Minggu, 22 April 2012

My Prince Lawyers





“Mana Klara?!!” Tanya Ayah yang tidak melihat Klara dikamarnya.
            “Eeee… dia pergi,” jawab Bunda gugup.
            “Apa!!” kanget Ayah, “kau membiarkannya pergi!”.
            “Bukannya kau sendiri yang menyuruhnya ke kampus?”.
            “Kau tidak bohong?”.
            Bunda menggeleng.
            “Bagus”.
***
            “Klara!” panggil Eka dari balik pintu ruang ganti. “Kau ngapain di dalam! Cepat keluar!” yang tak sabar lagi.
            Tak lama kemudian pintu ruang ganti terbuka, “bagaimana?” tanya Klara sambil bergaya di depan pintu.
            “Cantik,” puji Eka melihat penapilan Klara yang memakai gaun merah bermotif bunga-bunga.
            “Ya iyalah. Aku kan selalu cantik,” memuji diri sendiri sambil menatap dirinya dari kaca. Tiba-tiba hpnya berbunyi, “halooo…” jawab Klara.
            “Kau dimana?” tanya Bunda yang ternyata yang  menelpon.
            “Di butik”.
            “Aduhhh… jam berapa lagi ke kampus?!”.
            “Bun… Bunda kan tahu anak Bunda yang cantik ini gak minat banget jadi dosen”.
            “Diam!! Kau sendiri yang bilang! Dari pada jadi pengacara lebih baik jadi dosen!! Kau jangan buat Ayah marah lagi”.
            “Ayah sekarang dimana?”.
            “Kantor”.
            “Syukur dehhh… besok Klara ke kampus”.
            “Benar”.
            “Iya,” lalu mematikan hpnya, “gak mengertian banget sih… anak ingin jadi model di paksa jadi dosen”.
            “Bukannya kau sendiri yang memilih jadi dosen,” kata Eka.
            “Karna aku di paksa jadi pengacara itulah aku memilih jadi dosen”.
            “Dasar egois”.
            Klara hanya tersenyum. “aku akan ke Badung nikmatin lagu-lagu  merdu Ada Band hi…” seneng Klara yang tak bisa membayangkan konser yang akan di buat HOTEL PESONA INDAH.
            “Aku iri ke kau”.
***
“Belum datang dosen baru?” tanya Pak Rudi pada  Erika di meja kerjanya yang sedang memeriksa hasil ujian hari ini yang di berikannya.
“Belum Pak”.
“Bukannya sekarang jadwalnya”.
Erika hanya diam.
“Nanti kalau dia datang, suruh langsung keruanganku”.
“Baik Pak”.
***
“Kau serius mau ke Bandung sendirian?” tanya Eka mengantar Klara sampai di depan mobil.
“Aku ajak kau, kau gak mau,” jawab Klara sambil membuka pintu mobil.
“Ya gimana lagi, butik lagi ramai”.
Klara masuk ke dalam mobil, “ingat, kalau Ayah telepon, bilang  aku lagi tidur. Ok…”.
“Iya”.
“Dahhh….” Klara menjalankan mobil sambil melambaikan tangan dari kaca jendela.
“Aku iri ke dia,” kata Eka lalu kembali ke butik. “maaf menunggu lama,” kata Eka pada pelanggan butik.
Pelanggan hanya tersenyum, lalu menelpon seseorang dari hpnya, “berhasil…” sambil tersenyum pada Eka yang membawa sepatu produk dari butiknya.
***
“Selamat datang Bandung!!!” teriak Klara setiba di Hotel PESONA INDAH. Klara turun dari mobil, matanya langsung tertuju pada butik yang menjual pakaian batik. Klara berpikir sejenak, “hotel? Butik?” setelah memutuskan tempat mana yang dahulu  Klara datangin, dia turun dari mobil langsung menuju butik. Setiap pakaian yang menarik dimatanya langsung diambilnya tanpa memikirkan berapa mahal harga pakaian masing-masing yang diambilnya.
Ketika sudah cukup lama memilih Klara ke tempat pembayaran. Pelayan langsung menghitung pakaian yang dipilih Klara, “semuanya 3.725.000 nona”.
“Oh…” Klara lupa membawa tas, “tunggu, aku ambil tasku di mobil,” kata Klara pada pelayan toko”.
“Baik nona”.
Segera Klara kembali ke mobil. bertapa terkejutnya Klara melihat seseorang memakai jas putih kepalanya masuk ke dalam mobilnya. Langsung saja Klara berteriak, “Maling!!!”.
Orang itu kanget langsung berlari sekencang-kencangnya dengan membawa tas Klara. Klara mengejar pencuri sekuat tenaganya, namun tidak tertangkap juga. Akhirnya klara ke hotel.
“Siang bu. Bisa saya bantu?” kata pelayan hotel menyambut kedatangan pengujung.
“Aku mau ambil kunci kamar 113”.
“kamar 113,” pelayan memeriksa di computer, “kamar 113 sudah mengambil kunci kamarnya”.
“Benarkah. Tadi katanya tidak bisa datang. Ya sudah… aku langsung saja,” kata Klara pada pelyan hotel. Mata Klara langsung tertuju pada pria yang mewmakai jas putih berdiri di depan lip, “Maling!!!” teriak Klara sambil mendekatin pria  berjas putih dan langsung memukul pria itu dengan kedua  tangannya.
“Heiii….!!” Teriak pria itu yang tak terimah dipukulin tanpa sebab.
Klara langsung berhenti memukul, “dasar Maling!!!”.
“Maling??” binggung pria itu.
“Pak Paris,” kanget pelayan melihat pria yang dipukulin pengujung hotel, “nona Pak Paris ini pemilik hotel ini”.
“Apa!” Klara  kanget, “maaf. Aku salah orang,”  merasa bersalah.
“Pukulanmu sangat kuat nona,” kata paris lalu masuk ke dalam lip.
Klara sangat malu di tambah semua orang melihat ke arahnya. Ketika lip terbuka kembali, Klara langsung masuk dalam lip, “dasar kau Klara,” kesal pada diri sendiri. Setiba di depan pintu kamar no 113 Klara langsung mengetuk pintu, “tok…tok…tok…” sambil memanggil Eka, “Eka!!! Eka….!!!” Tak lama kemudian pintu terbuka, “kau….,” kanget melihat pria yang membuka pintu kamar ternyata pria yang dipukulinnya di depan lip. “Mana Eka?” sambil masuk dalam kamar.
“Eka. Eka siapa?” binggung Paris.
“Kau tidak kenal Eka?”.

Klara menelpon Eka menggunakan telepon hotel yang berada dikamar 113, “katamu sudah memesan kamar 113,” kata Klara pada Eka.
“Iya”.
“Tapi kata menejer hotel kau sudah membatalkannya! Kau mau mati apa!!”.
“Mana mungkin aku membatalkannya,” kata Eka yang masih di butik.
“Lalu bagaimana ini?!” renggek Klara.
“Kau pesan saja kamar. Gak besok lusa aku ke Bandung,” tiba-tiba hp mati, “habis lagi batrenya,” kesal Eka melihat hpnya habis batre.

“Eka…Eka…Eka…!!!” teriak Klara tiba-tiba telepon terputus. Klara melihat dua pria yang memperhatikannya dari tadi, “Eee… ada kamar lain?” tanya Klara pada menejer hotel.
“Tidak ada kamar lagi nona,” jawab menejer hotel.
“Apa. eeee…,” Klara mulai panik.
Menejer hotel pura-pura menerima telepon dari hpnya, “halooo…” lalu meninggalkan kamar.
“Kalau kau mau, kita bisa bagi dua kamar ini. Kamar ini terlalu besar untukku,” usul Paris.
“Apa,” Klara berdiri, “dasar cowok aneh!” keluar dari kamar.
Paris hanya tersenyum.
***
“Benar om. Klara lagi tidur,” alasan Eka yang masih berada di butik.
“Kenapa hpnya tidak bisa di hubungin?!” tanya Ayah lagi melaluin telepon.
“Mungkin hp Klara habis batre”.
“Ya sudah. Bilang padanya besok jangan lupa ke kampus”.
“Iya om”.
Ayah mematikan hpnya.
“Benarkan Klara menginap di rumah Eka?” tanya Biunda.
“Iya. Benar Klara tadi ke kampus?” tanya Ayah pada Bunda.
“I…yalah sayang,” berusaha untuk tenang.
“Awas kalau kalian bohonh!” acam Ayah lalu pergi meninggalkan Bunda.
“Awas kalau pulang,” panik Bunda.
***
Acara hotel akan segera dimulai. Klara terpaksa mengganti pakaian di dalam mobil, setelah selesai  siap-siap Klara langsung kelestoran  tempat acara, “Wahhh…. Tampannya,” puji Klara melihat Doni Ada Band sedang bernyanyi di atas panggung. “gak ada lagi tempat duduk,” melihat kursi sudah di dudukin semua. Mata Klara tertujuh pada meja no 10, ada 1 kursi yang kosong di meja itu. Klara langsung menuju meja no 10, “boleh aku duduk di sini,” kata Klara tanpa melihat pemilik meja, Matanya terus tertujuh Ada Band yang sedang bermain di atas panggung.
“Esa…” kata pria pemilik meja kanget melihat wanita di hadapannya.
Klara yang merasa ditatapin oleh pria di hadapannya, lalu menolek, “ada yang aneh?”.
“Esa…” panggil Pria itu lagi.
“Esa? Namaku bukan Esa. Namaku Klara,” pria ini kenal Esa bearti kenal dengan Ayah, kata Klara dalam hatinya. Klara langsung pergi dari meja itu menjauhin pria yang menatapnya aneh padanya, “cowok aneh…” takut Klara.
“Setahu aku, yang boleh datang di acara ini hanya pengujung hotel. Kok kau bisa ada yach…” kata pria dari belakang Klara.
Klara langsung menolek ke belakang, “kau…” lalu tersenyum, “aku ke Bandung karna konser inilah. Jika aku tidak nonton percuma saja dong jauh-jauh ke sini,” alasan Klara.
“Kau sangat idolah dengan band ini?” tanya Paris.
“Bukan sangat idolah lagi tapi sangat sangat sangat sa…gat idolah banget”.
Paris tersenyum, “mau ketemu?”.
“Maksudmu ketemu mereka?”.
“Ya… ketemu dengan idolahmu”.
“Bener kau mau nemuin aku dengan Ada Band,” menyakitkan perkataan Paris.
Paris memengang tangan Klara, “ayo…” lalu menariknya di belakang panggung. Semua yang di lewatin mereka hormat pada cowok di sampingnya.
“Malam Pak,” sapa Doni Ada Band pada Paris.
Paris tersenyum, “boleh mintak foto kalian bersama gadis di sampingku ini,” menujuk pada Klara.
Klara sangat kanget melihat idolahnya berada dihadapannya sekarang, malah sekarang dia akan berfoto bersamanya.
“Iya Pak”.
Klara pun bersama grup Ada Band mulai berfoto, baik bersama-sama maupun satu persatu menggunakan hp milik Paris. Setiap gaya Klara tujukkan berfoto bersama-sama dengan idolahnya. Sedangkan Paris yang melihatnya hanya tersenyum melihat sikap Klara yang sangat mengidolakan grup Ada Band.

Sekitar pukul 10.00 WIB, konser sudah selesai. Klara dan Paris keluar dari lestoran. “trimah kasihnya untuk semuanya,” kata Klara, “tapi… bagaimana fotonya, bukannya foto ada di hpmu semua?”.
“Nanti pagi aku berikan,” jawab Paris, “kau tidur dimana?”.
Klara berpikir sejenak. “aku aja ke kamarmu. Ok…” lalu pergi meninggalkan Paris.
Paris hanya tersenyum.
***
“Aku nyakit itu Esa,” nyakit Rian pada cewek yang dilihatnya di lestoran, “tapi….” Diam sejenak, “gak mungkin. Mungkin hanya mirip,” yang mulai bimbang apa yang dilihatnya.
***

Klara terbangun dari tidur lelapnya karna suara ketukan dari jendela mobil. di bukan matanya perlahan-lahan  melihat siapa yang mengetuk jendela mobilnya, “tok…tok…tok…” Klara kanget melihat pria pemilik hotel berdiri di depan pintu mobil. Klara keluar dari mobil, “kau… sedang apa disini?” tanya Klara.
“Kau tidur di mobil?” tanya balik Paris, “gadis sepertimu bisa tidur di mobil??”.
“Jangan banyak omong!!” kesal Klara, “mau apa?”.
Paris memberikan kunci pada Klara, “kau belum mandi khan…. Mandilah di kamarku,” Paris masuk ke dalam mobil yang terpakir di sebelah mobil klara,  lalu pergi.
“Wajar saja dia tahu aku tidur di mobil,” kanget melihat paris masuk dalam mobil di sebelah mobilnya terpakit, “aaahhhh…..” malu Klara.
***
“Maksudmu tas dan hp klara hilang!” kanget Bunda setelah mendenggar cerita Eka, “kenapa kau gak bilang semalam!!,” marah Bunda.
“Maaf tan, aku ta…kut om marah”.
“Sekarang Klara dimana?” sedih Bunda.
“Klara gak mungkin kemana-mana? Pastih dia masih di hotel. Dia kan penakut”.
“Karna penakut itulah tante jadi kuatir,” panik Bunda.
***
“Sudah selesai?” tanya Paris yang menunggu Klara di sofa.
Klara heran melihat Paris, “kau sudah lama?”.
“Tenang. Aku tidak melihat apa-apa. ayo makan,” ajak Paris yang sebelumnya sudah menyediakan sarapan untuk mereka berdua. Klara melihat salad untuk dirinya dan stik untuk Paris.
Klara duduk, “ini makanan kesukaanku”.
Paris hanya tersenyum, lalu meletakkan di atas meja beberapa foto.
“Apa ini,” lalu melihat foto-foto, “aaahhh… foto-fotoku,” senang melihat foto-foto bersama idolahnya. Klara berpikir sejenak, “aku harus bayar berapa?”.
“Apa”.
“Bukannya kau selalu menolong aku biar dapat imbalan. Aku akan bayar, tapi tidak membayar secara lain. Aku mau bayar pakai uang!”.
“Bukannya kau kecopetan”.
“Eeehhh… maksudku kalau sudah di Jakarta. Pastih aku bayar!”.
“Ok. Kau bayar 25.000.000”.
“A…pa… sebanyak itu?”.
“Kau lupa, aku harus mempertemukan kau dengan grup idolahmu, cuci fotomu, kau mandi di kamarku dan sarapan  pagi ini,” ucap Paris.
“Bukannya itu semua kau lakukan sendiri tanpa aku yang suruh,” membelah diri.
“Kau mau bayar atau tidak?!”.
“Iya!”.
Paris menulis no hp di atas kertas, “kalau sudah terkumpul uangnya, hubungin aku,” memberikan kertas pada Klara.
“Pemilik hotel gak punya kartu nama??” heran Klara, “kau tidak mau tahu identitasku?”.
“Kalau kau tidak bayar. Akan aku cari kau!”.
“Apa!,” kaget Klara.
“Orang sepertimu mudah aku dapatkan”.
“Pastih aku bayar! Sesampai di Jakarta aku langsung bayar!,” nyakit Klara sambil meletakkan kertas di saku belakang roknya, “ Tapi…”.
Ada apa??”.
“Aku minjam uang 500.000. Aku tidak ada bensin untuk pulang ke Jakarta,” ragu-ragu Klara.
Paris tersenyum, “Iya,” lalu mengambil dompet dari saku celananya, mengeluarkan uang 100.000 lima lembar lalu meletakkan di atas meja.
Klara langsung mengambilnya, “Thank…” diam sejenak, “kau benar pemilik hotel ini?” tanya Klara yang tidak nyakit.
“Kenapa?”.
“Kau belum menikahkan?”.
“Kau mau menikah denganku?”.
“Apa! cowok aneh…”.
Paris tersenyum, “aku menunggu seorang gadis, dia sangat idolah dengan  Ada Band,” jawab Paris yang tahu maksud pertanyaan Klara yang belat belit.
“Apa dia datang?”.
“Ya”.
“Aku tidak melihat kau bersama perempuan?”.
Paris tersenyum.
“Kau memang cowok yang aneh”.

setelah menerima uang dari Paris, klara keluar dari hotel dengan muka berseri-seri, ketika mau memasukkin lip tiba-tiba seseorang menabraknya, “hei hati-hati!” kesal Klara namun tetap masuk ke dalam lip tak sadar kertas yang di sakunya terjatuh saat tabrakan dengan pria tadi.
Kertas itu di ambil Paris yang melihat dari jauh, “dasar ceroboh,” sambil tersenyum.
***
“Sayang…. Kau tidak apa-apa?” sambut Bunda menyabut kepulangan Klara.
“Ayah mana?” tanya Klara dengan nada pelat.
“Masih di kantor”.
“Syukur deh…”.
“Kau bisa pulang, bagaimana caranya? Bukannya kata Eka kau kecopetan”.
Klara baru teringat dengan kertas no hp pria yang meminjamkannya uang, “kertas itu,” sambil memeriksa saku depan belakang roknya.
“Kau cari apa?” tanya Bunda.
“Kertas no yang aku pinjam uangnya,” jawab Klara yang terus mencari.
“Kau taruk dimana?”.
“Di saku rokku,” renngek Klara yang sudah membongkar kompernya namun tidak menemukan kertas itu, “gimana nih…” renggek klara.
“coba kau ingat-ingat dulu”.
“Aaaahhh…. Bunda…”.
“Kau selalu ceroboh”.
“Gimana nih Bunda”.
***
“No sudah hilang, tidak mungkin dia menghubunginmu,” kata Jenni pada Paris yang berdiri di blangkon apartemennya, “apa yang akan lakukan?”.
“Sebuah kejutan,” jawab Paris sambil tersenyum.
“Semoga saja dia terkejut”.
“Pastih”.
***

Semua mata tertujuh pada perempuan yang keluar dari mobil BMW warna merah. Baik dosen maupun mahasiswa semua menatap kagum dengan gaya perempuan yang keluar dari mobil itu. Dengan memakai blus warna merah, rok mini berbahan tisu, panjang rok itu setengah meter, nampak jelas putih bersih paha perempuan itu dan sepatu berhak berwarna merah, tinggi haknya sekitar 10cm dan juga tas gadeng berwarna hitam sesuai dengan warna rok.
“Apa kampus kita menerima mahasiswa baru?” tanya Pak Rudi yang tak henti menatap.
“Setahu saya tidak pak,” jawab Pak Joni yang juga tak henti menatap.
“Apa dia dosen baru itu?” sambung Benny.
“Mana mungkin. Gak mungkin ada dosen berpakaian seperti itu,” kata Erika.
Joni dan Benny melihat pakaian yang dipakai selalu oleh Erika yang  memakai kemeja, celana dasar dan jas sesuai dengan warna celana dan kaca mata tidak pernah hilang dari wajahnya, setiap saat selalu memakai model pakaian yang sama hanya membedahkan warnanya saja.
“Apa yang kalian lihat?!” marah Erika berjalan duluan.
Ada apa?” tanya Rian mendekatin Joni dan Benny.
“Ibu Erika marah,” jawab Benny.
“Kenapa?”.

“Memang salah dengan model bajuku!!” marah Erika sambil membuka pintu ruangan, namun Erika sangat kanget melihat seorang perempuan yang berdiri di ruangan, “kau…”.
Ada apa Ibu Erika?” tanya Pak Joni sama dengan dosen lain kanget melihat perempuan itu.
“Hai… selamat pagi, aku Klara Putri Dewi, kalian boleh panggil aku Klara. Aku akan mengajar di sini sebagai dosen Hukum Negara,” kata Klara memperkenalkan diri, namun tatapan itu masih ke arahnya., “ada apa?”.
“Kau Ibu Klara?” tanya Pak Rudi.
“Iya,” jawab Klara.
“Dosen Hukum Negara?” tanya lagi Pak Rudi.
“Iya,” Klara mulai binggung.
Rian masuk ruangan, “Ada apa ini?”. Rian sangat terkejut melihat perempuan yang sangat mirip dengan Esa.
Klara pun kanget melihat cowok yang dilihatnya di hotel, “cowok itu kan di meja 10,” ingat Klara dengan nada suara pelat.
“Kau Klara?” tanya Rian sambil duduk di meja kerjanya.
“Iya,” jawab Klara.
“Pak Rian, aku serakan dia padamu?” kata Pak Rudi kembali keruangannya. Benny, Joni dan juga Erika duduk di meja kerja mereka masing-masing.
Apa dia tidak ingatnya, kata Klara dalam hatinya sambil menatap Rian di meja kerjanya.
Ini jadwal kuliahmu,” sambil memberikan beberapa kertas pada Klara, “kelas sementara yang kau ajar kelas 5KH2. 5KH3, dan 5KH4 semester 5,” kata Rian tanpa melihat Klara di depannya berdiri, “meja kerjamu di sebelah Pak Benny. Selamat bergabung Universitas Hukum Indonesia”.
Klara hanya tersenyum, lalu duduk di meja kerjanya. Klara melihat kertas yang diberikan Rian padanya, “hari ini jadwalku di kelas 5HK4 jam 9,” sambil membaca.
“Sekarang sudah jam 9 Bu Klara,” kata Benny yang duduk di sebelahnya.
Klara melihat jam di tangannya, “kalau gitu aku kelas dulu,” Klara keluar dari ruangan, “dimana kelasnya?” binggung Klara, dilihatnya 2 lelaki sedang berjalan ke arahnya, “nama kalian siapa?”.
“Aku Roni dan ini Liga,” kata Roni memperkenalkan diri. “kau mahasiswa baru?” melihat gaya Klara.
“Kalian tahu kelas 5HK4?” tanya Klara.
“Kau sekelas dengan kami,” jawab Roni.
“Benar. Syukur deh… ayo …” ajak Klara sambil memengang tangan Roni dan Liga.
Wahhh… agresif banget cewek nih kata Liga dalam hatinya.
Setiba dikelas, Klara menyuruh Liga dan Roni duduk, “duduklah di kursi kalian!” perintah Klara.
“Kau duduk di sebelah kami saja,” kata Liga. Klara hanya tersenyum. Bukan Liga dan Roni saja yang mengira Klara mahasiswa, semua mahasiswa di kelas masih sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, tidak satupun yang mengira Klara dosen mereka.
“Siapa tuh?” tanya Rika pada Liga.
“Mahasiswa baru,” jawab Liga.
“Gapain dia berdiri di depan? Seperti dosen!”.
“Mungkin memperkenalkan diri,” sambung Roni.
“Mana Ibu Klara?” tanya Sinta.
“Mana aku tahu?” jawab Roni.
“Mungkin kalian semua bertanya-tanya sedang apa aku berdiri di depan dan siapa aku?” diam sejenak, “aku Ibu Klara,” memperkenalkan diri.
“Apa!” semua serentak menjawab, “mati aku,” kata Liga.
“Aku akan mengajar kalian tentang Hukum Negara. Untuk Roni dan Liga trimah kasih sudah mengatar aku dan mengira aku mahasiswa baru”.
Roni dan Liga hanya tersenyum malu.
“Ok. Karna aku tidak membawa materi apa-apa, sebelum memulai materi aku mau mengetes satu persatu tentang hukum Negara di Indonesia. Yang pertama untuk Liga dan Joni.  Menurut kalian bagaimana hokum Negara di Indonesia??”.
***
Dalam ruangan dosen hanya ada Rian dan Erika. “Ibu Erika tidak gajar?” tanya Rian.
“Jam 12 nanti Pak,” diam sejenak, “kalau dilihat-lihat Ibu Klara sangat mirip dengan Esa”.
Rian diam.
“Mereka kan saudara kembar. Wajar sajalah jika mereka mirip”.
“Mereka memang saudara kembar, tapi mereka sama sekali tidak mirip, sifat mereka dan gaya pakaian mereka sangat jauh berbeda”.
“Benar juga”.
***
“Trimah kasih pengacara sudah membantu saya,” kata Pak Hendrik.
Paris tersenyum, “ini tugas saya, jangan sungkat”.
“Kalau bukan karena ada, tidak mungkin saya bisa bebas dari tuduhan itu”.
“Kita manusia saling bantu membantu”.
“Anda pengacara hebat, mana mungkin ada mintak bantuan pada saya”.
“Apakah jika saya mintak bantuan bapak, bapak akan bantu saya?”.
“Bantuan apa?”.
Paris tersenyum.

Setelah pak Hendrik pergi. Jenny menatap Paris. “Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Paris.
“Apa yang kau rencanakan?” tanya Jenni.
Paris hanya tersenyum.
***
Bunda mendekatin Klara yang sedang membersihkan wajah di depan kaca. “bagaimana hari pertamamu?” tanya Bunda.
“Melelahkan,” jawab Klara.
“Berapa kelas yang kau gajar?”.
“Tiga kelas,  6 kali peretemuan. Tapi tadi cumak 1 kelas 1 pertemuan”.
“Eeeehhh…. Menurutmu bagaimana Rian?”.
“Bunda kenal Rian?” tanya balik Klara sambil menatap Bunda.
“Ya iyalah. Itukan suami Esa”.
“Kak Esa”.
Sedih Bunda, “coba kalau kalian tidak di pisahkan, mungkin kalian sempat bertemu hu….” Bunda mulai menanggis. Klara memeluk Bunda, “Bunda menyesal memberikan pada teman Ayahmu”.
Klara hanya diam memeluk Bunda menanggis di pelukkannya.
***
Dirumah Rian. Rian menatap foto yang terletak di meja kecil di samping tempat tidurnya. Air mata jatuh membasahin pipinya, “aku rindu kau…”.
***

“Aku penasaran banget lihat gaya pakaian Ibu Klara hari ini?” kata sintia yang sedang duduk di anak tangga bersama Sinta.
“Apalagi aku. Hari pertama saja Ibu Klara sudah buat heboh dengan pakaiannya sekarang aku penasaran banget,” kata Sinta.
“Kalau gitu lihat saja,”
Sinta dan Sintia menolek ke belakang karna ada suara dari belakang mereka. Mereka langsung kanget orang yang di belakang mereka, “Ibu Klara,” sambil berdiri.
“Kok kanget. Bukannya kalian ingin melihat gaya pakaianku?” kata Klara.
Mereka berdua hanya tersenyum melihat pakaian yang di pakai Klara, rok mini warna merah dan kemeja putih,
“Kita ketemu di kelas,” kata Klara meninggalkan mereka berdua menuju ruangan dosen.
“Kapan dia datang?” tanya Sinta.
“Yang perluh di tanyakan dari kapan Ibu Klara di belakang kita?” kata Sintia.
“Mampus kita…”.

“Pagi semua….” Sapa Klara masuk dalam ruangan.
“Pagi…” semua menjawab sapaan Klara.
“Ibu Klara bisa bicara sebentar,” kata Erika.
“Iya,” Klara mengikutin Erika keluar dari ruangan. “Ada apa?” tanya Klara.
“Aku mau tanya. Apa kau tidak merasa di perhatikan dengan pakaianmu sekarang?” tanya Erika.
“Aku merasa”.
“Lalu kenapa masih berpakaian seperti ini?!”.
“Karna aku merasa nyaman dengan pakaian seperti ini”.
“Apa”.
“Mungkin Ibu Erika menilai seorang dosen tidak pantas memakai pakaian seperti aku. Tapi aku tidak setujuh dengan kata-kata itu, aku sangat nyaman dengan pakaian ini malah aku sangat ingin memakainya setiap saat, karna inilah diriku dan aku tak mau menjadi orang lain”.
“Kau ternyata keras kepala”.
“Maaf”.

“Mana Ibu Klara?” tanya Benny pada Erika yang baru masuk ke ruangan tidak bersama Klara padahal tadi keluar dari ruangan mereka bersama-sama.
“Ke kamar kecil,” jawab Erika.
“Ibu Erika ngomong apa dengan Ibu Klara?!” tanya Benny lagi.
“Itu bukan urusan kalian! Itu urusan perempuan!!” marah Erika.
*** 

Bersambung

Tidak ada komentar :

Posting Komentar