“Aku kuatir dengan keadaan
Klara seminggu ini,” kata Bunda pada Ayah yang sedang membaca buku di tempat
tidur, “Klara sering menyendiri”.
“Mungkin ada masalah di
kampus,” dugaan Ayah yang masih membaca.
“Tapi Klara tak pernah
seperti ini”.
“Klara sekarang sudah
dewasa. Biarkan dia menyelesaikan masalahnya sendiri”.
“Pastih sekarang Klara
sangat menderita”.
“Jangan terlalu
berlebihan”.
Bunda kesal melihat Ayah
yang tak sedikitpun peratian dengan perubahan Klara seminggu lebih ini.
***
“Kau mau berangkat
sayang?” tanya Bunda pada Klara yang keluar dari kamarnya yang sudah rapi.
“Iya Bunda”.
“Ayo sarapan dulu”.
“Aku sarapan di kampus
saja Bunda. Hari ini aku mau gawas ujian,” kata Klara lalu berangkat kekampus
menggunakan mobil yang sudah terpakir didepan rumah.
“Anakku yang malang,” kata
Bunda.
***
“Pagi Bu,” sapa Erika pada
Klara yang baru tiba dikampus.
Klara tidak melihat Rian
yang biasanya Erika selalu berangkat ke kampus selalu bersama Rian, “mana kak
Rian? Kalian sudah putus?” asal bicara Klara.
Pipi Erika langsung merah,
“apaan sih Ibu Klara,” malu Erika.
Klara tersenyum melihat
wajah Klara yang merah, “Ibu Erika belum katakan suka dengan kak Rian,” goda
Klara.
“Maksud ibu apa sih”.
“Pura-pura bodoh”. Klara
melihat pria yang memakai kemeja masuk kedalam kampus yang sebelumnya lewat
didepan mereka, tersenyum pada mereka berdua dan mahasiswa yang dilewatinnya menyapa
pria itu. “kita punya dosen baru bu?” tanya Klara.
“Tidak ada”.
“Itu siapa?” sambil
menujuk pria itu, “aku baru pertama kali melihatnya”.
“Itu Pak Hendrik.
Sepertinya Pak Paris tidak mengajar lagi dikampus ini. Karna Pak Pariskan hanya
menggatikan Pak Hendri sementara”.
“Apa,” kanget Klara.
Erika menemanin Klara
menemuin Pak Hendrik di kelas tempat dirinya mengajar. “benar pengacara Paris
tidak lagi mengajar di kampus ini,” penjelasan Pak Hendrik.
“Kenapa?” tanya Klara.
“Saya kurang tahu soal
itu. Semalam pengacara Paris menelpon saya,
dia katakan tidak mau lagi mengajar di kampus ini lagi”.
“Bapak mengenal Pak Paris
dimana?” tanya Erika.
“Pengacara Paris membantu
saya memenangkan kasus lahan kosong,” kata Pak hendrik lagi.
“Bapak mengenal Pak Paris
hanya sebagai pengacara bapak saja, tidak ada kaitan saudara?” tanya Erika
lagi.
“Tidak, kami tidak ada
kaitan saudara. Dan setahu saya juga pengacara tidak ada saudara di Indonesia, kalau gak
salah berasal dari Amerika”.
“Kenapa bapak memberikan
kepercayaan untuk menggatikan bapak mengajar dikampus ini?”.
“Pengacara mintak bantuan
ke saya, dia ingin mengajar dikampus ini”.
“Bapak tanya kenapa?”.
“Katanya dia ingin menebus
kesalahannya pada seorang perempuan”.
“Perempuan itu mahasiswa
disini?”.
“Saya kurang tahu itu.
Saya hanya membantu karna pengacara juga sudah membantu saya tanpa imbalan
apapun”.
Setelah mendenggarkan
penjelasan Pak Hendrik tentang Paris. Erika mengajak Klara makan siang di
lestoran disekitar kampus. Erika melihat Klara murung sambil menatap makanan
yang dipesan mereka diatas meja. “Ibu Klara tidak suka dengan masakkannya?”
tanya Erika.
Klara tersenyum, “bukan
begitu. Aku hanya tidak nafsu makan saja”.
“Ibu Klara masih
memikirkan perkataan Pak Hendrik?”.
“Paris memang pernah
cerita, dia datang ke Indonesia hanya ingin bertemu seorang perempuan tapi dia
tak pernah cerita perempuan itu ada di kampus ini”.
“Apa Ibu Klara tidak
pernah berpikir kalau perempuan itu ibu sendiri,” kata Erika sambil makan.
Erika menatap Klara, dia tak segaja mengucapkan kata-kata itu, “maaf, bukan itu
maksudku. Tapi… bisa sajakan, karna selama ini perempuan di kampus yang dekat
dengan Pak paris hanya Ibu Klara”.
Klara mengingat kata-kata
Paris saat di Cave Citra, karna aku ingin
lihat gadis yang aku ingkar janjinya, “ dia penah ingkar janji apa ke aku,”
binggung Klara.
“Mungkin Ibu dan Pak Paris
teman masa kecil”.
“Tidak. Aku mengenal Paris
waktu di Bandung. Sebelumnya kami tidak pernah bertemu”.
“aneh,” Erika mulai
binggung.
“Dia memang cowok aneh”.
***
Rian datang kerumah Erika.
“maaf ya aku tidak jempu kau tadi?” kata Rian.
“Tidak apa-apa. aku tadi
diatar Ibu Klara. Bagaimana tanahnya?” tanya Erika.
“Aku mau ambil tanah itu,
pemadangan sekitar juga sangat indah”.
“kapan-kapan aku harus
kesana”.
“Lainkali aku ajak kau,”
janji Rian, “apa Klara masih murung?”.
“Iya. Kelihatannya Ibu
Klara sangat menderita,” diam sejenak, “tadi juga kami bertanya dengan Pak
Hendrik tentang Pak Paris”.
“Pak Hendrik sudah mulai
mengajar lagi, lalu Pak Paris?”.
“Menghilang”.
“Menghilang?”.
“Ibu Klara juga bilang,
dia sudah mencari di kantor dan apartemennya
tapi Pak Paris tidak ada juga”.
“Mau pria itu sebenarnya
apa!?” kata Rian yang penasaran tujuan Paris sebenarnya.
“Menurutku Pak Paris
segaja mendekatin Ibu Klara, karena dari pernyataan Pak Hendrik, Pak Paris mau
mengajar ke kampus hanya ingin menebus
kesalahannya pada seorang perempuan. Perempuan mana lagi yang dekat dengan Pak
Paris kalau bukan Ibu Klara”.
“Klara mengatakan apa?”.
“Dia tidak mengenal Pak
Paris sebelumnya,” penjelasan Erika, “apa perempuan iitu mirip Ibu Klara, karna
itulah Pak Paris mengira perempuan itu Ibu Klara. Karna tahu perempuan itu
bukan Ibu Klara, Pak paris langsung menghilang,” dugan Erika.
Rian tersenyum lebar.
“Apa yang lucu?” tanya
Erika.
“Ternyata pikiranmu itu
seperti anak-anak”.
“Apaan sih…” malu Erika.
***
“Ibu Klara belum datang?”
tanya Rian melihat Klara tidak ada meja kerjanya.
“Sepertinya iya Pak,”
jawab Joni.
“Apa kita berkujung saja
kerumahnya,” usul Benni.
“Jangan. Mungkin Ibu Klara
perluh menyendiri,” ucap Rian memadang Erika dimeja kerjanya..
Erika tersenyum mendenggar
kata-kata Rian.
***
Bunda masuk kekamar Klara.
Dilihatnya Klara uring-uringan ditempat tidur, “sedang apa sayang?” kata Bunda
sambil duduk diatas kasur, “kau tidak kekampus?”.
Klara duduk, “lagi malas
Bun,” sambil tersenyum.
Bunda memengang wajah
Klara, “wajahmu kusam. Kau pastih tidak pernah mearawat wajahmu lagi,” bunda
kemeja rias untuk mengambil pembersih muka dengan pelebab wajah, “ini apa?”
tanya Bunda melihat 3 bungkusan dibawah meja rias. Bunda mengambil bungkusan
itu, lalu meletakkan diatas kasur, “kau shopiping? Kapan?” melihat isi
bungkusan berupa beberapa pakain.
Klara memgeluarkan semua
isi bungkusan, “aku lupa semua barang ini,” satu persatu melihat model pakaian
yang belikan Paris waktu itu. Klara mengambil kotak yang terselip disalah satu
pakaian, dibukanya kotak. Kalung berliotin bulan sabit pemberian Paris.
Ditatapnya kalung dengan mengingat kata-kata Paris padanya saat itu, anggap
saja ini jiman pelidungmu, air mata jatuh membasahin pipi Klara.
“Kau kenapa sayang,”
kuatir Bunda melihat Klara tiba-tiba menanggis.
“Aku memang bodoh Bunda.
Selama ini aku tidak menyadarin aku sangat menyukain Paris, “Klara terus
menangis.
“Maksudmu apa? selama ini
kau tidak menyukaian pengacara?” tanya Bunda yang tidak mengerti maksud Klara.
“Aku sangat menyukainnya
Bunda humm… aku sangat membutuhkannya sekarang, sangat…” Bunda memeluk Klara,
“aku merindukannya Bunda, sangat merindukannya,” yang menanggis dipelukkan
Bunda.
“Kau pastih sangat
menderiat,” kata Bunda dengan penuh kasih sayang.
“Bunda…”
***
Sudah seminggu lebih Paris
menghilang. Klara tak bosan selalu bertanya kekantor dan apartemen Paris,
berharap Paris kembali. “Apa kau tidak bosan kesini terus?” tanya Jenni.
“Maaf, jika itu membuat
dirimu ternganggu,” kata Klra lembut.
“Sampai kapan kau seperti
ini?”.
“Sampai Paris menjelaskan
padaku. Setelah dia menjelaskan, aku tidak akan mengganggunya lagi”.
“Apakah keras kepala Paris
menular padamu?!”.
Klara hanya tersenyum,
“permisih,” lalu pergi meninggalkan kantor.
“Wanita aneh,” kata Jenni
melihat Klara tidak mau menyerah.
***
“Ini sudah sekiat kali Ibu
Klara telat datang kekampus dan jarang mengajar pelajarnya lagi di kelas!”
marah Pak Rudi pada Rian, “kalau seperti ini, apa yang harus saya jawab, jika
keta yayasan bertanya!”.
“Tolong beri kesempatan
Pada Ibu Klara,” mohon Rian.
“Pak Rian tahu sendiri,
saya sudah berapa kali memberikan kesempatan pada Ibu Klara!”.
“Saya tahu Pak, tapi
tolong kali ini saja”.
“Hahhh… saya binggung
menjawabnya”.
***
Liga dan Sarah mendekatin
Klara yang baru sampai dikampus, “siang bu,” serentak menyapa Klra.
Klara tersenyum, “kalian
tidak masuk kuliah?” tanya Klara.
“Lagi istirahat bu,” jawab
Liga.
“Ada apa?” tanya Klara.
“Seluruh mahasiswa sepakat
akan membantu ibu,” kata Sarah.
“Maksud kalian apa?”
binggung Klara.
“Kami semua tahu, Ibu
selama ini mencari keberadaan Pak Paris. Jadi kami sepakat, jika bertemu atau
melihat Pak paris akan langsung memberitahu ibu”.
“Benarkah,” senang Klara
mendenggar semua mau membantu dirinya menemukan Paris, “trimah kasih,” ucap
Klara langsung memeluk Sarah, “trimah kasih…”.
***
“Kenapa kau seminggu ini
selalu cemberut!!” tanya Ayah yang akan berangkat ke kantor.
“Aku ingin Ayah
membatalkan perjodohan itu!” kata Bunda.
“Kau tahu kan keputusan
ku…”.
“Bunda langsung memotong
perkataan Ayah, “keputusan apa!! kau ingin menjual anakmu lagi!!?” marah Bunda.
“Siapa yang aku jual?!”
marah Ayah.
“Kau menjual Esa ke
keluarga subroto!!”.
“aku tidak menjualnya!!”
bantah Ayah.
“Apa namanya kalau bukan
menjual! menyerahkan anak untuk penambahan dana perusahaan!!” marah Bunda,
“sekarang pun kau lakukan itu pada Klara!! Kau jodohkan Klara dengan Rian
dengan perjanjian dengan keluarga subroto penambahan dana perusahaan khan!!”.
Ayah terdiam.
“Malangnya anak-anak
perempuanku hu…” bunda menanggis.
***
Ayah datang kekampus untuk
menemuin Klara. Ketika didepan kampus Ayah bertemu dengan Pak Rudi. “lama tidak
bertemu,” kata Pak Rudi sambil menjulurkan tangannya.
“Kau sedang apa disini?”
tanya Ayah kanget melihat Pak Rudi mantan kekasih Bunda dihadapannya.
“Aku sudah 2 tahun
disini,” jawab Pak Rudi.
“Ayah…” panggil Klara heran melihat Ayah dikampus, “Ayah sedang apa
disini?” tanya Klara.
“Ayah…” kanget Pak Rudi,
“Klara anakmu?”.
“Iya, Klara anakku dari
Reni,” jawab Ayah.
“Ayah dan Pak Rudi saling
kenal?” binggung Klara.
“Ayo sayang. Ayah mau
bicara padamu,” Ajak Ayah menjauhin Pak Rudi.
Klara mengajak Ayah
kekantin kampus. “Ada apa Ayah nemuin Klara dikampus? Apa tidak bisa dirumah
saja?” tanya Klara.
“Ayah takut Bunda marah
lagi jika kita bicarakan dirumah,” penjelasan Ayah.
“Ayah dan Bunda bertengkar?
Ada masalah apa?”.
“Bunda mengirah Ayah
menjual dirimu”.
“Maksud Ayah”.
“Ayah berencana menikahkan
kau dengan Rian. Tapi Bunda berpikir Ayah melakukan itu hanya untuk penambahan
dana di perusahaan, padahal tidak sama sekali. Apa salah seorang Ayah ingin
menikahkan anaknya pada pria pilihannya. Kau tahu sendiri Rian baik, kaya dan
tampan, kebutuhanmu akan terpenuhin sampai tua
malah sampai ke cucumu nanti jika menikah dengan Rian,” rayu Ayah.
Klara tersenyum, “Ayah
tidak salah kok. Wajar seorang Ayah memikirkan kebaikan anaknya,” diam sejenak,
“tapi Klara tak mau dinikahkan dengan kak Rian Yah”.
“Kenapa?!”.
“Klara tidak mencintain
kak Rian”.
***
"Welcome to my
uncle,"sambut Jenni pada kedua
orang tua angkat Paris yang keluar dari bandara Sukarno-Hatta.
"Ohh ... dear,"mama langsung memeluk Jenni, "You look beautiful". “Mama juga,” kata jeni
membalas pujian mama angkat Paris.
Tak lama kemudian Paris
keluar dengan membawa koper, "Hi ... long
time no see,"sapa Paris pada Jenni.
“Aku pikir kau tidak akan
ke Indonesia lagi,” kata Jenni pada Paris.
“Aku hanya menemanin Ayah
dan Mama saja”.
“Bukan untuk yang lain?”.
Paris hanya tersenyum,
tahu maksud dari pertanyaan Jenni padanya.
"Paris is often alone now,"keluhan Mama.
"Maybe Paris miss
someone," jawab Jenni.
"Who?"tanya Ayah.
"Yes definitely Jenni. Jenni's fiancee, "jawab mama.
Jenni tersenyum sambil menatap
paris. Jenni menelpon sopir yang berada di mobil yang dipakiran untuk
mendekatin mobil ke mereka, “kau mau tinggal dirumahku atau di apartemenmu?”
tanya Jenni pada Paris.
“Aku di apartemenku saja.
biar orang tuaku dirumahmu,” jawab paris.
“Kenapa kau tidak
dirumahku saja?”.
“Aku butuh sendiri”.
“Baiklah”.
Setelah mobil mendekat,
Ayah, Mama dan Jenni masuk kedalam mobil, lalu pergi. Sedangkan Paris
menggunakan taxi menuju ampartemennya.
Tak jauh dari Paris naik
taxi. Doti dan Sarah melihat dan mendenggarkan perkataan Paris yang akan ke
apartemennya. Tanpa pikir panjang, 2 mahasiswa itu langsung menghubungin no
Klara.
***
Klara yang menerima
telepon dari Doti dan Sarah langsung berdiri, “benarkah… kalian melihatnya,”
yang tak percaya didenggarnya.
“Kau mau kemana?” tanya Ayah melihat Klara
akan pergi.
“Trimah kasih,” Klara
mematikan hpnya, “aku harus segera pergi,” lalu Klara meninggalkan Ayah yang
masih binggung padanya. tidak ada satupun taxi yang lewat didepan kampus
kalaupun ada pastih ada isinya, karna tidak sabaran lagi, Klara berlari dari
kampus menuju apartemen Paris yang cukup jauh jaraknya jika berjalan kaki.
Klara membuka sepatunya agar bisa mempercepat langkahnya dan membiarkan hujan
membasahin tubuhnya. Sekitar 1 jam lebih Klara menerobos hujan menuju
apartemen. Klara langsung masuk ke lip menuju lantai 7 ke apartemen Paris.
Setiba di depan pintu, Klara langsung mengetuk pintu, “tok…tok…tok…” mau
memanggil nama Paris, bibir tidak bisa mengucap lagi karna menahan dingin.
Pintu terbuka. Air mata langsung jatuh dipipi Klara.
Paris kanget melihat Klara
basa kuyup di hadapannya, “apa yang kau lakukan?” kuatir Paris yang melihat
wajah Klara yang pucat.
“Pa…nge…ran…” Klara
terjatuh.
Paris langsung menangkap
tubuh Klara, “Klara…klara…kalra…” panik Parius melihat Klara tidak sadarkan
diri. Langsung diangkatnya tubuh Klara, lalu meletakkan di atas kasur, “badanmu
dingin sekali,” kuatir Paris. Karna tak ada cara lain untuk menghangatkan tubuh
Klara. Paris membuka semua pakaian yang dikenai Klara untuk mengurangi dingin
tubuh Klara. Diambilnya semua selimut di lemari, semua selimut di letakkan
ditubuh Klara.
“Eeehhh… jangan pergi
pangeran,” kata Klara mengingau.
“Bnagunlah Klara,” tak
sadar air mata jatuh dipipinya, “ini
aku… aku tak akan pergi lagi, bangunlah…” kuatir Paris. Paris membuka
pakaiannya, langsung dipeluknya Klara. Berharap Klara bisa hangat dengan
pelukkannya. Cara ini biasanya berhasil dilakukan jika kita ingin menghangatkan
tubuh seseorang. “bangunlah Klra… aku mohon…”
***
Klara bangun. Kepalanya
masih terasa sakit dirasakannya. Dilihat tubuhnya tidak memakai pakain sehelaipun, “apa yang
terjadi,” sambil memengang kepalanya dan berusaha untuk duduk.
“Kau sudah bangun?” tanya
Paris muncul dari pintu sambil membawa segelas susu coklat untuk Klara,
“minumlah,” memberikan pada Klara.
Klara melihat Paris hanya
memakai celana panjang tidak memakai baju, “apa yang terjadi semalam?” tanya
Klara yang tak ingat sama sekali.
“Kau tidak ingat?”.
“Maksudmu apa? kita
melakukannya?!” kata Klara yang takut melakukan hubungan intim dengan Paris..
Paris tersenyum. “kita
tidak melakukan apa-apa. aku tidak menyentuhmu sama sekali,” sambil duduk, “aku
hanya menghangatkan tubuhmu,” penjelasan Paris agar Klara tidak salah paham
Klara menatap Paris.
“Kenapa kau menatapku
seperti itu?”.
“Aku sudah lama tidak
melihat senyuman itu”.
Paris tersenyum lagi.
“Jangan menghilang lagi,”
diam sejenak, “aku relah kau marah padaku tapi jangan menghilang dariku lagi.
Aku mohon…”.
“Minumlah,” membantu Klara
meminum susu coklat buatannya, “ini bisa membantu menghangatkan tubuhmu”. Paris
memengang kening Klara, “kau demam,” terasa hangat di tangannya saat memengang
kening KJara. Paris berdiri.
Klara langsung memengang
tangan Klara, “kau mau kemana lagi?” tanya Klara tidak mau Paris pergi lagi.
“Aku akan beli obat
untukmu”.
“Kau akan kembalikan?”.
Paris duduk kembali
menatap Klara, “jangan membebaninku dengan sifat bodohmu ini. Aku tak mau kau
melakukan ini lagi. Kau bisa mati gara-gara kedinginan”.
Klara melihat mata merah,
“kau menghawatirkanku,” tersenyum.
“Dasar bodoh”.
“Kau cowok aneh”.
Kau tetap cinderela dihatiku, kata paris dalam hatinya yang menatap
Klara dihadapannya. Paris melihat kalung pemberiannya melingkar di leher Klara,
“kau cantik memakai kalung itu”.
“Bukannya katamu kalung
ini jiman pelidungku”.
“Kau masih ingat
kata-kataku”.
“Setiap kata-katamu akan
aku ingat. Pengingatanku lebih baik dari pada kau”.
“Bukannya sebaliknya”.
“Apa”.
***
“Ibu Klara sudah datang?”
tanya Erika melihat tas di atas meja Klara.
“Mungkin langsung kekelas
bu, karna tadi juga kami datang Ibu Klara sudah tidak ada, hanya tasnya saja
ada,” jawab Benni.
“Pagi sekali, tumbe…”
heran Erika yang biasa Klara tidak pernah datang sepagi ini yang sekarang masih
jam 7 pagi. Dan mana ada jadwal sepagi ini, mahasiswa saja baru datang.
“Ada apa?” tanya Rian baru masuk kedalam ruangan melihat Erika
berdiri di meja Klara, “Klara sudah datang?” yang juga heran melihat tas Klara
diatas meja.
“Tapi waktu saya pulang,
tas ini juga masih disini,” kata Joni yang pulang terakhir kemarin.
“Gak mungkinkan, Ibu Klara
lupa dengan tas mahalnyta. Kalau lupa bukan Ibu Klara namanya?” kata Benni.
“Iya juga sih… tapi
sekarang Ibu Klara dimana?” binggung Benni.
Tiba-tiba sesuatu berbunyi
di dalam tas. “Hp bu Klara berbunti,” kata Joni.
“Ayo ambil,” perintah Rian
pada Erika.
“Nanti Ibu Klara bisa
marah?” kata Erika tidak enak membuka tas orang lain.
“Takutnya penting. Aku
yang akan jelaskan pada Klara, angkatlah,” kata Rian lagi yang gak mungkin
dirinya yang membuka tas Klara karna takutnya ada barang-barang aneh di tas
Klara.
Erika membuka tas Klara,
lalu mengambil Hp, Klara melihat nama yang menghubungin Klara dari layer Hp,
“Paris…” langsung diangkatnya, “halo…”.
“Ini Erika ya…” kata Klara
yang ternyata yang menelpon.
“Ibu Klara,” heran Erika,
Klara menelpon hpnya sendiri.
“Tolong bawakan tasku ke
Cave Citra yang ada persimpangan lampu lalu lintas,” mintak tolong Klara.
“Ibu Klara dimana?”.
“Tolong ya bu?” Klara
mematikan hp.
“Ada apa?” tanya Paris.
“Klara mintak dibawakan
tasnya ke Cave Citra,” jawab Erika.
“Mau aku antar?”.
“Tidak usah. Sepertinya
aku perluh bicara dengan Ibu Klara”.
“Baiklah”.
***
Dari kamar Klara
mendenggar ada seseorang yang datang. Tak lama kemudia Paris masuk membawa
sebuah bungkusan, “pakailah ini,” memberikan bungkusan pada Klara lalu keluar
dari kamar tak lupa menutup pintu kamar.
Klara mengambil bungkusan,
“apa ini?” melihat isi bungkusan, pakaian perempuan.
Tak lama kemudian Klara
keluar dari kamar, sudah memakai pakaian. “mau aku antar ke Cave?” tawar Paris.
Klara tersenyum.
***
Erika sampai ke Cave.
Dilihatnya Klara belum datang, lalu duduk di meja tak jauh dari pintu masuk
Cave. Tak lama Erika menunggu, Klara muncul dari balik pintu. “Ibu Klara…”
panggil Erika.
Klara mendekatin Erika,
“maaf lama,” sambil duduk.
Erika melihat wajah Klara
sangat pucat, “ibu sakit?”.
“Semalam kehujanan”.
“Ini tas Ibu,” memberikan
tas pada Klara, “maaf aku tadi membukanya”.
“Tidak apa-apa, tidak ada
isi apa-apa kok”.
Suasana terhening sejenak,
“Ibu sudah bertemu dengan Paris?”.
“Iya. Dia sudah kembali,”
senang Klara.
“Apa Ibu bertanya kenapa
Pak Paris menghilang?”.
Klara menatap Erika, “aku
takut dia pergi lagi, jika aku bertanya”.
Erika memengang tangan
Klara yang berada di atas meja, “ibu harus semangat. Dari semua ini pastih ada
kebahagian untuk ibu”.
“Ibu Erika ingin tahu
kenapa aku bisa seperti ini?”.
Erika melepaskan
tangannya, “kenapa?”.
“Ini semu aku belajar dari
Ibu. Mungkin sudah 4 sampai 5 tahun Ibu
memedam perasaan Ibu ke kak Rian, tapi sampai sekarang pun Ibu Erika masih
menyukain kak Rian. Aku belajar tahu siapa yang aku sukain dari ibu. Ibu guru
yang baik untukku. Cumak bedanya ibu bisa menahan perasaan ibu sedangkan aku
tidak bisa,” diam sejenak, “aku tidak penduli dia marah padaku, asal jangan
menghilang lagi. Itu membuat aku tersiksa”.
Erika hanya tersenyum
mendenggar kata-kata Klara.
***
Di mobil Paris menunggu
Klara di depan Cave Citra. Dilihatnya Klara dan Erika keluar dari Cave,
didekatin mereka, “siang bu,” sapa Paris pada Erika.
Erika hanya tersenyum
membalas sapaan Paris padanya, “aku duluan,” lalu pergi meninggalkan cave
menggunakan taxi yang kebetulan lewat di depan cave.
“Aku antar kau pulang,”
kata Paris, lalu berjalan.
“Ya,” Klara mengikutin
Paris dari belakang.
Setiba dirumah. Paris
memberikan bungkusan plastic berwarna putih yang berisi obat penurun panas yang
sebelumnya dibelinya di apotek tak jauh dari cave saat menunggu Klara menemuin
Erika. “ini… jangan lupa diminum”.
Klara mengambil bungkusan,
“bagaimana lukamu?” sambil melihat kearah perut Paris, “apa lukanya
berbekat?”..
“Kalau ingin melihatnya
seharusnya waktu aku buka baju tadi,” canda Paris.
“Kau kira aku otak mesus
sepertimu!”.
“Kalau tidak dibuka
bajumu, kau pasih mati kedinginan! Memang siapa juga nau menyentuhmu, gak ada
yang bagus juga”.
“Apa! kau melihat
semunya!” kesal Klara sambil memukul pelat ke lengat Paris.
“Ya iylalah, aku yang
membuka bajumu”.
“Aaahhhh….” Malu Klara,
“aku tak percaya kau tidak menyentuhku!”.
“Hei… siapa yang mau
menyentuhmu? Dengan badan sekurus itu tidak enak ditidurin,” kata Paris menahan
tawa.
“Haaa…. Ahhh…” Klara
memukul paris lagi.
“Hei sakit…,ha….hahaha….”
Paris tertwa melihat sikaf Klara.
***
Klara memadang dirinya
didepan kaca meja riasnya. “kau jangan pergi lagi, aku mohon,” kata Klara
berharap Paris tidak menghilang lagi. “aku sangat tersiksa saat kau pergi”.
***
Paris berdiri di blangkon
apartemennya sambil memengang jam pemberian Klara padanya sebelum dirinya menghilang. “kau
gadis istimewah dan segalanya bagiku,” diam sejenak, “tapi aku harus
melakukannya. Aku sudah berjanji, maafkan aku”.
***
Bunda masuk kedalam kamar,
dilihatnya Klara sedang tidur di kasur, “sayang…” bunda membangunkan Klara.
Klara terbangun dari tidurnya, “sudah lama bunda tidak melihatmu tidur
senyenyak ini,” senang Bunda anaknya kembali ceria tidak seperti
kemarin-kemarin sering murung.
Klara tersenyum pada
Bunda, “aku sangat senang sekali Bun…”.
“Ada apa?”.
“Pangeran sudah kembali”.
“Maksudmu Pengacara”.
Klara mengangguk dengan
senyuman tidak hilang dari wajahnya.
“Dulu kau sering memanggil
pangeran hanya untuk Luky, sekarang panggilan itu untuk Paris”.
Klara diam sejenak, “sudah
18 tahun Luky tidak ada kabar, dia pastih sudah melupakan janjinya”.
“Kau tidak mengharapkan
Luky lagi?”.
Klara menggeleng, “untuk
apa, jika dia juga tidak memikirkan aku”.
Bunda memengang pipi
Klara, “dihatimu sekarang ada pengacara”.
Klara tersenyum, “menurut
Bunda gimana?”.
“Pengacara sepertinya pria
yang baik”.
“Benarkah”.
“Apa dia cocok denganku?”.
“Pengacara sama dosen,
cocok!”.
Klara sangat bahagia Bunda
mau mendukung hubungannya dengan Paris dan berharap hubungan ini berjalan lancer yang diharapkan Klara.
Bunda melihat beberapa
obat diatas meja rias, “kau sakit sayang,” kuatir Bunda sambil memengang kening
Klara.
“Tidak Bunda. Kemarin
badanku hanya panas sedikit,” yang tidak mau melihat Bunda kuatir.
“Kenapa kau gak bilang ke
Bunda”.
“Bunda gak usah kuatir
seperti itu, faktanya anak Bunda sekarang sudah sehat”.
“Orang tua mana yang tidak
kuatir melihat anaknya sakit. Melihat kau berubah selama ini saja Bunda sangat
kuatir”.
“Maaf membuat Bunda
kuatir”.
“kau putrid Bunda yang
cantik”.
“Klara tahu itu”.
***
“Kenapa baru datang?”
tanya Jenni menyambut kedatangan Paris didepan rumah.
“mana Papa dan Mama?” tanya Paris.
“Didalam, ayo…” Jenni
mengantar Paris menemuin Papa dan Mama di ruang tengah sedang menikmatin
secangkir kopi. "How? You comfortable? " tanya Paris pada kedua
orang tua angkatnya.
"Yeah ... okay,"jawab Papa.
"Here we are served like kings and queens,"kata Mama.
"You are the
king and queen,"ucap Paris.
"Oh ... dear,” Mama memeluk Paris, "You're
a good boy".
"I know it".
Jenni mengajak Paris
dihalaman saping rumah. “Sampai kapan kau membohongin orang tuamu?” kata Jenni melihat Paris yang
sepertinya belum menceritakan tujuannya ke Indonesia.
“Kenapa? Kau sudah bosan
menjadi tunangan bohonganku?”.
“Iya. Gara-gara pura-pura
tunangan, tidak ada yang berani mendekatinku,” diam sejenak, “aku juga tidak
nyaman dengan kebohongn ini di depan kedua orang tuamu”.
“Maafkan aku”.
“Aku tak butuh mintak
maaf. Aku ingin kau menyelesaikan tujuanmu ke Indonesia”.
“Aku tidak ada lagi tujuan?
Dan aku juga sudah melupakannya. Aku akan segera mengatakan pada Papa dan Mama.
Aku juga kurang nyaman ke kau. Trimah kasih, kau sudah membantuku selama ini,”
kata Paris menjulurkan tangannya.
Jenni menyambut tangan
Paris, “kau temn yang anek aku milikkin”.
Paris tersenyumn.
***
“Pagi semua,” sapa Klara
memasukkin keruangan pada semua orang dalam ruangan.
“Pagi,” semua membalas
menyapa Klara dengan keheranan melihat Klara yang sudah ceria kembali.
Setelah mengambil buku di
laci meja kerjanya, “aku mau menagajar dulu,” kata Klara lalu keluar dari
ruangan.
Rian menatap Erika dengan
heran melihat sikaf Klara. Erika hanya tersenyum menanggapin keheranan Rian.
Rian mengajak Erika ke
kantin kampus, mau bertanya perubahan Klara. Setelah mendenggar cerita dari
Erika apa yang terjadi pada Klara. “jadi Pak Paris sudah kembali?” kata Rian.
Suasana terhening sejenak,
“kau masih mengharapkannya?” tanya Erika.
“Tidak,” diam sejenak,
“Klara sudah membuka mataku, kalau dirinya bukan Esa. Selama ini aku setujuh
pertuangan itu karna aku melihat Esa pada Klara. Tapi ternyata tidak, dan aku
rasa Esa pun tidak mau aku seperto itu. Aku harus melihat kedepan, bukan selalu
melihat kebelakang. Bukan begitu Erika?”.
“Kenapa kau bertanya
padaku?” malu Erika.
Rian hanya tersenyum
melihat Erika.
***
Setelah mengajar. Doti dan
Sarah mendekatin klara yang akan langsung pulang, “Ibu Klara!” panggil Doti.
Klara menolek, “kalian,”
senang Klara melihat 2 mahasiswa yang telah membantunya menemuin Paris.
“Ketemu dengan Pak Paris
bu??” tanya Sarah penasaran.
Klara tersenyum, “iya.
Trimah kasih yach…” kata Klara sangat berutang budi pada 2 mahasiswanya itu,
“dan bilang sama teman-teman trimah kasih juga”.
“Iya bu. Tapi ada
balasannya bu,” kata Sarah.
“Maksud kalian?” binggung
Klara.
“Bagaimana Ibu mengajak
kami sekelas makan-makan,” usul sarah.
“Ok, gak masalah. Kapan?”.
“Besok bu”.
“Ok. Jam 7 malam kalian
sekelas berkumpul di Cave Citra”.
“yesss…” senang Doti dan
Sarah, “jangan lupa ajak Pak Paris bu,” kata Doti.
“ok”.
***
Paris barui sampai di
apartemennya. Dilihatnya klara berdiri menyadar didepan pintu, “kau sedang apa
disini?” tanya Paris.
“kau sudah pulang,” senang
Klara melihat Paris.
“Kau sedang apa disini?”
tanya Paris lagi.
“Eee… aku hanya
menyampaikan pesan dari anak-anak untuk makan malam bersama mereka di Cave
Citra besok jam 7”
“Kenapa tidak telepon?”.
“Aku pikir kau tak akan mengangkat teleponku,”
Kata Klara,”kau bisa datang khan??”.
“Tidak”.
“Kenapa?” Klara melihat
espresi wajah Paris beruba bukan seperti biasanya, “kau kenapa?”.
“Kau jangan selalu
didekatku!”.
“Kenapa? Kemarin kau tidak
seperti ini”.
“Aku seperti itu karna kau
sedang sakit!”.
“Apa aku harus sakit dulu
baru…”.
Paris langsung marah,
“Klara!!!”.
Klara kanget mendenggar
suara Paris yang keras.
“Aku antar kau pulang!”.
“Tidak usah. Aku bawak
mobil,” baru beberapa langkah Klara menolek ke Paris, “aku tidak tahu
kesalahanku apa ke kau sampai-sampai kau tiba-tiba marah padaku,” diam sejenak,
“kau memang cowok aneh kadang marah kadang tidak, sampai sekarang aku tidak
mengerti pikiranmu,” lalu pergi.
Paris masuk kedalam
apartemennya, “maafkan aku Klara, aku harus melakukannya,” menyadarkan tubuhnya
didepan pintu.
***
“Kau sudah pulang sayang,”
sambut Bunda pada
Klara yang baru pulang.
Klara tidak menjawab, dia langsung masuk kamar. Dijatuhkan tubuhnya diatas
kasur, “dasar cowok anek!” kesal Klara pada sikaf Paris padanya.
***
“Aku pikir perluh juga
mengajak kalian. Dari pada isi cave hanya anak-anak semua,” kata Klara mengajak
Rian, Erika, Benni dan Joni untuk makan-makan di Cave Citra nanti malam.
“Kami pastih datang bu,”
kata Benni semangat.
“Syukur deh…,” senang
Klara semua bisa datang nanti malam.
“Pak Paris ikut juga
khan?” tanya Erika.
“Tidak, dia tak akan
datang,” jawab Klara.
“Kenapa bu?” tanya Joni.
“Mungkin dia ada urusan
lain,” sedih Klara.
“Wahh… makan-makan ini kan
merayakan kembalinya Pak Paris. Tapi orangnya sendiri tidak bisa datang!” kata
Benni.
Klara hanya tersenyum.
Hp Rian berbunyi, setelah
tahu siapa yang menghubungin, “aku terimah telepon dulu,” lalu keluar dari
ruangan.
“Sepertinya penting
sekali,” kata Benni melihat Rian keluar menerima telepon.
***
Rian menemuin Ayah di
lestoran yang sebelumnya Ayah mengajak Rian untuk bertemu. “maaf lama menunggu
Ayah,” kata Rian sopan, lalu duduk.
“Kau pastih sangat sibuk,”
kata Ayah.
“Tidak juga. Ada apa
Yah?”.
“Aku mau mempercepat
pertunangan kau dengan Klara,” kata Ayah keintin bicara.
“Maafkan aku Ayah. Aku
tidak bisa meneruskan perjodohan ini”.
Ayah kanget, “kenapa?
Bukannya kau dulu sangat setuju dengan perjodohan ini”.
“Aku tahu. Tapi itu dulu
saat aku mengira Klara adalah Esa. Tapi sekarang aku baru sadar. Ada wanita
yang selalu ada disisiku saat aku senang maupun bersedih,” kata Rian.
“Kau menyukain wanita
lain?!” tanya Ayah.
“Mungkin bukan aku saja
menyukain wanita lain. Aku rasa Klara pun menyukain pria lain?”.
“Siapa?”.
“Mungkin Ayah tahu
pengacara Paris”.
“Apa!” kanget Ayah
mendenggar nama pria yang disukain Klara.
Setelah Rian pergi. Ayah
termenung di lestoran sambil memikirkan nasif perusahaan jika Rian dan Klara
tidak jadi menikah, dana yang dijanjikan Pak subroto orang tua angkat Esa tidak
jadi diberikan. “aku bisa bangrut”. Ayah teringat kata-kata Paris padanya , Aku
ke Indonesia hanya ingin melihat pemakaman Ayahku saja. Aku tidak mengharapkan lagi perjodohan itu,
Klara masa laluku, dan tak perluh di ingat lagi, “Paris tidak menyukain Klara,”
stress Ayah memikirkannya.
***
“Sini biar aku bantu
membawanya?” kata Pak Rudi pada Bunda yang sudah sekian kali menemanin Bunda
bebelanja di supermarket.
“Trimah kasih,” sambil
memberikan belanjaannya pada Pak Rudi, “kau memang laki-laki baik,” puji Bunda.
“Bagaimana kita makan
dulu,” ajak Pak Rudi.
“Boleh juga,” kata Bunda
menyambut usulan Pak Rudi.
Mereka kelestoran yang tak
jauh dari supermarket. Baru masuk kedalam lestoran Bunda langsung dikejutkan
seseorang memanggilnya, “Bunda!!!”.
Bunda langsung menolek
kearah suara, “Ayah!!” kanget Bunda melihat Ayah berada di lestoran.
“Surya,” Pak Rudi pun
terkejut melihat Ayah.
“Kalian!!!” marah Ayah
melihat Bunda bersama Pak Rudi mantan pacarnya sebelum mereka menikah.
***
Rian dan Erika pergi
bersama ke Cave Citra. Keluar dari mobil Rian melihat Paris di dalam mobil
xenia berwarna krem terpakir tak jauh dari Cave, namun tatapannya terus
tertujuh kearah Cave. “Tadi Klara bilang Pak Paris tidak akan datang khan?”
tanya Rian pada Erika.
“Iya. Kenapa?” tanya balik
Erika.
“Itu bukannya Pak Paris,”
sambil menujuk orang dalam mobil,.
“Kenapa Pak Paris hanya
duduk di mobil?”.
“Kita masuk saja,” ajak
Rian. Mereka berdua masuk kedalam Cave, ternyata semua mahasiswa, Joni, Benni
dan Klara sudah menunggu kedatangan mereka berdua.
“Maaf telat,” kata Erika
sambil duduk. Rian duduk di sebelak Erika.
“Wahhh…. Gak lengkap nih
kalau gak ada Pak Paris,” kata Liga.
“Benar,” serentak
menjawab.
Klara hanya tersenyum.
“Mungkin Pak Paris ada
urusan lain, itulah tidak bisa datang keacara kalian buat,” kata Rian.
“Ya sudah, ayo makan…”
kata klara tidak mau membahas Paris lagi. Semua langsung menyatap masakan yang
sudah disediakan Cave untuk makan malam untuk mereka semua. Kadang di selingin
candaan mahasiswa membuat suasana cave sangat meriah. Malam iini tidak ada
perbedaan antara dosen dengan mahasiswa, semua sama namun kata-kata masih
sopan.
tak terasa sudah jam 11
malam. Acara bubar, semua pulang ke rumah
masing-masing menggunakan kendaraan masing-masing, ada juga yang memakai
angkutan umum dan ada juga yang di antar
teman atau kekasihnya.
Rian mengantar Erika
pulang. “kau kenapa tak bilang Pak Paris ada diluar?” tanya Erika.
“Kita jangan terlalu ikut
campur urusan mereka berdua. Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka,” kata
Rian sambil menyetir.
“Kau benar. Kita jangan terlalu
ikut campur”.
Suasana terhening sejenak,
“tadi aku bertemu dengan Ayah Klara. Aku sudah membatalkan peejodohan kami”.
Erika terkejut, “kenapa?”.
“Karna aku ingin
membahagiankan wanita yang selalu disisiku saat aku senang dan sedih”.
“Siapa?”.
“Yang duduk disampingku”.
“Apa! a…ku” kanget Erika
mendenggarkannya.
“Bukannya kau
menyukainku”.
“Haaa… tahu dari mana aku
menyukainmu? Aku cumak cerita dengan Ibu Klara appp,” Erika langsung menutup
mulutnya tiba-tiba kata-kata itu terucap. Erika malu melihat Rian yang
tersenyum melihatnya.
***
Baru didepan pintu. Klara
mendenggar suara Ayah berteriak dan Bunda menanggis dari dalam rumah. Klara
langsung masuk, ternyata Bunda sedang menanggis, “ada apa ini?” tanya Klara
membutukan penjelasan Bunda dan Ayah.
“Bundamu ini selingkuh!!”
marah Ayah.
“aku tidak selingku, kami
hanya teman,” penjelasan Bunda sambil menanggis.
“Aaahhh…. Kenapa kau tidak
mengaku juga!!” Ayah masuk kedalam, lalu menutup pintu dengan cara
membantingnya.
Klara langsung memeluk
Bunda, nyakit ini hnnya salah paham saja. lalu mengajak Bunda masuk kekamarnya.
“Bunda mau cerita?” tanya Klara duduk di kasur bersama Bunda.
“ayahmu mengira Bunda pacaran dengan Pak Rudi.
Padahal kami hanya berteman tidak lebih,” cerita Bunda sambil menanggis.
Klara memeluk Bunda lagi,
“besok Klara akan coba bicara dengan Ayah. Bunda jangan nanggis lagi,” bujuk
Klara agar Bunda tidak menanggis lagi.
***
Paris baru pulang dari mengikuti Klara. Dibaringkannya tubuhnya
diatas kasur. “aku lebih baik melihatmu dari jauh dari pada menyakitinmu,” ucap
Paris sambil memadang langit-langit kamarnya.
***
Klara melihat Bunda sudah
tertidur lelap di kasurnya. Klara bangkit dari tempat tidur, lalu membuka lemari pakainnya, dilihanya kemeja
tanggan panjang warna putih dan celana dasar hitam milik Paris yang penah
dipakainya, Klara teringat kata-kata yang diucapkan Paris saat melihat dirinya
memakai pakainnya, sepertinya kau harus
menambah berat badanmu, Klara tersenyum mengingatnya.
***
Pagi-pagi sekali Ayah
menemuin Pak Rudi diruangannya. Tanpa mengetuk pintu lagi Ayah langsung masuk
ruangan. “surya!” kanget Pak Rudi melihat Ayah masuk tanpa mengetuk pintu, “mau
apa kau?!!”.
“Apa hubungan kau dengan
istriku?!!” tanya Ayah dengan nada suar tinggi.
“Kau pikir apa!!?”.
“Kau!!!” Ayah memengang
kera baju Pak Rudi, lalu mau memukul, “beraninya kau selingku dengan
Istriku!!!”.
“Kau mau memukulku!!,” Pak
Rudi melepaskan tangan Ayah dari kera bajunya, “kau yang duluan merebut Reni
dariku!! Dan wajar jika aku merebutnya lagi!!”.
“Brensek kau!!” Ayah
mendorong Pak Rudi. Pak Rudi terjatuh, kepalanya mengenai pinggiran meja. Ayah
kanget melihat Pak Rudi tak sadarkan diri dilantai, “apa yang aku lakukan,”
panik Ayah yang segaja melakukan itu semua.
***
Klara melihat Ayah keluar
dari kampus dengan tergesa-gesa padahal jam masih pukul 8.40 yang biasanya jam
segini Ayah selalu ada di kantornya.. “Ayah. Ayah sedang apa disini?”.
Ayah diam menatap Klara.
“Ayah tidak apa-apakan?”
tanya Klara lagi melihat Ayah keringat di wajah Ayah.
“Ayah kekantor dulu,” kata
Ayah lalu pergi menggunakan mobil yang terpakir di kampus.
Walaupun binggung melihat
sikaf Ayah yang aneh. Klara melajutin langkahnya menuju ruangan.
***
Erika keluar dari ruangan
dan akan ke kelas untuk mengajar. Tiba-tiba dari belakang seseorang menabraknya,
“auhh…” semua buku yang dipengang Erika jatuh dilantai. Erika melihat siapa
yang berani menabraknya, “Candra!?” kanget tenyata salah satu mahasiswa
dikampus, “kenapa kau lari-lari?!!”.
Candra mengambil buku
Erika yang berserakat dilantai, lalu memberikan pada Erika, “maaf bu… saya
buru-buru,” jawab Candra.
“Kau dari mana?” tanya
Erika lagi melihat Candra yang gos-gosan.
“Maaf bu… Ibu Klara sudah
menunggu saya, mau ujian susulan. Permisih bu,” Candra berlari kembali kea rah
kelasnya.
“Ohh mau ujian dengan Ibu
Klara haa… anak zaman sekarang,” Erika melajutin langkahnya yang tetunda.
***
“Dia ngomong apa?” tanya
Benni pada Joni yang menghadapin orang asing yang dari tadi bicara berbahas
inggris pada mereka berdua.
"You know what I mean? I ask you where
the room Mr. Rudi. Please tell me I am. Mr. Rudi time my friend in America, "kata orang asing.
Benni dan Joni mengeleng,
tanda tidak mengerti maksud orang asing itu.
"Oh God. Why do I get to meet with a
fool like them ".
Klara keluar dari kelas
selesai mengajar. Klara mendekatin Benni
dan Joni yang sedang kebinggungat menghadapin orang asing, “ada apa?” tanya
Klara pada Benni dan Joni.
“Kami tidak mengerti
maksud orang ini?” kata Joni.
Klara bertanya pada orang
asing itu, "Can I help you sir?” tanya Klara menggunakan
bahasa inggris.
"You can use English?" tanya
orang asing.
"Yes. Can I help you? ".
"I'm
meeting with Mr. Rudi. The
room where Mr. Rudi?? ".
"Ohhh Mr. Rudi room. Mr. rising floor 3, room to room 4 that Mr. Rudi, "kata Klara menujukkan ruangan Pak Rudi.
"Accepted
the love. You're pretty good girl, not like the
two friends are stupid itiu, " kata orang asing lalu pergi keruangan Pak Rudi.
“Dia ngmong apa bu?” tanya
Benni.
“Eee…. Katanya pak Benni
dan Pak Joni pintar,” bohong Klara, lalu pergi meninggalkan mereka berdua
dengan menahan ketawa.
***
“Aahhh….” Semua kanget
mendenggar suara teriakan dari arah ruangan Pak rudi.
“Ada apa?” tanya Klara
juga kanget yang sedang memeriksa tugas mahasiswa di meja kerjanya. Semua
berlari keluar menuju ruangan Pak Rudi yang berada paling ujung dari 4 ruangan
yang berada di lantai 3.
"I'm not a murderer!" kata orang asing memberontak dipengang 2 lelaki
yang juga dosen di kampus.
“Diam!!” kata salah satu
yang memengangnya.
Klara kanget melihat darah
bercucuran dilantai yang berasal dari kepala Pak Rudi, “haaa….”. ditambah orang
yang mencelakain Pak Rudi ternyata orang asing yang bertanya padanya, “dia…”
Klara gemetar.
***
Paris sedang membaca
berkas di meja kerja. Hpnya berbunyii, langsung diangkatnya telepon dari Jenni
yang dilihatnya nama Jenni terjatuh dilayar Hp, “halo…apa!! kantor polisi!”
kanget mendenggar apa yang dikatakan Jenni, “aku segera ke sana!” lalu mematikan
Hp langsung bergegas pergi dari kantor.
Setba dikantor polisi.
Paris melihat Mama menanggis, langsung dipelukknya Paris yang baru datang, "Your father was not a
killer hu ..."kata Mama menanggis di pelukkan Paris.
Paris menatap Mama, "I know that. I will liberate you, " lalu Paris masuk keruanga
pemeriksaan. Dilihatnya Papa sedang ditanya dengan petugas dengan satu orang
yang memperjemakan perkataan Papa.
"Dad ..."panggil Paris.
Papa menolek kebelakang, "My son Paris," sambil berdiri, "I did not do anything? I came spatial Mr. Rudi just
want betemu,
you're announcing Mr. Rudi Papa friend in
college in America. I did not kill
him!" penjelasan Papa mengunakan bahasa inggris.
"I know. I know Papa was innocent. I'll prove innocence Papa. I promise,"
kata
Paris membuat Papa tidak lagi kuatir dengan kasusnya yang dihadapinnya.
“Ada siapa?” tanya
pertugas pada Paris.
“Aku pengacara dan anak
Pak Prengky,” jawab Paris tegas.
Paris keluar dari ruangan
pemeriksaan. "What about your
father?”
tanya Mama.
"Mama do not worry. Papa will
be free,”
jawab Paris menyakitkan Mama.
"Really?".
"Yes".
“Bagaimana?” tanya Jenni.
“Sementara hanya sebagai
saksi tapi bisa juga jadi tersangka
tinggal tunggu waktunya saja,” jawab Paris, “sebelum waktunya itu tiba, aku akn
membuktikan Papa tidak bersalah,” tekat Paris.
“Perluh bantuan?” Jenni
menawarin diri.
“Ya. itu pastih”.
Jenni tersenyum.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar