Klara keluar dari kamarnya.
Dilihatnya Ayah sudah menunggunya di depan pintu keluar. “ini…” Ayah
mengembalikan ATM, kartu kredit dan kunci mobil pada Klara, “kemari kan kau
ulang tahun, hari ini belanjalah sepuasnya”.
Klara langsung
mengambilnya, “trimah kasi Yah”.
“Ayah pergi dulu,” lalu
Ayah pergi.
“Bun…” seneng Klara.
“Belanjalah sepuasmu”.
“Sudah lama banget”.
Bunda mencubin pipi Klara
dengan kasih sayang.
***
Benni dan Joni heran
melihat Rian dan Erika hari ini tidak datang serempak dalam 1 mobil. biasanya
mereka selalu bersama-sama pergi dan pulang, namun hari ini Rian terlihat
datang sendiri dan Erika menggunakan taxi ke kampus. “kenapa mereka?’ tanya
Benni.
“Mungkin lagi marahan,”
jawab Joni.
Tak lama kemudian, mereka melihat Klara datang
dengan menggunakan mobil yang selama ini tidak penah dipakai Klara lagi, hari
ini dipakainya.. “Pagi Ibu Klara,” sapa Benny dan Joni pada Klara yang
melewatin mereka berdua.
“Pagi,” Klara membalas
menyapa.
Tak lama kemudian. mereka
melihat Paris mengejar Klara, “hei…” Paris memengang bahu Klara dari belakang.
Klara menolek ke belakang,
“kau!!” yang masih marah pada Paris. Langsung di tedangnya kaki kanan Paris
namun tidak kenah, di tendangnya kaki kiri tetap tidak kenah juga, lalu menampar
Paris. Paris langsung menangkap tangan Klara, “heiii…. Kau masih marah?” tanya
Paris sambil tersenyum.
Klara melihat di
sekitarnya, baik itu dosen maupun mahasiswa melihat kearah mereka berdua.
“Eeehhh…” kesal Klara yang tak bisa melampiaskan kemarahannya, lalu Klara
pergi.
Paris hanya tersenyum
melihat sikap Klara padanya. Tanpa memikirkan orang-orang yang memadangnya,
Paris melajutin langkahnya menuju kelas yang hari ini jadwal dirinya mengajar.
“Sepertinya Ibu Klara dan
Pak Paris marahan juga?” kata Joni.
“Kok kebetulan yach…,”
kata Benny, “Pak Rian marahan dengan Ibu Erika. Ini Ibu Klara marah dengan Pak Paris?”.
***
Ayah turun dari mobil.
“Sudah lama aku tidak kesini,” Kata Ayah melihat suasana memakaman umum yang
sudah 16 tahun tidak di kujunginnya lagi. Ayah melangkah kesalah satu makam
yang bernama Budi Yono yang terletak di tenggah pemakaman. Ayah heran melihat
sebuah bunga pelatih kesukaan Alm Budi sewaktu hidup berada di makam, terlihat
bunga masih segar. “siapa yang meletakkannya?” tanya Ayah yang merasa Alm Budi
tidak punya saudara di Indonesia kecuali anak dan Istri yang sudah 18 tahun
yang lalu tak ada kabarnya lagi. Ayah melihat seorang kakek yang sedang
membersihkan sekitar pemakaman, “Permisih”.
Kakek melihat Ayah, “ada
apa Pak?” tanya Kakek.
“Bapak tahu siapa yang
meletakkan bunga di makam Alm Budi?” tanya Ayah.
“Anak Alm Pak Budi,” jawab
Kakek.
“Apa!” kanget Ayah, “sejak
kapan?”.
“Hampir tiga bulan ini
Pak. Malah dia menyuruh saya untuk membersihkan kuburan bapaknya setiap hari,”
diam sejenak, “biasanya setiap hari minggu anak itu datang”.
“Apa namanya anak itu
Luky?”.
“Bukan Pak”.
“Siapa?”.
***
“Dia seenaknya menciumku!!
Dia pikir dia tuh siapa?!” marah Klara yang becerita pada Eka.
Eka memberika secangkir
kopi hangat pada Klara, “tapi kau menikmatinnya khan?” sambil duduk disofa”.
“Maksud kau?!”.
“Ini kan ciuman pertamamu,
masak kau tidak ada getaran sedikitpun,” goda Eka.
Klara menjatuhkan tubuhnya
di atas kasur, “tidak ada,” laluy duduk kembali, “aku kesini bukan membicarakan
orang aneh itu! Apa yang harus aku lakukan pada Rian?”.
“Kau kan hanya ingin tahu
apakah pengacara bohong atau tidak. Langsung tanya saja ke Rian”.
“Apa tidak apa-apa,” lalu
menjatuhkan tubuhnya kembali ke kasur.
“Tak apa-apa kali. Kau kan
hanya ingin tahu saja,” sarat Eka.
Klara menatap
langit-langit kamar Eka.
***
Bunda melihat Ayah pulang
lesu. “Ada apa? apa ada masalah?” tanya Bunda kuatir melihat keadaan Ayah.
Ayah duduk disofa, “Klara
sudah pulang?” tanya Ayah melihat ke kamar Klara.
“Belum. Mungkin Klara
menginap lagi di rumah Eka. Ada apa?” tanya Bunda lagi penasan.
“Apa Budi punya anak selain Luky?” tanya Ayah.
“Sudah 16 tahun Ayah tak
pernah lagi mengungkit Pak Budi. Tapi
kenapa Ayah sekarang mengukitnya lagi?”.
“Tadi aku ke kuburan Budi.
Aku lihat ada bunga melati dikuburannya. Kata penjaga pemakaman, anaknya selalu
datang setiap minggu selama tiga bulan ini,” cerita Ayah.
“Luky?”.
“Bukan. Namanya Bukan
Luky”.
“Bukannya Pak Budi cumak
punya 1 anak?”.
“Itulah yang membuat aku
pusing. Benar Rudi hanya punya 1 anak?”.
“Selain Luky siapa lagi??”
Bunda ikut pusing memikirkannya.
***
Esoknya Klara mencoba
langsung bertanya pada Rian. Klara sms Rian untuk menemuinnya di taman. “Ada
apa?” tanya Rian yang baru tiba.
“Eeeh…. Aku mau nanya soal
sms untuk ketemuan di cave Citra,” kata
Klara.
“Aku tidak menerima sms
dari siapapun”.
“Mungkin Iya,” diam
sejenak, “tapi kenapa sms aku hari ini masuk? Jika salah nomor, pastih sms hari
ini tidak akan masuk juga,” binggung Klara, “sebenarnya aku ingin merayakan
ulang tahun bersamamu, tapi kau tidak datang,” Klara menahan agar tidak
menanggis.
“Aku datang”.
“Benarkah? Kau ke cave?”.
“Tidak. Aku kerumahmu”.
“Kau melihatnya?”.
Rian diam.
“A….aku bisa jelasin
semuanya. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Rian, kami hanya….”.
Rian langsung memotong
perkataan Klara, “aku tidak penduli, itu urusan pribadimu, kta tidak ada
hubungan apa-apa! Aku tidak mau ikut
campur!”.
Klara berusaha untuk
tersenyum, “kau benar, kita tidak ada hubungan apa-apa,” jawab Klara lesu.
Rian melihat Paris dari
jauh yang akan pergi dari kampus, “sejak kapan kau mengenal Paris?”.
Klara berkata dalam
hatinya, akhirnya dia cemburu juga,
senang Klara, “baru sebulan lebih. Kenapa kak?”.
“Kau tahu Paris berasal
dari Amerika?”.
Klara menggeleng.
“Kau dekat dengan Paris
tapi kau tidak tahu dia berasal dari mana”.
“Aku kalua bereteman tidak
suka bertanya, kalau dia sendiri tak mau cerita”.
“Baru tiga bulan ini Paris
di Indonesia. Dia kuliah lulusan di Amerika tapi berkaril di Indonesia sebagai
pengacara, pemilik hotel dan dosen. Dari ketiga profesi yang dia jalanin sangat
bertentangan satu sama lain. Dan aku denggar dia akan melakukan apa pun untuk
memenangkan kasus walaupun itu membayar saksi,” diam sejenak, “dan waktu kau
diculik, Paris ada disana”.
“Dia ada disana? Aku tidak
melihantnya?” tanya Klara antara percaya dan tidak percaya yang yang
diceritakan Rian padanya.
“Sebelum kau lebih dekat
lagi, sebaiknya kau cari tahu dulu siapa Paris sebenarnya”.
***
“Besok aku akan ke kantor
polisi untuk bertemu dengan Oki,” kata Paris sambil melangkah kea rah pakiran.
“Perluh aku temani?” tawar
Jenni.
“Boleh”.
“Ok kita bertemu di kantor
pol….” Kata-kata Jenni terhenti saat melihat Klara berdiri di mobil Paris.
Paris menolek kearah yang
dilihat oleh Jenni, “Klara?” lalu mendekatin Klara, “kau sedang apa disini?”
tanya Paris, “mana mobilmu? Bukannya mobilmu sudah kembali”.
Klara menatap Paris tanpa
mengatakan satu katapun.
“Sebaiknya aku pulang.
Besok kita bertemu di kantor polisi saja,” kata Jenni lalu pergio menggunakan
mobil yang dipakirnya di sebelah mobil Paris.
“Kau kenapa?” tanya Paris
lagi.
“Aku ingin bicara
denganmu,” kata Klara yang masih menatap Paris.
Paris mengajak Klara ke
Cave Citra. Mereka duduk di meja no 4 yang berada di pinggir kolam renang. “Untung
menejernya baik, jadi kita dapat diskon malam ini untuk menggantikan malam
itu,” kata Paris yang coba menghibur Klara yang dari tadi tidak tersenyum
padanya.
“Kenapa kau tidak pernah
cerita kau berasal dari Amerika?” tanya Klara ke inti bicara.
Paris menatap Klara,
“memang kau pernah bertanya?” balik tanya Paris, “dan aku rasa itu juga tidak
penting. Kau sudah tahu namaku, alamatku, pekerjaanku, sifatku kau mau tahu apa
lagi? Makanan kesukaanku stik dan minuman kopi. Apa lagi yang ingin kau tahu
tentang aku?”.
“Hahhh… aku juga
binggung,” kata Klara sambil tersenyum.
“Tanya saja, aku akan
jawab”.
Klara menatap paris.
“kenapa kau mengelutin 3 profesi sekaligus?”.
“Karna aku menyukainnya”.
Benar juga”.
“Apa lagi?”.
“Sewaktu aku di culik, kau
ada di tanah kosong itu?”.
“Ya”.
“Jadi luka itu karna
menolongku?”.
“Iya”.
“Aku pikir, luka saat itu
karna jatuh atau kau beratem sama orang, bukan menolong aku,” menyesal Klara
yang baru sadar, “kenapa kau tak bilang ke aku?”.
“Karna kau tidak melihat
aku”.
“Maksudmu karna aku tidak
melihat, aku tak akan percaya dengan ceritamu?!”.
“Kau mau bertanya apa
lagi?”.
“Kau kenapa ke Indonesia?
Bukannya jika kau berkaril di Amerka lebih baik dari pada di Indonesia?”.
Paris diam sejenak,
“karna… karna aku ingin lihat gadis yang aku ingkar janjinya,” menatap Klara.
“Kau pastih sangat
bersalah,” Klara menatap Paris, “apa kalian sudah bertemu?”.
“Iya. Tapi aku masih tidak
berani mengatakan sebenarnya. Aku takut dia marah padaku,” kata Paris yang
berusaha tidak menanggis di hadapan Klara.
Klara melihat mata Paris
berkaca-kaca, “kau pastih sangat menderita dengan rasa bersalahmu itu”.
“Iya. Karna itulah aku
datang ke Indonesia”.
“Seharusnya kau harus
segera meminta maaf padanya. aku nyakit dia pastih memaafkanmu jika mendenggar
penjelasanmu,” sarat Klara.
“itu menurutmu?”.
“Lebih cepat lebih baik”.
Paris menatap kolam
renang.
***
Erika mencoba menghubungin
Rian untuk minta maaf. Namun dari tadi siang Rian tidak mau menggakat telepon
darinya. Erika berusaha untuk menahan diri agar tidak menanggis lagi seperti
malam kemarin. Dia trus mencoba menelpon dan mengirim sms tapi tetap saja tidak
telepon tidak di angkat dan sms tidak dibalas.
***
Klara menatap dirinya di
depan kaca. “Sudah aku duga, ini pastih hanya salah paham,” kata Klara yang
sudah legah mendenggar jawaban setiap
pertanyaan yang diajukan ke Paris, semua dijawab. “Tapi aku gak nyangkah, aku
punya teman dari Amerika”.
***
Setelah sampai
diampartemen. Paris langsung mandi, dibiarkan tubuhnya tersiram dengan air yang menggalir di atas kepalanya. Ditutupnya
matanya sambil mengingat pertanyaan yang diajukan Klara padanya, terutama
pertanyaan terakhir padanya. “ini tidak semudah yang kau bayangkan,” kata Paris
yang terus menyesal pada dirinya sendiri.
***
Paris menghubungin Jenni,
mengabarkan dirinya tidak bisa bertemu di kantor polisi. “kau sakit?” tanya
Jenni yang masih dikantor polisi.
“Sepertinya aku deman,”
jawab Paris yang berdiri di blangkon sambil memengang kepalanya yang terasa
sakit.
“Apa perluh kita ke rumah
sakit,” sarat Jenni kuatir.
“Kau tahu jawabannya. Aku
tak suka rumah sakit”.
“Kalau gitu aku suruh
dokter saja ke ampartemenmu”.
“Tidak usah. Aku tidak
apa-apa. kau ke kantor polisi saja, cari tahu kasus apa saja yang dewi sering
lakukan sebelum kasus ini”.
“Baiklah. Nanti pulang
dari kantor polisi aku langsung ke ampartemenmu”.
“Ya,” lalu mematikan hp.
Paris melihat pemadangan luar dari ampartemennya dari blangkon.
***
Erika mengejar Rian yang
jalan duluan keruangan. “Rian…” panggil Erika sambil memengang tangan Rian, “sampai
kapan kau diamkan aku?” tanyanya dengan mata berkaca-kaca, “aku sudah mintak
maaf padamu. Apa itu kurang!”.
Rian menatap Erika.
Klara muncul dari balik
pintu ruangan, dilihatnya Rian dan Erika sedang saling bertatapan, “kalian ada
apa?”.
Erika melepaskan
tangannya, “aku mau masuk dulu,” lalu masuk kedalam ruangan dengan kekecewaan.
“Kakak bertengkar dengan
Ibu Erika?” tanya lagi Klara.
“Hanya masalah kecil,”
jawab Rian.
“Oh iya. Aku mau bicarakan
tentang Paris. Semalam aku bertanya pada Paris. Dia memang baru 3 bulan di
Indonesia, Paris ke Indonesia hanya ingin mintak maaf pada seorang perempuan,
itu saja,” cerita Klara polos.
“Syukurlah jika Pak Paris
tak ada niat buruk padamu”.
“Gak mungkin Paris ada
niat buruk ke aku, karna selama ini dia selalu bantu aku, kalaupun aku tidak
membutuhkannya dia selalu muncul untuk bantu aku,” ingat Klara setiap
membantunya.
“Kau tahu siapa perempuan
itu?”.
“Aku rasa aku tidak perluh
bertanya, siapa perempuan itu? Itu urusan pribadinya. Aku tak mau terlalu ikut
campur urusan pribadinya,” lalu tersenyum, “yang aku tahu Paris ke Indonesia
hanya ingin menemuin seorang wanita. Dia sepertinya sangat mencintain wanita
itu, sampai-sampai mengejar perempuan itu ke Indonesia,” Klara teringat
kata-kata Paris waktu di Bandung, “Waktu di Bandung juga Paris mengatakan, aku
menunggu seorang gadis, dia sangat idolah dengan grup Ada Band, itu yang dia
katakan padaku”.
“Apa Paris bertemu
perempuan itu?”.
“Iya katanya”.
Walaupun masih binggung,
Rian berusaha untuk tersenyum.
***
Dari kantor polisi Jenni
ke ampartemen Paris dengan membawa obat-obatan untuk Paris. Ketika mau masuk
kedalam lip, Jenni bertemu dengan Klara yang juga mau masuk dalam lip. Mereka
saling tersenyum. “kau mau ke ampartemen Paris?” tanya Jenni.
“Iya. Aku mau nanyain soal
Kristin?” jawab Klara.
Jenni memberikan bungkusan
plastik pada Klara, “tolong berikan ini pada Paris”.
“Apa ini?” Klara melihat
bungkusan, “obat,” kanget melihat isi bungkusan ada beberapa obat-obatan,
“siapa yang sakit? Kristin yang sakit??”.
“Katakan pada Paris aku
tidak bisa ke ampartemennya, aku ada urusan lain. Permisih,” kata Jenni sambil
mengambil hp dari tasnya, lalu melangkah keluar.
Walaupun masih binggung,
Klara masuk kedalam lip untuk ke ampartemen Paris.
***
“Kau beritahu aku sakit?”
tanya Paris menerima telepon dari Jenni yang berada di lantai bawah.
“Tidak. Aku bertemu dia
dibawah”.
“Tok…tok…tok…tok…” pintu
ampartemen diketuk.
“Sepertinya dia sudah
datang,” kata Jenni lalu mematikan hpnya.
Paris membuka pintu, “kau
sedang apa ke sini? Kalau hanya masalah Kristin, aku kan sudah katakan, aku
akan beritahu nantinya,” tanya Paris ketika melihat Klara didepan pintu.
“Kau sepertinya tahu aku
mau kesini,” heran Klara yang tiba-tiba Paris bertanya seperti itu padanya.
“Kau sakit?” melihat wajah Paris pucat.
“Tidak”.
Klara memengang kening
Paris.
“Apa yang kau lakukan?”.
“Ahhh…. Panas sekali,”
kanget Klara, “jadi obat ini untukmu,” Klara meengang lenggat Paris, “kau harus
istirahat,” saran Klara sambil membawa Paris ketempat tidur, “aku ambil pengompres
dulu,” lalu kedapur. Tak lama kemudian Klara membawa baskop dan handuk kecil
untuk mengompres Paris.
“Apa yang kau lakukan?”
tanya Paris melihat sikap Klara padanya.
“Panasmu tinggi sekali!”.
“Jangan buat aku tidak
enak padamu,” lalu duduk.
“Tidu!!” sambil memaksa
Paris membaringkan tuibuhnya kembali ke kasur, “kau ini sudah sakit cerewet
sekali!”. Paris membaringkan tubuhnya kembali. Klara memeras handuk lalu
meletakkan di kening Paris. “Kau sudah makan?” tanya Klara, “sebelum minum obat
harus makan dulu”.
“Kau bisa masak?” tanya
balik Paris.
Klara terdiam sejenak,
“tidak sih… tapi kita kan bisa mesan di lestoran”.
Paris menarik nafas
panjang lalu melepaskannya kembali, “kau memang bukan istri yang baik”.
“Maksudmu apa?!!”.
“Mana ada perempuan tidak
bisa masak?!”.
“Jangan mengejekku!” marah
Klara.
“Mana ada laki-laki yang
mau menikah dengan wanita yang tidak bisa masak. Walaupun masakan istri tidak
enak, tapi karna dibuat dengan kasih sayang, makanan itu terasa enak”.
“Apa perempuan itu bisa
masak juga?”.
“Tidak”.
“Jangan-jangan kau
meninggalkannya karna tidak bisa masak,” tebak Klara, “dan sekarang kau mau
menemuinnya karna dia sudah pintar masak”.
Paris tersenyum, “sampai
sekarangpun dia tidak bisa masak”.
Ternyata di dunia ini ada
2 wanita yang tak bisa masak. Apa Jenni bisa masak?”.
“Iya. Masakannya sangat
enak”.
“Benarkah?”.
Paris tersenyum.
Setelah minum obat Paris
tertidur lelap di kasur. Kalra menatap Paris, “kalau dilihat-lihat kau tampan
juga,” puji Klara, “tapi sayang kau sudah menyukain wanita lain,” Klara
tersadar dari kata-katanya, “apa sih yang aku katakan, ingat Klara, kau
menyukain kak Rian bukan Paris. Paris hanya teman bagimu,” kata Klara
menyakitkan dirinya sendiri.
***
“Klara menginap lagi di
rumah Eka?” tanya Ayah yang tidak melihat Klara dari tadi siang.
“Sepertinya iya,” jawab
Bunda yang sedang dfuduk di ruang tenggah sambil menikmatoin siaran televise
yang disukainnya.
“Kau belum beritahu soal
Luky khan?”.
“Belumlah Yah,” diam
sejenak, “tapi kalau Luky menagi janji kita yang akan menjodohkannya dengan
Klara bagaimana?”.
“Itukan belum pastih
Luky”.
“Memang selain Luky siapa
lagi anak Budi”.
“Aku tahu itu!! Tapi kata
penjaga pemakaman anak itu bukan namanya Luky!”.
“Jadi apa rencana Ayah?”.
“Minggu aku mau kesana
lagi. Kata penjaga pemakaman setiap hari minggu
dia sering datang kesana”.
***
Paris bangun dari tidur
lelapnya, langsung bangkit dari tempat tidur. Ketika mau ke dapur, Paris
melihat Klara tertidur di sofa, “kau menjaga aku sampai seperti ini, lebih baik
hentikan, kalau itu hanya sebagai teman. Itu membuat aku tambah tersiksa pada
Klara yang sedang tertidur lelap dengan memadanginnya. Diangkatnya tubuh Klara
ke kamar, lalu meletakkan tubuh Klara di atas kasur, setelah menyelimutin tubuh
Klara, Paris keluar dari kamar.
Paris menagmbil kotak yang
disimpatnya di lemari ruang tamu. Dibukanya kotak yang berisi foto-foto. Satu
persatu Paris melihat foto Klara yang di poretnya diam-diam selama 3 bulan ini.
Tak teritung lagi foto Klara didalam kotak.
***
Paris melihat ke jendela,
dilihatnya langit sudah nampak kemerahan. Dikumpulin semua foto-foto yang
beserakat dilantai maupun di atas meja, agar Klara tidak melihat foto dirinya
itu, namun tidak semua foto yang terkumpul, Paris tak sadar ada foto yang
terselip di bawah sofa. Setelah menyimpat
kotak ke lemarin tempat dimana dirinya mengambilnya semalam, Paris keluar dari ampartemennya dan membiarkan
Klara yang masih tertidur lelap di tempat tidur.
***
Didalam ruangan, hanya
Erika dan Rian. Semua dosen-dosen sudah ke kelas tempat mereka jadwal hari ini.
Erika mendekatin Rian yang duduk di meja kerjanya, “jika kau ingin aku mintak
maaf pada Klara, akan aku lakukan. Tapi aku mohon jangan diamkan aku seperti
ini,” kata Erika dengan mata berkaca-kaca.
Rian menatap Erika, “kau
tahu apa yang kau lakukan itu keterlaluan?!”.
“Aku akan mintak maaf pada
Klara, kalau itu maumu!”.
***
Paris kembali ke apartemennya
dengan membawa sarapan pagi yang akan disantap oleh dirinya dan Klara. Baru di
depan pintu Klara mendenggar suara kaca yang pecah dari dalam, langsung Paris
masuk kedalam, menuju dapur. Dilihatnya Klara sedang mencuci piring, “kau
marah!?” kata Paris Dilihatnya beberapa piring pecah berserakat dilantai.
Klara menolek kebelakang,
“maaf… licin,” sambil menujukkan tangannya yang penuh dengan busa sabun.
“Biar aku bersihkan dulu,
nanti kena kakimu,” Paris mengambil beling yang berserakat dilantai.
“Jangan, biar aku saja,”
kata Klara sambil mengambil beling di tangan Paris.
“Auhh…” beling mengenain
jari Paris.
“Kan sudah aku bilang!”.
“Itu karna kau mengambil dari tanganku!”.
Klara menujukkan wajah
sedih, “Maaf… barang-barangmu banyak yang pecah dan sekarang kau terluka
gara-gara aku juga”.
“Sudahlah. Kita sarapan
dulu, nanti bibi pembersih yang akan membersihkannya. Kau kesana dulu, aku ambil
piring dulu,” kata Paris lembut.
Klara keruang tamu,
langsung duduk disofa, tak segaja Klara mengijak foto yang terselip dibawah
kursi, “apa ini,” lalu mengambil foto itu. Bertapa terkejutnya Klara melihat
foto dirinya yang sedang berdiri di tepi pantai, dan setahunya dirinya merasa tak pernah di foto dengan gaya seperti itu. Klara menatap Paris yang
mendekatinnya.
“Tok…tok…tok….” Pintu
terketuk, kemudian pintu terbuka, “kau sudah sehat?” tanya Jenni langsung
masuk.
Klara langsung
menyembunyikan foto di saku roknya.
“Ternyata ada tamu?” kata
Jenni melihat Klara.
“Aku mau pulang kok,” kata
Klara mengambil tas yang terletak disofa.
“Kau bawak mobil?”
tanya Paris.
Klara menatap tajam pada
Paris.
Paris yang merasa Klara
menyimpat sesuatu, lalu menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, “aku antar
kau,” lalu meletakkan piring di atas meja. “ayo…”.
Klara mengikutin Paris
dari belakang.
“Pastih ada terjadi
sesuatu,” tebak Jenni melihat tatapan Klara pada Paris.
Diluar ampartemen. “Kau
tunggu disini, aku ambil mobil,” kata Paris.
“Aku mau pulang sendiri,”
kata Klara.
“Kau kan tidak bawak
mobil”.
“Aku bisa naik taxi”.
“Kau kenapa?! Kau marah
gara-gara piring pecah!!? Aku tak akan marah hanya gara-gara itu!” yang mengira
Klara tiba-tiba beruba sifatnya karna piring yang dipecahinnya.
“Siapa sebenarnya kau?”
tanya Klara menatap Paris.
“Apa maksudmu? Bukannya
kau tahu aku seorang pengacara, pemilik hotel dan dosen”.
Klara mengambil foto dari
saku roknya, “kenapa fotoku ada padamu?!!”.
Paris kanget melihat foto
di tangan Klara.
“Setahu aku, fotoku
denganmu hanya foto dengan grup Ada Band dan ini bukan foto saat aku berfoto
dengan grup Ada Band,” diam sejenak, “jadi selama ini kau terus mengikutinku.
Siapa sebenarnya kau?!”.
Apa perluh aku jawab!”.
Klara mendorong tubuh
Paris, “siapa sebenarnya kau!!?” marah Klara.
“Pulanglah,” lalu Paris
kembali masuk ke ampartemen.
Klara melihat Paris masuk
kedalam lip. Lalu menanggis. Semua
pertanyan timbul dibenaknya, namun tak satupun yang bisa dijawab oleh
dirinya sendiri.
Paris masuk ke
ampartemennya. “kau tidak jadi mengantar Klara?” tanya Jenni yang duduk di
sofa.
“Dia mau naik taxi,” jawab
Paris sambil duduk disofa.
“Ada apa?” tanya Jenni
melihat Paris murung, “apa ada terjadi sesuatu?”.
***
Eka melihat foto yang
diberikan Klara padanya, “ini kalau gak salah di pantai kutai,” dugaan Eka.
“Benarkan, ini waktu kita
di Bali!” kata Klara yang juga menebak foto itu diambil saat dirinya berada di
Bali dengan Eka.
“Tapikan itu sudah hampir
dua bulan yang lalu,” berpikir sejenak, “jadi pengacara berada di Bali saat
itu. Tapi… bukannya saat itu kalian belum kenal”.
“Itulah yang membuat aku
pusing saat ini”.
“Itu saja pusing, “kata
Eka.
“Maksudmu?”.
“Itu tandanya pengacara
sudah lama menyukainmu. Mungkin saat dirinya melihatmu di Bali. Bukannya kau
pernah cerita pengacara pernah berdiri di depan rumahmu, tapi setahu kau, kau
belum pernah memberitahu alamatmu padanya, itu saja nampak kalau ia sangat
ingin tahu kau lebih dalam. Dan dia selalu membantumu, menemaninmu. Aku iri
padamu Klara,” kata Eka.
“Tapi Paris cerita dirinya
ke Indonesia untuk menemuin seorang wanita?”.
“Kalau itu aku tidak tahu.
Apa pengacara pernah mengatakan suka padamu?”.
“Iya. Tapi aku suruh dia
tidak menyukainku lagi”.
“Apa waktu kau suruh
melupakan perasaannya padamu, pengacara menjauhinmu”.
Klara menggeleng.
“Pengacara tambah dekat
khan. Itu tandanya pengacara masih berharap padamu,” kata Eka, “bukannya kau
nyaman jika bersamanya. Malah sudah berapa kali ginap dirumahnya”.
“Itu karna ada Kristin”.
“Jadi malam tadi apa?”.
“Dia sakit. Aku gak tegah
meninggalkannya”.
Eka tersenyum.
***
Seperti biasa Klara
pag-pagi sudah tiba di kampus. Klara duduk diimeja kerjanya sambil menatap foto
dirinya yang kemarin yang temuinnya di rumah Paris, “apa benar sudah lama dia
menyukainku,” kata Klara bertanya pada dirinya sendiri.
Erika mendekatin Klara,
“Ibu Klara tidak ada kerjaan?”.
Klara menatap Erika, “ada
apa bu?”.
“Aku mau bicara”.
Mereka ke taman. Erika
langsung memintah maaf pada Klara, “aku mintak maaf”.
“Untuk apa?” tanya Klara
yang merasa Erika tidak ada salah apapun padanya.
“Waktu kau sms ke Rian
untuk menemuinmu di cave, aku yang membacanya”.
“Lalu?”.
“Aku tidak memberitahu
pada Rian sms darimu”.
“Apa! Ibu tahu gak, aku
menunggu kak Rian berapa jam di cave!!” marah Klara.
“Maafkan aku,” Erika
merasa bersalah, air mata jatuh membasahin pipinya.
Klara melihat Erika
menanggis, yang baru pertama kali melihat Erika sesedih itu, yang biasanya
dirinya selalu tegar dalam segala hal. “Untuk
apa Ibu mengatakannya padaku? Apa Kak Rian sangat marah pada Ibu?”.
Erika mengangguk.
“Ibu sangat mencintain kak
Rian yach…?”.
Erika menatap Klara.
“Aku juga mengenal
seseorang yang sangat mencintain seorang perempuan,” teringat pada Paris,
“walaupun perempuan itu sudah mengatakan tidak menyukainnya, namun pria itu
selalu menjaganya, melidunginnya dan mendenggarkan semua keluhannya. Itu aku
rasakan pada ibu. Aku sangat mengerti perasaan ibu sekarang,” kata Klara
panjang lebar.
“Kau tidak usah memikirkan
perasaanku. Dari awal kau bilang, kau suka Rian, aku sudah mengalah. Walaupun
perasaat itu masih ada, tapi aku iklas melepaskannya untukmu,” ucap Erika.
***
Setelah mengajar, Paris
keluar dari kelas langsung ke pakiran mobil. didalam mobil Paris melihat Klara
berdiri didepan gerbang kampus. bergegas dirinya menjalankan mobil menuju
tempat Klara berdiri, lalu menghentikan mobil didepan Klara, “perluh tumpangan
Ibu Klara?” tawar Paris dari dalam mobil.
“Gak usah pendulikan aku
lagi jika tak mau menjawab soal foto itu?!” kesal Klara membuang muka.
Paris keluar dari mobil,
“mana fotonya?”.
“Untu apa?” tanya Klara.
“Itukan fotoku”.
“Apa!”.
“Memang kau sadar saat aku
memfotomu?!”.
“Tidak”.
“Jadi itu bukan milikmu”.
“Kau membuat aku kesal!!”.
“Aku tahu itu”.
“Lalu untuk apa menyetopin
mobilmu didepanku?!!” dengan nada tinggi.
“Kau tidak malu semua
melihatin kita”.
Klara melihat orang-orang
disekitarnya yang melihat kearah mereka, “ayo kita ke moll,” ajak Klara.
“Gapain ke moll”.
“Aku tak mau punya utang
janji padamu”.
“Maksudmu?”.
“Bukannya aku pernah janji
akan membelikan kau jass”.
“Gajiankan besok”.
“Aku sudah mendapatkan
kartu kreditku, jadi gak usah kuatir, aku pastih bisa membayarnya”.
“Aku tak mau”.
“Apa. Mau mu itu apa
sih…!!”.
“Bukannya kau janji
membelikan aku jas menggunakan uang gajianmu”.
“Kau… hemmm… kau membuatku
marah”.
Paris tersenyum,
“bagaimana kita makan saja di moll”.
“Terserah!,” Klara masuk
kedalam mobil.
Paris masuk kedalam mobil,
langsung menjalankan mobil menuju moll.
***
Pak Rudi menemanin Bunda
untuk sekiat kalinya belanja di supermarket yang berada di moll. “apa Surya
tahu kita sering berjalan berdua?” tanya Pak Rudi.
“Tidaklah. Bisa dibunuhnya
aku. Kau kan tahu Ayah sangat benci sekali padamu”.
Itu karna aku sering
mendekatinmu”.
Bunda tersenyum, “sudah
lama sekali ya. kita sekarang sudah tua”.
“Tapi kau masih cantik,”
puji Pak Rudi.
“Kau ini selalu pintar
merayu,” malu Bunda. Bunda melihat Klara bersama seorang pria melewatin
supermarket, “itukan Klara?”.
“Ada apa?” tanya Pak Rudi.
“Kita berpisah disini
saja”.
“Kenapa?”.
“Aku lihat anakku dengan
pria”.
“Baiklah”.
Bunda langsung membayar
belanjaannya yang cukup lama menghitungnya, “cepat dong bak….” Kata Bunda yang
tak sabar mengejar Klara.
“Iya bu”.
***
Klara dan Paris duduk
disalah satu meja di lestoran yang tak jauh dari pintu keluar lestoran. “Kau
mau makan apa?” tanya Paris melihat menu lestoran.
“Salat saja” jawab Klara.
“Kau seperti kambing yang
hanya suka sayur-sayuran,” ejek Paris.
Akhirnya mencarian Bunda
berakhir juga. Bunda melihat Klara duduk berdua dengan seorang pria di salah
satu meja di lestoran. Bunda duduk di
meja di belakang Klara duduk dengan pria itu. Mereka duduk saling
membelakangin, beharap Klara tidak mengetahuin dirinya ada di belakangnya.
“Aku harus menjaga
penampilanku,” jawab Kalra dengan kata-kata Paris.
“Sayang….” Baru satu kata
Paris mengucapkan.
Bunda langsung berdiri,
“Sayang….” Kanget Bunda sambil membalikkan tubuhnya menatap Paris.
Klara menolek kebelakang,
“Bunda…!” kanget Klara melihat Bunda sambil berdiri.
“Kau bilang tadi sayang?”
tanya Bunda lagi pada Paris.
Paris menatap perempuan
yang ada di sebelah Klara, yang sangat dikenalnya dan sudah lama tidak bertemu
lagi sejak 18 tahun yang lalu,
“Bunda… Bunda sedang apa
disini?” tanya Klara.
“Ayo duduk,” ajak Bunda
lalu duduk di sebelah Paris. “siapa namamu?” tanya Bunda lembut.
“Namaku Paris Eriko
Prengky. Panggil saja aku dengan Paris”.
“Pekerjaanmu?” tanya Bunda
lagi.
“Aku seorang pengacara dan
dosen”.
“Pekerjaan orang tuamu?”.
“Bunda….” Malu Klara pada
Paris dengan Bunda yang banyak bertanya pada Paris.
“Tidak apa-apa. kedua orang tuaku sudah meninggal. Ayah
meninggal waktu aku berumur 18 tahun dan tiga tahun kemudian ibu meninggal. Aku
diadopsi keluarga dari Amerika. Ayah angkatku
membuka perusahaan industri di Amerika. Dan mama sebagai dokter di rumah
sakit hospital city in Amerika”.”
“Kau anak angkat?”.
“Mereka mengganggap aku
sebagai anak mereka sendiri, mungkin karna aku menggatikan anaknya yang sudah
meninggal”.
“Umurmu berapa?”.
“Aku lebih tua 3 tahun
dari Klara Ibu”.
Bunda memengang tangan
Paris yang ada di meja, “kau memanggilku ibu”.
Paris tersenyum.
“Klara,” bunda melihat
Klara yang duduk disebelahnya..
“Ada apa Bunnda?” tanya
Klara yang diam dari tadi mendenggarkan cerita Paris pada Bunda.
“Menurutmu Paris
bagaimana?” tanya Bunda.
Klara melihat Bunda, “dia
pria baik, selalu ada jika aku butuhkan. Selalu mermbuatku senang walaupun kadang membuat aku kesal, tapi
selalu saja ada cara dirinya buat aku kagum padanya,” diam sejenak, “dia
seperti pangeran yang selalu aku butuhkan,” kata Klara dari hati paling dalam.
Paris menatap Klara, tak
disangkahnya Klara bisa mengatakan itu semua.
Paris mengatar Bunda dan
Klara pulang. “kau tidak masuk dulu nak?” tanya Bunda,”Ibu akan masak sup, kau
lihat sendiri ibu membeli bahannya”.
“Lain kali saja bu,” jawab
Paris yang membantu Bunda menurutkan barang belanjaan Bunda.
“Hati-hati,” kata Klara.
“ Iya,” Paris masuk
kedalam mobil, lalu pergi. Mobil Paris
keluar dari halaman rumah, mobil Ayah masuk kehalaman.
Bunda yang melihat Ayah
pulang, langsung berkata pada Klara, “kau jangan bilang apa-apa tentang
hubunganmu dengan Paris”.
“Memang kami ada hubungan
apa,” binggung Klara dengan kata-kata Bunda, lalu masuk kedalam.
Ayah keluar dari mobil.
Ayah melihat barang belanjaan Bunda, “baru sore kalian pulang belanja?” tanya
Ayah.
“Banyak kebutuhan dapur
yang habis,” jawab Bunda.
“Siapa yang tadi?”.
“Ohhh…. Itu teman sekantor
Klara. Tadi ketemu di moll,” alasan Bunda.
Ayah masuk kedalam rumah.
Bunda menarik nafas panjang lalu melepaskannya kembali, “jangan sampai Ayah
tahu mereka pacaran,” yang mendega Paris dan Klara pacaran.
***
Klara mengajak Rian
ketemuan ditaman. “Ada apa?” tanya Rian pada
Klara yang menunggunya.
“Aku mau bicarakan masalah
Ibu Erika”.
“Kenapa dengannya?”.
“Kakak jangan marah lagi
dengan Ibu Erika. Aku tahu dia salah tapi tidak perluh membalasnya seperti
ini,” diam sejenak, “Ibu Erika sangat menderita selama ini, jangan menambah
deritanya lagi dengan kakak marah padanya,” kata Klara.
Rian tersenyum, “kau mulai
dewasa”.
Klara tersenyum malu,
“benarkah”.
***
“Habis dari sini kau mau
kemana?” tanya Jenni pada Paris yang baru menyelesaikan tugasnya sebagai
pengacara Oki disidang kasusnya.
“Aku mau ke kampus,” jawab
Paris sambil membuka pintu mobil.
“Bukannya kau hari ini kau
tidak ada jadwal?”.
“Aku mau menagi janji
seseorang”.
“Klara,” tebak Jenni
sambil tersenyum.
Paris tersenyum, “mau aku
antar”.
“Tidak usah. Aku naik taxi
saja”.
Paris masuk dalam mobil,
“aku duluan,” lalu pergi.
Jenni melambaikan tangan.
“kau masih mengharapkannya,” ucap Jenni.
***
Setelah selesai mengajar,
Klara keluar dari kelas. Dilihatnya Paris menyadar di dinding tak jauh dari
kelas. Mahasiswa yang lewat didepannya menyapanya dibalasnya dengan
senyumannya. Klara mendekatin Paris, “kau tidak ada jadwal hari ini?” tanya
Klara.
“Tidak,” jawab singkat
Paris.
“Lalu ngapain kau
kesini?!”.
“Aku hanya ingin nagi
janji seseorang. Orang itu janji akan membelikan aku jas jika mendapatkan
gaji”.
“Gak usah panjang lebar!
Aku ngerti kok maksudmu”.
“Bagus kalau gitu.
Sekarang kita pergi”.
“Semangat banget”.
Paris tersenyum.
***
Bunda menemanin Ayah makan
siang. “kau belum memberitahu Klara soal
Luky khan?” tanya Ayah sambil makan.
“Belum,” jawab Bunda.
“Ayah. Apa kita tidak bisa membatalkan perjodohan Klara dengan Rian”.
“Maksudmu apa?!!” marah
Ayah.
“Sepertinya Klara
menyukain seorang pria”.
“Itu tidak bisa!! Klara
tetap dijodohkan dengan Rian!!” Ayah mempertegas keputusannya.
***
Klara melihat-lihat jas
yang cocok untuk Paris. Klara mengambil salah satu jas yang berwarna hitam
terdapat garis putih dikeranya, “ini bagus,” sambil menujukkan pada Paris.
“Lumayan,” jawab Paris
melihat pakaian yang ditunjuk Klara. Lalu melajutin memilih kemeja yang tergantung rapi.
“Ini satu,” kata Klra pada
pelayan toko. Klara melihat kembali jas-jas.
Setelah mendapatkan 2
kemeja yang dipilihnya dari beberapa kemeja yang ada toko, Paris memberikan
kemeja pada pelayan toko yang membantunya memilih. Dilihatnya Klara sedang
melihat jas dengan model sama dengan jas yang pertama hanya bedah warna saja.
yang dipengang Klara warna biru. “untukku?” duga Paris.
“Tidaklah. Ini untuk kak
Rian,” jawab Klara sambil tersenyum.
“Aku tidak mau dibelikan
sesuatu yang sama dengan orang lain!”.
Klara kanget, “maksudmu
apa?!”.
“Aku mau yang lain,” Paris
keluar dari toko.
Klara kesal dengan sikap
Paris, “kau membuat aku marah!!”.
“Ini jadi bu?” tanya
pelayan toko.
“Ini tidak jadi. Hitung
aja yang tadi,” kata Klra pada pelayan toko.
“Baik bu,” pelayan mulai
menghitung jas dan kemeja yang dipilih Paris.
Setelah membayar, Klara
keluar dari toko. Tidak dilihatnya lagi Paris disekitar toko, “kemana dia? Masa
sih dia langsung pulang,” sambil berjalan. Ketika melewatin tempat permainan,
Klara melihat Paris sedang di toy box
atau toy story, sebuah kotak besar yang didalam kotak itu terdapat boneka, kaca
mata atau benda-benda yang disajikan toko permainan, dan permain akan menekan
sebuah tombol untuk mengambil benda di dalam kotak bisa terambil. Dengan satu
koin kita bisa mengikutin sekali permainan, jika berhasil benda jadi milik permain, tapi
jika tidak, permain tidak dapat apa-apa. “Kau sedang apa?” tanya Klara pada
Paris yang sedang mengincar boneka dalam toy box.
“Ini,” Paris memberikan
boneka beruang yang sebelumnya sudah didapatkannya, “aku akan ambil boneka
beruang itu lagi,” kata Paris mengicar boneka beruang berwarna coklat didalam
toy box.
“Aku tak mau beruang, aku
mau kelinci yang dibawah beruang itu,” kata Klara menunjuk boneka kelinci
berwarna putih diatas boneka beruang yang diincar Paris..
“Memang kau pikir boneka
ini semua untukmu?”.
“Memang kau perempuan!?”.
“Kau pikir cumak perempuan
yang suka boneka!”.
“Cowok aneh”.
Paris berhasil mengambil
boneka beruang yang diincarnya, lalu memberikan pada Klara lagi. Lalu memasukkan
satu koin lagi ke toy box, sekarang Paris mengincar kelinci yang dari awal
memang mengincar boneka kelici, namun karna di atas boneka beruang, terpaksa
Paris mengambil boneka beruang dahulu baru mengambil boneka kelinci. Baru
beberapa menit, Paris langsung berhasil mengambil boneka kelinci, “ini…”
memberikan boneka pada Klara.
Klara tersenyum lebar
menerima boneka, “kau pintar juga main toy box, jangan-jangan di Amerika
kerjaanmu hanya main toy boy saja,” dugaan Klara.
“Permainan ini hanya butuh
konsetrasi saja,” kata Paris sambil berjalan menjauhin toy boy.
“Kalau gitu ambil saja
semua boneka ya,” usul Klara.
Paris tersenyum, “kau mau
jualan boneka?”.
“Memang boleh dijual?”.
“Jual saja kalau kau
berani,” Paris menghentikan langkahnya didepan permainan bumper cars. Permainan
yang menggunakan mobil-mobilan yang akan di naikin dan dikendarain pemilik tiket. “Kita main yuk?” ajak Paris.
“Aku tak mau,” jawab
Klara.
Paris memengang tangan
Klara, “harus!!” menarik Klara.
“Tunggu! Kita harus
membeli tiketnya dulu,” alasan Klara.
Paris mengeluarkan 2 tiket
dari saku celananya, “maksudmu ini”.
“Kau sudah
merencanakannya”.
Paris tersenyum, “ayo!”
Paris menarik Klara. Paris naik kesalah satu mobil, “ayo naik!” perintah Paris
melihat Klara ragu-ragu naik.
“Kau ingin mati!”.
“Dasar penakut. Ini tidak
membuatmu mati!”.
Klara naik ke
mobil-mobilan. Baru mengicak gas
sebentar, tiba-tiba dari belakang Paris sudah menumburnya. “Auhh…” Klara
menolek kebelakang, melihat Paris tetawa puas melihat dirinya yang kelihatan
bodoh. Klara kembali mengijak gas, tapi
Paris sudah menumburnya lagi dari depan. “Ku balas kau,” yang berniat
mau menumbur Paris, tapi Paris duluan menumburnya dari belakang, “eeehhh…..”
klesal Klara.
“Hahaha….haha…ha….” Paris
tertawa, lalu Paris menumbur Klara kembali. Tak lama kemudian permainan
selesai. Paris dan Klara keluar dari mobil. Klara berjalan duluan, langsung
Paris mengejar Klara, “kau marah?” tanya Paris.
“Badanku sakit semua
gara-gara kau!”.
“Hahah….haha…haha…ha…”
Paris tetawa lagi.
“Kau senang sekali aku
menderita”.
“Haha…ha…” sambil berjalan
duluan keluar dari moll.
Hari sudah gelap dan
ternyata Diluar moll sedang hujan sangat deras. Paris dan Klara berteduh di
teras moll. “nampaknya masih lama berhentihnya,” kata Paris. Baru satu langkah
Paris melangkahkan kakinya, Klara langsung memengang lenggan Paris.
“Kau mau kemana?” tanya
Klara menahan Paris pergi.
“Dimobil ada paying, akan
aku ambilkan”.
“Kau gila! Ini lagi hujan!
Kalau kau sakit lagi gimana?!!” kuatir Klara.
Paris menatap Klara yang
menguatirkannya.
“Nanti kau bisa sakit
lagi. Kita tunggu sampai hujannya redah saja”.
“Iya,” Paris berdiri
kembali disebelah Klara. Dilihatnya Klara kedinginan. Dibuka jasnya, lalu
menyelimutin tubuh Klara dari belakang.
“Kau tidak dingin?” tanya
Klara.
“Tidak,” bohong Paris.
“Kau bohong”.
Paris tersenyum. “pakai
jasnya yang benar, biar terasa hangat,” sarat Paris membantu Klara memakai jas,
“kalau seperti ini akan terasa hangat”.
“Dasar bodoh,” kata Klara
tersenyum melihat peratian Paris padanya.
Erika yang melihat sikap
Klara dan Paris dari jauh, lalu mendekatin mereka berdua, “Ibu Klara”.
Paris dan Klara menolek ke
belakang, “Ibu Erika,” kanget Klara. Sedangkan Paris hanya tersenyum pada melihat Erika.
“Kalian sedang apa
disini?” tanya Erika.
“Aku sedang membelikan jas
untuk Paris,” jawab polos Klara sambil menujukkan bungkusan warna putih pada
Erika yang dipengangnya dari toko. “Ibu sedang apa disini?” tanya Klara balik
melihat barang-barang belanjaan Erika berupa kebutuhan dapur.
“Bisa kita bicara
sebentar?”.
“Iya,” binggung Klara.
Erika mengajak Klara jauh
dari Paris, agar Paris tidak mendenggar bicaraan mereka berdua. “Ada apa bu?”
tanya Klara yang masih bingung.
“Perasaat Ibu Klara
sebenarnya ke siapa? Ke Rian atau ke Pak
Paris?!” tanya Erika.
“Maksud Ibu Erika apa?”.
“Perasaan suka dan
menyukain itu sangat berbeda bu. Sangat jauh berbeda, sekarang aku lihat
perbedaan itu dimata ibu,” diam sejenak, “ Aku mohon Ibu Klara jangan
menyakitin Rian. Jika hanya untuk bermain-main, jauhin Rian dari sekarang. Aku
tidak mau melihat Rian sakit hati hanya karna ibu menyukain orang lain.
Permisih…” lalu pergi meninggalkan Klara yang diam melihat Erika pergi dari
moll.
Paris mendekatin Klara,
setelah Erika pergi. “kau tidak apa-apa?” tanya Paris melihat Klara murung.
Klara berusaha tersenyum.
Setelah hujan redah. Paris
mengantar Klara pulang. tak lama perjalanan mereka menuju rumah. “kita sudah
sampai,” kata Paris menghentikan pagar didepan pagar rumah.
“Besok kau ada kerjaan?”
tanya Klara.
“Tidak. Besokkan minggu.
Ada apa?”.
“Besok kita ke puncak. Aku
rindu ke Kristin”.
“Ok. Jam 11 aku jemput
kau”.
“Iya,” Klara keluar dari
mobil. setelah Klara masuk rumah, barulah Paris menjalankan mobil kembali
menuju ke ampartemennya. Klara keluar kembali, dilihatnya mobil Paris yang
semakit jauh semakit tak terlihat lagi, sambil mengingat kata-kata Erika
padanya, Perasaan suka dan menyukain itu
sangat berbeda bu. Sangat jauh berbeda, sekarang aku lihat perbedaan itu dimata
ibu, “apa sih…. Aku ttidak mungkin menyukain Pari,” yang mulai bimbang,
lalu masuk kembali kedalam rumah.
***
Sesampai di apartemen
Paris menerima telepon dari Ayahnya dari Amerika. "How
are you?"tanya Ayah angkatnya.
"I sense here. Dad and Mom do?".
"We
are also healthy. Your
mama miss you". Paris tersenyum, “maafkan aku Ayah. Aku belum bisa
kembali”.
"I knew it, everything works, very important at
this time. The plan would Dad and Mom to Indonesia".
"Really. When?" kata Paris yang juga merindukan kedua orang tua
angkatnya yang sudah dianggapnya sebagai orang tua kandungnya sendiri.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar