Ketika mau masuk ke dalam
mobil, hpnya berbunyi. Rian langsung
mengangkatnya, “halo…” setelah tahu tujuan si penelpon Rian kembali mematikan
hp.
“Siapa?” tanya Erika.
“Ayah Klara. Om ingin ketemu”.
“Pergilah. Aku bisa naik
taxi”.
“Baik,” Rian masuk kedalam
mobil, lalu pergi.
Erika melihat Rian pergi,
“akhirnya datang juga,” air mata jatuh membasahin pipinya.
***
Rian ketempat dimana
dirinya sudah janjian dengan Ayah. “malam om, maaf lama,” kata Rian.
“Duduklah,” perintah Ayah
yang duluan datang.
Rian duduk, “ada apa om
ajak ketemuan?”.
“Aku mau membicarakan
pertunanganmu dengan Klara”.
“Apa secepat ini?”.
“Lebih cepat lebih bagus”.
***
“Aku dari tadi soreh. Kau
aja yang tidur, tidak tahu aku sudah datang dari tadi,” diam sejenak, “kenapa
kau bohong, kalau kau tidak ke kampus?”.
“Dari jawabanmu,
sepertinya kau sering sekali berbohong!”.
“Iya”.
Klara menatap Paris .
“Besok kita ke jogja,”
kata Paris .
“Gapai?”.
“Bukannya kau ingin
mengembalikan Kristin ke orang tuanya”.
“Orang tuanya tinggal di
jogja?”.
“Ada yang menelpon kantor, dia mengaku orang
tua Kristin”.
“Kau percaya? Bagaimana
kalau dia jiga penipu”.
“Setidaknya kita temukan
dulu mereka. Aku rasa Kristin masih ingat wajah orang tuanya”.
“Benar juga”.
“Atau kau mau sendiri yang
mengantarnya!” lalu Paris
masuk ke kamar untuk ganti pakaian..
“Dia kenapa sih…” heran
Klara melihat sikaf Paris
yang kasar padanya.
Tak lama kemudian Paris keluar, langsung ke
blangkon.
Klara mendekatin Paris , “kau marah ke
aku?!”.
“Aku tidak ada hak marah
ke kau!” lalu menatap langit yang sudah berubah warna menjadi gelap.
“Kau kelihatan marah
padaku. Jika aku ada salah, bilang aja”.
***
Erika menanggis dikamarnya
sambil menatap foto Rian yang sudah lama disimpannya dari dulu. “apa untuk
kedua kali aku harus mengalah hemmm…” yang terus menanggis.
***
“Kak pangeran kenapa
menanggis?” tanya Kristin yang tiba-tiba bangun melihat Mata Paris berkaca-kaca.
“Usss…. Tidurlah,” dengan
nada suara rendah, “sudah malam”. Kristin menutup mata kembali. Setelah melihat
Kristin tertidur kembali, Paris
keluar dari kamar, langsung di tidurinnya tubuhnya di atas sofa sambil menatap
lampu yang dibiarkan menyala.
***
“Kalian sudah bangun?”
tanya Paris
melihat Klara dan Kristin keluar dari kamar.
“Kau sedang apa?” tanya
Klara mendekatin Paris
sedang menyiapkan sarapan.
“Kau tidak suka makanan
berminyak khan?” sambil meletakkan salat dan 2 piring nasi goring diatas meja.
“Kau pintar masak, kenapa
tidak jadi koki saja?”.
“Jika hidup sendiri harus
bisa segala hal, yang seharusnya tidak bisa terpaksa harus bisa”.
“Kau tidak cocok jadi
pengacara, kenapa tidak jadi koki saja”.
“Kau pikir kau cocok jadi
dosen, kau itu cocok ya jadi model”.
“Kapan kita makan yach…”
kata Kristin yang dari tadi melihat Paris
dan Klara berdebat.
“Ayo makan,” Paris duduk, lalu menyatap nasi goring yang dibuatnya
untuk dirinya dan Kristin sedangkan Klara Paris
menyediakan salat, makanan bereserat tinggi namun berkoresterol rendah.
“Kau masih mengharapkan
Rian?” tanya Paris
sambil makan.
“Ya. Bukannya kau pernah
bilang cinta tidak melihat apapun”.
“Benarkah aku yang
mengatakannya”.
“Ternyata pengingatanmu
kurang baik!”.
Hp Paris berbunyi, “Halo…”
Paris langsung
mengangkat hp. Setelah mendenggar apa yang dikatakan si penelpon, “kau cari
lagi,” lalu mematikan hp.
“Ada masalah?” tanya Klara.
“Mereka bukan orang tua
Kristin”.
Klara menatap Kristin,
“seingat Kristin, disekitar rumah ada pohon, perkebunan atau sawah atau…
gedung-gedung?” tanya Klara.
“Kebun teh,” jawab
Kristin.
“Kebun teh,” Klara menatap
Paris ,
“puncak!”.
“Coba dari kemarin tanya,”
menyesal Klara, “dasar bodoh”.
“Apa bisa ketemu?” tanya
Klara.
“Kita tunggu saja”.
Klara menatap Kristin,
“Kristin sudah rindukan sama mama?”.
“Kristin menganggu.
“Sebentar lagi kita akan
bertemu dengan mama”.
Kristin memeluk Klara,
“trimah kasih Cinderela,” lalu menatap Paris ,
“trimah kasih juga untuk pangeran”.
***
“Belum ketemu juga bu
Klara?” tanya Benny pada Klara melihat Kristin bersama Klara masuk keruangan.
“Iya,” jawab Klara, “kau
tunggu disini sebentar, kakak mau ke kamar kecil dulu”.
“Iya kak,” jawab Kristin.
Klara ke kamar kecil, tak lama kemudian Klara keluar melihat Erika
sedang merapikan rambut di depan kaca, “Ibu Erika”.
Erika hanya tersenyum.
Baru beberapa langkah
Klara kembali mendekatin Erika, “eee… aku mau nanya?”.
“Bertanya apa?”.
“Ibu Erika ada hubungan
apa dengan kak Rian?”.
Erika menatap Klara,
“maksud pertanyaan Ibu?”.
“Apa kalian pacaran?”.
Erika diam.
“Jika kalian pacaran, aku
akan mudur”.
“Maksud Ibu Klara apa?”.
“A…ku suka pada kak Rian,”
lalu menatap Erika, “Ibu Erika tidak ada hubungan apa-apa kan dengan kak Rian?”.
***
Paris menjelaskan di depan
kelas tanpa memengang sebuah buku, “kita lanjutkan ke pasal 35 tentang
kompensasi, resititusi dan rehabilitasi, ayat 1 berisi setiap korban
pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat
memperoleh kompensasi, restitusi dan rehabilitasi, ayat 2…” Paris
heran melihat mahasiswa melihat kearah pintu, lalu Paris menolek, “Kristin,” kanget melihat
Kristin berdiri di depan pintu, “mana Kak cinderela?”.
“Lagi mengajar,” jawab
Kristin.
“Ayo,” Paris mengajak Kristin duduk di kursi dosen,
“tunggu di sini ya”.
Kristin mengangguk. Paris kembali kedepan
kelas. Sedangkan Kristin melihat hp Paris
dii meja, lalu dibukanya galeri hp.
“Ok kita lanjutkan ayat 2
berisi kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
dicantumkan dalam amar putusan pengadilan HAM, dan ayat 3 berisi ketentuan
mengenai kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah”. Sudah cukup lama Paris
menjelaskan materi pelajaran hari ini pada mahasiswa, tak terasa sudah 2 jam
lebih. Pelajaranpun berakhir, “minggu depan kita lanjutkan lagi”.
“Baik Pak,” serentak
menjawab.
“Maaf pangeran,” kata
Kristin.
“lain kali jangan di
ulangin lagi”.
Kristin mengangguk, “foto
kak Cinderela kok banyak sekali di hp pangeran?”.
“Kak Cinderela?”.
“Termasuk Cinderela juga”.
Kristin engangguk.
“Janji?”.
“Janji,” jawab Kristin.
“Kalian janji apa?” tanya
Klara muncul dari balik pintu.
“Kau langsung pulang
khan?” tanya Paris
membuka perkataan baru.
“Kau mau kemana?” tanya
balik Klara.
“Aku mau ke pengadilan
dulu”.
“kalau gitu, aku ajak
Kristin ke butik Eka aja. Aku gak mungkin ajak Kristin ke rumah”.
“Ya sudah. Nanti aku
jemput di butik Eka saja”.
“Memang kau tahu butik
Eka??” tanya Klara yang perasaannya belum pernah dirinya mengajak Paris ke butik Eka.
“Apa sih yang tidak aku tahu,”
kata Paris lalu
melangkah keluar kelas.
“Sombong banget”.
***
“Kau mengajak Kristin
seperti anak kalian berdua saja,” goda Eka.
“Anak kalian? Maksud kau
anakku dan Paris ?!”
kata Klara.
“Ya iyalah. Kalian tuh seperti suami istri”.
“Enak saja”.
“Masak sih, kau tak ada
sedikit pun perasaat dengan pengacara?”.
“Tak ada”.
“Kau belum sadar saja”.
“Gak mungkin dan tak akan
mungkin”.
“Kenapa kau tak ajak aja
Kristin ke rumahmu?”.
“Kau seperti gak tahu Ayah
aja. Mana mungkin Ayah bolehkan. Kau aja yang mau menginap di rumah aja gak
dibolehkan”.
“Ayahmu memang aneh”.
“Tapi bagaimanapun juga
dia tetap Ayahku”.
Eka melihat Kristin yang
menatap Klara dari tadi, “kau kenapa melihat Klara seperti itu?” tanya Eka.
“Kak Cinderela lebih
cantik dari pada yang di foto,” ucap Kristin.
“Foto?” kanget Klara dan
Eka. “Foto apa?” tanya Klara.
Kristin menutup mulutnya
dengan kedua tangganya, “aku sudah janji tidak mengatakannya”.
Eka dan Klara saling
menatap, “anak aneh,” kata Eka.
***
Pukul 7 malam Paris menjemput Klara dan
Kristin di butik Eka. “aku pulang dulu?” kata Klara pada Eka sambil masuk ke
dalam mobil.
“Iya, hati-hati,” kata
Eka.
“Seperti itulah anak
kecil,” kata Paris
sambil menyetir.
Beberapa menit kemudian,
mereka sampai di rumah Klara, “besok kita ketemu di kampus saja,” kata Klara
lalu keluar dari mobil.
“Ya”.
“Dahhh….” Klara masuk
kerumah. Setelah Klara masuk kerumah barulah Paris menjalankan kembali mobil ke
ampartemennya. Hanya beberapa menit Paris
sudah sampai di ampartemennya, langsung diangkatnya Kristin kekamar dan
menyelimutin tubuh Kristin dengan selimut. Paris mengambil hp dari saku jasnya, lalu
melihat galeri foto. Satu persatu Paris
melihat foto Klara yang diam-diam dirinya foto selama ini.
***
Bunda dan Ayah masuk ke
kamar Klara. “berani juga kau pulang!!”
marah Ayah, “semalam kau menginap dimana?!!”.
“Sayang…” bujuk Bunda.
“A…aku,” lama Klara mencari
alasan.
“Diaman?!!”.
“Aku tidur dirumah Eka.
Ayahkan tahu rumah Eka lebih dekat dari pada rumah kita dari kampus. Sedangkan
aku harus pagi-pagi ke kampus dan harus bawak tugas mahasiswa yang banyak, jadi
aku putuskan menginap di rumah Eka” alasan Klara.
“Kenapa kau tidak bilang
sama Bunda!!!?”.
“Aku lupa”.
“Cepat tidur!!” lalu Ayah
dan Bunda keluar dari kamar.
Klara langsung melepaskan
nafas dari mulutnya, “syukur deh Ayah percaya,” lalu menjatuhkan tubuhnya di
atas kasur, dipejamkannya matanya perlahan demi perlahan. Tak lama Klara pun
tertidur nyenyak.
***
“Kau terlalu sibuk
mengurusin anak itu,” kata Jenni pada Paris
yang sedang membaca berkas di meja kerjanya, dan Kristin dibiarkan bermain di
sofa.
“Apa ada kabar terbaru
tentang kasus Oki?” tanya Paris
membuka perkataan baru.
“Kau selalu begitu. Sampai
kapan kau memanfaatin Kristin?”.
“Dia akan segera bertemu
dengan orang tuanya”.
“Kapan?”.
“Besok”.
“Sudah dapat alamatnya?”.
“Sudah. Tinggal
memastikannya saja itu orang tuanya atau bukan”.
“Perluh aku temanin?”
tanya Jenni, “aku rasa tidak,” yang tahu jawaban Paris .
***
“Ayah sudah memutuskan
bulan depan Klara akan bertunangan dengan Rian,” ucap Ayah.
“Apa harus secepat itu?”
tanya Bunda.
“Lebih cepat lebih baik!
Segeralah bicara pada Klara”.
“Baiklah sayang”.
***
“Ibu Klara kok kelihatan
gelisah? Ibu sakit?” tanya Benni.
“Iya nih, seperti induk
kehilangan anaknya,” sambung Joni.
Klara hanya tersenyum
dengan perkataan Benni dan Joni. Hp bergetar, Klara menerima sms, langsung dibukaknya
sms yang ternyata sms dari Paris, aku tidak bisa ke kampus, kau jemput Kristin
ke kantorku saja, setelah
membaca is isms, Klara langsung membalas sms , Ok. Setelah mengirim sms,
Klara melihat Benni dan Joni menatapnya, “ada apa?”.
“Benar anak itu bukan anak
kalian berdua?” tanya Benni.
“A…pa… maksud Pak Benni?”
gugup Klara.
“Jika kalian tidak ada
kerjaan lebih baik kalian pulang!” kata Rian menatap Benni dan Joni yang dari
tadi mengganggu Klara. Joni dan Benni melajutin pekerjaan mereka. Klara tersenyum
melihat Rian yang membelahnya. Sedangkan Erika yang tak tahan melihat Rian dan
Klara saling tersenyum langsung keluar dari ruangan.
***
“Kalau dilihat, Oki hanya
dijebak oleh Dewi, karna dari bulan mei sampai bulan agustus Oki di Riau,
sedangkan dari pernyataan Dewi mereka melakukan hubungan pada bulan juni”.
“Jika tes DNA, umur
kandungan belum mencukupin,” Paris
berpikir.
“Bagaimana kalau kita
jadikan bos tempat Oki bekerja sebagai saksi?”.
“Bisa juga. Aku hanya
ingin tahu apa tujuan Dewi”.
“Mungkin karna sudah
hamil, lalu bertemu Oki, langsung aja dia mintak Oki menikahinnya karna ayah
anak di kandungannya tidak mau bertanggung jawab,” dugaan Jenni.
“Selain itu pastih ada
tujuan lain!” perkiraan Paris .
“Contohnya?”.
“Tok…tok…tok…!” pintu
ruangan kerja Paris
di ketuk dari luar, kemudian pintu terbuka. “Maaf… sepertinya aku menganggu,”
kata Klara yang melihat Paris
dan Jenni sedang mengobrol.
Jenni berdiri, “kami sudah
selesai”.
“Coba kau selidikit masa
lalu korban,” perintah Paris .
“Ok,” lalu Jenni keluar
dari ruangan.
Klara masuk, dilihatnya
Kristin tertidur lelap di sofa, “dia tidur,” sambil duduk dekat Kristin.
“Kau sendiri yang
mengatar?” tanya Klara.
“Kau mau ikut?”.
Klara mengangguk, “ya,
kebetulan besok aku tidak ada kelas”.
“Baguslah. Kau tahu jalan
ke puncak khan?”.
“Ya”.
“Ok. Jam 9 kita berangka.
Mau aku jemput besok?”.
“Tidak usah, besok aku ke
ampartemenmu saja”.
“Ok”.
Klara menatap Kristin, “jadi…
ini hari terakhir”.
“Kartu kredit dan ATMku
belum di kembalikan oleh Ayah,” malu Klara.
“Aku yang bayar”.
Klara tersenyum.
“Apa yang lucu?”.
“Tumben kau tidak
peritungan?”.
“Maksudmu?”.
“Pertama kali kita
bertemu, kau peritungan sekali denganku”.
“Bukannya kau sendiri yang
menyuruh aku menghitung. Begini katamu,
bukannya kau selalu menolong aku biar dapat imbalan. Aku akan bayar, tapi tidak
membayar secara lain. Aku mau bayar pakai uang,” kata Paris meniru kata-kata Klara sewaktu di
hotel.
“Benarkah aku mengatakan
seperti itu?”.
“Ternyata pengingatanmu
kurang baik”.
Klara teringat kata-kata
itu pernah dikatakannya pada Paris .
Kristin terbangun dari
tidurnya, dilihatnya Klara sudah duduk disampingnya, “kak Cinderela sudah
datang”.
Klara tersenyum, “gimana
tidurnya? Enak?”.
“Iya, “ sambil duduk,
“kata pangeran besok Kristin ketemu mama”.
“Iya”.
“Ayo kita pergi,” ajak Paris sambil berdiri,
“mau pangeran gedong?”. Kristin menjulurkan kedua tangannya, langsung Paris mengedong Kristin.
“Kau sudah cocok jadi
Ayah,” ejek Klara.
“Kau juga sudah cocok jadi
Ibu,” balas Paris .
“Yang pastih aku gak sudih
punya suami sepertimu!”.
“Nanti nyesel,” kata Paris sambil melangkahkan kakinya keluar dari
ampartemennya menuju mobil yang di pakir tempat pakiran, sedangkan Klara
mengikutin Paris
dari belakang.
Tak lama perjalanan mereka
menuju moll yang berada tak jauh dari ampartemen Paris . Mereka langsung ke toko pakaian khusus
untuk anak-anak umur 7 tahun ke bawah. Klara memilih satu persatu pakaian di
toko yang cocok untuk Kristin, sedangkan Paris
mengikutin Klara sambil mengedong Kristin. Paris mengambil satu pakaian yang tergantung
tak jauh darinya, “yang ini bagaimana?” menujukkan baju warna merah dan bawahan
putih dengan lenggan pendek.
“Kau pintar juga memilih
pakaian,” puji Klara.
“iiihhh…. Romatisnya,”
kata salah satu ibu-ibu yang mengira Klara dan Paris suami istri dan Kristin anak mereka.
“Coba suamiku sepertinya,”
kata salah satunya.
“Istri yang cantik, suami
yang tampan dan anak yang cantik,” puji yang lainnya.
Klara menarik Paris , “mereka apaan
sih…” kesal Klara.
“Jangan begitu. Wajar
mereka mengira kita suami istri”.
“Iya sih… kau tunggu
disini saja,” lalu mengambil Kristin di gedongan Paris , “biar aku Kristin yang memilih
didalam”.
Klara mengambil kartu
kredit, “kau tunggu disini”.
“Ya.”
Klara dan Kristin masuk
kembali ke toko, dan melajutin memilih pakaian yang cocok untuk Kristin. Paris melihat Klara
sedang asik memilih, lalu dia pun meninggalkan toko pakaian anak-anak melangkah
ke toko periasan yang tak jauh dari toko pakaian anak-anak. Tak lama Paris didalam toko
periasan, lalu melangkah kembali ke toko baju dewasa sambil membawa bungkusan
kecil warna coklat.
Klara dan Kristin
keluardari toko, dilihatnya Paris
tidak ada lagi di depan toko, “mana pangeran jelekmu itu?” tanya Klara pada
Kristin
“Gak tahu kak”.
“Kita ke toko sepatu
yukk..” ajak Klara ke toko sepatu yang berada di sebelah toko pakaian. Lalu
mereka ke toko sepatu. Klara memilih beberapa sepatu untuk Kristin. Setelah
memilih 4 sampai 5 sepatu, mata Klara tertuju pada sepatu pria yang berwarna
coklat yang diletakkan paling pojok, “sepatu yang bagus,” puji Klara.
“Lihat apa?” tanya Paris tiba-tiba muncul
dari belakang Klara.
“Kau dari mana?” tanya
balik Klara.
“Ini…” sambil memberika
beberapa bungkusan pada Klara.
“Apa ini?” Klara melihat
isi bungkusan, “pakaian wanita?” heran Klara.
“Itu semua untukmu”.
“Kau belikan semua
untukku. Kau tahu dari mana aku suka atau tidak modelnya?”.
“Pakainmu itu mudah di
tebak. Bukannya kau tidak suka pakaian yang terlalu tertutup”.
“Sok tahu”.
“Kau lihat apa?” tanya
lagi Paris .
Klara mengambil sepatu
yang dilihatnya tadi, “baguskan?” tanya Paris .
“Untuk Rian?”.
“Tidaklah. Nanti kalau aku
sudah dapat gaji, aku belikan sepatu ini untukmu. Kalau mengharapkan ATM
kembali, tidak mungkin kembali, karna aku tahu sifat Ayah. Jadi tunggu gajian
saja aku belikan”.
“Aku yang saja yang
bayar,” lalu mengambil sepatu dari tangan Klara.
“Kalau kau yang bayar sama
aja kau yang beli sendiri”.
“Kalau tunggu gajian,
sepatunya keburu di ambil orang”.
“Iya juga sih…”.
“Kau belikan aja nanti jas
untukku”.
“Benar juga. Kau kan suka pakai jas”.
“Gimana? Enak?” tanya Paris pada Kristin.
Kristin mengangguk sambil
makan.
“Cantiknya…” senang
Kristin melihat kalung pemberian Paris .
“Pangeran pakaikan?’ lalu
memasangkan kalung dileher Kristin. “Dan ini untukmu,” sambil meletakkan kotak
di depan Klara.
Klara membuka kotak,
kalung berliotin bulan sabit, “kau banyak sekali belikan untukku,” yang mulai
tidak enak pada Paris .
“Anggap saja ini jiman
pelidungmu,” kata Paris .
Klara tersenyum, “trimah
kasih”.
***
“Mana Klara?” tanya Ayah.
“Belum pulang sayang.
Mungkin Klara akan menginap lagi di rumah Eka,” kata Bunda.
“Jangan biasakan Klara
menginap di rumah Eka”.
“Eka kan satu-satunya teman baiknya, wajar saja
Klara sering menginap di rumahnya”.
“Itulah aku bilang jangan
dibiasakan!!!” marah Ayah.
“Iya sayang”.
***
Klara melihat jam
didinding kamar sudah menuju pukul 11 malam, “jika kau mengantar aku, kasihan
ke Kristin,” lalu berpikir sejenak, “ Iya deh…”.
***
Rian melihat jam di
dinding ruangan, hari sudah pukul 9.30 WIB, namuan Klara belum dataang juga ke
kampus. “Apa Ibu Klara langsung ke kelas?” tanya Rian.
“Setahu saya hari ini Ibu
Klara tidak ada kelas,” jawab Benni, “mungkin tidak masuk Pak Rian”.
“Tadi juga anak-anak
bilang Pak Paris mintak ganti hari,” sambung Joni, “katanya sih ada urusan”.
“Kok kebetulan sekali, Ibu
Klara tidak masuk, Pak Paris tidak masuk juga?” kata Benni lagi.
Rian hanya diam mendenggar
perkataan antara Benni dan Joni.
***
“Kita kearah mana lagi?”
tanya Paris
pada Klara yang duduk di depan mobil bersamanya.
“Kau benar gak tahu jalan
ke puncak?” tanya Klara yang sudah bosan menjawab pertanyaan Paris yang dari tadi menanyakan lewat jalan
mana menuju puncak.
“Aku tidak pernah ke
puncak?” jawab Paris
yang menyetir.
Klara menatap Paris dengan heran.
“Jangan menatapku seperti
itu?! Kita lewat mana lagi?!” yang berada di pesimpangan.
“Lurus saja!” jawab Klara.
***
Seperti biasa Bunda tiap
bulannya belanja bulanan di supermarket yang berada di moll yang lumayan jauh
dari jarak rumah. Setiap kebutuhan dapur dengan telitih Bunda melihat apakah
tidak kadarluasa atau tidak. “Reni…” seseorang memanggil Bunda yang sedang
memilih buah-buahan.
Bunda melnolek kearah
suara, “Rudi….” Kanget melihat teman lama. Bunda mendekatin Rudi, “bukannya kau
di amerika?” tanya Bunda.
“Dua tahu yang lalu aku
pulang ke Indonesia .
Bagaimana keadaan Surya?” tanya Pak Rudi balik.
“sehat”.
“Apa masih suka
marah-marah?”.
“Kalau sifat marahnya itu
tidak bisa dihilangka!”.
“Ha…ha…ha…ha…” mereka
tertawa.
***
Tak terasa sudah 6 jam
menempuh perjalanan menuju puncak. Klara terbangun dari tidur lelapnya yang
tertidur di mobil. Dilihatnya Mobil berhenti dan Paris tidak ada di mobil hanya dirinya dan
Kristin yang tetidur juga di bangku
belakang. “Mana dia?” binggung Klara. Baru membuka pintu mobil, tiba-tiba Paris muncul langsung
masuk ke mobil. “kau dari mana?” tanya Klara.
“Nanya jalan,” jawab Paris melajutin menyetir.
“Sudah berapa orang kau
tanya sejak aku tertidur?”.
“Kurang lebih 10 orang”.
Klara kanget, “kau serius
gak pernah ke puncak??” yang masih tak percaya.
“aku kan tadi sudah katakan. Aku tidak pernah ke
puncak”.
“Aku pikir kau bohong, kau
kan sering
berbohong”.
Kebun teh sudah terlihat
sangat jelas, tidak satu ataupun dua kebun, namun setiap jalan Paris dan Klara melewati tiap kebun teh.
Udara gunung yang segar enak dihirup. “Disini pemadangannya bagus,” puji Paris yang pertama kali
ke puncak.
“Kau harus sering kesini,”
kata Klara memadang Paris .
“Kau benar”. Paris menhentikan mobil
di pinggir jalan.
“Ada apa?” tanya Klara.
Paris keluar dari mobil,
lalu menelpon seseorang, ketika tersambung, “kau dimana? Aku sudah sampai di
puncak,”setelah mendenggar jawaban, “baiklah aku tunggu,” lalu mematikan hp.
Klara ikut keluardari
mobil, “kenapa berentih?”.
“Tunggu sebentar,” kata
Paris menyadarkan tubuhnya di mobil. Klara ikut menyadar di pintu mobil dekat
Paris. “Aku rasa aku pernah kesini,” lalu memadang Klara, “mungkin aku lupa
saja. karna itu sudah lama sekali”.
Klara hanya tersenyum,
“kau memang cowok aneh”.
Paris tersenyum.
Tiba-tiba pintu mobil
terbuka, Klara langsung terdorong kedepan mengenai tubuh Paris yang berdiri
disebelahnya. Klara dan Paris saling menatap. Jantung Klara sangat mendetak
sangat kencang saat mata Paris yang menatapnya sangat tajam padanya..
“Kita sudah sampai?” tanya
Kristin yang keluar dari mobil.
Klara mundur 2 langkah.
“belum,” jawab Klara dengan wajah memerah.
“Wajah kak cInderela
kenapa merah?” tanya Kristin yang melihat pipi Klara memerah.
Klara mengipas kedua
pipinya, “disini panas seklai,” kata Klara lalu masuk ke mobil.
“Dingin begini kok
dibilang panas,” heran Kristin.
Paris hanya tersenyum
mendenggar perkataan Klara.
Tak lama kemudian
seseorang datang menghapirin mereka memakai motor, “Bos…”sapa orang itu pada
Paris yang menyambut kedatangan orang tersebut.
“Dimana?” tanya Paris.
“Ikut aku saja bos,” kata
orang tersebut.
“Ok,” Paris dan Kristin
masuk kedalam mobil. Paris mengikutin orang itu dari belakang.
“Katanya kau belum pernah
kesini? Tapi sudah ada orang sekitar sini kau kenal,” Klara semakit binggung.
“Dia orang suruhanku untuk
cari alamat Kristin,” jawab Paris tetap menyetir.
“Oh gitu”.
Tak lama kemudian mereka
sampai ke sebuah rumah yang besarnya
lebih besar kamar Klara di banding rumah itu. “Ayo turun,” ajak Paris sambil
turun dari mobil.
Kristin langsung turun
karna sangat mengenal rumah tersebut, “mama….!!” Panggil Kristin sambil berlari
masuk ke dalam rumah.
Klara keluardari mobil.
melihat keadaan rumah Klara sangat prihatin dengan keadaan keluarga Kristin.
Tak satu katapun yang keluardari mulut Klara yang melihat keadaan rumah.
Tak lama kemudian Kristin
keluarsambil menanggissambil di gendongseorang kakek yang umurnya sekitar 75
tahun. Kakek mendekatin Klara dan Paris.
“Ini kakek anak itu,” kata
orang yang mengantar mereka.
“Saya ucapkan terimah
kasih pada bapak dan ibu yang sudah mengembalikan cucusaya,” kata kakek.
“Mana orang tua Kristin?”
tanya Klara ragu-ragu.
“Kristin memang sudah
tidak ada lagi bapak dan ibunya hu…hu…” kakek menanggis, “ibunya meninggal sebulan
yang lalu karna memikirkan Kristin hu…” kakek menanggis sambil memeluk Kristin.
Paris dan Klara langsung
pulang ke Jakarta. Dilihatnya Klara yang dari tadi hanya diam sambil menatap
luar jendela mobil. di benak Klara masih sangat jelas kata-kata Kakek pada
dirinya dan Paris. “kau tidak apa-apa?” tanya Paris yang mulai kuatir, namun
Klara tidak menjawab.
Setiba dirumah. Klara
langsung turun tanpa menolek lagi pada Paris. Paris melihat Klara sampai
benar-benar masuk ke dalam rumah.
Setelah nyakit Klara sudah masuk, barulah Paris kembali menjalankan mobil
menuju ampartemennya.
***
Setelah selesai sidang.
Paris dan Jenni keluar dari pengadilan setelah Oki di bawak ke kantor polisi
kembali, “menurutmu kita akan menang?” tanya Janni.
“iya,” jawab nyakit Paris.
“Dari pernyataan Dewi, terlihat dirinya berbohong,” sambil melangkah menuju
mobil di pakiran.
“IAku juga mengira seperti
itu. Dia selalu memutar-mutar perkataannya,” kata Jenni, “sekarang kau kemana?
Kantor atau kampus?”.
“Aku ke kampus. Ada kelas
hari ini,” lalu membuka mobil, “besok kita bertemu di kantor,” kata Paris.
“Ok,” Jenni ke tempat
mobilnya terpakir.
***
Setelah memakirkan mobil,
Paris langsung keluar dari mobil. matanya langsung tertujuh pada Klara yang
duduk termenung di taman. Paris mendekatin Klara, “sendiri saja,” sambil duduk.
Klara menolek pada Paris
yang duduk disebelahnya.
“Kau masih memikirkan
keadaan Kristin?” tebak Paris.
“Iya,” diam sejenak, “aku
kasihan anak umur 6 tahun sudah ditinggal kedua orang tuanya dan sekarang dia
harus tinggal bersama kakek yang belum tentu akan selalu sehat. Jika kakeknya
meninggal, nanti dia tinggal dengan siapa?” air mata jatuh membasahin pipi
Klara.
Paris mengapus air mata di
pipi Klara, “kau jangan menanggis, “diam sejenak, “bagaimana jika kau adopsi
Kristin?”..
Klara tersenyum, “aku
harus bilang apa ke Ayah”.
“JIka aku bagaimana?”.
“Maksudmu?”.
“Ya… aku yang adopsi
Kristin”.
“Kau serius??”.
“Ya bagaimana lagi, anak
itu terlalu banyak menyimpan rahasiaku”.
“Rahasia, rahasia apa?”.
Paris tersenyum.
Tak jauh dari mereka, Rian
melihat Klara dan Paris duduk di taman sedang mengobrol. Senyuman di wajah
Klara sangat terlihat jelas di mata Rian.
***
Bunda langsung datang
ketika di telepon Pak Rudi untuk ketemuan di cave yang biasa mereka datangin
waktu muda dulu. Bunda melihat Pak rudi duduk d imana mereka pernah duduk di
meja yang sama waktu itu. “maaf lama,” kata Bunda sambil duduk.
“Tidak apa,” jawab Pak
Rudi, “kau ingat meja ini?”.
“Iya,” jawab Bunda, “dulu
kita sering duduk disini”.
“Aku senang kau masih
mengingatnya”.
Bunda tersenyum, “tapi
Rudi. Aku tidak mau mengingat masa lalu. Aku sekarang sudah punya suami dan
anak. Aku sangat menyanyangin mereka”.
“Aku tahu itu. Tapi kita
bisa berteman khan”.
“Iya”.
***
“Lihat apa?” tanya Paris
pada Klara, lalu melihat apa yang dilihat Klara. Rian pergi bersama Erika.
“mereka pacaran?”.
“Kata kak Rian mereka
tidak ada hubungan apa-apa,” jawab Klara ya matanya tertuju pada mobil yang
lewat di depan mereka.
“Kau sudah nyakit dengan
perasaanmu?”.
“Maksudmu?”.
“Jika kau sudah nyakit
dengan perasaanmu dengan Rian. Aku akan menyatuhkan kau dan Rian”.
“Tapi…”.
“Kau ttidak usah
memikirkan persaanku padamu. Aku sudah melupakannya,” berusaha tersenyum,
“bukannya kau sendiri yang katakan, kau jangan menyukain aku lagi ya… aku sudah
menyukain seorang pria,” kata Paris mengatakan kata-kata yang diucapkan Klara
padanya, itu yang kau ucapkan padaku. Dan saat itu aku sudah melupakan
perasaanku padamu”.
Klara tersenyum.
“Jadi rencanamu apa?”.
“Gak tahu”.
“Bagaimana, jika makan
malam,” usul Paris, “bukannya lusa kau ulang tahun”.
Klara menatap Paris, “kau
tahu darimana lusa aku ulang tahun?”.
“Benar ya…” yang pura-pura
menebak, “padahal aku hanya menebak ha…ha…”.
“Cowok aneh”.
Suasana terhening sejenak.
“Aku akan siapkan lestoran yang romatis untuk kalian”.
“Gak segitunya kali”.
“Akukan sudah janji, jadi
harus aku tepatin,” tersenyum, “semangat”.
Klara tersenyum, kok aku merasa tidak enak dengannya,
kata Klara berkata dalam hatinya sambil menatap Paris yang tersenyum padanya.
***
Jenni menatap Paris di
meja kerjanya, “kau tidak bercanda khan?” tanyanya yang sebelumnya sudah
mendenggar cerita Paris tentang dirinya akan menyatuhkan Klara dengan Rian.
“Aku hanya ingin kau
mendenggarkan tanpa memberi komentar,” jawab Paris tanpa menatap Jenni.
“Jadi kau pikir aku hanya
tempat untuk kau cerita!?”.
“Diamlah. Aku tidak mau
kita bertengkar!”.
“Aku akan diam jika kau
tidak mempermaikan hatimu lagi!!” marah Jenni. “aku nyakit kau tak akan sanggup
melihat mereka,” lalu keluar dari ruangan Paris. Depan pintu Jenni berpapasan
dengan Klara yang akan masuk keruangan Paris.
“Dia kenapa?” tanya
Klara pada Paris.
Paris menolek ke pintu,
“kau datang. Masuklah”.
Klara masuk, “kalian
betengkar?”.
“Tidak,” sambil berdiri
dari kursi kerjanya lalu duduk di sofa, “duduklah,” sambil duduk, “ada apa kau
kesini?”.
Klara duduk, “aku mau
bahas soal kemarin”.
“Soal makan malam? Kau
tidak usah kuatir, sudah aku siapkan”.
“Bukan itu”.
“Lalu?”.
“Soal adopsi?”.
Oh… beberapa hari ini akan
beres. Aku sudah menyuruh orang untuk mengurusnya”.
“Sukur deh kalau gitu. Aku
takut kau lupa”.
“Aku tidak pernah lupa
dengan janjiku,” kata Paris sambil menatap Klara. Klara hanya menanggapin
perkataan Paris dengan senyuman hangat.
***
“Aku bukan hari ini saja
yang melarang kau mendekatin putriku tapi sudah berulang kali!!!” marah Pak
Rudi pada Roni salah satu mahasiswa di kampus.
“Maafkan saya Pak, tapi
kemarin itu kami tidak segaja bertemu di moll. Kami tidak ada hubungan apa-apa,
kami hanya berteman,” penjelasan Roni.
“Diam!!! Kau pikir aku
percaya padamu!! Laki-laki sepertimu sudah sering aku lihat!! Aku peringatkan
sekali lagi, jika kau berani dekatin putriku lagi, kau akan keluar dari kampus
ini!!” acam Pak Rudi.
“Baik Pak”.
“Keluar!!”.
Roni keluar dari ruangan
Pak Rudi. Diluar Roni berpapasan dengan Erika dan Klara yang akan keruangan Pak
Rudi. “Tok…tok…tok…!!” Erika mengetuk pintu. “Masuk,” terdenggar suara Pak Rudi
dari dalam ruangan. Erika dan Klara masuk keruangan. “kalian. Silakan duduk,”
kata Pak Rudi.
Erika dan Klara duduk di
meja kerja Pak Rudi. “Ada apa Pak?” tanya Erika.
“Besok jam 2 akan ada rapat
yayasan. Ibu Erika bisa siapkan makanan? Biasanya Ibu Erika selalu menyiapkan
makan untuk rapat khan?” perintah Pak Rudi.
“Baik Pak,” jawab Erika.
“Dan Ibu Klara bantu Ibu
Erika”.
“Iya,” jawab Klara.
“tidak ada yang lain lagi
Pak?” tanya Erika.
“Tidak”.
“Kalau gitu, kami
permisih…” Kata Erika sambil berdiri.
“Tunggu…”.
“Ya Pak?”.
“Pegacara Paris sudah
datang?”.
“Saya tidak tahu Pak,
karna Pak Paris tidak mau ada meja kerja di ruangan dosen. Biasanya ada jadwal,
Pak Paris langsung ke kelas. Ada apa Pak?”.
“Aku baru tahu pengacara
Paris ternyata anak temanku ha…ha… padahal aku kira anaknya cumak satu, itu pun
sudah meninggal 20 tahun yang lalu. Nanti jika kalian bertemu, suruh dia menemuinku”.
Kata Pka Rudi.
“Biasanya Ibu Klara yang
sering bertemu dengan Pak Paris,” kata Erika menatap Klara yang berdiri di
sebelahnya.
“Benarkah?” Pak Rudi
menatap Klara.
Klara berusaha tersenyum,
“nanti aku sampaikan ke pengacara Paris”.
Erika dan Klara langsung
ke sebuah toko kue yang tak jauh dari kampus. Setelah memilih beberapa kue yang
akan di taruk dalam satu kota. Klara dan Erika ke kasir. “jadi untuk 25 bungkus
kue ya bu,” kata pelayan toko.
“Iya. Besok pagi-pagi bisa
langsung di antarkan?” tanya Erika.
“Ya bu.”
Setelah membayar. Mereka
keluar dari toko kue. “Ibu Klara tidak mau beli kue?” tanya Erika.
“Tidak. Aku tidak suka kue
seperti itu,” jawab Klara. “Bagaimana sebelum pulang kita makan dulu”.
“Boleh juga”.
Mereka ke salah satu
lestoran yang ada di sekitar toko kue. Mereka langsung memesan makanan dan minuman,
tak lama kemudian pesanan mereka datang. “ayo makan,” ajak Erika.Klara pun
menyatap makanan yang di pesatnya berupa salat. Erika yang melihat Klara hanya
makan sayur-sayuran lalu bertanya, “Ibu Erika tidak makan nasi?”.
“Tidak”.
Walaupun membinggungkan
Erika tetap menyatap pesanannya, berupa nasi dan ayam baker.
“Ibu Erika benarkan tidak
ada hubungan dengan kak Rian?” tanya Klara.
Erika berhenti makan,
“maksud Ibu Klara apa?”.
“Jika Ibu Erika tidak ada
hubungan dengan kak Rian. Tolong jauhin kak Rian”.
“Apa”.
“Aku sangat suka dengan
kak Rian. Tolong mengertilan persaanku,” mohon Klara.
Erika meletakkan sendok
dan garpu di atas meja. “Ibu Klara pikir hanya Ibu Klara saja yang suka dengan
Pak Rian. Aku dari dulu, malah sebelum menikah dengan Esa, aku sudah menyukain
Pak Rian! Ibu Klara yang tak pernah ada perasaan denganku!” kata Erika yang
berusaha tenang.
Klara terkejut dengan
perkataan Erika padanya.
Setelah selesai makan,
mereka berdua keluar dari lestoran. “Kita pisah disini saja. Ibu Klara langsung
pulang khan?” kata Erika.
“Iya, aku langsung
pulang,” jawab Klara.
“Soal perkataan kita tadi
jangan sampai ada yang tahu”.
“Iya,” diam sejenak, “aku
sudah memikirkannya”.
“Maksud Ibu Klara?”.
“Aku tidak akan menyuruh
Ibu Erika untuk menjauhin kak Rian. Kita sama-sama berjuang merebut hati kak
Rian. Semangat! Permisih…” Klara meninggalkan Erika yang keheranan dengan
kata-katanya.
“Cewek aneh”.
***
“Wahhh…. Kau benar anak
Prngky?” tanya Pak Rudi pada Paris.
“Iya,” jawab Paris
singkat.
“Aku tidak sangkah,
Prengky punya anak indo seperti kau,” yamng masih tak percaya melihat wajah
Paris yang sama sekali tidak mirip dengan wajah orang luar. Padahal Prengky
temannya itu orang Amerika asli dan istrinya pun orang Amerika. “jangan-jangan kau anak
selingkuhannya ha…” bercanda Pak Rudi.
“Aku anak angkatnya,”
jawab Paris yang tersinggung dengan perkataan Pak Rudi namun tidak
ditunjukkannya didepan Pak Rudi. “Ayahku orang baik. Dia tidak pernah selingku
dengan wanita manapun”.
Pak Rudi yang melihat
Paris yang mulai serius langsung mintak maaf, “maaf jika kau tersinggung”.
Paris berusaha tersenyum.
Dari jauh Rian dan Erika
melihat keakraban Pak Rudi dengan Paris. “mereka terlihat sangat akrab?” tanya Rian.
“Kata Pak Rudi, Pak Paris
anak dari temannya”.
Rian menatap Erika, “anak
temannya? Jika Pak Paris anak temannya, kenapa waktu mau mengajar di kampus ini
dia mintak ganti dengan Pak Hendrik?? Bukannya Pak Paris bisa mintak tolong
dengan Pak Rudi?”.
“Kalau itu aku tidak tahu.
Mungkin Pak Paris baru tahu”.
“Tidak mungkin, pastih
orang tua Pak Paris beritahu”.
“Apa ini ada kaitannya Ibu
Klara dekat dengan Pak Paris?”.
“Apa maksudmu?”.
Erika tersenyum, “bisa
minjam hp, pulsaku habis, nak telepon toko kue, kok belum di antar-antar juga
rotinya,” mencari bahan obrolan lain..
Rian mengeluarkan hp dari
saku celananya, “ini…” memberikan pada Erika.
Erika mengambil hp dari
tangan Rian. Baru beberapa angka no toko kue, hp Rian menerima sms. Erika
membuka sms yang ternyata sms dari Klara, aku tunggu kak Rian di cave indah jam 7
malam.
“Sudah?” tanya Rian.
Erika langsung menutup sms
dari Klara, “aku tunggu saja, mungkin sebentar lagi mereka akan datang,” kata
Erika sambil memberikan hp pada Rian.
***
“Wahhhh…. Tempat yang
romatis?” puji Klara melihat suasana cave yang sudah disiapkan Paris.
“Aku sudah sewa tempat ini
untuk malam nanti, jadi hanya kalian berdua di cave ini,” kata Paris.
“Kau pastih banyak
membuang uang?”.
“Aku kan sudah janji akan menyatuhkan kalian berdua. Apapun akan
aku lakukan untuk menyatuhkan kalian berdua”.
Klara tersenyum, “trimah
kasih, suatu hari nanti jika kau mintak bantuan pastih aku bantu”.
“Itu harus”. Kata Paris
yang berusaha tersenyum di depan Klara padahal dihatinya sangat terluka menyiapkan
ini semua.
***
Erika gelisah di meja
kerjanya, dicoret-coretnya kertas kosong di atas mejnaya. Rian yang melihat
Erika gelisah lalu bertanya, “kau kenapa? Kau gelisah makanan untuk rapat
nanti, bukannya kuenya sudah datang”.
“Tidak, aku tidak memikirkan
kue untuk rapat nanti”.
“Kau ada masalah?”.
“Tidak”.
***
Sebelum ke cave. Klara ke
salon untuk menyiapkan segalanya dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Dia
ingin malam ini jadi malam terindah baginya dan Rian yang rencananya malam ini
dirinya mau mengatakan isi hatinya pada Rian.
Sudah lebih 5 jam Klara di
salon, dan akhirnya selesai juga. Dengan memakai gaun warna merah dan sepatu
warna hitan di tambah tas gadeng warna merah membuat dirinya terlihat sangat
cantik hari itu.
***
Jenni melihat Paris baru
pulang. “Kau sudah lama?” tanya Paris sambil membuka pintu ampartemennya.
“Sudah 2 jam aku berdiri
di depan pintu,” sambil masuk, “kau dari mana?” tanya Jenni duduk di sofa.
“Kapan lagi sidang Oki?”
tanya Paris duduk juga di sofa.
“Kau tidak konsen lagi
dengan pekerjaanmu”.
“Maaf…” sambil memengang
kepalanya, “aku kurang sehat”.
“Perluh kita ke dokter?”.
“Tidak. Aku hanya butuh
istirahat saja”.
Jenni menatap Paris.
***
Sudah lebih 10 gelas air
minum Klara habiskan dan 4 lilin habis yang dibiarkan Klara hidup, berharap
Rian muncul. Namun sampai saat ini Rian tidak muncul-muncul. Para pelayan dan
pemain musik yang sudah siap sejak sore tadi mulai bosan menunggu.
Sudah hampir 4 jam lebih
Klara menunggu di cave. Dari jam 6 sore sampai jam 10 malam, namun Rian tidak
muncul-muncul juga.
***
“Tok…tok…tok…!!” pintu
rumah Rian diketuk dari luar. Rian langsung membuka pintu. “Erika?” heran
melihat Erika datang malam-malam ke rumahnya. “ada apa?”.
“Aku mintak maaf,” ucap
Erika sambil menanggis.
“Kau kenapa menanggis?”.
“Aku mintak maaf. Aku
tidak bermaksud tidak memberitau denganmu”.
“Ada apa?”.
“Waktu aku minjam hpmu,
ada sms dari Klara,” penjelasan Erika yang masih menanggis.
***
Dari dalam mobil Paris
melihat Klara pulang sendiri dengan berjalan kaki. Paris keluar dari mobil,
mendekatin Klara, “mana Rian? Bukannya seharusnya Rian mengantarmu pulang?!”
tanya Paris.
“Kau sedang apa disini?”
tanya balik Klara.
Paris menatap Klara yang
tidak semangat seperti biasanya. “Rian tidak datang?” tebak Paris, “kau
menunggunya sampai selarut ini!! Kenapa
kau tidak menelponnya?!!”.
Klara berusaha untuk
tersenyum, “mungkin kak Rian tidak membaca sms dariku,” dugaan Klara.
“Itu tidak mungkin,
kecuali Rian buta”.
Klara tetap tersenyum
dengan mata berkaca-kaca. Mata Paris tertujuh pada seseorang yang berlari
menujuh kearah mereka. “Ada apa?”, Klara mau menolek kebelakang, ingin tahu apa
yang dilihat Paris di belakangnya.
“Aku akan melakukan
sesuatu padamu. Yang pertama,” Paris memengang pinggang Klara dan mendorong
tubuh Klara sampai ke pelukkannya.
“Apa yang kau lakukan?!”
kanget Klara yang dilakukan Paris padanya.
“Kedua,” sambil memengang
wajah Klara dengan kedua tangannya, “menciummu,” langsung mencium bibir Klara
yang munggil. Klara yang kanget langsung memberontak, namun pengangan Paris
yang kuat, ciuman itu cukup lama Klara rasakan. Mata Paris terus terus tertujuh
pada Rian yang melihat mereka berciuman tanpa menghiraukan tatapan Klara
padanya. Rian pergi dari tempat itu. Paris melepaskan tangannya.
Klara langsung mendorong
Paris, “apa yang kau lakukan?!!” marah Klara.
“Rian melihat kita,” kata
Paris.
“Apa!” Klara melihat
sekitarnya, mencari keberadaan Rian, “dimana? Dimana Rian?!!” yang tidak
melihat Rian.
Paris menujuk kea rah Rian
pergi, “ke sana”.
“Heehhh….” Kalra langsung
berlari kearah Rian pergi. Tapi Rian tidak terlihat sama sekali, “mana dia?”
gelisah Klara, “ahhh…”.
Paris langsung pulang
menggunakan mobil menuju ampartemen. Hpnya berbunyi, langsung diangkatnya,
“ketemu?” tanya Paris sambil menyetir.
“Kau bohong!! Rian tidak
ada!! Kau pastih mencari kesepatan padaku!!” marah Klara yang masih berdiri di
depan pagar rumah.
“Itu jurus cemburu”.
“Apa”.
“Kau lari sekencang itu
tetap tidak bertemu dengan Rian, itu tandanya Rian langsung bergegas pergi,
iRian cemburu padaku,” penjelasan Paris.
“Kau tetap keterlaluan!!
Itu ciuman pertamaku!!”.
“Tapi faktanya rencanaku
berhasil membuatnya cemburu”.
“Kau bohong! Kau selalu
bohong padaku!!”.
“Jika kau tak percaya,
tanyakan langsung pada Rian besok”. Paris mematikan hpnya, “apa yang aku
lakukan,” kata Paris yang juga tak percaya apa yang dilakukan tadi pada Klara.
***
Rian pulang. Berdiri di
depan pintu dengan mengingat kejadian saat Paris berciuman dengan klara di
depan matanya.
***
Sedangkan Erika masih
menanggis di kamarnya. Ditatapnya foto Rian, “maafkan aku. Huhh…. Maafkan
aku….” Yang terus menanggis.
***
Klara menatap wajahnya di
depan kaca sambil memengang bibirnya. Masih terasa ciuman itu di bibirnya.
Teringat saat Paris menciumnya, ciuman pertama kali dirinya rasakan selama ini.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar