4
Ibu masuk ke
kamar Adriel yang sedang istirahat. Adriel menyadarin kehadiran Ibu namun dia
tidak membuka matanya, “apa kau serius
ingin bertemu dengan Kay?”.
“Iya Bu,”
jawab Adriel tanpa membuka matanya.
“Untuk apa?”.
“Hanya untuk
memastikan”.
“Memastikan
apa? Apa sebenarnya rencanamu?!”.
Adriel membuka
matanya, “bukankah Ibu ingin aku mengantikan Ayah?”.
“Iya, tapi…”.
“Aku akan
melakukan dengan rencanaku sendiri”.
“Adriel!”.
“Aku ingin Ibu
jangan melakukan apa-apa pada Kay”.
“Kau ingin
bersikaf baik padanya?”.
“Iya”.
“Ibu bingung
dengan cara pikirmu!!” Kesal Ibu lalu keluar dari kamar.
“Aku penasaran
seperti apa dia? Kenapa semua orang ingin melindunginnya,” kata Adriel pada
dirinya sendiri.
Ibu langsung
ke kamar dan melihat Ayah sedang membaca koran diatas kasur. Ayah melipat koran
lalu meletakkan diatas meja yang berada di sebelah tempat tidur sambil berkata,
“aku denggar Heru tadi soreh datang. Apa yang ingin kau ketahuin?”.
Ibu menidurkan
tubuhnya di sebelah Ayah, “apa salah aku ingin mengetahuin tempat tinggal anak
tiriku”.
“Tolong,
jangan ganggu Kay. Dia sudah cukup menderita dengan penceraianku dengan Sari,”
harap Ayah Ibu bisa mengerti.
“Baiklah. Aku
tidak akan berusaha mendekatin Kay lagi”.
“Trimah kasih
sayang,” kata Ayah lalu memeluk Ibu.
Di hati Ibu
berkata, kau pikir aku akan biarkan Kay merebut yang seharusnya menjadi milik
anakku. Aku tidak akan membiarkan itu! tidak akan!!
***
“Bagaimana
bos?” tanya salah satu anak buah lintenir itu.
Sejenak
lintenir itu berpikir untuk memutuskan
apa yang harus mereka lakukan. Setelah lama berpikir, lintenir itu pun memerintahkan anak buahnya, “culik
adiknya!”.
“Baik bos!”
beberapa anak buahnya meninggalkan ruang kerjanya.
***
Sambil
menidurin Ceri di tempat tidur, Alina memikirkan perkataan Kay sewaktu di Moll,
“aku suaminya”.
Kata-kata Kay membuat Alina terkejut, “kau bicara apa!”.
“Hahahaha….” Lintenir itu tertawa berserta anak buahnya, “tenyata kau
sudah punya suami, ini tambah menarik”.
“Aku tidak akan membiarkan kau membawa istriku!” kata Kay pada lintenir
itu.
Kata-kata Kay
menganggu dirinya sampai dirinya tidak bisa tidur, “kenapa dia!! Kenapa dia
asal bicara seperti itu!!” kesal Alina terutama pada dirinya sendiri. Lalu
Alina keluar kamar untuk mengambil minum di dapur namun saat keluar dari kamar
Alina melihat Kay sedang berdiri di
balkon dengan tatapan kedepan. Karena tidak ingin Kay mengetahuin kehadirannya,
Alina membalik tubuhnya bermaksud kembali masuk ke kamar.
Tapi tenyata
kehadiran Alina disadarin Kay, “ada yang ingin kau tanyakan?,” kata Kay tanpa membalikan tubuhnya.
“Iya,” lalu
mendekatin Kay, “kenapa kau bicara seperti itu?”.
Kay pura-pura
tidak tahu maksud perkataan Alina, “memang aku bicara apa?! Apa aku salah
mempunyai teman pengacara, polisi dan hakim di Indonesia?”.
Alina diam
sejenak, “sebaiknya lain kali kita membahasnya,” Alina berjalan masuk kamar.
“Menikahlah
denganku,” ucap Kay.
Kata-kata Kay
membuat Alina menghentikan langkahnya lalu membalikan tubuhnya, “kau jangan
bercanda. Itu tidak lucu,” katanya menatap Kay yang menatapnya.
“Aku serius,
aku tidak bercanda”.
“Jika kau
ingin main-main, kau salah orang!” lalu Alina masuk ke kamar. Air mata
tiba-tiba jatuh membasahin pipinya, “dia pastih bercanda,” menyakinkan dirinya sendiri.
“Memang salah
jika aku mengajaknya menikah!!” marah Kay terutama pada dirinya sendiri yang
tak bisa menyakinkan Alina agar mau menerimahnya.
***
Ceri
bersiap-siap untuk ke sekolah, setelah berpakaian Ceri ke dapur untuk sarapan,
“wahhh… makan enak,” yang melihat sarapan hari ini bedah dengan sarapan seperti
biasanya.
Alina
menuangkan nasi ke piring Ceri, “cepat makan, nanti telat,” sambil duduk di
sebelah Ceri.
“Mana Kakak
Kay?” tanya Ceri yang tidak melihat Kay sarapan bersama mereka.
“Kenapa kau
mencariku,” Kay yang tiba-tiba muncul.
“Kau gak
makan?” tanya Ceri pada Kay.
Kay memadang
Alina yang mencoba menghindari tatapannya, “aku akan sarapan diluar. Cepatlah,
aku tunggu kau di mobil,” lalu Kay keluar dari apartemen.
“Kenapa Kak
Kay?”.
“Cepatlah
makan,” Alina menyuap Ceri agar cepat selesai makan.
Setelah Ceri pergi,
Alina memikirkkan perkataan Kay semalam,
“Menikahlah denganku,” ucap Kay.
Kata-kata Kay membuat Alina menghentikan langkahnya lalu membalikan
tubuhnya, “kau jangan bercanda. Itu tidak lucu,” katanya menatap Kay yang
menatapnya.
“Aku serius, aku tidak bercanda”.
Lalu
memikirkan sikaf Kay yang dingin padanya tadi. Itu membuat dirinya tidak nyaman
dan terasa tenganggu.
***
Kay mengantar
Ceri ke sekolah menggunakan mobil, didalam mobil Kay terus mengomel membuat
Ceri heran melihat sikaf kekanak-kanakan Kay. “Memang salah aku mengajaknya
menikah?!! Apa aku terlihat bercanda… atau terlihat main-main!!” lalu menolek
kearah Ceri, “kalau kau menjadi aku, apa yang akan kau lakukan?!”.
“Aku tidak
akan mengomel di tengah jalan,” jawab Ceri asal bicara.
“Apa. Kau
ini!” lalu membandingkan sikaf Ceri dengan Alina, “kau tidak jauh bedah dengan
kakakmu!” kesal Kay namun tetap konsen menyetir mobil ke tujuan.
***
Heru segera
datang keruangan kerja Ayah setelah mendapatkan telpon dari Ayah, “kenapa bapak
memanggilku?” tanya Heru hormat.
“Aku ingin
bertemu dengan Kay. Tolong atur pertemuan kami,” kata Ayah.
Herum diam.
“Kau bisa
melakukannya kan?”.
“Iya Pak, akan
aku usahakan”.
“Kau selalu
bisa aku adalkan”.
“Trimah kasih
Pak”.
***
Nisa datang
keapartemen untuk menemuin Alina. Nisa kagum melihat apartemen yang sangat
besar, “wahhh… aku gak percaya aku bisa masuk ke apartemen ini,” lalu berdiri
di balkon, “pemadangan disini juga bagus,” yang tidak henti-hentinya memuji.
Alina ikut
berdiri di balkon bersama Nisa, “sepertinya aku harus pergi dari apartemen
ini”.
“Kenapa? Apa
dia jahat padamu? Atau berusaha memperkosamu?”.
Alina
mengeleng, “Kay tidak pernah menyetuhku”.
“Lalu kenapa
kau ingin pergi?”.
“Semalam Kay
melamarku”.
“Apa,” Nisa
terkejut, “lalu apa jawabmu? Kau menerimahnya?”.
Alina
mengeleng.
“Kenapa? Kau
tidak menyukainnya?”.
Alina diam,
dia bingung harus menjawab apa.
“Atau kau
masih teromah?”.
Alina pun
tidak menjawab.
Nisa menatap
Alina, “apa kau tidak bisa melupakan sakit hatimu itu?!”.
Kali ini Alina
mengeleng.
“Sampai kapan
kau seperti ini?”.
Alina masih
diam.
“Sebaiknya kau
pikirkan perasaanmu pada Kay, jangan
langsung memutuskan,” nasehat Nisa sebagai sahabat Alina.
***
Kay menemuin
Rudi di Hotel Larisa. Dia menunggu Rudi di ruang kerja Rudi yang berada di lantai
17. Dengan bermalas-malasan Kay menunggu Rudi sampai selesai rapat. Apa aja dikerjakannya untuk menghabiskan
waktu yang dianggpanya sangat lama berlalu, baik itu membaca koran, main game
di leptop, membaca file-file di atas meja kerja Rudi sampai hanya mondar-mandir
di ruangan. Itu dilakukannya untuk menghabiskan waktu agar cepat berlalu.
Jam makan
siang pun berlalu, Kay melakukan makan siang di dalam ruangan. Dia tidak
bernian meninggalkan ruangan sampai waktu yang telah di tentukannya.
Selesai rapat
Rudi kembali keruangannya, dilihatnya Kay bermalas-malasan, ditambah sisa
makanan Kay masih berserakkan di atas meja, “heiii…!!” marah Rudi apa yang
dilakukan Kay pada ruang kerjanya,”apa yang kau lakukan pada ruang kerjaku!!”.
Kay hanya
tersenyum lebar menutupin rasa bersalahnya.
Setelah
selesai di bersihkan ruang kerjanya oleh pelayan hotel, Rudi mulai bicara
serius pada Kay yang biasa apa yang dilakukan Kay seperti ini pastih dia sedang
ada masalah. “Kau ada masalah apa?” tanyanya menconba membantu meringanin beban
masalah yang dipikul Kay.
Kay
menyadarkan kepalanya ke sandaran sofa dengan mata menatap keatas, “apa salah
aku melamarnya?”.
“Kau selalu
terlibat masalah percintaan,” 5 tahun yang lalu Kay juga seperti ini, “siapa
dia? Bukan wanita yang sama khan?”.
“Dia wanita
biasa, keras kepala, harga diri tinggi namun dia bekerja keras untuk memenuhin
hidupnya”.
“Apa itu yang
membuat kau suka padanya?”.
“Aku nyaman
bersamanya”.
Rudi tersenyum
sendiri melihat sahabatnya itu yang selalu ada masalah dengan percintaannya,
“kali ini kau melepaskannya atau mempertahankannya??”.
Kay hanya
diam, dia bingung harus melakukan apa, karna ini untuk kedua kalinya dia
merasakan apa itu cinta. Lima tahun yang lalu Kay mengiklaskan melepaskan
wanita yang dulu dia cintain dengan pria lain. Walaupun saat ini ceritanya
berbeda namuun intinya tetap sama, wanita-wanita itu tidak mau bersama Kay.
“Apa kau akan
seperti ini terus? Sampai kapan kau tidak tegas dengan perasaanmu!” kesal Rudi
melihat Kay yang tidak pernah memikirkan perasaannya.
Kay
mendapatkan telpon dari Heru, “halo…” setelah mendenggar apa yang dikatakan
Heru padanya, “baiklah. Aku akan datang,” lalu menutup telpon.
“Ada apa?”
tanya Rudi.
“Ayahku ingin
bertemu”.
“Temuin
Ayahmu,” Rudi yang tak ingin Kay lari terus dari kenyataan.
Setiba di
Hotel Ratu, Kay langsung ke lestoran tempat dimana dirinya dan Ayah ditentukan
oleh Heru untuk bertemu. Kay melihat pria tua yang sudah 5 tahun tidak
ditemuinnya, dengan perlahan-lahan Kay mendekatin pria itu yang menyambut kedatangannya,
“Ayah,” yang berusaha tidak menujukkan kesedihannya dihadapan Ayah.
Ayah langsung
memeluk Kay melepas kerinduan yang selama ini di pedamnya, “maafkan Ayah”.
“Aku juga Yah.
Maafkan aku…”.
Dari jauh Heru
memperhatikan Ayah dan Kay sedang melepas rindu diantara mereka berdua. Sudah
lama sekali Heru ingin melihat ini namun tidak ada kesempatan untuk
melakukannya karna jarak yang memisahkan mereka berdua.
Suasanapun
berubah menjadi hangat, Ayah mencoba menjadi Ayah yang diharapkan Kay selama
ini, “bagaimana dengan istrimu?” tanya Ayah, “lain kali kau harus membawahnya”.
“Aku belum
menikah Yah,” jujur Kay yang tidak berbohong lagi pada Ayahnya.
Ayah
tersenyum, “Ayah tahu,” kata Ayah yang awalnya pura-pura tidak mengetahuin
kebohongan yang dibuat anaknya itu.
“Ayah tahu?”.
“Dan Ayah tahu
kenapa kau berbohong,” kata Ayah yang tahu semua tentang anaknya itu, “kau
melakukan itu agar Ayah membatalkan pernikahan Ayah, lalu berangkat ke Amerika
menemuinmu, iya khan”.
Tebakkan Ayah
benar semua, Kay sangat malu karena kebohongannya sudah diketahuin Ayah duluan,
“maafkan aku,” sambil tersenyum, “tapi Ayah sudah memilih,” diam sejenak, “Ayah
memilih dia dibandingkan aku”.
“Kay…”.
“Tidak apa.
Aku pernah merasakannya”.
Ayah merasa
terpukul dengan kata-kata Kay sangat menusuk dirinya, “maafkan kami,” Ayah yang
sangat bersalah pada putranya itu.
Kay berusaha
untuk tersenyum dihadapan Ayah.
***
Alina membantu
membukahkan pakaian sekolah yang dikenakan Ceri. Ceri melihat pakaian mereka
sudah di bungkus di dalam kain, “kita akan pergi Kak?” tanyanya.
Alina
menganggu.
“Kenapa Kak?”.
“Kita tidak
seharusnya ada disini. Kita harus pergi,” Alina mencoba menyakinkan Ceri.
“Tapi aku
menyukain Kak Kay. Kak Kay baik dengan Ceri”.
Alina menatap
Ceri yang hampir menanggis, aku juga tidak ingin pergi, aku menyukain
perhatian yang Kay berikan, tapi aku gak bisa membohongin perasaanku dan aku tidak ingin terluka untuk kedua
kalinya, aku tidak ingin, kata Alina dalam hatinya dengan meneteskan
air mata membasahin pipinya.
Ceri panik
melihat Alina menanggis, “Kakak kenapa menanggis? Ceri akan ikutin Kakak, tapi
Kakak jangan menanggis,” Ceri yang ikut juga menanggis.
Alina memeluk
Ceri, “maafkan aku, maafkan aku…” yang merasa bersalah pada Ceri.
***
Ibu mendenggar
kabar dari orang kepercayaannya bahwa ibu kandung Kay sudah kembali ke
Indonesia itu membuat Ibu sangat terkejut, “apa tuan tahu?” tanyanya pada orang
kepercayaan itu.
“Saya kurang
tahu nyonya, tapi sepertinya belum nyonya”.
Ibu diam
sejenak, “antar aku menemuinnya”.
“Baik nyonya”.
***
Adriel
mendapatkan kabar bahwa Kay menemuin Ayah di Hotel Ratu. Adriel bergegas menuju
hHotel Ratu yang jaraknya lumayan jauh dari perusahaan. Di gerbang masuk Hotel mereka berpapasan satu
sama lain tapi mereka tidak menyadarin itu. Adriel langsung menghentikan mobil
di depan lobi Hotel dan langsung menuju lestoran. Adriel terlambat, hanya Ayah
dan Heru saja yang berada di lestoran menikmatin pesanan mereka.
“Adriel.
Sedang apa kau disini?” tanya Ayah.
Adriel nampak
kebingungan, “Ayah bersama Heru?”.
“Iya. O iya,
tadi Kay datang”.
“Dimana dia
sekarang?!”.
“Sudah pergi,”
jawab Heru tanpa menolek.
Adriel
menyadarin dirinya terlambat, “aku harus pergi, permisih,” lalu pergi dari
Hotel dengan penuh kekecewaan.
“Kenapa dia?”
Ayah yang nampak kebingungan dengan sikaf dingin Adriel.
“Gak tahu om.
Ayo makan lagi om,” kata Heru yang tidak mau Ayah berpikir macam-macam antara
Adriel dan Kay.
***
Kay kembali ke
apartemennya, dengan menggunakan jasa lift menaikin gedung ke lantai 30. Tidak
ada yang membuat Kay semangat untuk kembali ke apartemennya. Disisi lain Kay
tidak mau kembali ke apartemennya namun disisi lain dia sangat menguatirkan
keadaan Alina dan Ceri terutama Alina.
Ketika lift
terbuka Kay terkejut melihat Alina dan Ceri yang akan pergi, sama seperti Kay,
Alina dan Ceri pun sangat kanget melihat Kay terutama Alina. Dia tidak bernian
bertemu dengan Kay lagi. “Kau mau kemana?” tanya Kay melihat Alina membawa
pakaiannnya.
“Aku sudah
tinggalkan semua pakaian yang kau berikan, aku hanya membawa pakaian yang aku
bawak saja,” kata Alina yang menghindari tatapan Kay.
“Aku tidak
tanya itu! dan aku tidak penduli dengan semua itu!!” marah Kay, “yang aku tanya
kau mau kemana?!”.
Alina melangka
masuk ke lift namun Kay langsung menahan lengannya, “lepaskan aku!”.
“Aku pernah
melepaskan wanita yang aku ontain tapi kali ini aku tidak mau mengulanginnya
lagi!”.
Kali ini Alina
tidak bisa bicara apa-apa, matanya berkaca-kaca menahan tangis.
“Kak…” panggil
Ceri yang berdiri di sebelah Alina.
Kay mengendong
Ceri, “kita bicara di dalam,” lalu membawa Ceri kembali masuk ke dalam
apartemen. Alina mengikutin Kay dari belakang.
***
Ayah baru
pulang dari kerja dilihatnya bukan Ibu yang menyabutnya pulang seperti
biasanya, “mana nyonya?” tanyanya pada pembantu yang menyambut kedatangannya.
“Pergi tuan,”
jawab pembantu itu sopan.
“Kemana?”.
“Tidak tahu
tuan, nyonya tidak bilang kemana akan pergi”.
Ayah
memikirkan kemana istrinya itu pergi selarut ini.
“Ada yang
tuan butuhkan?”.
“Tidak”.
“Permisih
tuan,” pembantu itu masuk ke dalam meninggalkan Ayah yang masih berpikir.
***
Ibu pergi ke
sebuah gedung apartemen mewah salah satu
di Jakarta. Dengan ditemanin orang kepercayaannya Ibu melangkah masuk ke dalam
gedung apartemen langsung ke apartemen yang ditujuh. Setiba disalah satu apartemen,
orang kepercayaan Ibu mengetuk pintu apartemen, “tok…tok…tok…!!”. Tak lama
kemudian pintu terbuka, seorang wanita yang seumuran dengannya keluar dari
balik pintu. “Kau Sari?” Ibu yang langsung bertanya.
Wanita
tersenyum tipis, “iya,” yang sepertinya sangat mengenal Ibu, “tenyata kau tidak
ada apa-apa yach,” sidir ibu kandung Kay.
“Apa!”.
“Silakan
masuk,” lalu Ibu Sari masuk duluan.
Ibu masuk
kedalam bersama orang kepercayaannya.
“Silakan
duduk,” katanya lagi sambil duduk di sofa dengan kaki dilipatnya. Setelah Ibu
duduk barulah Ibu Sari bicara, “aku denggar kau ingin mengambil hak anakku”.
Ibu merasa di
sudutkan, dia menemuin wanita ini berniat untuk menyudutkannya tapi malah
sekarang kebalikkannya, dia di sudutkan oleh mantan istri suaminya itu.
“Kalaupun
suami mu memberikan sahamnya pada
anakmu, Kay tetap menjadi pewaris tunggal perusahaan. Karena apa?? Sejak kecil
Kay sudah di beri saham perusahaan olek kakeknya 25% dan sahamku 35% dan
otomatis saham ayahnya setengah untuknya, itu pun jika dia bernian
memberikannya pada anakmu. Tapi aku rasa Darmawan akan memberikan seluruh
sahamnya pada Kay. Kau ingin tahu kenapa?” Ibu sari diam sejenak, “karena dari
kecil Kay sudah di didik untuk menjadi pewaris tunggal perusahaa, hotel dan
harta-harta lainnya. Jadi aku peringatin!? Jangan sekali-kali kau menyentuh
anakku! Sekali kau menyetuhnya!? Bukan suamimu yang kau hadapin tapi aku
sebagai ibu kandungnya!!” acam Ibu Sari yang tidak ingin Kay terluka.
Ibu tidak bisa
bicara apa-apa, dia hanya menatap Ibu Sari yang penuh dengan kekuatan untuk
melawannya.
***
Suasana cukup
lama terhening. Ceri pun sudah tertidur lelap di pangkuan Alina. Tapi tatapan
Kay masih tertujuh pada Alina yang duduk dihadapannya. Sambil membelai Ceri,
Alina berusaha menghindarin tatapan Kay. “Aku yang akan pergi dari apartemen
ini,” kata Kay.
Itu membuat
Alina terkejut, “apa maksudmu?!” kali ini Alina menatap Kay, “ini apartemenmu,
untuk apa kau pergi!”.
Kay berdiri,
“dari awalpun aku bernian untuk pergi dari apartemen ini. Apartemen ini bukan onta
has ku. Kalau bukan karna kau, mungkin aku sudah pergi. Tapi sekarang aku punya
alasan untuk pergi”.
Air mata Alina
tiba-tiba jatuh namun berusaha untuk tidak di tunjukkannya pada Kay, langsung
dihapuskannya air matanya itu.
“Aku tidak
ingin kita merasa tidak nyaman. Karena itu aku memutuskan untuk pergi”.
“Ini bukan
apartemenku, jadi tidak ada alasan aku untuk tinggal,” diam sejenak, “tapi jika
kau tinggal, aku akan pikirkan lagi”.
Bagi Kay
walaupun Alina belum menujukkan suka padanya, tapi dengan dia menahannya pergi
itu sudah satu jawaban untuknya, “baiklah,” sambil tersenyum.
Alina tidak
menujukkan ekpresi apa-apa.
***
Bob mendekatin
Nisa yang berdiri di tempat kasir, “apa hari ini juga Alina tidak masuk?”
tanyanya.
“Iya,” jawab
Nisa tanpa menolek.
“Apa
masalahnya belum selesai?”.
“Aku rasa
belum”.
“Ya udah,”
yang berniat kembali ke ruang kerjanya.
“Alina dilamar
pria itu,” kata Nisa yang tidak Bob terlalu berharap.
Bob
menghentikan langkahnya, dia sangat terkejut mendenggar kabar itu untuk kedua
kalinya, “apa”. Tak lama kemudian Bob kembali melajutin langkahnya menuju ruang
kerjanya. Di ruang kerjanya Bob memikirkan perasaannya pada Alina selama ini
yang selalu bertepuk sebelah tangan.
***
Setelah pergi
dari rumah Ibu Sari, Ibu terlihat sangat kesal dengan kata-kata Ibu Sari yang
dilontarkan padanya, “Kalaupun suami mu
memberikan sahamnya pada anakmu, Kay
tetap menjadi pewaris tunggal perusahaan. Karena apa?? Sejak kecil Kay sudah di
beri saham perusahaan olek kakeknya 25% dan sahamku 35% dan otomatis saham
ayahnya setengah untuknya, itu pun jika dia bernian memberikannya pada anakmu.
Tapi aku rasa Darmawan akan memberikan seluruh sahamnya pada Kay. Kau ingin
tahu kenapa?” Ibu sari diam sejenak, “karena dari kecil Kay sudah di didik
untuk menjadi pewaris tunggal perusahaa, hotel dan harta-harta lainnya. Jadi
aku peringatin!? Jangan sekali-kali kau menyentuh anakku! Sekali kau
menyetuhnya!? Bukan suamimu yang kau hadapin tapi aku sebagai ibu
kandungnya!!”. Kata-kata Ibu Sari terus menganggu pikirannya, “dia pikir
dia itu siapa!! Beraninya mengacamku!!!” Ibu yang tidak terimah.
Orang
kepercayaannya hanya diam dan mendenggar keluhan Ibu sambil menyetir mobil
menuju arah pulang.
***
Kay melihat
Alina sedang membantu Ceri memakai pakaian sekolahnya, “aku pergi dulu,”
katanya yang akan pergi jonging.
“Ya,” jawab
Alina tanpa menolek.
Kay keluar
dari gedung apartemen, di gerakkan badannya ke kiri ontai kanan, lalu gentian
dengan kepalanya dan pinggangnya, semua dapat gilirannya. Lalu berlari di
tempat sambil mendenggarkan onta dari headset yang diletakkannya kedua
telingahnya.
Tanpa
disadarin Kay seorang wanita berdiri di belakangnya, “Permisih… aku ingin
bicara dengan kau,” kata Nisa nada suara pelan, namun tidak ada jawaban dari
Kay, dia sibuk dengan dirinya sendiri, “Permisih!!” Nisa mencoba kembali namun
tetap tidak ada reaksi apapun dari Kay, “heiii…” Nisa langsung membalik tubuh
Kay dengan kasarnya, “kau ini tulihnya!!” marah Nisa.
Kay bingung
lalu melepaskan headset dari telingahnya, “kau siapa? Apa kita saling kenal?”.
Nisa semakin
kesal saat Kay melepaskan headset dari telingahnya, “pantas aja!”.
“Kau ingin
bicara denganku?” tanya Kay lagi.
“Iya. aku
sahabat Alina”.
“Apa”.
Lalu mereka
berdua ngobrol di cave yang berada tak jauh dari gedung apartemen sambil
sarapan pagi bersama, “apa yang ingin kau bicarakan denganku?” tanya Kay sambil
menikmatin sarapan paginya yang sebelumnya sudah di pesannya.
“Kata Alina
kau melamarnya?” tanya Nisa.
“Ya”.
“Apa kau
serius dengan Alina?”.
“Iya”.
“Aku akan
membantumu”.
Kay
menghentikan makannya lalu menatap Nisa yang duduk dihadapannya, “kenapa kau
mau membantuku?”.
“Kau tidak mau
aku bantu?!”.
“Aneh aja.
Kita belum saling kenal tiba-tiba kau mau langsung membantuku, bukannya
seharusnya sebagai sahabat kau harus mencari tahu dulu tentangku,” Kay yang
curiga maksud pertolongan Nisa.
“Aku hanya
ingin menyadarkan seseorang”.
Kay tahu
maksud perkataan Nisa, “kau menyukainnya”.
Nisa diam.
Dengan diamnya
Nisa itu sudah jawaban dari pertanyaannya, “apa Alina tahu pria itu
menyukainnya?”.
“Aku rasa dia
tahu”.
“Berarti dia
bukan saingatku”.
“Apa, maksudmu
apa?”.
“Kalau Alina
menyukain pria itu berarti aku yang bertepuk sebelah tangan ini faktanya Alina
tidak menyukainnya,” sambil tersenyum, “aku tenang sekarang”.
“Kau salah!
Mungkin, Alina tidak menyukain Bob tapi ada seorang pria yang pernah masuk ke
kehidupan Alina,” diam sejenak, “pria itu meninggalkan Alina demi wanita lain”.
“Apa karna itu
dia menolakku?”.
Nisa
mengangguk, “Alina bilang, dia tidak ingin terluka untuk kedua kalinya”.
Kay mengerti
perasaan Alina karna 5 tahun yang lalu juga dia di tinggalkan wanita yang
sangat dia ontain dengan pria pilihan orang tuanya. Saat itu Kay sangat terluka
di tambah luka peceraian orang tuanya pulih benar itu membuat dirinya memutuskan untuk menetap di
Amerika.
***
Ayah dan Ibu
sarapan bersama di meja makan. Ayah mencoba bertanya pada Ibu kemana semalam
pergi dan pulang selarut itu, “semalam kau kemana?” tanyanya sambil makan.
Ibu sejenak
berpikir mencari alasan yang tepat, “ada teman masuk rumah sakit,” bohong Ibu.
“Ohh”.
“Maaf Yah.
Semalam aku pulang, Ayah sudah tidur. Aku tidak tegah membangunkan Ayah”.
“Seharusnya
kau memberitahuku”.
“Aku tidak mau
menganggu pekerjaan Ayah”.
Ayah senang
mendenggar pengertian istrinya itu padanya.
Pembantu
mendekatin Ayah dan Ibu yang sedang sarapan, “maaf tuan nyonya. Ada tamu yang
ingin bertemu dengan tuan dan nyonya,” kata pembantu itu sopan.
“Siapa?” tanya
Ibu.
“Nyonya Sari
nyonya”.
Dibandingkan
Ayah, Ibu yang paling terkejut dengan kedatangan Ibu Sari ke rumah mereka.
Tiba-tiba Ibu Sari muncul dari balik pintu ruang makan, “tenyata rumah ini
tidak ada sedikitpun perubahan,” ucap Ibu sari tanpa penduli dua sepasang mata
tertujuh kearahnya. Lalu melihat Ayah, “kau terlihat sudah tuan. Apa posisimu
sudah digantikan,” sidirnya yang langsung tertujuh pada Ibu.
“Kau tidak
berubah sedikitpun!” kata Ayah tidak menyukain mantan istrinya itu.
Ibu Sari
tersenyum sinis pada Ibu, “hai… kita bertemu lagi”.
Ayah terkejut
dengan kata-kata Ibu Sari, “kalian sudah pernah bertemu?”.
“Istrimu tidak
cerita semalam dia menemuinku,” diam sejenak, “hahhh… tenyata aku yang masih
terbaik. Biasanya, jika aku mau kemana saja aku selalu memberitahumu, tenyata
istrimu ini kebalikkan dariku,” yang masih tersenyum pada Ibu, “saranku hanya
satu untukmu, seharusnya jika kau beristri lagi, seharusnya kau harus mencari
yang lebih baik dariku”.
Ibu berdiri,
“apa maksudmu!!?” marah Ibu yang tidak terimah dengan kata-kata Ibu Sari
padanya.
Ayah berusaha
untuk menenangkan suasana, “cukup!! Kau apa sebenarnya?!” tanya Ayah pada Ibu
Sari.
“Aku hanya
ingin bertemu dengan anakku,” kata Ibu Sari ketujuan awalnya.
“Kau bisa
tanya langsung dengan Heru”.
“Kau tidak
tahu dimana anakmu tinggal?”.
Ayah hanya
diam, dia tidak ingin Ibu tahu dimana Kay tinggal saat ini.
Melihat Ayah
diam, Ibu Sari sudah mendapatkan satu jawaban, “baiklah. Aku pergi dulu,” lalu
Ibu Sari pergi meninggalkan rumah menggunakan mobilnya yang terpakir di depan
rumah.
Ibu kembali
duduk, “aku tidak suka perempuan itu!” Ibu yang masih kesal dengan kata-kata
Ibu Sari padanya.
“Kau berbohong
padaku!” Ayah yang kecewa pada Ibu yang berani berbohong padanya.
“Ayah, biar
aku jelaskan,” Ibu mencoba menjelaskan.
Ayah berdiri,
“kau tahu kan, aku bercerai dengannya karna dia berbohong padaku!” lalu pergi
meninggalkan Ibu di meja makan sendiri.
Ibu sangat
menyesalin apa yang dilakukan pada Ayah.
***
Heru
mendapatkan telpon dari Ibu Sari, “halo…” setelah mendenggar apa yang dikatakan
Ibu Sari, “baiklah tan,” lalu mematikan telpon dan bergegas pergi menemuin Ibu
Sari ke tempat yang telah ditentukan. Di lobi perusahaan Heru berpapasan dengan Ibu yang akan menemuin Adriel diruangannya, “siang Bu”.
Bu hanya
tersenyum sambil masuk ke dalam gedung perusahaan, “apa yang dikerjakannya
selama ini?” tanya Ibu pada asistennya
yang berjalan bersamanya.
“Selama ini
Pak Heru memeriksa keuangan, data-data klien perusahaan dan file-file penting
lainnya Bu,” jawab asistennya.
“Untuk apa?”.
“Sepertinya
Pak Kay yang menyuruhnya”.
Jadi dia bekerja di belakang, kata Ibu dalam hatinya sambil
melangkah masuk ke dalam lift.
***
Di dalam
ruangan, Adriel sangat pusing memikirkan saham perusahaan mengalamin menurunan
di tambah keuangan perusahaan juga mengalamin penurunan, itu membuat Adriel
semakin pusing dalam menghadapin masalah ini karena sebenarnya Adriel tahu
siapa penyebab menurunnya keuangan perusahaan setiap bulannya, “apa Ayah tahu?”
tanyanya pada asistennya.
“Saya rasa
belum Pak,” jawab asisten yang setia melayanin Kay.
“Usahakan
jangan sampai siapapun tahu terutama Ayah dan Heru!” perintah Kay.
“Baik Pak”.
Tiba-tiba
pintu ruangan terbuka, “apa yang terjadi?” Ibu yang samar-samar mendenggar
pembicaraan antara Adriel dan asistennya.
“Permisih
Pak,” asisten Adriel meninggalkan ruangan.
Diruangan
tinggal Adriel dan Ibu, “apa yang terjadi?” tanya Ibu lagi.
Adriel menarik
nafas panjang, “apa Ibu mengambil uang perusahaan lagi?!”.
Ibu panik,
“Ibu hanya mengambil sedikit”.
“Ibu!”.
“Menurutku
wajah jika aku mengambilnya! Aku istri dari pemilik perusahaan ini!” Ibu
membelah diri.
“Jika sikaf
Ibu seperti ini terus! Aku tak bisa menolong Ibu lagi!!” lalu pergi
meninggalkan Ibu di dalam ruangan.
“Kenapa bisa
seperti ini?” Ibu yang mulai menyesalin perbuatannya.
***
“Mau jalan,”
ajak Kay yang melihat Alina sedang santai di sofa.
“Mau kemana?”
tanya balik Alina.
“Sampai
menunggu Ceri pulang, bagaimana kalau kita ke taman”.
“Baiklah,”
kata Alina yang sudah lama tidak ke taman.
Setiba di
taman, mereka berdua duduk di bangku yang sama yang biasa mereka dudukkin
sambil menikmatin suasana taman yang sejuk. Alina mencoba membuka obrolan,
“sampai kapan kau di Jakarta?” tanyanya.
“Apa”.
“Bukannya kau
seorang pengacara di Amerika”.
“Aku tidak
bekerja sebagai pengacara lagi”.
“Kenapa?”.
“Aku sudah
bosan dengan pekerjaan itu”.
“Hahaha…”
Alina tertawa, “orang-orang susah mencari pekerjaan sedangkan kau membuang
pekerjaan”.
Kay ikut
tertawa, “hahahaha…”.
Alina
mengingat 8 tahun yang lalu dirinya yang masih kuliah kedokteran, “andai aku
menyelesaikan studiku, mungkin aku tidak akan seperti ini,” Alina yang mulai
menyesal dengan keputusannya untuk tidak melajutin kuliahnya, “memang benar
kata orang, penyesalan itu pastih datang belakangan”.
Kay hanya
menanggapin dengan senyuman, “setidaknya aku mau memperbaikinnya”.
Alina
tersenyum.
Mereka sudah
cukup lama berada di taman, matahari sudah berada di tengah-tengah, panasnya
pun sudah sangat terasa menyengat kulit. Tapi Bagi Kay dengan dia bersama
dengan wanita yang dia cintain, panasnya matahari tidak dirasakannya, “kau
boleh menolakku, tapi jangan larang aku untuk mencintainmu,” ucap Kay.
Alina menatap
Kay yang duduk di sebelahnya.
“Aku ingin
membantu menyembuhkan luka di hatimu”.
Alina cukup
terharum dengan ucapan Kay. Kata-kata
Kay membuat air mata Alina jatuh membasahin pipinya namun langsung di hapusnya.
Dia bingung harus menjawab apa.
Kay menatap
Alina sambil menujukkan senyuman, “jika kau mulai menyukainku, mau kah kau
mengatakannya?”. Kay menunggu jawaban dari Alina, karena tidak ada jawaban
apa-apa dan Alina pun tidak menujukkan ekpresi apa-apa, Kay pun mulai merubah
kata-katanya, “jika kau tidak bisa mengatakannya, setidaknya kau memberikan
tanda kau menyukainku. Kau bisa melakukannya khan??”.
Alina
menganggu.
Kay senang
melihatnya, “trimah kasih. Hahhh… kau membuatku semangat”.
Alina
sekali-kali memadang Kay yang tidak mau menyerah mencintainnya.
***
Lonceng
berbunyi sangat kencang dan berkali-kali dibunyikan tanda pelajaran akan segera
berakhir. Satu persatu anak SD keluar dari gerbang sekolah. Sama seperti yang
lain, Ceri pun keluar dengan hati yang sangat senang karena pelajaran sudah
berakhir tanda harus segera pulang. “Mana mereka?” Ceri mencari-cari 3 penjaga
yang selalu menjaganya.
2 pria
mendekatin Ceri, “kau cari siapa adik kecil?” tanya salah satu dari mereka.
“Kau siapa?”
tanya Ceri balik.
“Kami akan
mengantar kau pulang”.
“Aku gak mau!
Kalian pastih orang jahat!”.
Salah satu
dari mereka memengang tangan Ceri, “dasar anak nakal!!”.
“To…!!”
Penjahat itu
langsung menutup mulut Ceri agar tidak berteriak, “dasar anak bodoh!!”.
Tiba-tiba 3
penjaga yang diperintahkan untuk menjaga Ceri muncul, “lepasin anak kecil
itu!!” perintah salah satu dari mereka.
“Jangan ikut
campur!!” salah satu penjahat itu berkata pada mereka, “ini urusan kami!!”.
“Jika kalian
berani membawa anak itu berarti kalian berurusan dengan kami!!” kata salah satu
penjaga itu.
“Brensek!!”
salah satu penjahat itu langsung maju melawan salah satu penjaga itu. Dengan
beberapa kali pukulan, penjahat itu jatuh. Teman penjahat itu pun langsung
melepaskan Ceri takut di kepung ketiga penjaga itu. “Awas kalian yach!!!” lalu
membantu teman dan langsung pergi meninggalkan lokasi itu dengan
tergesah-gesah.
Salah satu
penjaga itu mendekatin Ceri yang menanggis ketakutan, “maafkan om… om
terlambat! Om janji ini untuk terakhir kalinya,” bujuk penjaga itu.
Ceri menganggu
sambil menghapus air matanya.
“Anak baik.
Ayo kita pulang,” ajak penjaga itu. lalu mereka pun meninggalkan lokasi itu
dengan mobil yang terpakir di depan sekolah.
***
Di perjalanan
menuju rumah, Adriel mendapat sms dari anak buahnya yang diperintahkannya untuk
mencari tahu dimana Kay tinggal. Isi sms itu adalah alamat tempat Kat tinggal
selama ini. Tanpa pikir panjang Adriel langsung bergegas ke alamat yang tertera
d isms.
***
Lintenir itu
sangat marah saat mendenggar berita dari kedua anak buahnya yang tidak berhasil
membawa Ceri, “dasar bodoh!!!”.
“Maafkan kami
bos… mereka sangat terlatih,” kata salah satu mereka ketakutan melihat lintenir
itu marah.
“Aku tidak
suka ada kegagalan! Jika ada kesempatan bawak anak itu kemari!!”.
“Baik bos…”
dua penjahat itu pun meninggalkan ruang kerja lintenir itu.
Lintenir itu
masih penasaran dengan sosok pria
bersama Alina yang mengakuh seorang pengacara di Amerika, “siapa
sebenarnya dia??!!” sambil melihat kartu nama yang diberikan Kay tadi malam
padanya.
***
Heru menemanin
Ibu kandung Kay ke apartemen tempat Kay tinggal selama ini. “Aku tidak menyangka putraku bisa tinggal di
apartemen seperti ini,” kagum bercampur sedih Ibu Sari melihat gedung apartemen
yang tidak semewah tempat tinggal Kay seperti biasanya.
Heru mengetuk
pintu apartemen, “tok…tok…tok…!!” tak lama kemudian pintu terbuka, seorang anak
kecil keluar dari dalam apartemen, “ada Kay?” tanyanya pada Ceri yang
membukakan pintu.
“Pergi,” jawab
Ceri yang tidak membuka pintu lebar-lebar.
“Kak Alina?”
tanya Heru.
“Pergi”.
“Jadi kau
sendiri?”.
Ceri
mengangguk.
“Boleh Kakak
masuk?”.
Ceri
mengeleng, “Kakak selalu berpesan jangan suruh orang asing masuk,” mengingat
pesan Alina.
“Aku bukan
orang asing! Aku temannya Kay!” menyakinkan Ceri, “aku sering ke sini, dan kau
pun tahu itu?!” yang mulai kesal dengan sikaf Ceri.
“Tapi kan Kak
Kay tidak, jadi untuk apa kau kesini”.
“Apa!”.
“Biar aku yang
bicara,” kata Ibu Sari mencoba berbicara dengan Ceri, yang sebelumnya Heru
sudah menjelaskan Kay tinggal dengan seorang wanita bersama adiknya dan berniat
untuk menolong mereka. “Hai…”.
“Hai…” Ceri
membalas menyapa.
“Aku Ibu dari
Kay. Boleh aku masuk?”.
“Tante haus?”
tanya Ceri.
Ibu Sari
senang Ceri memanggilnya dengan sebutan tante, “Heru, apa tante terlihat muda?” geer Ibu Sari.
Heru
tersenyum dengan senyuman yang
dipaksanya.
Ibu Sari
kembali ke pertanyaan Ceri, “boleh. Di dalam ada minuman apa aja?”.
“Banyak. Ada
jus kaleng, minuman soda dan minuman yang lainnya,” jawab Ceri lugu, “tante mau
apa?”.
“Gimana kalau
jus kaleng,” jawab Ibu Sari.
“Kakak mau
minum apa?!” tanya Ceri pada Heru yang masih kesal padanya.
“Terserah!”.
“Baiklah,”
Ceri kembali menutup pintu.
Apa yang
dilakukan Ceri membuat Ibu Sari marah, “anak kurang!! Heiii bukak!!” sambil
mengedor pintu, “heiii bukak!!”.
Tiba-tiba
pintu terbuka kembali, Ceri keluar
membawa 3 jus kaleng, lalu menutup pintu kembali, “dari pada nanti Kakak marah lebih baik kita
menunggu di luar saja,” usul Ceri sambil duduk di depan pintu.
Apa yang
dilakukan Ceri membuat Ibu Sari dan Heru tidak bisa berkata apa-apa.
Kata-katanya habis karna melihat sikaf lugu Ceri, “dasar anak nakal!” kata Ibu
Sari bercampur kesal dan kagum pada sikaf Ceri yang mematuhin apa yang
dikatakan kakaknya. Ibu Sari duduk bersama Ceri.
Heru bingung
melihat yang dilakukan Ibu Sari, “tante”.
Ibu Sari
menarik Heru sampai duduk bersama mereka, “dia anak yang baik,” puji Ibu Sari,
“kau kelas berapa?” tanyanya pada Ceri.
“Kelas 3,”
jawa Ceri.
“Kau
sepertinya sangat patuh pada Kakakmu?”.
“Iya. Kakak
Alina Kakak terbaik sedunia,” puji Ceri.
“Benarkah”.
“Iya. Tante
kenapa tidak tinggal bersama Kak Kay?”.
Pertanyaan
Ceri membuat Ibu Sari diam.
***
Kay
mendapatkan telpon dari anak buahnya yang diperintahkannya untuk menjaga Ceri.
Ketiga penjaga itu menceritakan apa yang terjadi pada Ceri sewaktu di sekolah,
“baiklah. Nanti kita bahas lagi,” yang tak ingin Alina tahu sebenarnya,
“lakukan tugas kalian dengan baik,” lalu menutup telpon.
“Dari siapa?”
tanya Alina setelah Kay menutup telponnya.
“Ayo kita
pulang,” ajak Kay sambil berdiri.
Alina
mengangguk lalu ikut berdiri.
“Lain kali
kita harus kesini lagi”.
“Ya”’.
“Apa saat itu
kau sudah bisa menyukainku?”.
Alina menatap
Kay, “kau bicara apa?!” yang pura-pura tidak mengerti maksud perkataan Kay.
Kay tersenyum,
“hahhh…. Kau ini,” Kay berjalan duluan.
Alina
mengikutin Kay dari belakang sambil berkata di dalam hatinya, kau
pria baik, pujinya pada Kay.
Mereka tiba di
apartemen, Kay sangat kanget melihat Ibu kandungnya sedang duduk bersama Ceri
dan Heru di depan pintu apartemen, “Ibu…” terkejut bercampur rindu.
Ibu Sari
langsung berdiri saat melihat Kay datang dan langsung memeluknya, “putraku”.
Mereka berdua melepas rindu satu sama lain. Sudah lima tahun lamanya mereka
tidak pernah bertemu dan segaja untuk tidak bertemu.
“Maafkan aku
Bu,” Kay merasa bersalah pada Ibu
kandungnya itu.
Alina membiarkan Kay bersama ibu kandungnya
melepas rindu di ruang tengah sedangkan dirinya menidurin Ceri di kamar. Alina tidak mau menjadi pengganggu antara orang
tua dan anak.
“Kak…”.
“Ya, kenapa?”.
Ceri yang tak
ingin Alina terlalu kuatir padanya lalu menundah menceritakan apa yang terjadi
padanya, “gak apa-apa”.
“Ada yang
ingin kau ceritakan?”.
“Ceri sayang
Kakak”.
“Aku juga.
Tidurlah… sudah malam…” sambil menaikkin selimut Ceri.
Ceri pun
menutup matanya untuk segera tidur.
Ketika suasana
sudah kembali tenang, tidak ada lagi rasa bersalah hanya yang ada rasa
kerinduan menyelimutin mereka berdua. Ibu Sari mengusap wajah Kay berkali-kali,
“sudah lama sekali,” yang membayangkan perpisahannya bersama Kay selama ini,
“Ibu sangat merindukanmu sayang”.
Kay tersenyum,
“aku juga Bu”.
“Kau terlihat
sudah dewasa”.
Kay masih
tersenyum, “kapan Ibu tiba?”.
“Tiga hari
yang lalu. Saat Ibu tahu kau ada di Indonesia, Ibu segera berangkat”.
“Kenapa Ibu
tidak menemuinku di Amerika?”.
“Maafkan Ibu”.
Yang sudah
tahu jawabannya, “Ibu masih sibuk dengan usaha Ibu?”.
“Ya. Dengan
cara itu Ibu bisa melupakan semua,” lalu menatapp Kay, “tapi Ibu tidak bisa
melupakanmu,” kata Ibu Sari menyakinkan Kay bahwa dia masih menyayanginya.
“Ibu masih
mencintain Ayah?”.
“Ibu tidak
pantas lagi mengatakannya”.
“Kenapa Bu?
Kenapa kalian tidak bisa kembali seperti dulu lagi”.
“Dalam
membentuk pernikahan, yang paling utama
harus ada kepercayaan sayang. Dan diantara kami tidak ada lagi sayang”.
“Aku mengerti,
aku tidak akan memaksa kalian lagi”.
Ibu Sari
tersenyum melihat kedewasaan yang ditunjukkan Kay, “ini namanya putraku,”
pujinya.
Alina keluar
dari kamar. Dua sepasang mata tertujuh kearahnya, dia merasakan dirinya menganggu acara mereka
berdua, “maafkan aku, aku gak bermaksud menganggu. Aku akan pergi meninggalkan
tante dan Kay dan Ceri juga sudah tidur,” gugu Alina dan bingung harus bicara
apa, “maafkan aku”.
“Kau akan
pergi?” tanya Kay.
“Iya. aku sudah
lama tidak masuk kerja. Aku pergi dulu, permisih tan,” lalu Alina pergi
meninggalkan apartemen.
Ibu tersenyum
sendiri melihat reaksi yang ditunjukkan Alina padanya.
Kay melihat hp
Alina tertinggal di meja, “aku tinggal dulu Bu,” lalu mengejar Alina.
***
Adriel tiba di
alamat yang berikan anak buahnya. Sebuah apartemen yang berada tak jauh dari
pemukiman penduduk dan taman kota. Adriel tersenyum sendiri melihat gedung
apartemen yang di tempati Kay jauh dari kemewahan, “Gakku sangka dia bisa
tinggal di tempat seperti ini,” yang masih tidak percaya. Adriel melihat
seorang wanita yang selama ini dicari-carinya keluar dari apartemen,
“Alina…!” Adriel langsung keluar dari
mobil bermaksud untuk menemuin Alina namun Alina sudah menghilang. Adriel
mencari-cari kemana Alina pergi, “kemana dia??” yang terus mencari, “kemana
dia!!!?” kesal tidak bisa menemukan Alina dimana-mana.
Seseorang
memengang bahu Adriel dari belakang, “kau tidak apa-apa?” tanya Kay yang melihat sikaf aneh pria yang berteriak
di depan gedung apartemen.
Adriel
membalik, “kau tinggal disini?” tanyanya pada Kay yang sebenarnya tujuan
utamanya datang ke tempat ini hanya untuk mencari Kay karena Adriel belum
pernah melihat wajah Kay. Adriel tidah tahu bahwa pria yang dihadapannya itu
adalah Kay saudara tirinya yang dicarinya. Lain dengan Kay, Kay sudah mengenal
Adriel melaluin Rudi.
“Iya. Kau
mencari seseorang?” tanya Kay yang pura-pura tidak mengenal Adriel.
Adriel
berpikir sejenak, “tidak. Permisih…” Adriel kembali masuk ke dalam mobil dan
segera pergi meninggalkan komplek apartemen itu.
Kay tersenyum
sendiri, “apa dia sudah gila?” mengingat sikaf Adriel yang barusan.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar