2
Alina merasa
dirinya sudah cukup jauh berlari, suara nafas Alina yang kelelahan berlari
terdenggar sangat jelas, “hem…hemmm…” Alina gos-gosan berlari menjauhin bar dan
berharap mereka tidak bisa menemuinnya lagi. Namun perkiraan Alina meleset anak
buah dari lentenir itu berhasil
mengejarnya, “Heiiii kau…!!” teriak salah satu pria itu padanya. Alina yang
melihat anak buah dari lintenir itu langsung kembali berlari dengan sekuat
tenaganya.
“Heiii
berhenti!!!”.
Semakin kecang
Alina berlari semakin kecang pula mereka berlari mengejar Alina yang tidak
berniat berhenti. Namun karena tenaga pun semakin berkurang, Alina pun tidak
konsen lagi kearah mana dirinya harus berlari. Tiba-tiba kakinya tersandung
batu. Alina pun terjatuh, “auhh…” lenggan dan kakinya terluka karna tersandung
aspal. Rasa sakit di kaki dan dilenggannya tertutup dengan rasa takut melihat
mereka berhasil menangkapnya.
“Akhirnya kau
dapat juga!!” kata salah satu dari mereka.
Alina tidak
bisa mengatakan apa-apa, tubuhnya gemetar membuat suaranya susah untuk keluar.
Hanya dengan menanggis Alina bisa menujukkan ketakutannya.
Diwaktu yang
sama, Kay melintasin jalan yang sama dimana Alina dikepung anak buah lintenir
itu. Kay menghentikan mobilnya di
pinggir jalan dan melihat kebelakang mobilnya dari kaca spion. Dia melihat
wanita yang tidak asing dilihatnya di gerumulin beberapa pria. Tanpa pikir
panjang Kay keluar dari mobil dan mendekatin mereka, “lepasin wanita itu,”
perintah Kay pada pria-pria itu.
Pria-pria itu
menolek kearah Kay, “jangan ikut campur! ini urusan kami!! Atau kau…”.
Kay langsung
memotong perkataan pria itu, “kau ingin menghajarku!?”.
“Tenyata kau
dimintak dihajar!! Hajar!!” salah satu pria itu memerintahkan temannya untuk
menghajar Kay.
4 lawan 1,
memang tidak seimbang namun dengan mudahnya Kay bisa mengalahkan mereka dengan
beberapa kali pukulan. 4 pria itu babak belur di hajar Kay. “Sekarang giliran
kau,” sambil menujuk pada pria yang berdiri di sebelah Alina.
“Brensek!!”
pria itu langsung memukul Kay namun Kay lebih cepat memukul pria dan menendang
pria itu beberapa kali sampai akhirnya pria itu jatuh bersama teman-temannya.
Ketika Kay mau memukulnya lagi, pria itu langsung mintak ampun pada kay,
“jangan pukul aku lagi, aku mohon…”.
Kay tidak jadi
memukul pria itu, “aku peringatkan! Jika kalian berani menganggu wanita itu
lagi, kalian akan menghadapin aku di pengadilan!” acam Kay, “sekarang
pergilah”.
Pria-pria itu
langsung berlari kocar kacir ketakutan
mendenggar acaman Kay.
Kay mendekatin
Alina yang masih terlihat ketakutan, “kau tidak apa-apa?” kay melepaskan jas
yang dikenainnya lalu menyelimutin tubuh Alina, “tenyata kau cantik memakai
gaun,” yang mencoba menghibur Alina.
Alina teringat
dengan acaman pria itu, “Ceri…” spontan Alina langsung pergi tergesah-gesah
meninggalkan Kay yang terlihat kebingungan melihat sikafnya.
Kay mengambil
jasnya yang terlepas dari tubuh Alina, “apa zaman sekarang tidak ada lagi kata
basa basi,” Kay yang mengharapkan Alina mengucapkan trimah kasih padanya.
***
Lentenir itu sangat marah pada anak buahnya yang tidak
berhasil menanggkap Alina, “dasar bodoh!!”.
“Maafkan kami
bos,” mohon salah satu dari mereka, “pria itu mengacam akan membawa ke
pengadilan jika kita menganggu Alina lagi”.
“Kau pikir aku
takut!!? Aku ingin uangku kembali!!” yang tidak takut dengan acaman yang
berikan Kay.
***
Setiba di
rumah Alina langsung masuk ke rumah, dilihatnya Ceri sedang tidur di kamar.
Diambilnya jaket dan selimut dari dalam
lemari dan tidak lupa mengambil hp pemberian Bibi yang diletakkannya diatas
meja, setelah itu membangunkan Ceri yang masih tertidur lelap, “Ceri… Ceri… Ceri…”
sambil mengoyangkan tubuh Ceri.
Ceri membuka
matanya, “Kakak pulang,” sambil duduk, “ada ketinggalan Kak”.
“Kita harus
pergi,” kata Alina sambil memakaikan jaket Ceri.
“Mau pergi
kemana Kak?”.
“Ayo… kita
harus segera pergi,” Alina membawa Ceri meninggalkan rumah yang dibiarkannya
terbuka.
Diperjalanan
Ceri bertanya pada Alina, “ kita mau kemana Kak?”.
Alina tidak
menjawab pertanyaan Ceri karna dirinya pun tidak tahu harus pergi kemana yang
pastih dia ingin pergi dari rumah itu untuk menghindarin anak buah pria itu
yang akan mencelakain mereka berdua.
Mereka tiba di
taman, Alina mengajak Ceri duduk di bangku favoritnya. Dibenaknya hanya
terlintas harapan mereka tidak bisa menemukan mereka berdua.
“Kita mau
kemana Kak?” tanya Ceri lagi.
Alina
menyelimutin tubuh Ceri dengan selimut yang dibawahnya, “Aku juga gak tahu
harus pergi kemana,” yang berusaha tidak menanggis dihadapan Ceri, “tapi kita
tidak bisa kembali dirumah itu lagi”.
“Kenapa Kak?”.
Dibandingkan
menjawab pertanyaan Ceri, Alina malah menyuruh Ceri untuk tidur, “malam ini
kita tidur disini, besok baru kita cari kotrakan”.
Ceri
mengangguk lalu menidurkan tubuhnya di bangku dan kepalanya diletakkany di
pangkuan Alina. Alina membelai kepala Ceri dengan penuh kasihh sayang.
***
Bob yang dari
tadi tidak melihat Alina lalu bertanya pada Nisa yang berdiri di kasir
menggantikan Alina, “mana Alina?”.
“Mungkin dia
gak masuk?” jawab Nisa.
“Apa dia
sakit?”.
“Gak tahu.
Besok pulang dari kerja rencananya aku
kerumahnya,” Nisa melihat ekpresi wajah Bob yang terlihat masih kuatir, “kau
tidak berniat mengujunginnya?”.
“Tidak. Alina
melarangku kerumahnya”.
“Kenapa?”.
“Aku tidak
tahu”.
Nisa bingung
kenapa Alina melarang Bob datang kerumahnya.
***
Kay masih penasaran kenapa Alina tergesah-gesah
pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan terimah kasih dulu padanya, apa yang
membuatnya tergesah-gesah sampai dia lupa mengucapkan trimah kasih padaku! Apa
zaman sekarang harus membayar ucapan trimah kasih!” gomel Kay.
***
Seperti
biasanya Kay bangun pagi-pagi untuk jonging memutarin taman. Baru tiba di taman, tatapan Kay
tertujuh pada Alina yang tertidur lelap di bangku taman yang biasa dia dudukin,
“apa dia tidak punya rumah?” lalu mendekatin Alina. Kay memadang Alina yang
bisa tidur lelap dengan cara duduk, “gadis aneh”.
Alina bangun
dari tidur lelapnya dan melihat Kay berdiri dihadapannya.
“Kau sudah
bangun?” tanya Kay.
Dibandingkan
menjawab pertanyaa Kay, Alina sibuk mencari Ceri yang tidak ada lagi
didekatnya.
“Kau cari
apa?”.
Alina semakin
panik melihat Ceri tidak ada dimana-mana, “Ceri… ceri…ceri…!!” panggil Alina.
“Ceri?? Kau
cari kucingmu?” Kay yang mengira Ceri itu kucing.
Alina tidak
pendenggarkan perkataan Kay, dia sibuk mencari keberadaan Ceri, “Ceri…!!”.
“Aku disini…”
Ceri yang tiba-tiba muncul dengan membawa 2 roti dan 2 minuman gelas.
Alina
mendekatin Ceri, “kau kemana aja!” yang masih panik, “aku kan sudah bilang
jangan kemana-mana!”.
Ceri
menujukkan 2 roti dan 2 gelas minuman mineral, “aku belikan ini untuk sarapan”.
Alina
menanggis lalu memeluk Ceri, “kau jangan kemana-mana lagi,” Alina yang masih
ketakutan dengan acaman itu, “kita belum aman”.
Ceri
mengangguk.
Kay menmgambil
selimut lalu menyelimutin tubuh Alina. Apa yang dilakukan Kay membuat Alina
melihat kearah. “lucu dilihat orang pagi-pagi seperti ini kau memakai gaun
seperti itu,” Kay yang mencoba menghibur Alina.
Alina teringat
yang dilakukan Kay tadi malam padanya, “trimah kasih”.
Kay senang
mendenggar ucapan yang sudah dinanti-nantikannya itu yang akhirnya diucapkan
wanita yang dihadapannya itu, “sebaiknya kau bersihkan dirimu, kau terlihat
kumal”.
Alina melihat
dirinya sendiri.
“Kau bisa
bersihkan dirimu di rumahku”.
Alina menatap
Kay dengan penuh curiga.
“Kau jangan
menatapku seperti itu!” yang tidak nyaman dengan tatapan Alina, “kau sampai
tidur disini pastih kau tidak ada rumah kan?”.
Alina tidak
menjawab, dia sangat malu dengan keadaannya.
“Kau tidak
malu dan… tidak usah takut. Aku tidak mungkin nganggu istri orang,” ucap Kay
yang mengira Alina sudah menikah dan Ceri adalah anaknya, “sebaiknya kau telpon
suamimu untuk menjemputmu dirumahku. Aku tidak mau ada kesalah pahaman antara
kalian berdua”.
Alina
tersenyum melihat Kay mengira dirinya sudah menikah.
Sedangkan Kay
senang melihat senyum itu lagi.
***
Pulang dari
kerja Nisa langsung ke rumah Alina. Melihat pintu rumah Alina yang terbuka,
Nisa langsung masuk ke dalam rumah sambil memanggil Alina, “Alina… Alina…”
karena tidak ada jawaban dan Alina
pun tidak ada setiap ruang yang
dimasukkinnya. Nisa pun mulai kuatir, “kemana sih dia…”.
Tak lama
kemudian tetangga Alina datang, “kau mencari Alina?”.
“Iya Bu, Ibu
tahu Alina di mana?” tanya Nisa.
“Tadi malam
dia bersama Ceri”.
“Apa. Kemana
Bu?”.
“Gak tahu.
Kelihatan dia tergesah-gesah”.
Nisa semakin
kuatir dengan keadaan Alina dan Ceri yang tidak tahu keberadaannya sekarang.
***
Ibu
mendapatkan telpon dari anak buahnya yang memberitahu bahwa Kay sudah kembali 5
hari yang lalu, “apa suamiku tahu?” tanyanya.
“Saya rasa
tuan tahu nyonya,” jawab anak buah Ibu.
Ibu mematikan
telpon saat melihat Ayah mendekatinnya.
“Dari siapa
Bu?” tanya Ayah lalu duduk di sofa.
“Ayah sudah
tahu Kay sudah kembali?” Ibu yang langsung bertanya.
Sejenak Ayah
terdiam, “aku baru tahu kemarin”.
“Kenapa Ayah
tidak memberitahuku?”.
“Maafkan aku”.
“Ayah.
Sebenarnya Ayah menganggap aku ini apa? Istri atau hanya teman untuk tidur?!”
Ibu yang tidak terimah dibohongin.
“Ibu!!!” marah
Ayah sambit bangkit.
“Ayah akan
melakukan apa pun untuk Kay sama dengan ku yang akan melakukan apapun untuk
Adriel!!” kata Ibu lalu masuk ke kamar, “aku tidak akan membiarkan Kay mengantikan
Adriel!!” tekat Ibu memperjuangkan Adriel.
***
Kay membuatkan
susu hangat untuk Ceri yang sudah selesai membersihkan diri yang sekarang
memakai pakaiannya, “ini untukmu”.
“Trimah
kasih,” jawab Ceri sambil minum.
“Orang tuamu
bercerai?” tanya Kay pada Ceri.
Ceri
mengeleng.
“Lalu kenapa
Ibumu tidak menelpon Ayahmu?? Atau semalam mereka bertengkar?”.
Ceri bingung
dengan perkataan pria yang duduk dihadapannya itu, “Ibu ku meninggal 5 tahun
yang lalu”.
“Lalu itu
siapa?”.
“Kak Alina,
itu kakakku. Lebih tepatnya kakak tiriku”.
“Tapi umur
kalian??” yang tenyata dugaannya salah, “kalian seperti ibu dengan anak”.
“Aku senang
kak Alina jadi Ibu ku”.
“Hei… kakakmu
itu punya masa depan bukan hanya mengurusinmu saja”.
“Kau menyukain
kakakku?”.
“Aku?
Hahahaha…. Tidak! Itu tidak akan terjadi! Hidup kalian itu sangat
bebingungkan”.
Ceri tidak
penduli dengan perkataan Kay dia melajutin minum susu hangatnya yang tersisa.
Jadi namanya Alina, kata Kay didalam hatinya yang mengingat nama wanita yang ditolongnya
itu.
Tak lama
kemudian Alina keluar dari kamar dengan memakai kemeja dan celana milik Kay.
Celana yang dikenakan Alina terlihat kebesaran sehingga Alina memengang ujung
celana agar tidak kedodoran, “sebaiknya
kau tambah berat badanmu,” canda Kay.
Alina tersenyum
lalu duduk, “trimah kasih yach”.
“Kau sudah dua
kali mengucapkannya”.
Alina masih
tersenyum.
“Aku lebih
suka melihatmu tersenyum dibandingkan menanggis”.
“Kau menyukain
kakakku,” godah Ceri”.
“Ceri,” kata
Alina.
“Dasar anak
kecil,” kesal Kay pada Ceri yang membuat suasana menjadi tidak nyaman.
Tak lama
kemudian pintu apartemen di ketuk dari luar, “tok…tok…tok…!”. Kay langsung
membukakan pintu. Tenyata yang datang Heru. Heru langsung masuk sambil
mengomel, “kau membuatku pusing, sekali saja kau tidak buat masalah dengan A…”
Heru menghentikan perkataannya saat melihat seorang wanita cantik bersama
seorang anak perempuan di tambah ppakaian yang dikenakan mereka pakaian milik
Kay, “siapa mereka?” tanya Heru dengan nada suara pelat.
“Dia Alina itu
Ceri adiknya,” Kay memperkenalkan Alina dan Ceri.
Alina
tersenyum dan Heru membalas tersenyum.
“Hai…” sapa
Ceri pada Heru.
“Hai…” Heru
membalas menyapa.
***
Adriel
sekarang sedang ada di hotel Ratu. Selain sebagai derektur di perusahaan
kontruksi milik Ayah tirinya, Adriel juga ditugaskan oleh Ayah untuk memeriksa
perkembangan hotel Ratu setiap harinya. Kedatangan Adriel disambut hangat oleh
semua kariawan hotel Ratu.
“Pak Rudi dari
hotel Larisa berkujung ke hotel kita,” kata Edi derektur perencanaan di hotel
Ratu.
“Dimana dia?”
tanya Adriel yang berniat menemuin Rudi.
“Di cave hotel
Pak”.
Adriel
langsung ke cave menemuin Rudi didampingin Edi dan berserta stap-stap hotel
lainnya. Kedatangan Adriel disambut hangat oleh Rudi yang mengetahuin
kedatangan Adriel. “Senang bertemu denganmu lagi,” kata Adriel sambil menjulurkan
tangannya.
Rudi menyambut
tangan Adriel lalu mereka bersalaman, “aku tidak menyangka bisa bertemu anda
disini. Aku pikir Kay yang akan
menggantikan Pak Darmawan di hotel tenyata anda juga”.
Adriel tidak
menyukain kata-kata Rudi yang tertujuh pada dirinya, “maksud anda?” namun
Adriel berusaha tidak menujukkan ketidak sukannya pada Rudi.
“Apa anda
belum tahu kay sudah berada di Jakarta?”.
“Apa,” Adriel
cukup terkejut dengan perkataan Rudi bahwa Kay sudah kembali ke Indonesia.
“Hahhh… aku
pikir Kay berbohong, tenyata benar”.
“Semalam Kay
datang?”.
“Iya. dia tamu
terhormat di pestahku”.
Adriel semakin
kesal, “sepertinya anda terlihat sibuk, apa anda bisa tinggalkan hotel ini”.
“Pak…” Edi
yang melihat ekpresi yang ditunjukkan Rudi.
“Anda
mengusirku?”.
Adriel
tersenyum sini.
“Aku tidak menyangka sifat anda tidak sangat provisional, wajar saja Pak
Darmawan memilih Kay dibandingkan anda. Padahal selama ini Kay terlihat tidak
serius. Tapi kali ini aku setujuh dengan pilihan Pak Darmawan. Anda tidak cocok
mengangtikan beliau,” kata-kata Rudi dengan kata-kata pahit yang lontarkan pada
Adriel.
“Apa anda bisa
segera tinggalkan hotel ini atau perluh aku panggilan keamanan”.
Rudi tersenyum
sinis, “tidak perluh. Aku lebih nyaman bersama Kay dibandingkan anda. Permisih!!”
Rudi pun meninggalkan hotel bersama anak buahnya.
Adriel
mengambil gelas lalu melemparkannya ke lantai sambil mengucapkan, “brensek!!”.
Edi dan
stap-stap hotel tidak berani mengeluarkan satu katapun untuk menghibur Adriel
yang terlihat sangat marah dengan kata-kata Rudi yang dilontarkannya pada
Adriel.
***
Nisa
memberitahu Bob bahwa Alina pergi tadi malam dari rumahnya. Lalu mereka
ketemuan di gang depan rumah Alina. “Apa kau sudah tanya tetangganya?” tanya
Bob yang kuatir.
Dibandiingkan
Bob, Nisa lebih kuatir dengan keadaan Alina, “aku sudah tanya, tapi tidak
satupun tahu keberadaan Alina dan Ceri,” Nisa yang akhirnya menanggis.
Bob memeluk
Nisa, “kita pastih menemukan mereka,” menyakinkan Nisa, “pastih”.
“Aku nyakin
pastih terjadi sesuatu…” nyakiin Nisa yang melihat sikaf Alina yang aneh 5 hari
ini.
Bob pun nyakin
pastih terjadi sesuatu sampai-sampai Alina memilih meninggalkan rumah yang
sudah 8 tahun ditempatinnya.
***
Heru dan Kay
ngobrol di balkon sambil menikmatin secangkir kopi. Kay menceritakan apa yang
terjadi sampai dia mengajak mereka keapartemennya pada Heru. Namun Kay belum mengetahuin kenapa Alina
sampai dikejar oleh pria-pria itu dan tidur taman, dia juga tidak berniat
bertanya pada Alina. Karena baginya itu urusan pribadinya dan dia tidak mau
ikut campur terlalu jauh masalah Alina.
“Kasihan
juga,” yang mulai simpati dengan keadaan Alina dan Ceri, “kenapa kau tidak
jadikan dia istrimu,” usul Heru.
“Apa! Kau
gila! Mana mungkin aku menikah dengan wanita tidak jelas seperti dia!”.
“Wanita yang
jelas aja kau dicampakkan,” sindir Heru.
“Apa! Kau
ini…” yang berniat memukul Heru namun tidak jadi karena tiba-tiba Alina muncul,
“Alina”.
“Eehh…
sebaiknya aku pergi dan trimah kasih atas pertolonganmu”.
Ketika Alina
akan pergi Kay menahan tangan Alina, “kau mau pergi kemana? Bukannya kau tidak
punya rumah!”.
“Aku punya
rumah”.
“Lalu kenapa
kau tidur di taman?”.
“Itu…”.
Kay tidak
membiarkan Alina menjelaskannya, “aku tidak penduli alasanmu. Yang pastih mala
mini kau tidur disini!”.
Alina menatap
Kay terlihat aneh sikafnya padanya.
Heru yang
tidak mau suasana menjadi tengang lalu membantu mendinginkannya, “aku rasa Kay
benar. Takutnya pria-pria itu akan datang kerumahmu. Bukannya pria-pria itu sedang mengincarmu?”.
Kay melihat
Alina yang sudah tidak ingin meninggalkan apartemennya lalu melepaskan
tangannya, “tinggalah beberapa hari, kalau sudah tenang kau boleh pergi”.
Alina diam
sejenak untuk berpikir, “baiklah”.
“Setidaknya
mereka tidak akan menemukanmu disini,” canda Heru.
Kay menatap
tajam kearah Heru seperti memberi isyarat kalau kata-katanya itu bisa merubah
pikiran Alina.
“Maaf”.
“Permisih,” lalu Alina meninggalkan mereka
berdua.
Setelah Alina
Pergi, Kay marah-marah Heru, “kau ini bisa tidak jaga bicaramu!”.
“Tadikan aku
sudah mintak maaf”.
“Hahhh… kau
ini”.
“Sepertinya
kau perluh satu kamar lagi”.
“Ya”.
“Ok,” suasana
terhening sejenak, “Ayahmu ingin bertemu denganmu, terutama istrimu”.
“Apa!
Hahahahhh….” Kay tertawa mendenggarnya, “istri apa? Memang aku sudah menikah?”.
“Apa kau lupa
kebohongan yang kau buat ke Ayahmu 6 bulan yang lalu?!”.
Kay baru
teringat, dia berbohong ke Ayahnya bahwa dirinya diam-diam menikah 6 bulan yang
lalu untuk menghindari perjodohan yang sudah diatur Ayah. Namun karena
kesibukkan Ayah belum sempat ke Amerika melihat istri Kay dan itu sangat
mengutungkan bagi Kay. Sekarang Kay sudah kembali ke Indonesia dan Ayah ingin
bertemu dengan Kay berserta istrinya yang faktanya tidak ada.
***
Ibu ke kamar
Adriel yang mengetahuin Adriel yang baru pulang. “Kau baru pulang?” basa-basi Ibu yang melihat
Adriel sedang membuka kanci kemeja yang dikenakannya.
“Aku lelah
Bu,” kata Adriel yang mengetahuin Ibu pastih mau membicarakan sesuatu padanya.
“Kay sudah
kembali?” Ibu melihat ekpresi wajah Adriel yang biasa saja, “kau mengetahuin
sesuatu?”.
Adriel tidak
menjawab.
Dengan diamnya
Adriel itu satu jawaban bagi Ibu, “kau sudah bertemu dengannya?”.
“Aku kurang
nyakin”.
“Seperti apa
dia?”.
Adriel
tersenyum, “kenapa? Ibu juga mau membanggakan Kay”.
“Apa
maksudmu!!”.
“Aku muak
dengan semua ini!”.
“Adriel!!”
bentak Ibu.
“Maafkan aku
bu”.
Ibu memeluk
Adriel, “ibu akan memperjuangkan sayang”.
Kata-kata Ibu
membuat hati Adriel terhibur.
***
Kay pergi
membeli masakkan untuk makan malam mereka di lestoran yang berada di depan
gedung apartemen. Ketika kembali ke apartemen Kay melihat Alina yang akan
bersiap-siap untuk pergi, “kau mau kemana? Bukannya katamu kau akan tinggal,”
bingung Kay.
“Aku mau
kerja,” jawab Alina.
“Kerja?”.
“Iya. Aku
tidak mau kehilangan pekerjaanku”.
“Baiklah.
Hati-hati saja”.
Alina
tersenyum, “oh iya, aku pinjam baju dan celanamu,” kata Alina yang masih
memakai kaos dan celana milik Kay.
“Apa celananya
tidak kebesaran?” tanya Kay yang tidak melihat Alina tidak memengang ujung
pinggang celana.
“Sudah aku
ikat dengan tali,” sambil menujukkan pinggang celana yang diikat dengan tali,
“gak kedodoran lagi”.
Kay tersenyum
lebar, “hemmm…”.
“O iya satu
lagi”.
“Apa?”.
“Tolong jaga
adikku?”.
“Kau percaya
saja padaku,” Kay yang menyakinkan Alina.
“Trimah kasih.
Aku pergi dulu”.
“Ya”.
“Aku pergi
dulu,” kata Alina pada Ceri yang sedang mencoret-coret diatas kertas.
“Iya Kak”.
“Permisih,”
Alina pun pergi meninggalkan apartemen dan langsung ke supermarket tempat
dirinya bekerja.
Kay duduk
diatas sofa, “dia pintar menutup penderitaannya,” katanya pada dirinya sendiri.
Kay melihat hp diatas meja, lalu mengambilnya, “ini hp siapa?”.
“Kakak,” jawab
Ceri.
Kay melihat
kontak hp, di dalam kontak hanya ada satu nomor yang tertulis nama Bibi, “apa
dia tidak punya teman?”. Lalu Kay memasukkan nomor telponnya di kontak hp milik
Alina, setelah itu memissed callsnya ke hpnya. Setelah masuk, Kay menyimpan
nomor Alina ke kontak hpnya. Kay melihat Ceri yang masih mencoret-coret diatas
kertas, “kita beli makanan,” usul Kay.
Ceri melihat
masakkan yang dibeli Kay tadi yang belum disentuh sedikitpun yang diletakkannya
diatas meja.
Kay mengerti
maksud tatapan Ceri, “maksudku makanan ringan. Gimana? Mau?”.
***
Budi ayah tiri
Alina datang kesebuah rumah sederhana yang berada tak jauh dari rumahnya. Budi
mengetuk pintu sambil melihat-lihat sekelilingnya apakah ada yang
mengikutinnya. Tak lama kemudian pintu terbuka, seorang wanita keluar dengan
memakai gaun berwarna merah mencolok, “masih berani kau kesini?!” kata Sarani
yang tidak menyukain kehadiran Budi.
Budi yang ketakutan
aka nada yang melihatnya langsung masuk ke dalam rumah, “tutup pintunya,”
perintahnya.
Sarani menutup
pintu, “sudah mencelakan anak kau masih berani muncul!”.
“Kau tahu
dimana mereka sekarang?” yang sebelum ke rumah Sarani, Budi kerumahnya dulu karna
tidak ada siapapun, akhirnya dia memutuskan kerumah Sarani yang rumahnya tak
jauh.
“Tidak. Tidak
satupun yang tahu keberadaan mereka. Mungkin mereka sudah bunuh diri,” dugaan
Sarani.
“Apa
maksudmu?”.
“Bukahkah
Alina sudah beberapa kali mencoba bunuh diri, mungkin kali ini dia mau mengajak
Ceri”.
Budi diam,
dihatinya penuh rasa bersalah pada Alina dan Ceri terutama pada mediang
istrinya yang sudah 5 tahun meninggal.
Sarani melihat
kesedihan yang terpancar di wajah Budi, “percuma kau menyesal, nantinya juga
kau mengulanginnya lagi”.
Budi tidak
penduli tanggapan dari Sarani, di hatinya paling dalam dirinya sangat menyesal
apa yang dilakukannya itu.
***
Dari jauh Nisa
melihat Alina melangkah menuju supermarket, “Alina…!” terkejut bercampur senang
Nisa bisa melihat Alina lagi. Bob yang
membantu Nisa dikasir lalu melihat kearah Nisa lihat. Nisa langsung berlari
mendekatin Alina, dan langsung memeluknya. Sedangkan Bob tidak bisa kemana-mana
karena kebetulan pengujung lagi ramai-ramainya membayar barang belanjaan
mereka.
Alina bingung
yang dilakukan Nisa padanya, “kau kenapa?”.
“Kau kemana
aja? Seharian kami mencarimu,” Nisa yang masih kuatir.
“Aku tidak
apa-apa”.
“Sekarang kau
tinggal dimana?”.
“Teman”.
“Selain aku
kau punya teman siapa lagi?” heran Nisa yang setahunya Alina tidak pernah dekat
dengan siapapun kecuali dengan dirinya dan Bob.
Alina hanya
tersenyum lalu melihat kearah Bob yang kewalahan melayanin pembeli, “sepertinya
kasir perluh bantuan”.
Nisa menolek
kearah Bob, “kau benar”. Alina dan Nisa kekasir untuk membantu Bob melayanin
pembeli.
“Senang
melihatmu lagi,” kata Bob pada Alina.
Alina hanya
tersenyum, “sekarang giliran kami yang bekerja”.
“Ok,” Bob pun
meninggalkan meja kasir dan membiarkan Alina dan Nisa di meja kasir melayanin
pembeli yang akan membayar barang belanjaan mereka.
Beberapa saat
kemudian pintu Alina dan Nisa dikejutkan kedatangan Ceri yang bersama seorang
pria. “Haii Kak…” sapa Ceri pada Alina dan Nisa.
Dibandingkan
Alina, Nisa yang lebih kanget melihat Ceri ditambah pakaian yang dipakai Ceri
pakaian pria dewasa, “dia siapa?” tanyanya pada Alina.
“Kau ambil
makanan untuk kita,” perintah Kay pada Ceri.
“Makanan apa?”
tanya Ceri balik.
“Terserah”.
“Terserah,”
lalu Ceri mengambil makanan yang disukainnya.
Kay mendekatin
meja kasir.
Dari jauh Bob
memperhatikan mereka. Bob ingat jelas pria itu adalah pria yang sama bersama Alina di taman tempoh hari. Dibenak
Bob penuh pertanyaan baik itu ada hubungan apa mereka berdua? Sejak kapan
mereka bertemu? Dimana mereka bertemu? Kenapa sampai mereka sedekat itu? dan
pertanyaan lainnya yang tak satupun Bob mendapat jawabannya. Bob berusaha
menahan perassaannya, lalu dia pun kembali keruang kerjanya untuk menghidarin
kecemburuan yang paling dalam.
Melihat sikaf
Kay yang memajakan Ceri membuat Alina
tidak suka, “kau jangan memajakan adikku seperti itu”.
“Adikmu?” lalu
menolek kearah Ceri yang sedang memilih makanan, “dia sekarang adikku,” canda
Kay.
“Apa”.
“Kau tidak
lihat dia sekarang dengan siapa?” yang masih bercanda, “hahahaha…hahaha…” melihat
wajah Alina yang mulai serius, “aku hanya bercanda”.
Alina mengubah
ekpresi wajahnya.
Kay
mengeluarkan hp dari saku celananya lalu memberikannya pada Alina, “kalau punya
hp jangan di tinggalkan”.
Alina
mengambilnya, “trimah kasih”.
“Dikontak hpmu ada nomorku, kalau kau perluh
sesuatu telpon saja aku”.
Alina mulai
tidak menyukain perhatian yang ditunjukkan Kay padanya, “Ceri!” panggil Alina.
“Iya Kak,”
lalu mendekatin Alina dengan membawa beberapa makanan ringan, “biar aku yang
bayar, kalian pulang saja”.
“Kalau begitu
coba kau ambil yang banyak,” saran Kay pada Ceri.
“Apa”.
Kay melihat
wajah serius itu lagi di wajah Alina, “aku hanya bercanda. Ayo Ceri,” sambil
berjalan menuju pintu masuk keluar supermarket.
Baru beberapa
langkah Kay dan Cei berjalan, Alina memanggil Kay, “tunggu!”.
Kay menolek,
“ada apa?”.
“Aku mohon,
kalian langsung pulang, jangan kemana-mana lagi,” kata Alina.
Kay yang
melihat kekuatiran Alina pada Ceri dari ekpresi wajahnya, “baiklah, aku
langsung pulang. Ayo Ceri,” lalu menarik Ceri keluar dari supermarket.
Alina masih
memperhatikan Kay dan Ceri pergi sampai hilang dari kegelapan.
“Pria itu yang
kau maksud temanmu itu?” tanya Nisa.
“Iya”.
“Kalian kenal
dimana?”.
Setiba di
rumah, Ceri langsung memakan makanan yang dipilihnya tadi. Sedangkan Kay
mengingat perkataan Alina sewaktu mau pergi dari supermarket, “Aku mohon, kalian langsung pulang, jangan
kemana-mana lagi”. Kay tidak bisa melupakan Ekpresi wajah Alina, lalu
memadang Ceri yang sedang makan, “dia sangat sayang padamu,” lalu menarik nafas
panjang.
***
Keesokannya,
Kay bangun dari tidurnya, bangkit dari tempat tidur dan langsung ke dapur untuk
minum. Sambil berkali-kali menguap Kay berjalan menuju dapur tanpa disadarinnya
Ceri memperhatikan tingkah lakunya. Didapur, Kay membuka kulkas dan mengambil
botol minuman yang berisi air putih. Kay langsung minum, lalu kembali ke kamar
untuk bersiap-siap jonging.
“Kau tidak
kerja?” tanya Ceri.
Kay menolek
kearah Ceri yang duduk disofa, dia baru ingat bahwa sekarang dirinya tidak
tinggal sendiri lagi di apartemen, “kakakmu belum pulang?”.
Ceri melihat
jam yang tergantung di dinding, jarum jam menuju jam 7.35 WIB, “biasanya kakak
pulang sekitar jam 9”.
Kay teringat
setiap dirinya jogging dia selalu melihat Alina duduk di taman, “kakakmu punya
kebiasaan duduk ditaman?”.
“Biasanya
kalau lagi ada masalah aja”.
Kay diam.
Tiba-tiba hpnya berdering, Kay melihat siapa yang menghubunginnya dari layar
hp. Tenyata Rudi yang menelponnya. Kay langsung mengangkatnya, “halo…” setelah
mendenggar apa yang dikatakan Rudi, “baiklah,” lalu menutup telpon.
“Dari
pacarmu?” tanya Ceri.
“Kau pikir aku
homo”.
Ceri tertawa
kecil, “hahaha…haha… homo itu apa?”.
“Dasar bodoh!
Kau tidak sekolah?!”.
“Kakak
menyuruhku jangan sekolah dulu”.
“Orang itu
harus sekolah biar tidak bodoh!” sindir Kay.
Ceri cemberut.
“Mau sarapan
di luar,” ajak Kay.
Ceri mengeleng
padahal sebenarnya dia sangat menginginkannya.
“Walaupun kau
tidak mau, tidak mungkin juga aku tinggalkan kau sendiri,” lalu menghubungin
Alina, “jam berapa kau pulang?” tanya Kay.
“Sebentar
lagi,” jawab Alina yang sedang duduk di meja kasir, “kenapa? Kau mau pergi?”.
“Aku mau
mengajak adikmu makan diluar”.
Alina langsung
melarang, “jangan! Jangan bawak Ceri! Tinggalkan saja Ceri kalau kau mau
pergi,” Alina yang mulai kuatir, “aku mohon jangan bawak Ceri”.
Kay tidak
menyukain sikaf Alina yang tidak percaya padanya, “bisakan kau percaya
padaku!?”.
Alina diam.
“Aku akan
menjaga adikmu! Dan tidak akan aku biarkan mereka membawa Ceri!” menyakinkan
Alina, “dan tidak mungkin juga aku tinggalkan Ceri sendirian. Kalau terjadi
apa-apa dengannya kau pastih juga akan menyalahkanku. Aku akan menjaga Ceri,”
kata Kay panjang lebar.
“Baiklah.
Tolong jaga Ceri,” Alina yang mulai percaya pada Kay.
Kay tersenyum,
“Iya. dahh…” lalu menutup telpon.
“Gimana?” Ceri
yang bersemangat, “kakak mengijinkan?”.
Kay yang
melihat ekpresi yang ditunjukkan Ceri mulai tersenyum lebar, “tadi katanya
tidak mau”.
Ceri hanya
tersenyum malu.
“Dasar bodoh”.
***
Ayah sarapan
bersama dengan Adriel dan Ibu di meja makan, “aku denggar hotel Larisa akan
bekerja sama dengan hotel kita, aku harap kerja sama ini berjalan lancar,”
harapan Ayah yang belum mengetahuin apa yang dilakukan Adriel pada presiden
derektur hotel Larisa.
Adriel diam,
dia sangat menyesal apa yang dilakukannya kemarin. Ibu yang sudah mengenal
Adriel nyakin pastih ada yang dirahasiakan Adriel darinya.
Setelah
sarapan selesai, Ayah pun sudah pergi duluan ke perusahaan tinggal Ibu dan
Adriel saja di meja makan. Ibu mencoba bertanya pada Adriel, “apa kau melakukan
sesuatu?”.
Adriel yang
tidak bisa bohong dari Ibu lalu mulai jujur, “Iya”.
“Apa?”.
“Aku mengusir
Pak Rudi dari hotel kita”.
Ibu sangat
kanget mendenggarnya, “apa! Kau sudah gila!!” marah Ibu.
“Maafkan aku.
Aku akan memintah maaf secara pribadi dengan Pak Rudi,” kata Adriel yang merasa
bersalah.
“Ibu ingatkan,
jangan sampai Ayah tahu semua ini”.
“Baik Bu”.
Walaupun
Adriel akan memintah maaf secara pribadi pada Rudi presiden derektur hotel
Larisa namun dibenak Ibu masih ada kekuatiran
pada Ayah yang akhirnya akan mengetahuin apa yang dilakukan Adriel itu
akan merusak kepercayaan Ayah pada Adriel.
***
Kay dan Rudi
janjian bertemu di lestoran yang dulu mereka sering datangin sebelum Kay
memutuskan akan menetap di Amerika. Sambil ngobrol mereka menikmatin secangkir
kopi. “Sudah lama sekali kita tidak kesini,” basa basi Rudi.
Kay hanya
tersenyum.
“Aku senang
kau tidak seperti saudara tirimu”.
“Apa”.
“Sepertinya
Adriel tidak menyukainmu”.
“Kenapa kau
berpikir seperti itu?”.
“Saat aku
memujimu dia terlihat tidak suka,” Rudi menatap Kay, “jangankan Adriel, aku pun
iri padamu”.
Kay hanya
tersenyum menanggapin perkataan Rudi namun dibenaknya Kay memikirkan perkataan
Rudi setiap katanya. Apakah Rudi benah kalau Adriel tidak menyukainnya. Semua itu menganggu pikirannya.
Rudi melihat
anak perempuan yang duduk di meja belakang Kay yang sedang menikmatin Sushi,
“dia anakmu?” tanyanya.
“Bukan,” jawab
Kay sambil minum.
Rudi menatap
Kay.
Tatapan Rudi
menganggu Kay, “kau tidak percaya? Kau bisa tanya langsung padanya”.
“Walaupun itu
benar tidak ada ruginya denganku. Apalagi aku dengar kau sudah menikah”.
“Apa!” kanget
tenyata Rudi mengetahuinnya juga, “kau tahu dari mana?”.
“Kau tahu kan
orang tua kita, mereka satu sama lain membanggakan kita”.
Kay hanya
tersenyum mengingat sikaf Ayahnya yang sudah lama tidak bertemu.
“Aku harus
pergi,” sambil berdiri, “cobalah beli pakaian untuknya. Dia terlihat aneh
memakai pakaian dewasa”.
Kay menolek ke
belakang, dia baru menyadarin Ceri memakain pakaiannya tidak sesuai dengan
badanya yang masih kecil.
“Aku pergi
dulu,” kata Rudi lalu pergi.
Kay mendekatin
Ceri, “sudah selesai?”.
Ceri
mengangguk, “kita mau pulang?”.
“Tidak. Kita
beli baju dulu”.
Ceri sangat
senang mendenggar ajakan Kay.
***
Alina pulang
sendirian dengan berjalan kaki menuju apartemen. Dipertengahan jalan tatapan
Alina tertujuh pada gerombolan pria sedang memukul seseorang. Alina langsung
bersembunyi di sebuah pohon besar yang berada tak jauh darinya. Gerombolan pria
itu adalah anak buah dari lintenir itu. Alina sangat takut saat itu namun
berusaha untuk tenang, “aku harus pergi,” tubuhnya mulai gemetaran, “aku harus
pergi,” lalu melajutin perjalanan dengan arah berlawanan namun tetap akan menuju
ke apartemen hanya saja melewatin jalan yang lebih jauh dari jalan ini.
Jarak yang di
tempuh Alina kali ini lebih jauh dibandingkan tadi malam. Tadi malam Alina
hanya menempuh perjalanan setengah jam dari apartemen ke supermarket dengan
berjalan kaki sedangkan sekarang dirinya harus menempuh perjalanan dengan
waktu 1½
jam. Itu dikarenakan, jalan yang dilewatin Alina tadi malam ada
anak buah lintenir itu yang sedang menghajar seseorang.
Akhirnya Alina
sampai juga didepan gedung apartemen, panasnya matahari sangat menyengat kulit
sehinggat keringat bercucuran keluar dari kulit. Alina melihat keatas gedung,
kali ini dia harus naik ke lantai 30 karna apartemen Kay berada di lantai 30.
Kali ini Alina bisa istirahat sejenak karena naik ke lantai 30 bisa menggunakan
jasa lift. Rasa lelah bercampur gantuk membuat Alina yang berkali-kali akan
jatuh namun Alina berusaha untuk berdiri
tengak, dia tidak ingin memalukan dirinya sendiri di depan banyak orang yang mengunakan jasa lift juga.
Setiba di
pintu apartemen, Alina mencoba membuka namun pintu terkunci. Alina menyadarkan
tubuhnya ke dinding lalu duduk dengan kaki terlipat ke belakang. Karena sudah
sangat mengantuk bercampur lelah, Alina pun tertidur dengan kepala menyadar ke
dinding.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar