7
Setiba di
rumah, Ibu langsung menemuin Ayah di kamar, “kenapa Ayah menemuin wanita itu!?”
marah Ibu.
Ayah
mengetahuin maksud perkataan Ibu, “kami hanya membahas tentang Kay,” Ayah yang
berusaha untuk tenang.
“Lalu kenapa
Ayah tidak mengajakku?!”.
Ayah menatap
Ibu, “aku tidak ingin bertengkar hanya karena masalah sepeleh”.
“Yah!!”.
“Sudah malam,
aku mau tidur,” lalu membarikan tubuhnya diatas kasur, “tidurlah”.
Ibu duduk
diatas kasur. Jawaban yang Ayah berikan membuat Ibu tidak puas dan masih
penasaran kenapa mereka janjian bertemu berdua tanpa sepengetahuannya.
***
Nisa melihat
Alina tersenyum sendiri, “kau kenapa?”.
“Aku senang
sekali hari ini?”.
“Kau dapat
lontre?”.
“Gak”.
“Lalu apa?”
penasaran Nisa.
“Ya… gitu
deh…” yang suka melihat sahabatnya itu penasaran padanya.
“Kau suka
sekali melihatku penasaran!”.
***
Adriel keluar
dari kamarnya untuk sarapan bersama dengan kedua orangnya namun di meja makan
hanya ada Ibu seorang yang sedang menikmatin sarapannya, “Ayah sudah pergi?”
tanyanya sambil duduk.
“Ya,” jawab
Ibu singkat.
“Apa kalian
bertengkar?”.
“Ya”.
Adriel hanya
menarik nafas panjang melihat kekesalan yang ditunjukkan Ibu.
Suasana
terhening sejenak, Ibu membuka obrolan baru, “kemarin Ibu bertemu dengan
Alina,” yang ingin melihat reaksi Adriel, “dia sudah berani melawan perkataan
Ibu! Baru tinggal diapartemen seperti itu saja dia sudah bicara seperti itu,
gimana kalau tinggal di apartemen mewah… hahhh… Ibu tidak bisa membayangkannya”.
“Aku mohon
jangan ganggu Alina lagi bu”.
“Tenyata
kalian sudah sering bertemu?!”.
“Dia membeciku
bu,” dengan tatapan tajam kearah Ibu, “aku mohon pada Ibu, jangan ganggu Alina
lagi! Dia sudah cukup menderita gara-gara Bu. Aku tidak ingin menganggu
kehidupannya lagi Bu”.
“Baguslah, Ibu
senang mendenggarnya”.
***
Alina pulang
ke apartemen dengan wajah berserih-serih, “aku pulang,” sambil masuk ke dalam
apartemen. Alina mendenggar suara dari arah ruang makan, Alina pun
menuju ruang makan, “pagi,” sapa Alina pada Ibu Sari dan Ceri yang sedang
sarapan.
“Kau baru
pulang, ayo sarapan dulu,” ajak Ibu Sari.
Alina duduk di
sebelah Ceri, “tante yang masak ini semua?” kagum melihat sarapan pagi ini ayam
goreng, cumi goreng dan ikan goreng.
“Kau pikir aku
seperti wanita-wanita lainnya!”.
Alina tidak
mengerti maksud perkataan Ibu Sari.
“Tante tidak
bisa masak Kak, setiap pagi tante selalu pesan masakkan di lestoran depan untuk
sarapan”.
“Apa,” Alina
menahan tawa yang dilakukan Ibu Sari.
“Kau ini!”
kesal Ibu pada Ceri yang memalukannya dihadapan Alina.
Alina
menyukain suasana seperti ini. Sudah lama sekali dia tidak menikmatin suasana
seperti ini. Walaupun Ibu Sari bukan Ibu kandungnya tapi perhatian yang
ditunjukkannya seperti Ibu kandung sendiri itu yang membuat Alina nyaman
tinggal bersama Ibu Sari sampai saat ini.
“Hari ini kau
tidak kemana-manakan?” tanya Ibu Sari.
“Iya. Kenapa
tan?”.
“Aku ingin
mengajak kalian ke salon. Penampilan kalian berdua sangat berantakkan!” hina
Ibu Sari.
“Tapi…”.
Ibu Sari langsung
memotong perkataan Alina, “kau tidak usah kuatir dengan uang. Aku yang akan
membayarnya! Aku tidak suka melihat wanita yang tidak suka berdadan”.
Alina terdiam
sejenak, “tante ajak Ceri saja”.
“Kenapa? Kau
gak mau?!”.
“Maafkan aku,”
Alina yang tidak mau berutang banyak dengan Kay terutama dengan Ibu Sari.
Walaupun dia tahu Ibu Sari tulus membantunya, namun rasa tidak nyaman karena
sikaf baik Ibu Sari padanya itu membuat Alina tidak mau memamfaatkannya.
“Ya sudah
kalau gak mau”.
***
Adriel
mendatangin lokasi gedung apartemen tempat Alina dan Kay tinggal. Tatapannya
tertujuh pada pintu masuk gedung dan berharap Alina keluar dari pintu itu
dengan senyuman hangat yang terpancar dari wajahnya. Tapi itu tidak mungkin
dengan harapan Adriel, Alina sudah terlanjur membencinya. Matanya berkaca-kaca
membayangkan kebenciannya yang ditunjukkan Alina waktu itu.
Tanpa
disadarin Adriel, Kay yang baru pulang dari jonging mengamatinnya tak jauh
darinya berdiri, “apa belum kau temukan orang yang kau cari?” tanyanya membuka
obrolan.
Adriel
menolek, dia terlihat bingung dengan pertanyaan pria yang belum tahu siapa pria
itu sebenarnya, “sudah,” namun tetap di jawabnya, “jika kau tinggal disini,
mungkin kau mengenalnya”.
Kay tersenyum,
“aku penasaran siapa dia? Apa dia seorang wanita?”.
Adriel
tersenyum.
Melihat Adriel
tersenyum Kay sudah mendapatkan jawabannya, “apa dia kekasihmu?”.
“Dulu”.
“Jadi sekarang
tidak. Melihat apa yang kau lakukan sekarang, pastih kau yang mencampakkannya”.
“Kau benar,
aku meninggalkannya karena wanita lain”.
“Kau pastih
sangat membenci dirimu sendiri”.
“Ya”.
“Sepertinya
aku tahu perasaan wanita itu saat ini,” yang mulai membandingkan perasaannya
waktu itu saat Gilda mencampakkannya, “itu sangat menyakitkan”.
“Kau
sepertinya salah satu korban wanita”.
Kay tersenyum,
“kau benar. Tapi aku sudah menemukan pengantinya”.
“Aku harap
wanita itu seperti apa yang kau harapkan”.
“Trimah kasih.
Ok… aku permisih dulu,” Kay pergi meninggalkan Adriel yang belum mengetahuin
siapa dirinya sebenarnya.
Kay masuk ke
dalam apartemennya, dilihatnya Ibu dan Ceri akan bersiap untuk pergi, “mau
pergi,” lalu melihat Alina sedang merapikan rambut Ceri, “kau tidak ikut?”
tanyanya sambil duduk di sofa.
“Tidak”.
“Kenapa?”.
Alina hanya
tersenyum.
“Kalau gak mau
ikut gak usah di paksa!” ngomel Ibu Sari kesal melihat sikaf jual mahal Alina,
“ayo Ceri kita pergi,” lalu Ibu Sari dan Ceri meninggalkan apartemen.
“Kenapa kau
gak ikut?” tanya Kay.
“A… aku bisa
pergi nanti dengan Nisa,” jawab Alina yang tidak mau menyingung perasaan Kay.
Kay tersenyum,
“kau jangan terlalu segan dengan Ibuku, sifatnya memang seperti itu”.
“Aku tahu. Aku
hanya tidak nyaman dengan perhatian yang ditunjukkan Ibumu padaku. Aku merasa
itu terlalu berlebihan”.
Kay hanya
tersenyum menanggapinnya.
***
Gilda ke perusahaan
milik kedua orang Kay, berharap bisa bertemu diperusahaan namun ketika tahu
bahwa Kay tidak pernah ke perusahaan Gilda terlihat sedih dan kecewa tidak bisa
bertemu dengan Kay lagi. Ketika mau keluar dari perusahaan Gilda bertemu dengan
Adriel. Adriel cukup kanget melihat
Gilda berada di perusahaan Ayah tirinya,
“lama tidak bertemu,” ucap Gilda sambil tersenyum.
Lalu mereka
ngobrol dicave yang berada di sekitar perusahaan. “Ibumu pastih sudah cerita?”.
“Ya”.
“Aku ingin
menjali hubungan lagi dengan Kay”.
“Jadi benar Kay pria itu?” yang awalnya Adriel
hanya mengira-gira namun tenyata perkiraannya itu, “kenapa kau memilihku yang
faktanya kau mencintainnya?”.
“Itu cerita
lama, aku tidak mau mengungkitnya,” yang tidak mau mengingat masa lalu, “saat
ini aku hanya ingin memperbaikkinnya”.
“Apa kau
nyakin Kay masih mencintainmu?”.
“Kata-katamu
seperti kau masih mengharapkanku? Apa kau menyesal?”.
“Dalam hidupku
hanya satu yang aku sesalin. Mungkin sama sepertimu, aku ingin memperbaikinnya.
Tapi… sepertinya sangat susah,” Adriel teringat dengan Alina.
“Kau hanya
kurang semangat,” Gilda memberi semangat pada Adriel.
“Kau tidak
pernah berubah. Selalu menghadapin masalah dengan kepala dingin”.
“Kau belajar
banyak tentangku”.
Adriel
tersenyum.
Sudah cukup lama
mereka ngobrol, Gilda pun memutuskan pergi meninggalkan Adriel yang masih ingin
duduk di lestoran untuk memikirkan cara menyelesaikan masalah perusahaan yang
sedang melanda perusahaan dan juga ingin menyelesaikan masalahnya pada Alina.
***
Ibu Sari mengajak
Ceri ke salon. “Mau diapakan rambutnya nyonya?” tanya pelayan salon ramah pada
Ibu Sari.
“Potong pendek
saja,” kata Ibu Sari pada pelayan salon itu yang setengah perempuan.
Pelayan salon
itu segera memotong rambut Ceri yang sudah cukup panjang. Dengan lincahnya dia
mengerakkan gunting di setiap helai rambut dan membentuknya seindah mungkin.
***
Setelah
membersihkan rumah dan memasak untuk makan siang, Alina istirahat di kamar.
Sedangkan Kay sibuk dengan file-file perusahaan yang belum selesai di pelajarinnya.
Sedang asik memeriksa file-file, Kay diganggu oleh ketukkan pintu,
“tok…tok…tok…!!” ketukkan pintu membuat Kay tidak konsen lagi. Kay pun membuka
pintu. Kay sangat kanget melihat Gilda, walaupun sebelumnya Kay sudah tahu
bahwa Gilda sudah kembali dari Ibunya tapi Kay masih tetap terkejut melihat
wanita yang dicintainnya itu dulu, “Gilda!!”.
Gilda
menujukkan senyuman hangat pada Kay, “lama tidak bertemu”.
“Ya”.
“Apa aku boleh
masuk?”.
Kay teringat
pada Alina yang sedang istirahat di kamar, dia tidak ingin menganggu Alina yang
sedang istirahat, “sebaiknya kita bicara diluar,” Kay menutup pintu dari luar.
Apa yang
dilakukan Kay membuat Gilda heran namun itu tidak lama. Dia ingin menikmatin
kebersamaannya bersama Kay yang sudah lama sekali tidak dikmatinnya.
Mereka berdua
pergi ke cave yang berada di sekitar gendung apartemen. Gilda heran melihat
sikaf Kay yang tidak menujukkan ekpresi apa-apa padanya, “dari pada kau diam,
lebih baik kau marah padaku,” yang tidak ingin Kay mendiamkannya seperti ini, “apa
kau tidak mencintainku lagi?”.
Dibandingkan
menjawab pertanyaan Gilda, Kay malah membuka pertanyaan baru, “kapan kau
datang?”.
“Minggu lalu.
Aku sudah bercerai dengan suamiku dan aku ingin kembali denganmu,” Gilda
langsung ketujuan awalnya menemuin Kay, “aku masih mencintainmu Kay”.
“Tapi aku
tidak”.
“Apa!” Gilda
terkejut, “kenapa kau bisa melupakanku? Padahal aku mengatakan padamu kau
jangan melupakanku,” air mata jatuh membasahin pipinya.
“Maafkan aku.
Aku sudah cukup lama menunggu,” Kay berdiri, “lupakan aku,” lalu pergi
meninggalkan Gilda yang masih menanggis.
***
Ayah
mendapatkan kabar dari asistennya bahwa Kay saat ini sedang dekat dengan
seorang wanita. Ayah heran kenapa ketiga penjaga yang diperintahkannya untuk
menjaga Kay tidak memberitahu bahwa Kay sedang dekat dengan seorang wanita,
“apa wanita itu Gilda?” tanyanya.
“Saya rasa
bukan tuan”.
“Cari tahu
tentang wanita itu!”.
“Baik tuan”.
***
Kay kembali ke
apartemen dan langsung berdiri di balkon. Kay mengingat jelas kata-kata yang
diucapkannya pada Gilda membuat wanita yang pernah masuk ke dalam kehidupannya
itu menaggis seperti itu. melihat Gilda menaggis seperti itu membuat Kay sangat
merasa bersalah, “aku seperti tidak jauh bedah dengannya.
Alina bangun
dari tidur lelapnya, dia langsung keluar dari kamarnya dan melihat Kay sedang
merenung dengan wajah sedih berdiri di balkon, “kau tidak apa-apa?” tanyanya
kuatir.
Kay menolek,
“kau sudah bangun?”.
Kesedihan
nampak jelas dari wajah Kay, “kau kenapa?” tanya Alina lagi.
“Saat ini…
dihatiku hanya ada kau. Aku tidak ingin ada wanita lain”.
Kata-kata Kay
membuat Alina semakin bingung, “kau bicara apa?”.
Kay memeluk
Alina, “aku ingin kau selamanya ada untukku”. Kay melepaskan pelukkannya namun Kay masih
memengang pinggang Alina dengan erat. Mereka berdua saling menatap satu sama
lain. Tubuh Alina tidak bisa bergerak,
tatapan Kay membuat Alina tidak bisa
menolak apa yang dilakukan Kay padanya. Kay mendekatkan wajahnya ke wajah Alina
perlahan demi perlahan. Alina menutup matanya. Ciuman hangat menempel di bibir
munggil Alina. Mereka berdua hanyut
dalam asmara yang mereka mulai bentuk. Kay yang duluan menyukain Alina
menikmatin Alina yang mulai menujukkan kesukaannya pada dirinya. Perasaan Kay
saat ini tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Saat ciuman itu berakhir Kay
masih memengang Alina kencang sekali dan berkata, “aku mencintaimu”.
Alina
tersenyum mendenggar ungkapan perasaan Kay padanya. Diwaktu yang sama,
tiba-tiba Ibu Sari dan Ceri pulang. Alina melepaskan tangan Kay dari tubuhnya.
“Kalian sudah pulang?” gugup Alina.
Ibu Sari
melihat putranya dan Alina terlihat canggung, mulailah dia berpikir
macam-macam, “kalian tidak melakukan apa-apa khan…?”.
Alina malu,
dia mulai mencari topik pembicaraan,
“rambutmu cantik sekali,” melihat Ceri yang sudah memotong rambut yang panjang
menjadi pendek.
“Coba Kakak
ikut. Salonnya banget Kak,” puji Ceri.
“Benarkah…”
Alina yang berhasil membuka topik pembicaraan.
Ibu Sari duduk
di sofa, “apa kakakmu selalu seperti itu?” tanya Ibu Sari pada Ceri.
“Kadang,” jawab
Ceri.
“Ceri”.
***
Gilda kembali
ke rumahnya. Didalam kamar Gilda menanggis, dia masih memikirkan perkataan Kay
yang menyuruh untuk melupakannya. Kata-kata Kay membuat perasaan Gilda sangat
terpukul, “kau kenapa marah padaku? Maafkan aku…” Gilda yang menyesalin apa
yang dilakukannya pada Kay 5 tahun yang lalu.
Gilda memadang foto yang berada di meja riasnya. Foto itu foto dirinya
dan Kay yang diambil sewaktu mereka dulu bersama, “kau pastih bohong! Aku tidak
percaya kau semudah itu melupakanku,” nyakin Gilda dengan dugaannya.
***
Hari sudah
soreh, dengan berpakaian seperti biasa
Alina menyempatkan diri mampir ke pemakaman Ibu dan kakak kandungnya yang
terletak tak jauh dari pemukiman. Mereka berdua dimakamkan bersebelahan. Alina
menceritakan bahwa dirinya mulai menyukain seorang pria, “aku menyukain seorang
pria, nama Kay. Dia seorang pengacara di Amerika. Yang paling utama, dia sangat
mencintainku… dia terus menyakinkanku bahwa dia mencintainku,” diam sejenak,
“Kay mempunyai seorang Ibu. Walaupun dia sangat cerewet tapi dia sangat baik.
Dia selalu memberikan perhatian terutama pada Ceri. Ceri sangat dekat
dengannya, malah karena terlalu perhatian dengan Ceri, Ceri merasa Ibunya Kay
adalah Ibunya sendiri,” kata Alina panjang lebar, “aku sayang pada kalian
berdua”.
Tenyata dari
kejauhan dua pasang mata sedang mengamatin Alina yang sedang berbicara dengan
makam Ibu dan Kakaknya. “Kau tidak berani mendekatinnya?” tanya Sarani melihat
kesedihan di wajah Budi.
“Aku takut dia
marah,” kata Budi duduk lemas di bawah pohon tempat dirinya bersembunyi.
“Sudah sekian
kali aku mendenggar kata-kata itu tapi mana… kau tetap melakukannya lagi!!”
kesal Sarani yang melihat sikaf Budi yang tidak pernah berubah.
“Bukannya kata
orang penyesalan itu selalu datang belakangan!” Budi membelah diri.
“Kau itu bukan
menyesal! Tapi tidak pernah berlajar dari kesalahan!! Apa kau tidak pernah
berpikir untuk masa depan Alina?! Malah sekarang aku lihat kebalikkannya! Alina
selalu berusaha memberikan terbaik untukmu! Jika aku jadi kau, aku tidak akan
sia-siakan anak tiri seperti Alina!” kata Sarani panjang lebar.
***
Setelah Ceri
tidur, Ibu Sari mendekatin Kay yang sedang berdiri di balkon menikmatin
permadangan kota dari atas. “Kau serius dengannya?” tanyanya membuka
pembicaraan.
Kay tahu siapa
yang di maksud Ibunya, “ya Bu”.
“Apa yang
membuatmu suka dengannya?”.
“Mungkin
karena aku nyaman bersamanya”.
Suasana
terhening sejenak, “selain ciuman apa kalian sudah melakukannya?” tanya Ibu
lagi.
“Ibu bicara
apa? Alina tidak seperti itu Bu”.
“Mungkin Alina
aku masih bisa percaya, tapi kau….???”.
Kay tidak
menyangka Ibunya lebih percaya dengan Alina dibandingkan dengannya, “masa Ibu
tidak percaya denganku?!!”.
“Selama 5
tahun kau di Amerika tanpa pengawasan dari kami! Mana tahu kami kau sudah
sering melakukannya disana!”.
“Bu…” Kay yang
tidak menyukain tuduhan yang ditujuh padanya.
Ibu Sari
tersenyum melihat wajah kesal yang ditunjukkan putranya itu. Tenyata Ibu sari
hanya mengetes apakah Kay serius dengan Alina atau tidak, “Ibu tidak penduli
dengan masa lalumu sayang. Yang ku penduli sekarang masa depanmu. Kau sudah
memutuskan siapa yang akan menjadi pedampingmu dan sekarang kau harus berusaha
untuk menjagahnya,” nasehat seorang Ibu pada anaknya.
Kay memeluk
Ibu Sari, “trimah kasih sudah mendukungku Bu”.
Ibu Sari hanya
tersenyum menanggapinnya.
***
Alina ke
supermarket untuk bekerja seperti biasanya. Bersama Nisa Alina menjaga kasir.
“Nisa… besok kau ada waktu kosong?” tanya Alina sambil menghitung barang
belanjaan pengujung supermarket.
“Kenapa?”
tanya balik Nisa yang memasukkan barang belanjaan ke dalam plastik, “trimah
kasih,” Nisa yang mengucapkan trimah kasih pada pengujung supermarket yang sudah selesai membayar.
“Menurutmu
produk apa yang bagus untuk jenis kulitku?” tanya Alina ragu-ragu.
Nisa senang
melihat Alina akhirnya mau berdadan lagi seperti dulu, “kau mau berdadan
lagi?”.
“Ya… sudah
lama banget aku gak berdadan. Sampai-sampai aku sudah lupa produk apa yang
bagus untukku,” malu Alina, “kau mau membantuku khan…?”.
Nisa
mengeleng, “besok pulang dari kerja kita langsung ke Moll”.
“Ya,” senang
Alina.
“Eeeehhh…
ngomong-ngomong, yang kau lakukan ini apa untuk Kay?”.
Alina terlihat
malu, “kau bicara apa sihh… menurutku wajar seorang wanita ingin penampilan
cantik,” Alina yang berusaha menutupin perasaannya pada Nisa.
“Tapi kenapa
kau tiba-tiba??”.
“A… aku…”
Alina yang bingung harus bicara apa lagi.
“Juju raja
kenapa sih…”.
“’Nisa!” Alina
yang sudah sangat malu di goda terus
menerus oleh Nisa.
***
Adriel berdiri
di pinggir kolam, dia masih memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalah
yang melanda perusahaan yang disebabkan Ibu kandungnya tanpa sepengetahuan Ayah
tirinya walaupun dia tahu Kay sudah mengetahuinnya. Dibandingkan memikirkan
bagaimana cara meminta maaf pada Alina, Adriel lebih terfokus dengan masalah perusahaan.
Tak jauh
darinya Ayah berdiri disebuah pilar memperhatikan gerak-gerik yang ditunjukkan
Adriel. Ayah bingung kenapa Kay dan Adriel tidak mengatakan apa-apa padanya
masalah yang melenggu perusahaan namun Ayah pun tidak mau bertanya karena
pastih ada alasan kenapa mereka merahasiakan itu darinya. Saat ini Ayah hanya
menunggu kejujuran dari anak kandungnya dan anak tirinya.
***
Ayah menelpon
Kay untuk mengajak Kay ketemuan, “aku ingin kita bertemu, sudah lama sekali
kita tidak ngobrol,” kata Ayah menjelaskan pada Kay kenapa dirinya mengajak
ketemuan.
“Baiklah Yah”.
“Sampai
jumpah,” Ayah menutup telpon.
Tanpa
disadarin Ayah sejak tadi Ibu mendenggarkan pembicaraan antara Ayah dan Kay,
“untuk apa Ayah ingin bertemu dengan Kay?” curiga Ibu.
Ayah membalik
tubuhnya, “sudah lama aku tidak ngobrol dengan Kay,” jawabnya.
“Kau ingin
melepas rindu dengan mantan istrimu itu!?”.
“Bu! Aku ingin
bertemu Kay bukan Sari!!” marah Ayah yang tidak terimah tuduhan yang
dilontarkan Ibu padanya, “aku tidak menyangka pikiranmu sesempit ini!!” lalu
keluar dari kamar meninggalkan Ibu yang terlihat sangat marah pada Ayah.
“Aaahhhh…!!”
Ibu melampiaskan kemarahannya dengan cara berteriak.
***
“Ayahmu yang
menelpon?” tanya Ibu Sari pada Kay setelah mendapatkan telpon dari Ayah.
“Ya. Ayah
ingin bertemu,” jawab Kay.
Ibu Sari
melihat kesedihan di wajah putranya itu, “kau kenapa? Apa ada masalah?”.
“Maafkan aku
Bu,” Kay yang merasa bersalah membohongin kedua orang tuanya tentang masalah
yang melenggu perusahaan.
“Untuk apa
sayang,” Ibu Sari yang mulai kuatir.
Maafkan aku sudah
membohongin kalian berdua, aku tidak bermaksud membohongin kalian. Aku hanya
tidak ingin melihat kalian bertengkar seperti dulu, kata Kay didalam hatinya. Kata-kata itu susah sekali diucapkannya pada
kedua orang tuanya.
***
Pulang dari
kerja Alina dan Nisa langsung ke Moll
untuk membeli produk alat make up yang dulu biasa Alina beli. Mereka
berdua masuk ke toko yang khusus menjual produk-produk kecantikkan. “Lihat
ini…” Nisa menunjukkan eye shadow pada Alina yang sedang melihat-lihat
lipstick, “warnanya cantik-cantik”.
Alina mulai
tertarik eye shadow yang ditunjukkan Nisa, “Iya. Aku mau yang ini”.
“Lipstiknya
warna apa?”.
“Gak tahu.
bingung…”.
“Ya ini aja,”
mengambil lipstick yang berwarna flirty pink, “ini cocok untukmu dan dulu juga
kau sering memakai warna lipstick seperti ini”.
Alina tidak
menyangka Nisa masih mengingat apa yang dulu dia pakai itu mebuatnya terharum,
“trimah kasih ya kau sudah mau menjadi sahabatku”.
Nisa
tersenyum, “kau bicara apa…….. kita sudah bersahabat sejak SD dan aku ingin
kita bersahabat sampai maut memisahkan kita”.
“Kau sahabatku
yang terbaik”.
“Kau juga,”
Nisa mulai memilih mascara yang cocok
untuk Alina, “aku senang Kay sudah mengembalikan kau seperti dulu”.
Alina hanya
tersenyum sambil memilih blush yang akan dibelinya.
“Aku ingat
sekali dulu kau tidak pernah keluar dari rumah tanpa menggunakan make up dan
pakaian-pakaian yang cantik. Jangankan semua orang, aku sahabatmu saja pernah
iri melihatmu. Cara kau membuat dirimu menarik membuat semua orang menjadi
iri,” diam sejenak, “tapi saat kau kehilangan semuanya… akupun merasa
kehilangan dirimu seperti dulu. Yang lebih aku kehilanganmu saat kau
dicampakkan oleh Adriel. Sikafmu berubah menjadi dingin. Tapi sekarang kau
kembali… dan aku sangat merindukan itu,” ucap Nisa dengan mata berkaca-kaca.
“Nisa….” Alina
yang juga ikut bersedih.
“Aku senang
Kay sudah merubahmu seperti dulu lagi”.
Alina memeluk
Nisa, “maaf… selama ini aku egois padamu”.
“Aku tidak
punya keluarga. Keluargamu yang menampungku. Dulu sampai sekarang hanya kau
satu-satunya keluargaku. Kau keluarga dan sahabatku”.
Kata-kata Nisa
membuat Alina menanggis. Orang-orang yang melihat mereka berdua terasa aneh
karena tiba-tiba mereka menanggis tanpa sebab namun ada juga yang berpikir ada
musibah yang menimpah mereka sampai mereka sesedih itu dan ada juga diantaranya
mereka menanggis karena sudah lama tidak bertemu. Bermaca-macam pikiran
orang-orang yang melihat mereka.
***
Ayah dan Kay
bertemu di lestoran Hotel Ratu yang
sebelumnya mereka sudah tentukan dimana mereka akan bertemu. Sejak tadi Ayah
terus memadangin Kay tanpa bicara apapun itu membuat Kay merasa tidak nyaman,
“kenapa Ayah melihatku seperti itu?” tanyanya.
“Maafkan aku
tidak bisa menjadi Ayah yang baik untukmu. Tapi mulai sekarang aku akan menjadi
Ayah yang terbaik untukmu. Apapun akan ku lakukan untuk membuat kau menjadi
yang terbaik”.
Kay tersenyum
mendengar perkataan Ayah, “Ayah lupa sekarang Ayah mempunyai putra satu orang
lagi. Aku tidak ingin Ayah membedahkan antara aku dan Adriel”.
“Aku tidak
pernah membedahkan kalian. Tapi semua ini adalah hakmu. Aku akan menghancurkan
siapapun yang akan menghambat yang seharusnya menjadi hakmu”.
Kata-kata Ayah
membuat Kay diam.
Ayah membuka
obrolan baru, “Ayah denggar kau sedang dekat dengan seorang wanita? Siapa dia?
Dan dari keluarga mana dia?”.
“Apa Ayah
masih mengingitkan aku menikah dengan wanita kelurga yang kaya??” tanya Kay.
“Sampai
sekarang iya. Dengan kau menikah dengan wanita keluarga yang kaya itu bisa
menambah nama baik keluarga kita semakin baik dimata semua orang. Dan kau akan
semakin dihormatin Kay,” keyakinan Ayah yang dulu sampai sekarang tidak ada
yang berubah.
Kay tidak
menunjukkan kekecewaannya dihadapan Ayah bahwa sekarang dia menyukain wanita
tidak sekaya dirinya itu membuat dirinya ragu memperkenalkan Alina pada Ayahnya
karena dia sudah tahu apa jawaban dari Ayah nantinya. Disisi lain Kay tidak mau
menyakitin Alina namun disisi lain Kay juga tidak mau melawan Ayahnya. Namun
Kay harus tegas, dia harus segera memutuskan siapa yang akan dipilihnya.
***
Ayah kandung
Ceri bersembunyi di balik pohon besar. Dari kejauhan dia melihat putri kecilnya
bermain dengan teman-teman seumuran di lapangan sekolah. Kerinduan nampak jelas
dari wajahnya namun tidak ada keberanian untuk mendekatin Ceri. Cukup lama Pak
Budi memperhatikan putri kecilnya ketika tatapannya tertujuh pada dua pria yang
tak jauh darinya berdiri yang juga melihat kearah sekolah. Pak Budi mengetahuin
siapa 2 pria itu, mereka anak buah dari lintenir yang dia pinjam uangnya. Ada
kekuatiran yang timbul di benak dengan keselamatan putri kecilnya. Beberapa
saat kemudian Pak Budi meninggalkan lokasi tempat itu.
***
Alina pulang
dengan membawa banyak barang-barang produk kecantikan. Apa yang dilakukan Alina
saat ini membuat Ibu Sari bingung melihat perubahan yang ditunjukan Alina yang
tiba-tiba namun diam-diam Ibu Sari menyukainnya, “kau belanja sebanyak ini
menggunakan uang siapa?!”.
“Eeeehhh…
gajiku bulan ini tan,” malu Alina melihat skpresi yang ditunjukkan Ibu Sari
terlihat marah padanya, “maaf… aku gak bermaksud menolak kebaikan tante, tapi…
aku merasa tidak nyaman saja, perhatian yang diberikan tante padaku dan Ceri.
Itu saja… gak lebih dari itu”.
Ibu Sari
melihat produk-produk kecantikan yang Alina beli berupa blush, eye shadow,
mascara, lipstick, bedak dan alas bedak, “hanya ini yang kau yang beli?!”.
Alina
mengangguk, “sebagian gajiku, aku sisihkan untuk membayar sesuatu”.
“Hahhh… kau
ini! Kalau mau cantik itu jangan tangung-tangung!!”.
“Maaf… gajiku bulan
depan pastih aku beli produk yang lain lagi”.
“Memang kau
mau bayar apa?! Kau banyak utang yach…?!”.
Kata-kata Ibu
Sari membuat Alina diam. Alina pun tidak berniat untuk menjawab pertanyaan dari
Ibu Sari itu sama saja dia membuka aip keluarganya yang berusaha untuk
disimpannya sendiri.
“Kalau gak mau
menjawab ya sudah…” sambil berdiri lalu masuk ke dalam kamar. Beberapa saat
kemudian Ibu Sari keluar dari kamar dengan membawa tas kecil berisi
barang-barang make up ya, “tidur…!” perintah Ibu Sari pada Alina untuk
membaringkan tubuhnya diatas kasur.
“Ibu mau
apa??”.
“Tidur!!”.
Alina pun
mengikutin apa yang diperintahkan Ibu Sari padanya. Dia menidurkan tubuhnya di
sofa. Alina melihat Ibu Sari mengoleskan krim pelebab pada wajahnya, “ini apa
tan?”.
“Jangan
bicara!” yang terus mengolesin pelebab pada wajah Alina sambil menjelaskan,
“ini bagus untuk wajah. Produk ini mengadung banyak vitamin yang dibutuhkan
wajah dan bagus juga untuk mencerahkan kulitmu yang kusam,” penjelasan Ibu
Sari.
“Ibu memakai
ini?”.
“Gak lah. Ini
aku beli kemarin untukmu”.
Alina
tersenyum.
“Kecantikkan
itu bisa hilang jika kita tidak menjaganya. Zaman sekarang bukan hati saja yang
harus cantik tapi wajah juga harus cantik”.
“Ya tan”.
Ibu Sari
memijat wajah Alina itu membuat Alina rileks dan nyaman. Lama-lama kelamaan
Alina pun tertidur lelap di sofa dengan wajah masih di penuhin dengan krim
masker. Ibu Sari yang menyadarin Alina sudah tertidur lelap hanya membiarkan
saja, dia terus memijat wajah Alina sampai selesai.
***
“Bagaimana
dengan saham perusahaan?” tanya Adriel pada asistennya.
“Masih seperti
yang kemarin Pak, belum ada perubahan apapun. Dan sejak Pak Kay memerintakan
menghendel keuangan perusahaan sementara itu membuat saham perusahaam tidak
turun. Setidaknya kita masih punya waktu untuk menyelesaikan masalah perusahaan
dengan waktu yang diberikan,” penjelasan
asisten yang cukup jelas bagi Adriel.
“Apa sampai
sekarang kau belum tahu apa yang direncanakan Kay?”.
“Gak ada yang
tahu Pak. Susah sekali menebak apa yang akan dilakukan Pak Kay karena Pak Kay
bekerja di belakang asistennya”.
Adriel berdiri
dan bersiap-siap untuk pergi.
“Pak Adriel
mau kemana?”.
“Aku ingin
cari angin dulu. Sampai besok,” lalu Adriel meninggalkan perusahaan menggunakan
mobilnya.
***
Pulang dari
menemanin Alina membeli produk kecantikkan, Nisa langsung pulang ke kosan yang
arahnya berlawanan dari apartemen tempat Alina tinggal. Nisa tidur-tiduran
diatas kasur sambil membayangkan perubahan-perubahan Alina lakukan beberapa
hari ini. Itu membuat Nisa sangat senang dan puas karena Kay berhasil
mengembalikan Alina seperti dulu lagi.
Sedang asik
berhayal tiba-tiba pintu kosnya di ketuk dari luar, “tok…tok…tok…!!” semakin
lama pintu semakin keras diketuk, “tok…tok…tok…!!!”. Nisa sangat kesal ada yang
berani menganggunya, “siapa sih…!!” sambil bangkit dari tempat tidur dan
langsung membuka pintu. Nisa sangat
kanget melihat Bob berada berdiri di depan pintu kosnya, “kau sedang apa
disini?” bingung Nisa yang baru pertama kali Bob mengijakkan kakinya ke
kosannya.
“Aku ingin
bicara denganmu,” kata Bob.
“Kau ingin
bicara denganku?” senang Nisa, “eeeeehhhh…. Maksudku kau mau bicara apa?” Nisa
baru teringat mereka berdua masih berdiri di depan pintu, “eeehh… sebaiknya
kita bicara disana saja,” Nisa mengajak Bob ke tempat dimana di sediakan ruang
untuk menerima tamu, “duduk,” sambil duduk di sofa.
Bob duduk.
“Kau mau
bicara apa?” tanya Nisa lagi yang masih penasaran.
“Alina
menyuruhku untuk melupakannya”.
“Itukan sudah
sekian kalinya. Itu yang ingin kau tanya??”.
“Tidak, bukan
itu yang ingin aku tanya”.
“Apa?”.
“Alina bilang
ada seorang wanita yang selalu menanti cinta dariku. Kau tahu siapa dia??”.
Nisa sangat
kanget namun berusaha ditutupinnya di hadapan Bob, “Alina bicara seperti itu?”.
“Ya. Aku
penasaran saja siapa wanita yang dimaksud Alina. Apa kau tahu??”.
Nisa diam.
Bob yang
melihat Nisa diam lalu berpikir Nisa tidak tahu apa-apa wanita yang dimaksud
Alina, “gak tahu yach… aku pikir kau tahu, secara kau sudah lama berteman
dengan Alina”.
Nisa masih
diam.
“Apa gak ada yang
marah?” Bob membuka obrolan baru.
Tapi tenyata
Nisa malah terus membahas obrolan yang pertama, “jika kau mengetahuinnya, apa
kau akan menerimahnya?”.
“Gaklah”.
Nisa berusaha
untuk tersenyum, “hemmm… mendenggar jawabanmu, dia pastih sangat terluka,” sedih
Nisa.
“Aku tahu.
Tapi cinta tidak bisa dipaksakan”.
“Kau benar.
Aku memang bodoh!” yang mulai menyalahkan dirinya sendiri karena mencintain
pria yang tidak mencintainnya.
***
Kay pulang ke
apartemen dengan menggunakan mobil miliknya. Ketika sedang memasukkin pakiran mobil, Kay melihat
Adriel berdiri di depan mobilnya dengan mata tertujuh ke gedung apartemen. Kay
penasaran wanita seperti apa yang membuat Adriel sampai seperti ini. Kay
memakirkan mobilnya dahulu barulah dia mendekatin Adriel yang tidak menyadarin
kehadirannya. “Kenapa kau tidak menemuinnya saja?” usul Kay.
Adriel
menolek, “Kau…” sambil tersenyum, “itu sudah aku lakukan”.
“Dia tidak
memaafkanmu?”.
Adriel
tersenyum sambil mengangguk.
“Kau harus
lebih berusah,” Kay memberi semangat.
“Kau benar,”
Adriel baru ingat bahwa dirinya belum mengenal pria yang berdiri dihadapannya
ini, “aku Adriel,” Adriel memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangannya.
Ketika Kay mau
menyebutkan namanya, seorang satpam
apartemen menyapahnya yang kebetulan lewat didepan mereka, “malam Pak
Kay”.
Kay membalas
menyapa, “malam Pak”.
Adriel sangat
terkejut mendenggar satpam itu memanggil pria yang berdiri di hadapannya itu
dengan sebutan Kay, “namamu Kay?” yang masih tidak percaya.
Kay berusaha
menahan tawanya melihat ekpresi yang ditunjukkan Adriel saat mengetahuin
dirinya siapa, “Ya. Aku Kay. Apa kita saling kenal?” yang pura-pura tidak
mengenal Adriel.
Adriel
tertawa, “hahahaha… aku nampak bodoh dihadapanmu,” lalu menatap Kay, “kau sudah
tahu aku siapa khan…?”.
“Jawabannya
iya,” santai Kay menjawab.
“Kenapa kau
tidak bilang kau adalah Kay?! Apa kau ingin mempermainkanku!!?”.
“Jangan
tersingung. Bukannya aku bertanya padamu, kau mencari siapa. Faktanya kau bukan
mencariku jadi untuk apa aku capek-capek memperkenalkan diriku!”.
Adriel merasa
apa yang dilakukan Kay ini seperti sikaf seorang anak kecil, “kau seperti anak
kecil!”.
“Aku suka
menjadi anak kecil. Mereka tidak akan dipaksa untuk memikirkan sesuatu yang
tidak perluh mereka pikirkan,” Kay melihat jam dilenggannya sudah menuju pukul
20.22 WIB, “aku harus masuk. Selamat malam…” lalu meninggalkan Adriel sendiri
yang masih memperhatikannya sampai dirinya tidak terlihat lagi dari balik
pintu.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar