“Mana Klara?!!” Tanya Ayah
yang tidak melihat Klara dikamarnya.
“Eeee… dia pergi,” jawab Bunda gugup.
“Apa!!” kanget Ayah, “kau membiarkannya pergi!”.
“Bukannya kau sendiri yang menyuruhnya ke kampus?”.
“Kau tidak bohong?”.
Bunda menggeleng.
“Bagus”.
***
“Klara!” panggil Eka dari balik pintu ruang ganti. “Kau
ngapain di dalam! Cepat keluar!” yang tak sabar lagi.
Tak lama kemudian pintu ruang ganti terbuka, “bagaimana?”
tanya Klara sambil bergaya di depan pintu.
“Cantik,” puji Eka melihat penapilan Klara yang memakai
gaun merah bermotif bunga-bunga.
“Ya iyalah. Aku kan
selalu cantik,” memuji diri sendiri sambil menatap dirinya dari kaca. Tiba-tiba
hpnya berbunyi, “halooo…” jawab Klara.
“Kau dimana?” tanya Bunda yang ternyata yang menelpon.
“Di butik”.
“Aduhhh… jam berapa lagi ke kampus?!”.
“Bun… Bunda kan
tahu anak Bunda yang cantik ini gak minat banget jadi dosen”.
“Diam!! Kau sendiri yang bilang! Dari pada jadi pengacara
lebih baik jadi dosen!! Kau jangan buat Ayah marah lagi”.
“Ayah sekarang dimana?”.
“Kantor”.
“Syukur dehhh… besok Klara ke kampus”.
“Benar”.
“Iya,” lalu mematikan hpnya, “gak mengertian banget sih…
anak ingin jadi model di paksa jadi dosen”.
“Bukannya kau sendiri yang memilih jadi dosen,” kata Eka.
“Karna aku di paksa jadi pengacara itulah aku memilih
jadi dosen”.
“Dasar egois”.
Klara hanya tersenyum. “aku akan ke Badung nikmatin
lagu-lagu merdu Ada Band hi…” seneng Klara yang tak bisa
membayangkan konser yang akan di buat HOTEL PESONA INDAH.
“Aku iri ke kau”.
***
“Belum datang dosen baru?”
tanya Pak Rudi pada Erika di meja
kerjanya yang sedang memeriksa hasil ujian hari ini yang di berikannya.
“Belum Pak”.
“Bukannya sekarang
jadwalnya”.
Erika hanya diam.
“Nanti kalau dia datang,
suruh langsung keruanganku”.
“Baik Pak”.
***
“Kau serius mau ke Bandung sendirian?” tanya
Eka mengantar Klara sampai di depan mobil.
“Aku ajak kau, kau gak
mau,” jawab Klara sambil membuka pintu mobil.
“Ya gimana lagi, butik
lagi ramai”.
Klara masuk ke dalam
mobil, “ingat, kalau Ayah telepon, bilang aku lagi tidur. Ok…”.
“Iya”.
“Dahhh….” Klara
menjalankan mobil sambil melambaikan tangan dari kaca jendela.
“Aku iri ke dia,” kata Eka
lalu kembali ke butik. “maaf menunggu lama,” kata Eka pada pelanggan butik.
Pelanggan hanya tersenyum,
lalu menelpon seseorang dari hpnya, “berhasil…” sambil tersenyum pada Eka yang
membawa sepatu produk dari butiknya.
***
“Selamat datang Bandung !!!” teriak Klara
setiba di Hotel PESONA INDAH. Klara turun dari mobil, matanya langsung tertuju
pada butik yang menjual pakaian batik. Klara berpikir sejenak, “hotel? Butik?”
setelah memutuskan tempat mana yang dahulu
Klara datangin, dia turun dari mobil langsung menuju butik. Setiap
pakaian yang menarik dimatanya langsung diambilnya tanpa memikirkan berapa
mahal harga pakaian masing-masing yang diambilnya.
Ketika sudah cukup lama
memilih Klara ke tempat pembayaran. Pelayan langsung menghitung pakaian yang
dipilih Klara, “semuanya 3.725.000 nona”.
“Oh…” Klara lupa membawa
tas, “tunggu, aku ambil tasku di mobil,” kata Klara pada pelayan toko”.
“Baik nona”.
Segera Klara kembali ke
mobil. bertapa terkejutnya Klara melihat seseorang memakai jas putih kepalanya
masuk ke dalam mobilnya. Langsung saja Klara berteriak, “Maling!!!”.
Orang itu kanget langsung
berlari sekencang-kencangnya dengan membawa tas Klara. Klara mengejar pencuri
sekuat tenaganya, namun tidak tertangkap juga. Akhirnya klara ke hotel.
“Siang bu. Bisa saya
bantu?” kata pelayan hotel menyambut kedatangan pengujung.
“Aku mau ambil kunci kamar
113”.
“kamar 113,” pelayan
memeriksa di computer, “kamar 113 sudah mengambil kunci kamarnya”.
“Benarkah. Tadi katanya
tidak bisa datang. Ya sudah… aku langsung saja,” kata Klara pada pelyan hotel.
Mata Klara langsung tertuju pada pria yang mewmakai jas putih berdiri di depan
lip, “Maling!!!” teriak Klara sambil mendekatin pria berjas putih dan langsung memukul pria itu
dengan kedua tangannya.
“Heiii….!!” Teriak pria
itu yang tak terimah dipukulin tanpa sebab.
Klara langsung berhenti
memukul, “dasar Maling!!!”.
“Maling??” binggung pria
itu.
“Pak Paris,” kanget
pelayan melihat pria yang dipukulin pengujung hotel, “nona Pak Paris ini
pemilik hotel ini”.
“Apa!” Klara kanget, “maaf. Aku salah orang,” merasa bersalah.
“Pukulanmu sangat kuat nona,”
kata paris lalu
masuk ke dalam lip.
Klara sangat malu di
tambah semua orang melihat ke arahnya. Ketika lip terbuka kembali, Klara
langsung masuk dalam lip, “dasar kau Klara,” kesal pada diri sendiri. Setiba di
depan pintu kamar no 113 Klara langsung mengetuk pintu, “tok…tok…tok…” sambil
memanggil Eka, “Eka!!! Eka….!!!” Tak lama kemudian pintu terbuka, “kau….,”
kanget melihat pria yang membuka pintu kamar ternyata pria yang dipukulinnya di
depan lip. “Mana Eka?” sambil masuk dalam kamar.
“Eka. Eka siapa?” binggung
Paris .
“Kau tidak kenal Eka?”.
Klara menelpon Eka
menggunakan telepon hotel yang berada dikamar 113, “katamu sudah memesan kamar
113,” kata Klara pada Eka.
“Iya”.
“Tapi kata menejer hotel
kau sudah membatalkannya! Kau mau mati apa!!”.
“Mana mungkin aku
membatalkannya,” kata Eka yang masih di butik.
“Lalu bagaimana ini?!”
renggek Klara.
“Kau pesan saja kamar. Gak
besok lusa aku ke Bandung ,”
tiba-tiba hp mati, “habis lagi batrenya,” kesal Eka melihat hpnya habis batre.
“Eka…Eka…Eka…!!!” teriak Klara
tiba-tiba telepon terputus. Klara melihat dua pria yang memperhatikannya dari
tadi, “Eee… ada kamar lain?” tanya Klara pada menejer hotel.
“Tidak ada kamar lagi
nona,” jawab menejer hotel.
“Apa. eeee…,” Klara mulai
panik.
Menejer hotel pura-pura
menerima telepon dari hpnya, “halooo…” lalu meninggalkan kamar.
“Kalau kau mau, kita bisa
bagi dua kamar ini. Kamar ini terlalu besar untukku,” usul Paris .
“Apa,” Klara berdiri,
“dasar cowok aneh!” keluar dari kamar.
***
“Benar om. Klara lagi
tidur,” alasan Eka yang masih berada di butik.
“Kenapa hpnya tidak bisa
di hubungin?!” tanya Ayah lagi melaluin telepon.
“Mungkin hp Klara habis
batre”.
“Ya sudah. Bilang padanya
besok jangan lupa ke kampus”.
“Iya om”.
Ayah mematikan hpnya.
“Benarkan Klara menginap
di rumah Eka?” tanya Biunda.
“Iya. Benar Klara tadi ke
kampus?” tanya Ayah pada Bunda.
“I…yalah sayang,” berusaha
untuk tenang.
“Awas kalau kalian
bohonh!” acam Ayah lalu pergi meninggalkan Bunda.
“Awas kalau pulang,” panik
Bunda.
***
Acara hotel akan segera
dimulai. Klara terpaksa mengganti pakaian di dalam mobil, setelah selesai siap-siap Klara langsung kelestoran tempat acara, “Wahhh…. Tampannya,” puji Klara
melihat Doni Ada Band sedang bernyanyi di atas panggung. “gak ada lagi tempat duduk,”
melihat kursi sudah di dudukin semua. Mata Klara tertujuh pada meja no 10, ada
1 kursi yang kosong di meja itu. Klara langsung menuju meja no 10, “boleh aku
duduk di sini,” kata Klara tanpa melihat pemilik meja, Matanya terus tertujuh
Ada Band yang sedang bermain di atas panggung.
“Esa…” kata pria pemilik
meja kanget melihat wanita di hadapannya.
Klara yang merasa
ditatapin oleh pria di hadapannya, lalu menolek, “ada yang aneh?”.
“Esa…” panggil Pria itu
lagi.
“Esa? Namaku bukan Esa.
Namaku Klara,” pria ini kenal Esa bearti
kenal dengan Ayah, kata Klara dalam hatinya. Klara langsung pergi dari meja
itu menjauhin pria yang menatapnya aneh padanya, “cowok aneh…” takut Klara.
“Setahu aku, yang boleh
datang di acara ini hanya pengujung hotel. Kok kau bisa ada yach…” kata pria
dari belakang Klara.
Klara langsung menolek ke
belakang, “kau…” lalu tersenyum, “aku ke Bandung
karna konser inilah. Jika aku tidak nonton percuma saja dong jauh-jauh ke
sini,” alasan Klara.
“Kau sangat idolah dengan
band ini?” tanya Paris .
“Bukan sangat idolah lagi
tapi sangat sangat sangat sa…gat idolah banget”.
“Maksudmu ketemu mereka?”.
“Ya… ketemu dengan
idolahmu”.
“Bener kau mau nemuin aku
dengan Ada Band,” menyakitkan perkataan Paris .
“Malam Pak,” sapa Doni Ada
Band pada Paris .
Klara sangat kanget
melihat idolahnya berada dihadapannya sekarang, malah sekarang dia akan berfoto
bersamanya.
“Iya Pak”.
Klara pun bersama grup Ada
Band mulai berfoto, baik bersama-sama maupun satu persatu menggunakan hp milik Paris . Setiap gaya Klara tujukkan
berfoto bersama-sama dengan idolahnya. Sedangkan Paris yang melihatnya hanya
tersenyum melihat sikap Klara yang sangat mengidolakan grup Ada Band.
Sekitar pukul 10.00 WIB,
konser sudah selesai. Klara dan Paris
keluar dari lestoran. “trimah kasihnya untuk semuanya,” kata Klara, “tapi…
bagaimana fotonya, bukannya foto ada di hpmu semua?”.
“Nanti pagi aku berikan,”
jawab Paris ,
“kau tidur dimana?”.
Klara berpikir sejenak.
“aku aja ke kamarmu. Ok…” lalu pergi meninggalkan Paris .
***
“Aku nyakit itu Esa,”
nyakit Rian pada cewek yang dilihatnya di lestoran, “tapi….” Diam sejenak, “gak
mungkin. Mungkin hanya mirip,” yang mulai bimbang apa yang dilihatnya.
***
Klara terbangun dari tidur
lelapnya karna suara ketukan dari jendela mobil. di bukan matanya
perlahan-lahan melihat siapa yang
mengetuk jendela mobilnya, “tok…tok…tok…” Klara kanget melihat pria pemilik
hotel berdiri di depan pintu mobil. Klara keluar dari mobil, “kau… sedang apa
disini?” tanya Klara.
“Kau tidur di mobil?”
tanya balik Paris ,
“gadis sepertimu bisa tidur di mobil??”.
“Jangan banyak omong!!”
kesal Klara, “mau apa?”.
“Wajar saja dia tahu aku
tidur di mobil,” kanget melihat paris
masuk dalam mobil di sebelah mobilnya terpakit, “aaahhhh…..” malu Klara.
***
“Maksudmu tas dan hp klara
hilang!” kanget Bunda setelah mendenggar cerita Eka, “kenapa kau gak bilang
semalam!!,” marah Bunda.
“Maaf tan, aku ta…kut om
marah”.
“Sekarang Klara dimana?”
sedih Bunda.
“Klara gak mungkin
kemana-mana? Pastih dia masih di hotel. Dia kan penakut”.
“Karna penakut itulah
tante jadi kuatir,” panik Bunda.
***
“Sudah selesai?” tanya Paris yang menunggu Klara
di sofa.
Klara heran melihat Paris , “kau sudah lama?”.
“Tenang. Aku tidak melihat
apa-apa. ayo makan,” ajak Paris
yang sebelumnya sudah menyediakan sarapan untuk mereka berdua. Klara melihat
salad untuk dirinya dan stik untuk Paris .
Klara duduk, “ini makanan
kesukaanku”.
“Apa ini,” lalu melihat
foto-foto, “aaahhh… foto-fotoku,” senang melihat foto-foto bersama idolahnya.
Klara berpikir sejenak, “aku harus bayar berapa?”.
“Apa”.
“Bukannya kau selalu
menolong aku biar dapat imbalan. Aku akan bayar, tapi tidak membayar secara
lain. Aku mau bayar pakai uang!”.
“Bukannya kau kecopetan”.
“Eeehhh… maksudku kalau
sudah di Jakarta .
Pastih aku bayar!”.
“Ok. Kau bayar 25.000.000”.
“A…pa… sebanyak itu?”.
“Kau lupa, aku harus
mempertemukan kau dengan grup idolahmu, cuci fotomu, kau mandi di kamarku dan
sarapan pagi ini,” ucap Paris .
“Bukannya itu semua kau
lakukan sendiri tanpa aku yang suruh,” membelah diri.
“Kau mau bayar atau
tidak?!”.
“Iya!”.
“Pemilik hotel gak punya
kartu nama??” heran Klara, “kau tidak mau tahu identitasku?”.
“Kalau kau tidak bayar.
Akan aku cari kau!”.
“Apa!,” kaget Klara.
“Orang sepertimu mudah aku
dapatkan”.
“Pastih aku bayar!
Sesampai di Jakarta aku langsung bayar!,” nyakit Klara sambil meletakkan kertas
di saku belakang roknya, “ Tapi…”.
“Ada apa??”.
“Aku minjam uang 500.000.
Aku tidak ada bensin untuk pulang ke Jakarta ,”
ragu-ragu Klara.
Klara langsung
mengambilnya, “Thank…” diam sejenak, “kau benar pemilik hotel ini?” tanya Klara
yang tidak nyakit.
“Kenapa?”.
“Kau belum menikahkan?”.
“Kau mau menikah
denganku?”.
“Apa! cowok aneh…”.
“Apa dia datang?”.
“Ya”.
“Aku tidak melihat kau
bersama perempuan?”.
“Kau memang cowok yang
aneh”.
setelah menerima uang dari
Paris , klara
keluar dari hotel dengan muka berseri-seri, ketika mau memasukkin lip tiba-tiba
seseorang menabraknya, “hei hati-hati!” kesal Klara namun tetap masuk ke dalam
lip tak sadar kertas yang di sakunya terjatuh saat tabrakan dengan pria tadi.
Kertas itu di ambil Paris yang melihat dari
jauh, “dasar ceroboh,” sambil tersenyum.
***
“Sayang…. Kau tidak
apa-apa?” sambut Bunda menyabut kepulangan Klara.
“Ayah mana?” tanya Klara
dengan nada pelat.
“Masih di kantor”.
“Syukur deh…”.
“Kau bisa pulang,
bagaimana caranya? Bukannya kata Eka kau kecopetan”.
Klara baru teringat dengan
kertas no hp pria yang meminjamkannya uang, “kertas itu,” sambil memeriksa saku
depan belakang roknya.
“Kau cari apa?” tanya
Bunda.
“Kertas no yang aku pinjam
uangnya,” jawab Klara yang terus mencari.
“Kau taruk dimana?”.
“Di saku rokku,” renngek
Klara yang sudah membongkar kompernya namun tidak menemukan kertas itu, “gimana
nih…” renggek klara.
“coba kau ingat-ingat
dulu”.
“Aaaahhh…. Bunda…”.
“Kau selalu ceroboh”.
“Gimana nih Bunda”.
***
“No sudah hilang, tidak
mungkin dia menghubunginmu,” kata Jenni pada Paris yang berdiri di blangkon apartemennya,
“apa yang akan lakukan?”.
“Sebuah kejutan,” jawab Paris sambil tersenyum.
“Semoga saja dia
terkejut”.
“Pastih”.
***
Semua mata tertujuh pada perempuan
yang keluar dari mobil BMW warna merah. Baik dosen maupun mahasiswa semua menatap
kagum dengan gaya
perempuan yang keluar dari mobil itu. Dengan memakai blus warna merah, rok mini
berbahan tisu, panjang rok itu setengah meter, nampak jelas putih bersih paha
perempuan itu dan sepatu berhak berwarna merah, tinggi haknya sekitar 10cm dan
juga tas gadeng berwarna hitam sesuai dengan warna rok.
“Apa kampus kita menerima
mahasiswa baru?” tanya Pak Rudi yang tak henti menatap.
“Setahu saya tidak pak,”
jawab Pak Joni yang juga tak henti menatap.
“Apa dia dosen baru itu?”
sambung Benny.
“Mana mungkin. Gak mungkin
ada dosen berpakaian seperti itu,” kata Erika.
Joni dan Benny melihat
pakaian yang dipakai selalu oleh Erika yang
memakai kemeja, celana dasar dan jas sesuai dengan warna celana dan kaca
mata tidak pernah hilang dari wajahnya, setiap saat selalu memakai model
pakaian yang sama hanya membedahkan warnanya saja.
“Apa yang kalian lihat?!”
marah Erika berjalan duluan.
“Ada apa?” tanya Rian mendekatin Joni dan
Benny.
“Ibu Erika marah,” jawab
Benny.
“Kenapa?”.
“Memang salah dengan model
bajuku!!” marah Erika sambil membuka pintu ruangan, namun Erika sangat kanget
melihat seorang perempuan yang berdiri di ruangan, “kau…”.
“Ada apa Ibu Erika?” tanya Pak Joni sama
dengan dosen lain kanget melihat perempuan itu.
“Hai… selamat pagi, aku
Klara Putri Dewi, kalian boleh panggil aku Klara. Aku akan mengajar di sini
sebagai dosen Hukum Negara,” kata Klara memperkenalkan diri, namun tatapan itu
masih ke arahnya., “ada apa?”.
“Kau Ibu Klara?” tanya Pak
Rudi.
“Iya,” jawab Klara.
“Dosen Hukum Negara?” tanya
lagi Pak Rudi.
“Iya,” Klara mulai
binggung.
Rian masuk ruangan, “Ada apa ini?”. Rian
sangat terkejut melihat perempuan yang sangat mirip dengan Esa.
Klara pun kanget melihat
cowok yang dilihatnya di hotel, “cowok itu kan di meja 10,” ingat Klara dengan nada
suara pelat.
“Kau Klara?” tanya Rian
sambil duduk di meja kerjanya.
“Iya,” jawab Klara.
“Pak Rian, aku serakan dia
padamu?” kata Pak Rudi kembali keruangannya. Benny, Joni dan juga Erika duduk
di meja kerja mereka masing-masing.
Apa dia tidak ingatnya, kata Klara dalam hatinya sambil menatap Rian di
meja kerjanya.
Ini jadwal kuliahmu,”
sambil memberikan beberapa kertas pada Klara, “kelas sementara yang kau ajar
kelas 5KH2. 5KH3, dan 5KH4 semester 5,” kata Rian tanpa melihat Klara di
depannya berdiri, “meja kerjamu di sebelah Pak Benny. Selamat bergabung
Universitas Hukum Indonesia ”.
Klara hanya tersenyum,
lalu duduk di meja kerjanya. Klara melihat kertas yang diberikan Rian padanya,
“hari ini jadwalku di kelas 5HK4 jam 9,” sambil membaca.
“Sekarang sudah jam 9 Bu
Klara,” kata Benny yang duduk di sebelahnya.
Klara melihat jam di
tangannya, “kalau gitu aku kelas dulu,” Klara keluar dari ruangan, “dimana
kelasnya?” binggung Klara, dilihatnya 2 lelaki sedang berjalan ke arahnya,
“nama kalian siapa?”.
“Aku Roni dan ini Liga,”
kata Roni memperkenalkan diri. “kau mahasiswa baru?” melihat gaya Klara.
“Kalian tahu kelas 5HK4?”
tanya Klara.
“Kau sekelas dengan kami,”
jawab Roni.
“Benar. Syukur deh… ayo …”
ajak Klara sambil memengang tangan Roni dan Liga.
Wahhh… agresif banget cewek nih kata Liga dalam hatinya.
Setiba dikelas, Klara
menyuruh Liga dan Roni duduk, “duduklah di kursi kalian!” perintah Klara.
“Kau duduk di sebelah kami
saja,” kata Liga. Klara hanya tersenyum. Bukan Liga dan Roni saja yang mengira
Klara mahasiswa, semua mahasiswa di kelas masih sibuk dengan kegiatan mereka
masing-masing, tidak satupun yang mengira Klara dosen mereka.
“Siapa tuh?” tanya Rika
pada Liga.
“Mahasiswa baru,” jawab
Liga.
“Gapain dia berdiri di
depan? Seperti dosen!”.
“Mungkin memperkenalkan
diri,” sambung Roni.
“Mana Ibu Klara?” tanya
Sinta.
“Mana aku tahu?” jawab
Roni.
“Mungkin kalian semua
bertanya-tanya sedang apa aku berdiri di depan dan siapa aku?” diam sejenak,
“aku Ibu Klara,” memperkenalkan diri.
“Apa!” semua serentak menjawab,
“mati aku,” kata Liga.
“Aku akan mengajar kalian
tentang Hukum Negara. Untuk Roni dan Liga trimah kasih sudah mengatar aku dan
mengira aku mahasiswa baru”.
Roni dan Liga hanya
tersenyum malu.
“Ok. Karna aku tidak
membawa materi apa-apa, sebelum memulai materi aku mau mengetes satu persatu
tentang hukum Negara di Indonesia. Yang pertama untuk Liga dan Joni. Menurut kalian bagaimana hokum Negara di
Indonesia??”.
***
Dalam ruangan dosen hanya
ada Rian dan Erika. “Ibu Erika tidak gajar?” tanya Rian.
“Jam 12 nanti Pak,” diam
sejenak, “kalau dilihat-lihat Ibu Klara sangat mirip dengan Esa”.
Rian diam.
“Mereka kan saudara kembar. Wajar sajalah jika
mereka mirip”.
“Mereka memang saudara
kembar, tapi mereka sama sekali tidak mirip, sifat mereka dan gaya pakaian mereka sangat jauh berbeda”.
“Benar juga”.
***
“Trimah kasih pengacara
sudah membantu saya,” kata Pak Hendrik.
“Kalau bukan karena ada,
tidak mungkin saya bisa bebas dari tuduhan itu”.
“Kita manusia saling bantu
membantu”.
“Anda pengacara hebat,
mana mungkin ada mintak bantuan pada saya”.
“Apakah jika saya mintak
bantuan bapak, bapak akan bantu saya?”.
“Bantuan apa?”.
Setelah pak Hendrik pergi.
Jenny menatap Paris .
“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Paris .
“Apa yang kau rencanakan?”
tanya Jenni.
***
Bunda mendekatin Klara
yang sedang membersihkan wajah di depan kaca. “bagaimana hari pertamamu?” tanya
Bunda.
“Melelahkan,” jawab Klara.
“Berapa kelas yang kau
gajar?”.
“Tiga kelas, 6 kali peretemuan. Tapi tadi cumak 1 kelas 1
pertemuan”.
“Eeeehhh…. Menurutmu
bagaimana Rian?”.
“Bunda kenal Rian?” tanya
balik Klara sambil menatap Bunda.
“Ya iyalah. Itukan suami
Esa”.
“Kak Esa”.
Sedih Bunda, “coba kalau
kalian tidak di pisahkan, mungkin kalian sempat bertemu hu….” Bunda mulai
menanggis. Klara memeluk Bunda, “Bunda menyesal memberikan pada teman Ayahmu”.
Klara hanya diam memeluk
Bunda menanggis di pelukkannya.
***
Dirumah Rian. Rian menatap
foto yang terletak di meja kecil di samping tempat tidurnya. Air mata jatuh
membasahin pipinya, “aku rindu kau…”.
***
“Aku penasaran banget
lihat gaya
pakaian Ibu Klara hari ini?” kata sintia yang sedang duduk di anak tangga
bersama Sinta.
“Apalagi aku. Hari pertama
saja Ibu Klara sudah buat heboh dengan pakaiannya sekarang aku penasaran
banget,” kata Sinta.
“Kalau gitu lihat saja,”
Sinta dan Sintia menolek
ke belakang karna ada suara dari belakang mereka. Mereka langsung kanget orang
yang di belakang mereka, “Ibu Klara,” sambil berdiri.
“Kok kanget. Bukannya
kalian ingin melihat gaya
pakaianku?” kata Klara.
Mereka berdua hanya
tersenyum melihat pakaian yang di pakai Klara, rok mini warna merah dan kemeja
putih,
“Kita ketemu di kelas,”
kata Klara meninggalkan mereka berdua menuju ruangan dosen.
“Kapan dia datang?” tanya
Sinta.
“Yang perluh di tanyakan
dari kapan Ibu Klara di belakang kita?” kata Sintia.
“Mampus kita…”.
“Pagi semua….” Sapa Klara
masuk dalam ruangan.
“Pagi…” semua menjawab
sapaan Klara.
“Ibu Klara bisa bicara
sebentar,” kata Erika.
“Iya,” Klara mengikutin
Erika keluar dari ruangan. “Ada
apa?” tanya Klara.
“Aku mau tanya. Apa kau
tidak merasa di perhatikan dengan pakaianmu sekarang?” tanya Erika.
“Aku merasa”.
“Lalu kenapa masih
berpakaian seperti ini?!”.
“Karna aku merasa nyaman
dengan pakaian seperti ini”.
“Apa”.
“Mungkin Ibu Erika menilai
seorang dosen tidak pantas memakai pakaian seperti aku. Tapi aku tidak setujuh
dengan kata-kata itu, aku sangat nyaman dengan pakaian ini malah aku sangat ingin
memakainya setiap saat, karna inilah diriku dan aku tak mau menjadi orang
lain”.
“Kau ternyata keras
kepala”.
“Maaf”.
“Mana Ibu Klara?” tanya
Benny pada Erika yang baru masuk ke ruangan tidak bersama Klara padahal tadi
keluar dari ruangan mereka bersama-sama.
“Ke kamar kecil,” jawab
Erika.
“Ibu Erika ngomong apa
dengan Ibu Klara?!” tanya Benny lagi.
“Itu bukan urusan kalian!
Itu urusan perempuan!!” marah Erika.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar