalu mematikan hp. Dilihatnya pemadangan
luar apartemen dari blangkon.
***
Klara melihat Bunda masuk
kekamarnya, “ada apa Bunda? Ayah masih marah?”.
Bunda membaringkan
tubuhnya di atas kasur, “tidak. Ayah tidak marah lagi dengan Bunda”.
“Lalu kenapa Bunda tidur
disini lagi?”.
“Bunda takut”.
“Takut apa?”.
“Seharian ini Ayah
kelihatan murung. Bunda lebih takut melihat Ayahmu murung dari pada marah-marah”.
“Kenapa Ayah murung? Apa
ada masalah di kantor?”.
“Tidak tahu, Ayahmu tidak
mau cerita”.
Klara membaringkan tubunya
di sebelah Bunda, “tidak apalah Bunda tidur disini, kita kan jarang-jarang
tidur bersama,” manja Klara sambil memeluk Bunda.
“Sayang…”
***
Pagi-pagi sekali Klara
segaja datang ke apartemen untuk
menemuin Paris, “tok…tok…tok…” tak lama Klara mengetuk pintu. Pintu terbuka,
“kau sedang apa disini?” melihat jam masih jam 7 pagi.
“Mau bertemumu?”.
“Ada apa?”.
“Bukannya kau pernah
mengatakan, Jika kau membutuhkan teman untuk bicara, membutuhkan sesuatu dan
pengacara yang baik, telepon aku, aku akan datang, kau ingat kata-kata itu?”.
“Masuklah,” kata Paris.
Klara masuk langsung ke
blangkon, “wahhh…. Ini pertama kali aku ke sini. Ternyata pemadangannya lebih
indah dari sini,” puji Klara melihat pemadangan apartemen dari blangkon, “kau
beli berapa apartemen ini? Apa masih ada yang kosong?” tanya Klara pada Paris
yang sedang duduk di kursi yang ada di
blangkon.
“Orang tuamu tahu kau
sering kesini?” tanya Paris tidak menjawab pertanyaan Klara membuka pertanyaan
baru.
“Gak sopan ditanya balik
tanya!” kesal Klara.
Paris tidak penduli
perkataan Klara, dia nikmatin secangkir
kopi yang dibuatnya sebelum Klara datang.
***
“Baru kali ini kau di
cuekin bebek oleh seorang pria,” kata Eka setelah mendenggar cerita Klara
padanya, “bukannya kau pernah bilang
pengacara pernah bilang suka padamu?”.
Klara menjatuhkan tubuhnya
di atas kasur, “mungkin Paris tidak ada lagi perasaan ke aku”.
“Sabar saja,” kata Eka
memberikan semangat pada temannya.
Hp Klara berbunyi, Klara
langsung mengangkatnya, “Halo Bunda…” yang tahu siapa yang menelpon dirinya.
“Ayah Klara… Ayahmu hu…”
kata Bunda sambil menanggis.
“Kenapa dengan Ayah!,”
panik Klara.
“Ayah ke kantor polisi
huhuhu…”.
“Apa!”.
Setelah mendenggar kabar
dari Bunda Klara langsung ke kantor ditemanin Eka. Mereka ke ruang pemeriksaan,
“Ayah…” panggil Klara pada Ayah yang sedang duduk di salah satu kursi sambil di tanya beberapa pertanyaan dari
petugas.
Ayah menolek, “Klara!”
kanget Ayah Kalra ada di kantor pilisi.
“Kenapa Ayahku di panggil
ke sini?” tanya Klara pada petugas.
“Ibu siapa?” tanya
petugas.
“Saya anaknyu. Apa
kesalahan Ayah saya?”.
“Kami mau bertanya
kedatangan Pak Surya pagi itu saat kejadiaan dan apa hubungan Pak Surya dengan
korban,” jawab petugas.
Klara mengingat kemarin
Klara bertemu Ayah keluar dari kampus dengan bergesa-gesa. Tak lama kemudian
Klara melihat Paris masuk keruangan bersama pria orang asing yang diduga
pembunuh Pak Rudi.
Klara dan Eka menunggu
diluar ruangan. Hampir 3 jam lamanya Klara dan Eka menunggu tapi yang keluar
hanya petugas yang bolak-balik masuk ruangan.
“”Pengacara itu tidak
memakai kalung itu lagi?” kata Eka yang tidak melihat kalung yang melingkar di
leher Paris tidak seperti waktu di rumah sakit ada kalung berliontin kelici
melingkar dileher Paris.
“Kalung? Kalung apa?”
tanya Klara.
“Kau tidak melihat kalung
yang dipakai Paris waktu di rumah
sakit?”.
Klara mengeleng, “memang
kenapa dengan kalungnya?”.
“Aneh saja cowok pakai kalung
berliontin kelinci”.
Klara kanget, “apa!
berliontin kelinci. Itu tidak mungkin!” yang mulai berpikir kalung yang
diberikan pada Luky 18 tahun yang lalu.
“Kenapa kau?” yang melihat
Klara gelisah.
Klara berusaha untuk
tersenyum, “ini pastih hanya kebetulan”.
“Maksudmu apa?”.
“18 tahun yang lalu aku
memberikan kalung berliontin kelinci pada Luky,” cerita Klara, “ini pastih
hanya kebetulan saja khan?”.
“Mungkin saja. nama mereka
saja berbeda. Tapi bisa saja Luky mengganti namanya”.
“Itu tidak mungkin. kalaupun
Luky kembali, dia pastih langsung menemuinku. Aku nyakit Paris bukan Luky, soal
kalung yang kau bilang itu pastih kebetulan saja,” nyakit Klara namun di
benaknya masih ada bimbang.
Tak lama kemudian Ayah
keluar dari ruangan. “Ayah… Ayah tidak apa-apa?” tanya Klara.
“Ya,” ajak Ayah.
Klara melihat Paris
bersama dengan Pak Prengky keluar dari ruangan, “wajar saja kau kemarin
membelah orang asing itu, kau pengacaranya,” ucap Klara pada Paris yang tak
jauh dari Ayah. “Ayo kita pulang Yah,” lalu keluar dari kantor polisi.
Paris hanya diam mendenggar kata-kata Klara padanya menatap
kepergiaanya dengan menggunakan mobilnya
yang dipakir.
"You know her?"tanya Papa, “he's smart and beautiful girl”.
Paris tersenyum mendenggar
perkataan Papa, "I'd love
it!".
"Yes ... it's a good girl. But why is she with
that guy? ".
"The man's father".
***
“Sayang….” Sambut Bunda
kedatangan Ayah dan Klara.
“Aku tidak apa-apa?” kata
Ayah sambil duduk di sofa. “kau dekat dengan Paris?” tanya Ayah pada Klara yang
juga duduk di sofa.
Bunda terkejut mendenggar
perkataan Ayah, “Ayah tahu dari mana?” kata Bunda dengan nada suara kecil.
“Iya. Kenapa Yah?”.
“Jauhin dia!”.
“Apa! kenapa? Apa salah
Paris?”.
“Jauhin Dia!!” marah Ayah.
“Kenapa kau marah-marah
pada Klara?!!” marah Bunda, “tidak salah Klara dekat dengan Paris!! Perjodohan
Klara dengan Rian juga sudah dibatalkan!! Mereka saling mencintain!”.
“Paris tidak mencintain
Klara!!” marah Aayah.
“Kau tahu dari mana!!”.
“Bunda Ayah,” kata Klara
menenangkan suasana.
“Aaahhh…” Ayah langsung
masuk kekamar, dengan membantik pintu.
“Ayahmu memang keras
kepala!” kesal Bunda.
“Bunda tidak pernah
semarah ini dengan Ayah,” heran melihat Bunda pertama kali menentang Ayah.
“Mulai sekarang Bunda akan
memebelahmu”.
Klara tersenyum, “trimah
kasih Bunda”.
***
“Dari hasil fisum korban
tewas sekitar jam 9, sedangkan Papa
datang pada jam 10.30. satu setengah jam dari kedatangan Papa korban sudah
terbunuh. Itu saja sudah membuktikan Papa tidak bersalah dan tidak ada motif Papa
untuk membunuh korban,” penjelasan Jenni, “sedangkan Pak Surya datang jam 8.
aku denggar hubungan Pak surya dengan korban kurang akur. Coba kau berpikir
untuk apa Pak Surya menemuin korban pagi-pagi?”.
“Aku tidak nyakit Pak
Surya pembunuhnya,” kata Paris.
“Kenapa? Apa karna Ayah
Klara? Bukannya sifat Pak Surya akan
melakukan apa pun untuk mencapai keinginannya”.
“Aku tidak tahu,” yang
mulai pusing memikirkan masalah ini.
“Kau sebenarnya mau
membuktikan Papa atau Ayah Klara yang tidak bersalah?? Kau tahu sendiri hanya
mereka berdua yang datang sebelum kejadian. Jika kau membantu membuktikan Ayah
Klara tidak bersalah, kau tahu kan akibatnya? Papa akan jadi tersangkah
pembunuhan. Walaupun kita membuktikan Papa tidak bersalah faktanya Papa ada di
tempat kejadian. Dan di kayu itu juga terdapat bekas telapak tangan Ayah”.
“Aku tidak mau
membahasnyya sekarang”.
“Lalu kapan? Sampai Papa
masuk penjara!?”.
“Diam!!” marah Paris, “aku
butuh sendiri,” kata Paris lalu pergi dari kantor.
***
“Aku tidak menyangka orang
tua Pak Paris membunuh Pak Rudi?” kata Benni.
“Jangan berpikir seperti
itu. Polisi kan belum menentukan
tersangka pembunuhan Pak Rudi,” kata Rian.
“Benar. Kita tidak boleh
berpikiran jelek pada Pak Paris,” sambung Erika.
“Tapi aku denggar dari
polisi, Pak Surya bisa juga jadi
tersangka pembunuhan Pak Rudi,” kata Joni.
“Pak Surya Ayahnya Ibu Klara?” tanya Benni.
“Iya. Katanya pagi-pagi
Pak Surya menemuin Pak Rudi, dan sempat ada yang mendenggar keributan didalam
ruangan Pak Rudi, tapi setelah Pak Surya keluar Pak Rudi tidak keluar lagi
sampai Pak prengky datang,” penjelasan Joni.
Klara yang mendenggar dari
balik pintu ruangan obrolan teman-teman satu ruangan tentang Ayahnya, langsung
berlari keluar menuju taman. “Ayah bukan
pelakunya!” kata Klara yang tak percaya yang didenggarnya.
***
Paris ke temapt TKP.
Dilihatnya setiap sudut ruangan berharap
ada bukti yang ditemukannya. “Siang pengacara?” sapa petugas pada Paris yang
sedang jongkok di depan gambar yang dibuat polisi tubuh korban saat ditemukan.
Paris menolek, “ada kabar
terbaru?”.
“Iya. Jam 8 Pak Surya
datang menemuin korban. Ada yang mendenggar ada keributan didalam ruangan.
Sejak Pak Surya keluar, korban tidak keluar lagi dari ruangan,” penjelasan
petugas.
“Jam berapa Pak Surya
keluar dari ruangan?”.
“Diperkirakan jam 9. dan
juga di kayu terdapat 2 cap tangan”.
Setelah mendenggar penjelasan petugas. Paris keluar dari Tkp
menuju mobilnya yang terpakir di depan kampus. dilihatnya Klara duduk di taman
sedang menanggis. Paris yang yang tak mau penduli, akhirnya penduli juga
melihat Klara yang terus menanggis, lalu mendekatin Klara. “Kenapa kau
menanggis?” tanya Paris.
Klara menolek, langsung
dihapusnya air mata di pipinya saat melihat Paris didepannya, “kau masih
penduli padaku?!”.
Paris duduk di sebelah
Klara,” kau memikirkan kasus yang
melibatkan Ayahmu?”.
“Mereka mengatakan Ayah
bisa jadi tersangka. A… aku tak percaya Ayah membunuh Pak Rudi”.
“Itu bisa saja terjadi”.
“Apa maksudmu?” Menatap
Paris, “kau mengira Ayahku memang membunuh Pak Rudi”.
“Jawabannya ada pada
Ayahmu. Bukannya mereka sempat bertengkar”.
“Kau mengatakan ini karna
ingin membelah klienmu khan?!!”.
“Tidak”.
“Lalu apa?”.
“Karna aku tahu dia bukan
pelakunya!”.
Klara berdiri,” kau tahu
dari mana?!! Memang kau ada di saat kejadian!!”.
Paris berdiri, “kau tidak
mengerti Klara!!”.
“Kau yang gak mengerti!!,”
marah Klara,” jika Pak prengky terbukti tidak bersalah, Ayahkulah tersangkah
utamanya. Iyakan?!” kata Klara menatap Paris.
“Iya”.
Klara menanggis, “apa kau
tidak bisa membuktikan Ayahku tidak bersalah”.
“Maafkan aku. Aku tidak
bisa”.
“Kenapa? Pak Prengky
membayarmu mahal. Berapa? Aku akan membayar 5 kali lipat dari Pak Prengky
membayarmu?!!”.
“Ini bukankarna uang!!”
marah Parisd.
“Lalu karna apa?!”.
“Pak Prengky adalah papaku!”.
“Apa!!” Klara terkejut
mendenggarnya.
“Aku tidak bisa
menghianatin orang tua yang sudah mengganggapku
seperti anak kandungnya sendiri,” kata Paris lalu pergi meninggalkan Klara.
Klara duduk kembali.
Tubuhnya gemetar. Air mata terus mengalir membasahin pipinya. Dibenaknya
terombang ambing anatara percaya dan tak percaya.
***
“Kasihan Ibu Klara dan Pak
Paris, mereka harus terlibat karna kasus orang tua mereka,” kata Erika.
“Kita juga mau membantu
mereka, kita tak bisa berbuat apa-apa,” kata Rian.
“Setidaknya kita beri mereka
semangat”.
“kau benar”.
“Besok aku akan ajak Ibu
Klara ngobrol”.
“Kalau bisa jangan bahas
hubungan mereka”.
“Iya”.
***
Bunda masuk kedalam kamar
Klara. Dilihatnya Klara termenung di atas kasur, “seharian kau tidak makan? Ayo
sayang kita makan?” rayu Bunda.
Klara menatap Bunda, “Bun.
Apa Ayah seorang penjahat?”.
“Apa yang kau katakan!!
Walaupun Ayahmu sering marah-marah tapi Ayah bukan penjahat!!” marah Bunda.
“Aku juga tidak percaya
Ayah seorang penjahat,” Klara menanggis, “Ayah tak akan mungkin melakukannya
kan Bun?”.
“Ayahmu bukan seperti itu
Klara,” Bunda menanggis langsung memeluk Klara.
“Aku binggung Bun…”.
Bunda menatap Klara,
dihapusnya air mata di pipi Klara, “kau tidak usah menanggis. Bunda nyakit
Ayahmu akan bebas dari tuduhan itu”.
***
Pagi-pagi sekali Klara ke
pemakaman Umum dengan membawa sekeranjang bunga berwarna-warni. Klara berhenti
disalah satu kuburan yang berada di bawah pohon besar. “hai Esa… lama tidak
bertemu,” sapa Klara pada kuburan Esa dihadapannya sambil menyiram bunga di
kuburan yang bawaknya, “mungin ini untuk kedua kalinya aku kesini,” lalu
tersenyum, “kau pastih marah padaku karna aku tidak pernah kesini, tapi aku
tetap adikmu khan,” lalu menanggis, “aku binggung harus cerita kesiapa lagi,”
diam sejenak, “kapan saja Ayah bisa menjadi tersangka pembunuhan. Kau pastih
juga gak percaya Ayah bisa melakukan itu, aku pun tak percaya, tapi bukti sudah
membuktikan Ayah pelakunya. Aku pusing memikirkannya,” diam sejenak,” aku
mengenal seorang pengacara, dia baik, pintar dan selalu ada untukku. Kau pastih
menyuruh aku mintak bantuan ke dia. Itu tidak bisa aku lakukan, karna dia pun
harus menolong Papanya. Tolong bantu aku untuk berpikir… tolong kak Esa…” Klara
terus menanggis. Setelah puas menanggis. Klara menghapus air mata dipipinya,”
aku mintak maaf pernah mempermaikan perasaan Kak Rian, suamimu. Aku baru sadar
suka dan menyukain itu sangat berbeda jauh saat dia jmenghilang perasaanku
sakit sekali. Tapi ketika bertemu lagi, dia masih bersikaf dingin padaku. Aku
rindu dengan Paris yang aku kenal dulu. O iya… soal Ibu Erika, kau pastih
sangat setuju hubungan mereka, sebelum kalian menikah Ibu Erika sudah menyukain
Kak Rian, dia wanita yang baik, dan sangat cocok sekali dengan Kak Rian,” kata
Klara panjang lebar. Klara melihat kuburan yang tak jauh dari kuburan Esa, “aku
ingat di sekitar pemakaman ini, Paman Budi juga dimakamkan. Aku mau kesana
dulu, nanti aku kembali lagi,” kata Klara lalu ke kuburan Pak Budi. “Pagi Kek,” sapa Klara Kakek yang sedang
membersihkan kuburan Budi.
“Pagi,” kakek itu membalas
sapaan Klara.
Klara melihat bunga melati
yang sangat segar di kuburan Budi, “bunga yang cantik,” Puji Klara, “Kakek yang
meletakkan bunga itu?”.
“Bukan non,” jawab Kakek,
“saya hanya diperintakan membersihkan kuburan ini saja”.
“Mak…sud Kakek, ada orang
yang menyuruh ka…kek untuk membersihkan kuburan Paman Budi?”.
“Iya”.
“Si…apa?”.
“Anak Pak Budi”.
“Luky?”.
“Bukan. Namanya bukan
Luky. Namanya Paris, Pengacara Paris”.
“Aoa!” kanget Klara, Klara
teringat kata-kata Eka padanya waktu di kantor polisi, Aneh saja cowok pakai kalung berliontin kelinci dan Tapi bisa saja Luky mengganti namanya,”Luky
mengganti namanya? Tidak mungkin,” Klara tidak percaya. Klara teringat saat
dirinya dan Paris bertemu tiba-tiba
dengan Bunda di lestoran.
“Namaku Paris Eriko Prengky. Panggil saja aku dengan Paris”.
“Pekerjaanmu?” tanya Bunda lagi.
“Aku seorang pengacara dan dosen”.
“Pekerjaan orang tuamu?”.
“Bunda….” Malu Klara pada Paris dengan Bunda yang banyak
bertanya pada Paris.
“Tidak apa-apa. kedua
orang tuaku sudah meninggal. Ayah meninggal waktu aku berumur 18 tahun dan tiga
tahun kemudian ibu meninggal. Aku diadopsi keluarga dari Amerika. Ayah
angkatku membuka perusahaan industri di
Amerika. Dan mama sebagai dokter di rumah sakit hospital city in Amerika”.”
“Kau anak angkat?”.
“Mereka mengganggap aku sebagai anak mereka sendiri, mungkin
karna aku menggatikan anaknya yang sudah meninggal”.
“Umurmu berapa?”.
“Aku lebih tua 3 tahun dari Klara Ibu”.
“Luky juga umurnya 3 tahun
lebih tua dariku,” yang masih pusing memikirkannya. Klara teringat sat dirinya
bertanya tentang Paris di Cave Citra.
“Kenapa kau tidak pernah cerita kau berasal dari Amerika?”
tanya Klara ke inti bicara.
Paris menatap Klara, “memang kau pernah bertanya?” balik tanya
Paris, “dan aku rasa itu juga tidak penting. Kau sudah tahu namaku, alamatku,
pekerjaanku, sifatku kau mau tahu apa lagi? Makanan kesukaanku stik dan minuman
kopi. Apa lagi yang ingin kau tahu tentang aku?”.
“Hahhh… aku juga binggung,” kata Klara sambil tersenyum.
“Tanya saja, aku akan jawab”.
Klara menatap paris. “kenapa kau mengelutin 3 profesi
sekaligus?”.
“Karna aku menyukainnya”.
Benar juga”.
“Apa lagi?”.
“Sewaktu aku di culik, kau ada di tanah kosong itu?”.
“Ya”.
“Jadi luka itu karna menolongku?”.
“Iya”.
“Aku pikir, luka saat itu karna jatuh atau kau beratem sama
orang, bukan menolong aku,” menyesal Klara yang baru sadar, “kenapa kau tak
bilang ke aku?”.
“Karna kau tidak melihat aku”.
“Maksudmu karna aku tidak melihat, aku tak akan percaya dengan
ceritamu?!”.
“Kau mau bertanya apa lagi?”.
“Kau kenapa ke Indonesia? Bukannya jika kau berkaril di Amerka
lebih baik dari pada di Indonesia?”.
Paris diam sejenak, “karna… karna aku ingin lihat gadis yang
aku ingkar janjinya,” menatap Klara.
“Kau pastih sangat bersalah,” Klara menatap Paris, “apa kalian
sudah bertemu?”.
“Iya. Tapi aku masih tidak berani mengatakan sebenarnya. Aku
takut dia marah padaku,” kata Paris yang berusaha tidak menanggis di hadapan
Klara.
Klara melihat mata Paris berkaca-kaca, “kau pastih sangat
menderita dengan rasa bersalahmu itu”.
“Iya. Karna itulah aku datang ke Indonesia”.
“Seharusnya kau harus segera meminta maaf padanya. aku nyakit
dia pastih memaafkanmu jika mendenggar penjelasanmu,” sarat Klara.
“itu menurutmu?”.
“Lebih cepat lebih baik”.
Paris menatap kolam renang.
Klara menanggis, hahhh….”
“Nona kenapa?” tanya Kakek
tiba-tiba Klara menanggis.
“Paris itu Luky kek.
Kenapa aku tidak pernah sadar selama ini pangeranku selalu ada disekitarku,”
yang terus mengerti.
Walaupun Kakek tidak
mengerti Kakek tetap membujuk Klara untuk berhenti menanggis, “sabar…sabar
non…”.
***
Paris melihat Klara baru
tiba di kampus padahal sekarang sudah jam setengah tiga. Dilihatnya Klara
berjalan gemetar, dengan wajah pucat seperti menerima kabar berita yang mengejutkan diriny, “kau tidak
apa-apa?” tanya Paris kuatir.
Klara menatap Paris yang berdiri didepannya, “jangan pendulikan
aku,” lbaru satu langka tiba-tiba Klara tidak bisa mengibangin tubuhnya.
Paris langsung
menangkap tubuh Klara yang akan jatuh,
“kau sakit?”.
Klara mendorong Paris,
“pergilah!”.
Paris memengang tangan
Klara, “ada apa dengan kau!!” marah Paris.
Klara melihat tangan Paris
memengang tangannya, “hangat…” tak sadar
air mata jatuh di pipinya, “benar ini tangan Paris”.
“Apa maksudsmu?” yang tak
mengerti perkataan Klara, “Aku Paris”.
“Kau Paris? Kau memang
Paris, kau bukan Luky”.
Paris melepaskan
tangannya.
“Kau Paris atau Luky hu…”
yang bisa menahan masalah yang terus
menyerangnya. “katakan kau Paris atau Luky?!!” marah Klara.
“Paris dan Luky hanya satu
orang”.
Klara berusaha tersenyum,
“Trimah kasih… kau sudah berhasil membohongink”.
“Biar aku antar kau
pulang,” kuatir Paris melihat Klara.
“Tidak perluh. Aku masih
bisa pulang sendiri,” Klara melangkahkan kakinya ke gerbang kampus.
Paris memengang Klara,
“aku antar kau pulang,” lalu menarik Klara ke mobilnya, “masuklah…”.
Klara masuk kedalam mobil.
setelah Klara masuk barulah Paris masuk kedalam mobil kemudian menjalankan
mobil menuju rumah Klara. Diperjlanan Klara dan Paris tidak berkata apa-apa,
mereka saling diam dan tak saling melihat satu sama lain.
Ketika sampai dirumahpun
Klara langsung masuk tanpa melihat Paris yang memperhatikannya. Didalam rumah
Klara melihat Ayah sedang membaca Koran
hari ini. Klara duduk di sofa, “Ayah…”.
“Ada apa?” tanya Ayah
berhenti membaca, lalu meletakkan Koran di atas meja.
Klara melihat Koran di meja. Didalam Koran termuat foto
Ayah. Judul artikel Koran berita yang memuat foto Ayah HUBUNGAN KEMATIAN PAK SURYA DEREKTUR PERUSAHAAN JAYA DENGAN
PEMBUNUHAN PAK RUDI, “beritanya sudah dimuat?” Klara berusaha tersenyum.
“Besok kau buat surat
menguduran dirimu di kampus. kau lajutkan kuliahmu di Paris bersama Bunda
kalian menetap disana”.
“Kenapa Ayah berpikir
seperti itu?”.
“Mungkin besok Ayah akan
ditahan,” kata Ayah.
Klara berusaha tidak menanggis didepan Ayah, “jadi
Pak Rengky bukan pembunuhnya dan… Ayah membunuhnya”.
“Ayah tidak membunuhnya.
Nadinya masih terasa dan tak ada darah keluar dari kepalanya,” penjelasan Ayah.
“Maksud Ayah?”.
“Ayah memang bertengkar
dengan Pak Rudi karna kedekatan Pak Rudi dengan Bunda. Ayah hanya mendorongnya,
kepalanya mengenain meja, jadi dia tak sadarkan diri. Tapi sebelum Ayah pergi,
Ayah masih memeriksa nadinya masih berdetak dan kepalanya tidak mengeluarkan
darah sedikit pun. Ayah bersumpah tidak membunuhnya,” Ayah menanggis.
“Ayah…” Bunda ternyata mendenggar semua yang dikatakan Ayah dengan Klara.
“Bunda…” kanget Ayah dan
Klara.
Bunda memeluk Ayah,
“maafkan aku…”Bunda menanggis di pelukkan
Ayah.
“Seharusnya aku tidak
melakukan itu! Seharusnya aku tidak cemburu dan seharusnya aku percaya padamu,”
kata Ayah yang masih memeluk Bunda. Klara pun memeluk kedua orang tuannya.
***
"Papa proven innocent. Now Papa is only as a witness only," kata Paris memberikan kabar pada Papa dan Mama.
"Really. Thank goodness ..." kata Papa.
"While
this can not Daddy come
home to America, the police still want mintak description of Papa".
"Yes ... Papa understand. You are a child who can
be relied upon Papa, " kagum Papa.
"And ... I'm
sorry".
"For what is dear," kata Mama.
"I've membohongin Papa and Mama. Jenni and I actually do
not have anything to do. we are just
friends. I just want to Indonesia to meet the little
girl I always yamg promise will come to him. I'm
sorry, I do not mean you membohongin,” penjelasan Paris.
"Your past again?” tanya Ayah.
"Yes. I'm old enough to deny him my promise.
"
"I liked the girl's affection?” tanya Mama.
Paris menanggis. Mama
langsung memeluknya, "He really hates
me”.
Mama menatap Papa. "My
son is brave, strong and will deal
with any issues blocking, only drawback was a
girl from his past,” ucap Papa melihat
keadaan Paris sekarang ini.
Jenni hanya diam tersenyum
mendenggar kejujuran paris pada kedua orang tuanya, “akhirnya dia mengatakannya
juga”.
***
Klara ke butik Eka. “kau
tidak ke kampus?” tanya eka melihat Klara duduk disofa sambil membaca majalah.
“Aku malu ke kampus,” Klara
menatap Eka, “kau tidak malu kan punya teman anak seorang membunuh?”.
Eka duduk disebelah klara,
“kau ngomong apa! bagaimana pun keadaanmu sekarang, kau tetap teman baikku”.
Klara tersenyum, “trimah
kasih, kau masih mau berteman denganku”.
Eka tersenyum. Dilihatnya
langganan butiknya masuk kedalam butik, “selamat pagi…” sapa Eka.
Eka menolek, “kau…” kanget
Klara melihat Jenni.
“Ibu Jenni langganan tetap
butik ini. Dan brosur tentang konser Ada Band aku dapat dari Ibu Jenni,” kata
Eka.
“Jadi kau ikut serta membohonginku,” kata Klara pada
Jenni.
“Klara apa maksudmu?!”
kata Eka tidak mengerti maksud Klara.
“Eka bisa tinggalkan kami
berdua”.
“Baik,” Eka meninggalkan
Klara dan Jenni berdua.
“Kau ingin aku memintak
maaf padamu? Itu tidak akan aku lakukan, karna aku tidak merasa bersalah
padamu,” kata Jenni.
“Aku tidak membutuhkan maaf
dari kalian berdua. Aku hanya butuh penjelasan”.
“Apa kau tidak sadar
selama ini Paris selalu berusaha mendekatinmu. Selama 18 tahun Paris berusaha ingin pulang ke Indonesia, tapi
orang tua angkatnya selalu menentang Paris pulang ke Indonesia, karna apa? orang
tuanya tidak mau Paris mengingat masa lalunya. Paris bisa melupakan nama
pemberian orang tua kandungnya, kecelakaan orang tua kandungnya, tempat
tinggalnya, negaranya tapi dia tak bisa melupakan janjinya padamu, “ Jenni
tersem\nyum, “aku juga tidak mengerti apa sih keistimewaan dirimu sampai-sampai
Paris nekat membohongin orang tua angkat agar bisa pulang ke Indonesia. Tapi
ternyata sampai di Indonesia dia dikejutkan perjodohan kau dan Rian. Awalnya
dirinya nyakit kau tidak menyukain Rian. Tapi kenyataannya kau sendiri yang mengatakan langsung ke Paris
untuk menjauhinnya,” diam sejenak, “saat itu Paris berniat pulang ke Amerika
tapi dibatalkannya karna kau masih bodoh mengukapkan perasaanmu pada Rian.
Paris melukaian hatinya sendiri untuk mendekatinmu. Mungkin jika aku jadi Paris
aku akan langsung pergi,” penjelasan panjang Jenni.
“Lalu kenapa Paris tidak
mengatakan dirinya adalah Luky?”.
“Karna Paris ingin kau
mencintainnya sebagai Paris bukan sebagai Luky, pangeran kecilmu”.
***
Menejer masuk ke ruangan
Ayah, “Derektur, pemilik saham menarik semua sahamnya di perusahaan kita?”
menejer memberikan kabar pada Ayah.
“Pinjaman Bank?” tanya
Ayah.
“Karna kasus itu, Bank
menolak pinjaman kita”.
Tak lama kemudian ruangan
terbuka kembali, “pak, ada polisi mencari ada,” kata sekretaris Ayah.
“Suruh mereka masuk,”
perintah Ayah.
Kemudian 4 polisi, dengan
2 berpakaian bebas dan 2 berpakaian polisi masuk kedalam ruangan, “kami
diperintakan menangkap Pak Surya dengan tuduhan pembunuhan pada Pak Rudi. Ini
surat penahanan ada dari pengadilan,” kata salah satu polisi sambil menunjukkan
surat penangkapan dari pengadilan.
***
Klara datang ke apartemen.
Klara berdiri didepan pintu apartemen Paris,
tidak berani mengetuk pintu. Klara mengingat kata-kata Jenni padanya saat
di butik Eka, Apa kau tidak sadar selama
ini Paris selalu berusaha mendekatinmu. Selama 18 tahun Paris berusaha ingin pulang ke Indonesia, tapi
orang tua angkatnya selalu menentang Paris pulang ke Indonesia, karna apa?
orang tuanya tidak mau Paris mengingat masa lalunya. Paris bisa melupakan nama
pemberian orang tua kandungnya, kecelakaan orang tua kandungnya, tempat
tinggalnya, negaranya tapi dia tak bisa melupakan janjinya padamu, “ Jenni
tersem\nyum, “aku juga tidak mengerti apa sih keistimewaan dirimu sampai-sampai
Paris nekat membohongin orang tua angkat agar bisa pulang ke Indonesia. Tapi
ternyata sampai di Indonesia dia dikejutkan perjodohan kau dan Rian. Awalnya
dirinya nyakit kau tidak menyukain Rian. Tapi kenyataannya kau sendiri yang mengatakan langsung ke Paris
untuk menjauhinnya,” diam sejenak, “saat itu Paris berniat pulang ke Amerika
tapi dibatalkannya karna kau masih bodoh mengukapkan perasaanmu pada Rian.
Paris melukaian hatinya sendiri untuk mendekatinmu. Mungkin jika aku jadi Paris
aku akan langsung pergi dan kata-
kata Jenni selanjutnya Karna Paris ingin
kau mencintainnya sebagai Paris bukan sebagai Luky, pangeran kecilmu.
“sedang apa aku disini?”. Baru membalikkan tubuhnya pintu apartemen terbuka.
“Klara,” kanget Paris
melihat Klara didepan apartemennya, “sudah berapa lama kau berdiri didepan
pintu?” tanya Paris yang menduga Klara sudah lama berdiri didepan pintu.
Klara tersenyum, “hanya beberapa menit”.
“Ayo masuk,” ajak Paris.
Klara masuk, “aku binggung
harus memanggilmu apa Luky atau Paris?”.
“Panggil saja pangeran dan
aku memanggilmu Cinderela”.
Klara menanggis, “kau
jahat,” klara berdiri, “kenapa kau tidak bilang dari awal! Kau tidak tahu apa
aku sangat terluka, kau tahu tidak aku sakit, kau tahu tidak aku sangat benci
dan kau tahu tidak aku sangat rindu padamu,” menatap Paris.
Paris memengang pipi
Klara, “aku pun sangat mendrita dan… aku sangat… merindukanmu Cinderela,” yang
juga menanggis. Lalu mencium bibir Klara yang munggil dengan warna listif merah
muda. Klara membiarkan Paris menciumnya yang cukup lama dirinya rasakan di
bibirnya. Ciuman untuk kedua kalinya dirinya rasakan. Paris menatap Klara,
“maafkan aku,” kata Paris.
Klara memeluk Paris, “aku
tidak penduli kau Paris atau Luky, kau tetap pangeranku,” kata klara memeluk paris.
“Dan Kau tetap
cinderelaku,” kata Paris yang juga memeluk Klara.
Beberapa menit kemudian,
ketika keadaan mereka sudah cukup tenang menghadapin satu sama lain. Mereka
saling menatap satu sama lain, “kau sekarang kelihatan tambah tampan?” puji
klara.
“Kau juga tambah cantik,”
kata Paris membalas pujian Klara.
Klara melihat kalung
melingkar di leher Paris, “itu kalung pemberianku dulu?”.
Paris melepaskan kalung
yang melingkar dilehernya, “iya…” sambil menunjukkan liontin kelici pada Klara,
“kau ingat kenapa kau memberikan liontin ini padaku?”.
“Iya. Karna Ayah melarang aku membeli kelinci untuk
pangeran jadi aku beli kalung itu ,” kata Klara.
“Sudah lama sekali”.
“Iya”. Hp Klara berbunyi,
Klara langsung mengangkatnya, “halo…ada apa Bunda,” setelah mengetahuin mengapa
Bunda menelponnya, “Ayah dikantor pilisi!” kanget Klara, “aku segera ke kantor
polisi,” sambil berdiri.
“Biar aku antar?” kata
Paris.
“Iya”.
Setelah tiba dikantor
polisi. “Tunggu. Kau tidak usah masuk, biar aku saja,” kata Klara keluar dari
mobil lalu masuk ke kantor polisi. Kedatangan Klara disambut tanggisan dari
Bunda yang langsung memeluknya, “Bunda… jangan menanggis lagi,” bujuk Klara
yang berusaha tidak menanggis dihadapan Bunda.
Klara menemuin Ayah di
ruang kujungan. “Ajak Bundamu pulang,” saran Ayah. “dan besok kalian berangkat
ke Paris, Ayah sudah siapkan tiket dan
paspor untuk kalian berdua, ambil di tas Ayah
di mobil”.
“Ayah ingin kami
meninggalkan Ayah?”.
“Ayah tidak mau kalian
malu hanya karna perbuatan Ayah”.
“Tapi kan kata Ayah bukan
Ayah pelakunya”.
“Siapa yang percaya?”.
“Aku”.
Ayah menatap Klara.
“Aku percaya pada Ayah”.
***
Paris masih menunggu di
depan kantor polisi sambil membaca berkas kasus pembunuhan Pak Rudi. Paris
mengingat perkataan pertugas saat di TKP.
“Jam berapa Pak Surya keluar dari ruangan?”.
“Diperkirakan jam 9. dan juga di kayu terdapat 2 cap tangan”.
“Siapa?”.
“Pak prengky dan Candra” jawab pertugas.
“Pak Surya keluar dari
ruangan jam 9 dan Ayah masuk ruangan jam 10.30. satu setengah jam, bisa saja 1 sampai 5 orang masuk dalam
ruangan, tapi tidak ada yang melihat
yang masuk dalam satu setengah jam itu. Tapi kenapa di kayu ada cap tangan
Candra? Siapa Candra?” Paris melihat Klara dan Bunda keluar dari kantor polisi.
Paris langsung keluar dari mobil mendekatin mereka berdua, “biar aku antar,”
tawar Paris.
Bunda dan Klara menolek,
“kau sudah kembali?” tanya Bunda mengira
Paris belum kembali.
Paris hanya tersenyum.
Paris mengantar bunda dan
Klara pulang kerumah yang jaraknya lumayan jauh dari kantor polisi. Tidak samapi 1 jam perjalanan dari kantor
polisi ke rumah. Bunda dan Klara langsung turun setelah samapi didepan rumah.
“aku pulang dulu,” kata Paris dari dalam mobil.
Klara tersenyum.
Lalu Paris menjalankan
kembali mobil menuju apartemen.
“Paris tidak menjauhinmu
karna kasus ini?” tanya Bunda.
Klara tersenyum.
“Dia laki-laki yang baik”.
“Iya, dia laki-laki yang
baik,” menatap mobil Paris yang semakit jauh tidak nampak lagi.
***
“Perusahaan Pak Surya
bangrut. Pemilik saham menarik semuanya
saham mereka. Dan Bank juga tidak mau meijamkan minjaman lagi,” kata
Jenni memberitahu keadaan perusahaan Pak Surya.
“Apa tidak ada cara lain?”
tanya Paris.
“Aku rasa tidak. Ini akhir
dari perusahaan Pak Surya”.
Paris diam.
“kau jangan merasa
bersalah, itu semua bukan salahmu”.
“Aku tidak merasa bersalah
karna aku tidak melakukan yang aku tahu itu baik hanya aku kasihan ke Klara.
Aku tidak nyakit dia bisa menghadapin ini semua”.
“Menurutku sih sebaliknya.
Kau hanya kuatir saja, iya khan?”.
***
Klara menemuin Ayah dikantor
polisi. “kenapa kalian belum pergi?” tanya Ayah.
“Aku dan Bunda tidak akan
meninggalkan Ayah,” kata Klara.
“Kalian pastih akan malu”.
“Kami tahu dan kami sudah
siap menghadapinnya. Kami sayang Ayah”.
Ayah menanggis mendenggar
perkataan Klara, “maafkan Ayah. Ayah sudah membuat kalian menderita”.
“Ayah tidak membuat kami
menderita. Ini hanya cobaan untuk sementara waktu”.
“Klara… Ayah ingin jujur
padamu,” kata Ayah yang tidak berani menatap Klara.
“Jujur apa Yah??”.
“Sebenarnya Luky sudah
kembali tiga bulan yang lalu, tapi karna keegoisan Ayah yang ingin kau menikah
dengan Rian, Ayah merahasiakan ini semua”.
Klara tersenyum yang
pura-pura tidak tahu, “sudahlah Yah, tidak usah dipikirkan lagi”.
“Pengacara Paris adalah
Luky”.
Klara berusaha untuk
tenang.
Dari kantor polisi Klara
menuju kampus tempat dirinya mengajar. Tak penduli tatapan orang yang
dilewatinnya, dia terus melangkah menuju ruangan dosen. “Selamat siang…”sapa
Klara pada semua dosen yang menatap dirinya dengan heran. Klara langsung duduk
di mejak kerjanya.
“Bisa bicara sebentar?”
kata Erika pada Klra.
“Iya”.
Lalu mereka ke taman. “Ibu
tidak apa-apa khan?” tanya Erika.
“saya tidak apa-apa bu”.
“Semua mahasiswa dan dosen
kuatir dengan keadaan ibu”.
“Aku tidak apa-apa. Aku
harus berusaha untuk kuat dengan masalah
ini. Aku nyakit masalah ini akan selesai juga,” kata Klara berusaha
tegar di depan Erika.
“Ibu Klara sudah berubah.
Sekarang Ibu sudah terlihat dewasa menghadapin masalah”.
“Benarkah,” tersenyum
Klara.
***
“Tok…tok…tok…tok…” pintu
rumah di ketuk. Bunda langsung membuka pintu.
“Mana Surya?!!” beberapa orang langsung masuk
kedalam rumah.
“Kalian siapa?” tanya
Bunda.
“Mana Surya!” semua
mencari Ayah disetiap sudut rumah.
“Kalian siapa?” tanya
Bunda yang menanggis.
“Ambil saja
barang-barangnya!” kata salah satu dari mereka.
“Jangan….” Yang berusaha
ada yang mau masuk ke kamar Klara, “Ini kamar anakku, jangan…” Bunda yang
menahan mereka masuk kekamar Klara.
Tak lama kemudian Klara
pulang. kanget Klara melihat Bunda menanggis di anak tangga, “Bunda…” sambil
mendekatin Bunda, “apa yang terjadi?” melihat isi rumah yang tidak satu barang
tersisa.
“Mereka mengambil semua,”
Bunda menanggis.
Klara berusaha tersenyum.
Lalu Klara kekamarnya, dilihatnya lemari, kasur, meja rias dan pernak pernik
dikamar sudah tidak ada tersisa. Klara melihat bungkusan yang berada paling
pojok kamar, diambilnya bungkusan itu, dilihatnya baju yang dibelikan Paris
dulu masih ada didalam, “mereka hanya meninggalkan ini”. Tiba-tiba hp berbunyi,
Klara melihat siapa yang menelpon dirinya. Ternyata Paris yang menelponnya,
Klara mengangkat teleponnya, “halo…” setelah tahu kenapa paris menelponnya,
“baik. Kita bertemu di Cave,” kata Klara lalu mematikan panggilan.
Klara menemuin Paris di
Cave Citra tempat mereka janjian. “maaf lama menunggu,” kata Klara sambil
duduk.
Paris menatap Klara.
“Apa ada yang aneh dengan
wajahku?” tanya Klara melihat Paris menatapnya.
“Kau tidak apa-apa?”.
“Maksudmu apa? oh…kau
pastih tahu perusahaan Ayah sudah bangrut,” berusaha untuk tersenyum.
“Aku ingin membantu
perusahaan Ayahmu”.
“Kalau ingin bertemu hanya
membahas masalah itu lebih baik tidak usah bertemu, “lalu berdiri, “dari pada
kau membantu perusahaan Ayah, aku lebih mengiginkan kau membuktikan Ayahku
tidak bersalah”.
Paris berdiri, “kau
percaya pada Ayahmu?”.
Klara menatap Paris, “aku
tahu Ayah pemarah, egois, keras dan ingin mendapatkan apapun yang diingininnya,
tapi… Ayah tak mungkin melakukan pembunuhan. Aku percaya itu. Dan kalaupun
pengadilan mengatakan Ayah bersalah, aku tetap percaya apa yang dikatakan Ayah
padaku bahwa Ayah tidak membunuh Pak Rudi,” nyakit Klara.
“Jika aku berhasil
membuktikan Ayahmu tidak bersalah, apa yang aku dapat?” yang berharap Klara mau
menjadi kekasihnya.
Klara menatap Paris,
“mungkin jika uang aku tak sanggup
membayarmu. Kau pernah mengatakan untuk aku menjauhinmu. Aku akan lakukan. Aku
akan menjauhinmu, jika kau membuktikan Ayahku tidak bersalah”.
“Kau menginginkannya”.
“Iya”.
***
“Kau berniat membantu
Klara?” tanya Jenni pada Paris yang sedang membaca berkas pembunuhan pak Rudi
di meja kerjanya.
“Iya”.
“Tapi bukti sudah sangat
tertujuh pada Pak Surya dan motif pembunuhannya pun masuk akal”.
“Aku tahu itu”.
“Apa rencanamu?”.
***
“Paris mau membuktilkan
Ayah tidak besalah,” kanget Ayah setelah mendenggar berita dari Klara.
“Paris janji akan
membebasakan Ayah,” menyakitkan Ayah.
“Apa rencananya?”.
“Aku tidak tahu Yah. Aku
percaya padanya,” kata Klara.
“Kau sangat
menyukainnya?”.
“Ayah bicara apa?” malu
Klara.
“Rian mengatakan kau menyukain
Paris”.
Klara tersenyum malu.
“Apa paris juga
menyukainmu?”.
***
“Pak Paris….” Pak Joni
menyambut kedatangan Paris di kelas tempat dirinya mengajar, “sudah lama tidak
bertemu”.
Paris hanya tersenyum.
“Ada perluh apa Pak?”.
“Saya hanya mau nanya, apa
di kampus ini ada mahasiswa yang bernama Candra?”.
“Ada. Tapi sudah seminggu
ini dia tak masuk. Kenapa Pak?”.
“Bapak tahu alamatnya?”.
Joni menatap Paris.
“Ada beberapa pertanyaan
yang ingin saya tanyakan pada Joni”.
“Ok. Saya akan bantu Pak
Paris”.
“Trimah kasih”.
***
Hari sudah larut. Klara
baru pulang, dilihatnya mobil Paris terpakir di depan rumah. Diperiksanya
didalam mobil apakah didalam ada Paris atau tidak, “mana dia?” yang tidak
melihat Paris didalam mobil.
“Kau cari apa?” tanya
Paris muncul di belakang Klra.
Klara membalikkan
tubuhnya, “kau…” kanget Klara, “kau
ingin buat aku mati terkejut!” kesal Klara.
Paris tersenyum, “jika kau
mati, orang tidak akan percaya kau mati gara-gara terkejut,” canda Paris. Paris
melihat Klara yang menatapnya, “kau lihat apa?”.
“Sudah lama sekali aku
tidak melihat senyuman itu,” kata Klara.
“Kau menggodaku”.
“Iya”.
Paris tersenyum.
Klara dan Paris duduk di
teras rumah. Melihat permadangan malam diteras rumah sambil memadang langit
yang bertaburan bintang-bintang.
“Apa rencanamu jika Ayahmu
bebas?” tanya Paris.
“Mungkin kami akan menjual
rumah ini dan mencari rumah yang kecil,” jawab Klara, “kalau kau??”.
“Aku akan pulang ke
Amerika”.
“apa!”.
“Papa dan Mama mengajak
aku pulang ke Amerika”.
Klara diam mendenggar perkataan
paris.
***
Esoknya Paris menemuin
Ayah di penjara. “Pagi Pak Suyra. Saya
pengacara ada dalam kasus ini,” sapa Paris pada Ayah yang baru datang
ditemanin satu polisi.
“Apa tujuanmu?” tanya Ayah
yang masih heran melihat Paris yang tiba-tiba membelahnya. Sambil duduk.
Paris duduk, “saya hanya
seorang pengacara yang hanya membelah klien. Sekarang saya ingin bapak
menceritakan semua dan tidak ada yang dirahasiakan,” mintak Paris professional.
Paris menyediakan alat perekam diatas meja.
“Baik. Karna kau mau
membantuku. Tgl 14 Oktober saya melihat istriku berduaan dengan Pak Rudi masuk
ke lestoran, saat itu aku sangat marah pada mereka berdua karna mereka mantan
pacar sebelum aku dan istriku menikah. Aku
tahu istriku tidak mungkin berselingku tapi aku tahu Rudi bagaimana, dia akan melakukan
apapun untuk merusak rumah tangga kami. Tgl 15 Oktober jam 8 aku datang ke
kampus untuk mintak kejelasan pada Rudi dan biar dia tidak mendekatin istriku
lagi. Aku masuk ruangan Rudi tanpa mengetuk lagi. Aku tanya langsung pada Rudi
apa hubungannya dengan istriku, dia jawab kau pikir apa. karna kesal aku
memengang kera bajunya dan berniat mau memukulnya tapi sebelum aku memukul Rudi
berhasil melepaskan tanganku dari kera bajunya. Lalu Rudi berkata kau yang
duluan merebut Reni dariku dan wajar jika aku merebutnya lagi. Aku sangat kesal
dan marah,” cerita Ayah panjang lebar.
“Ada langsung memukulnya
dengan kayu?” tanya Paris.
“Tidak, aku tidak pernah
memukulnya. Aku hanya mendorongnya, kepalanya terbentur meja”.
“Dia pingsat?”.
“Iya. Tapi tidak ada darah
yang keluar, hanya memar yang aku lihat dibelakang kepalanya. Aku sempat
memeriksa nadinya, Rudi masih hidup. Aku takut dan langsung pergi”.
“Siapa yang melihat ada
keluar dari ruangan Pak Rudi?”.
“Tidak ada. Tapi didepan
kampus aku bertemu Klara”.
“Jam berapa ada keluar
dari ruangan korban?”.
“Mungkin sekitar jam
8.30”.
“Baik,” sambil mematikan
rekaman, “sementara cukup, nanti jika
ada perkembangan saya beritahu ada,” sambil memasukkan rekaman di dalam tas
yang dibawaknya, “permisih…” sambil berdiri.
“Tunggu…”.
Paris duduk kembali, “ada
apa?”.
“Kau membantuku karna aku
teman Ayahmu atau karna Klara?”.
“Mungkin karna
dua-duanya,” jawab Paris.
“Rian sudah membatalkan
perjodohannya dengan Klara. Kata Rian kau dan Klara saling mencintain,” Ayah
tersenyum, “pertama kali kita bertemu pun aku tahu kau bohong tapi karna
tekatku ingin menjodohkan mereka berdua, jadi aku tidak memikirkan perasaan
Klara. Apa kau mencintai Klara??” tanya Ayah.
“Kita bahas ini setelah
ada keluar dari penjarah,” kata Paris sambil berdiri.
“Kau sama dengan Ayahmu
selalu membedahkan urusan pribadi dengan
bisnis. Ayahmu sangat professional sama dengan kau,” puji Ayah.
“trimah kasih,” Paris tersenyum. Setelah keluar dari kantor
polisi Paris langsung menuju kantornya menemuin Jenni yang sudah menunggunya.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar