Kamis, 07 Juni 2012

Because I love You


1

Jam sudah menuju pukul 8.30 WIB.  Jalan kota Jakarta masih terlihat macet, kendaraan beroda empat maupun beroda dua berlalung lalang melewatin setiap jalan kota Jakarta. Dan ada juga yang memilih berjalan kaki di tepi jalan.  Semua orang melakukan kesibukkan masing-masing.
Kebanyakkan orang bekerja dari pagi sampai sore dan ada juga sebagian orang bekerja dari malam sampai pagi itu sama di lakukan oleh Alina Nathan panggil saja Alina. Alina bekerja sebagai kasir di supermarket 24 jam yang jarak rumah dari supermarket sekitar 1 jam jika berjalan kaki. Dibandingkan menaikin kendaraan umum Alina memilih berjalan kaki sambil menikmatin suasana kota ditambah uang untuk naik kendaraan umum bisa dia gunakan untuk kebutuhan lainnya.
Setiba di depan rumah Alina melihat Ceri adik tirinya yang masih berumur 7 tahun duduk di teras sambil menanggis namun suara tanggisannya tidak terdenggar hanya air matanya saja yang terlihat menetes, “kau kenapa menanggis?” tanya Alina.
Dibandingkan menjawab pertanyaan Alina Ceri malah langsung memeluk kakak tirinya itu, “kakakk…” yang masih menanggis.
Alina melepaskan pelukkan Ceri, “kau tunggu di sini,” lalu masuk ke dalam rumah. di dalam kamar  Alina melihat Ayah tirinya yang bernama Budi  sedang tidur-tiduran di atas kasur  dengan botol minuman berserakat di lantai. Alina yang sudah terbiasa melihat suasana ini langsung melakukan sesuatu untuk membangunkan ayah tirinya itu. Diambilnya seember air dari kamar mandi dan langsung menyiram ayah tirinya itu yang masih terlelap tidur.
Budi langsung terbangun dari tidurnya, “kau apa-apaan!!!” langsung bangkit dari tempat tidur.
“Kau yang apa-apaan!!” Alina balik marah, “sudah berulang kali aku katakan!! Jangan mabuk kalau pulang!!”.
“Dasar anak kurang ajar!!” Budi menampar Alina.
Alina memberikan pipinya, “kau ingin tampar lagi?! Silakan,” berusaha untuk tidak menanggis.
Budi diam.
“Aku sudah terbiasa dengan sikaf kasarmu itu!! atau… kau ingin membunuhku, ayo bunuh aku…! Ayo bunuh aku!!” teriak Alina.
Ceri tiba-tiba muncul dan langsung memeluk Alina, “kakak…” sambil menanggis.
“Aku tidak betah tinggal di rumah ini!!” lalu Budi pergi meninggalkan rumah.
Air mata menetes membasahin pipi Alina, dengan tatapan tertujuh pada foto ibu dan kakaknya yang terpajang di dinding kamar.
“Kak…”.
Alina menolek lalu menghapus air mata di pipi Ceri, “kau jangan takut, dia sudah pergi,” yang berusaha menenangkan adik tirinya itu.
“Kakak jangan menanggis, Ceri janji Ceri tidak akan nakal. Ceri sayang kakak”.
Alina memeluk Ceri, “kakak juga sayang Ceri”.
“Kakak…”.
***
Adriel menyambut kedatangan ibunya yang mendadak datang keperusahaan untuk menemuinnya, “apa yang membuat ibu datang?” sambil duduk di sofa.
Ibu duduk di sofa bersama Adriel, “Ibu ingin bicara denganmu”.
“Kenapa harus disini bu? Kenapa tidak membahasnya di rumah saja,” bingung Adriel yang belum mengetahuin maksud kedatangan Ibu.
“Aku tidak ingin Ayah tirimu mendenggar pembicaraan kita”.
“Maksud Ibu???”.
“Minggu depan  saudara tirimu akan tiba di Jakarta”.
“Inti pembicaraan ini apa bu? Ibu ingin aku menjemputnya di bandara?”.
“Adriel! Apa kau tidak pernah berpikir jika Kay kembali ke Jakarta posisimu sekarang akan teracam!” Ibu yang merusaha mengasut Adriel.
Adriel diam.
“Ayah tirimu pastih lebih memilih Kay dibandingkan kau untuk menggantikannya di perusahaan ini, “diam sejenak, “sayang… ibu hanya ingin kau mendapatkan yang terbaik”.
“Aku mengerti bu. Aku akan bicara dengan Ayah”.
“Bagus sayang, kau memang putraku yang bisa aku adalkan,” senang Ibu yang berhasil menghasut Adriel.
Adriel berusaha untuk tersenyum dihadapan ibu.
***
Seorang pria dengan memakai jaket kulit berwarna hitam dengan kaca mata keluar dari bandara Sukarno-Hatta dengan membawa koper besar. Pria itu melambaikan tangan pada temannya yang menjemputnya dibandara.
Temannya itu mendekatinnya, “kenapa mendadak sekali!? Bukannya katamu minggu depan baru berangkat!” ngomel Heru yang merasa dikerjain oleh Kay sahabatnya yang baru tiba di Indonesia. Sudah lebih 8 tahun lebih Kay menetap di Amerika. Setelah studinya di bidang hukum selesai dan bekerja di salah satu perusahaan pengacara di Amerika.  Kay  mulai bosan dengan pekerjaannya itu dan sekarang dia memutuskan kembali ke Indonesia melajutin keinginan ibu kandungnya yang juga menghilang di saat yang sama saat Kay berangkat ke Amerika.
Dibandingkan meladenin pertanyaan Heru, Kay malah memilih bertanya tentang tempat tinggalnya, “apa kau sudah siapkan apartemen untukku?”.
Heru semakin kesal melihat Kay yang seenaknya, “Hahhh…. Kau ini!”.

Setiba di apartemen, Kay sangat terkejut melihat apartemen yang akan ditempatinnya sangat kecil, tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya, “aku tidak mau tinggal disini! carikan hotel untukku,” perintah Kay.
“Heiii…!!” Heru yang tak menahan emosinya lagi, “siapa suruh kau datang sekarang!! aku asistenmu bukan pembantumu!!”.
Kay yang tidak mau suasana menjadi memanas akhirnya dia pun setujuh tinggal di apartemen, “besok cari apartemen lain untukku,” lalu berdiri di balkon, Kay melihat pemadangan pemukiman kumu dari atas balkon.
Heru mendekatin Kay, “apa rencanamu besok”.
Kay menolek, “bersenang-senang,” sambil tersenyum.
“Apa, hahhh… kau ini”.
***
Seorang wanita berumur 52 tahun datang ke rumah Alina, “mana kakakmu?” tanya wanita itu pada Ceri yang sedang bermain dihalaman rumah bersama anak-anak seumurannya.
“Didalam,” jawab Ceri yang masih bermain.
“Kau tidak sekolah?”.
“Sudah pulang,” tanpa memperhatikan Bibi yang bicara dengannya.
Wanita itu masuk ke dalam rumah dan melihat Alina sedang tidur di sofa, “anak gadis tidur sebarangan,” lalu memukul lenggan Alina, “bangun!!”.
Alina  terbangun, “sakit Bi!” sambil duduk.
“Kau harus memikirkan masa depanmu, sampai kapan kau seperti ini!?”.
“Maksud Bibi apa?”.
“Aku mau jodohkan kau dengan anak temanku!”.
“Bi…”.
“Kau tidak usah kuatir dengan keadaan Ceri, kalau kau sudah menikah, aku yang akan membesarkan Ceri”.
Alina memadang Ceri yang masih bermain dihalaman rumah.
“Umurmu sudah 27  tahun, sampai kapan kau seperti ini!”.
Alina tidak menjawab perkataan Bibi adik dari ibunya yang sudah meninggal dikarenakan  bunuh diri 3 tahun yang lalu, yang menyusul kakak kandungnya yang sebelumnya ditabrak mobil. Dengan jangka waktu seminggu, Alina langsung kehilangan dua orang sekaligus yang sangat dicintainnya yang sebelum kecelakaan kakaknya Alina dicampakkan pria yang sangat dicintainnya.
***
Setiba dirumah, Adriel langsung menemuin Ayah tirinya diruang kerja. Sebelum masuk ke dalam ruangan Adriel mengetuk pintu dahulu, “tok…tok…tok…tok…!!” tak lama kemudian terdenggar suara dari dalam ruangan, “masuk!”. Adriel masuk kedalam ruangan. “Kau sudah pulang?” tanya Ayah melihat Adriel.
“Iya Yah,” jawab Adriel sambil masuk kedalam ruangan.
“Duduklah”.
Adriel duduk di sofa, “maaf menganggu Ayah”.
Ayah pindah duduk ke sofa, “ada yang ingin kau bicarakan,” seperti bisa membaca pikiran anak tirinya itu.
“Iya Yah”.
“Apa itu?”.
“Aku ingin bertanya posisiku di mata Ayah?”.
“Apa maksudmu?”.
“Aku sadar aku bukan anak kandung Ayah, tapi aku ingin Ayah bangga padaku. Tidak penduli apa kata orang lain tapi aku ingin Ayah percaya denganku”.
Ayah mengetahuin maksud inti pembicaraan Adriel, “mungkin kau berpikir aku  tidak adil padamu tapi Kay adalah putraku. Walaupun kau lebih pantas menggantikanku tapi aku ingin Kay yang menggantikanku bukan dirimu”.
Adriel cukup kecewa dengan keputusan Ayah namun berusaha untuk tidak ditampakkannya di hadapan Ayah.
“Aku harap kau mengerti”.
Adriel terpaksa mengangguk.

Setelah selesai bicara dengan Ayah, Adriel kekamarnya yang berada di lantai dua. Dia mengingat perkataan Ayah padanya, “mungkin kau berpikir aku  tidak adil padamu tapi Kay adalah putraku. Walaupun kau lebih pantas menggantikanku tapi aku ingin Kay yang menggantikanku bukan dirimu”. Karena kesal Adriel pun mengambil gelas diatas meja dan meleparnya kearah pintu.
Tiba-tiba Ibu masuk, gelas itu hampir mengenainnya, “apa yang kau lakukan!!” marah Ibu melihat sikaf Adriel yang kekanak-kanakan.
“Aku ingin bertemu dengan Kay! Aku ingin tahu orang seperti apa dia sampai Ayah ingin dia mengantikannya!!” kesal Adriel yang merasa dikalahkan.
Tampak jelas emosi di wajah Adriel, itu malah mengutungkan bagi Ibu. Dengan melihat sikaf Adriel, ibu nyakin Adriel pastih akan membantunya untuk menjauhin Kay dari Ayah.
***
Seperti biasa ketika jam sudah menuju pukul 19.30 WIB, Alina bersiap-siap untuk berangkat kerja, “kakak pergi dulu yach…” kata Alina pada Ceri.
Ceri mengangguk.
“Alina!” panggil Bibi sambil keluar dari rumah.
“Ada apa Bi?”.
“Apa keputusanmu?” tanya Bibi mengungkit masalah tadi siang.
“Aku sudah telat Bi,” Alina yang tak ingin membahasnya lagi, “besok kita bahas lagi,” lalu pergi.
“Alina!!” panggil Bibi namun Alina pura-pura tidak mendenggar, dia terus melangkah pergi. “sampai kapan dia seperti! Hahh…” Bibi melihat Ceri yang memadangnya, “apa yang kau lihat”.
“Bibi mau menjodohkan kakak?”.
“Iya, memang kenapa?”.
“Gimana kakak mau menikah, Bibi aja belum menikah,” kata Ceri lalu masuk ke dalam rumah.
“Apa, Ceri!!” teriak Bibi,” hahhh… dasar anak nakal!!” kesal Bibi melihat tingkah laku kedua ponakkannya.

Diperjalanannya menuju tempat kerjanya Alina dijegat beberapa pria yang berbadan besar dan tidak asing dilihatnya lagi, “kalian mau apa lagi!!?” tanya Alina yang berusaha tidak menujukkan rasa takutnya pada mereka.
“Aku ingin menagi hutang Ayahmu!” kata bos dari beberapa pria itu.
“Utang?! Utang apa lagi?! Bukannya aku sudah melunasinnya bulan lalu!!”.
“Itu utang ayahmu yang lama. Bulan lalu  ayahmu meminjam uang lagi denganku”.
“Apa!” Alina cukup terkejut, dia baru sadar kenapa selama sebulan ini ayah tirinya itu menghilang, “aku tidak mau membayarnya!”.
“Apa katamu!!” pria itu marah mendenggar jawaban Alina.
“Bukannya aku sudah peringatinmu! Aku tidak akan membayar utang ayahku lagi jika dia memijam lagi!!”.
Pria itu memukul Alina. Alina terjatuh, bibinya mengeluarkan darah. Pria itu memengang wajah Alina, “aku tidak penduli! Yang aku ingin sekarang uangku kembali! Aku kasih waktu kau seminggu! Jika kau berani mempermainkanku, nyawa adik kecilmu jadi taruhannya!” acam pria itu.
Alina shock, “baiklah, aku akan membayarnya. Tapi aku mohon jangan kau sakitin adikku,” yang akhirnya Alina mengeluarkan air mata, “aku mohon…” mohon Alina agar pria itu tidak melukain Ceri.
“Aku suka dengan wanita yang patuh”.
Ketika mereka mau pergi, Alina memanggil pria itu lagi, “tunggu”.
Pria itu menghentikan langkahnya.
“Berapa utang ayahku?”.
“75 juta berserta  bunganya”.
“Apa!!” Alina terkejut mendenggar jumlah uang yang harus dibayarnya pada pria itu.
***
Setelah Heru pulang, Kay keluar dari apartemen untuk membeli sesuatu di supermarket yang tak jauh dari apartemennya. Tak jauh dari apartemen, Kay melihat wanita menanggis di tepi jalan, “pastih diputus pacarnya,” dugaan Kay lalu melajutin langkahnya kembali. Setiba di supermarket Kay langsung mengambil minuman kaleng dan makanan ringan yang dijual di supermarket, setelah itu Kay segera membayar minuman kaleng dan makanan ringat yang akan dibelinya, “berapa?” tanya Kay pada kasir.
“175.300 pak,” kata Nisa.
Kay mengambil uang 200.000 dari dalam dompetnya lalu memberikannya, “ini”.
Belum sempat Nisa mengambil uang dari tangan Kay, Nisa dikangetkan dengan kedatangan Alina dengan memar di bagian bibirnya, “Alina!” lalu mendekatin Alin di depan pintu masuk, “kau kenapa?!” panik Nisa.
“Aku tidak apa-apa,” Alina yang berusaha menenangkan sahabatnya itu.
Kay melihat  kearah Alina, dia teringat dengan wanita yang tadi dilihatnya di tepi jalan sewaktu menuju ke supermarket. Kay masih berpikir ini pastih gara-gara pacarnya memukul dirinya.
“Pastih litenir gila itu lagi!” dugaan Nisa.
Alina melihat Kay yang memadangnya, lalu ke tempat kasir menggantikan Nisa, “kau ingin bayar?” tanya Alina pada Kay. Kay kembali memberikan uang 200.000. Setelah itu Alina memberikan kembalian Kay selembar uang 20.000, dua lembar uang 2.000, satu logam uang 500 dan 2 logam 100, “ini”.
Setelah menerimah uang kembalian Kay meninggalkan supermarket dengan membawa barang belanjaannya.
Alina kembali melayanin pegujung yang sudah mengatri untuk membayar barang belanjaan mereka.
Nisa kasihan melihat keadaan sahabatnya itu namun dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Alina.
***

Keesokannya, jam menuju pukul 8.00 WIB. Jam kerja kariawan pada  malam hari selesai dan digantikan kariawan pada pagi hari. “Alina, kau dipanggil bos,” kata salah satu teman sekerjanya pada Alina yang akan bersiap-siap untuk pulang.
Alina segera keruangan Bob yang berada di sebelahan gudang. Sebelum masuk Alina mengetuk pintu, “tok… tok… tok…. Tok….!” Lalu terdenggar suara dari dalam ruangan, “masuk!”. Alina masuk ke dalam ruangan. Bob melihat memar di bagian pinggir bibir Alina, “kau harus melaporkan mereka! Yang mereka lakukan ini termasuk kejahatan!” Bob yang juga ikut renggam dengan sikaf mereka pada Alina.
“Aku bisa mengatasin masalah yang ku hadapin,” kata Alina yang tidak merepotkan siapapun.
“Tapi…”.
“Aku mohon… biar aku menyelesaikan masalahku sendiri”.
Bob hanya menghela nafas, “kau memang keras kepala”.
Alina tersenyum.
***
“Mana putramu?” tanya Ayah pada Ibu yang sedang menikmatin sarapan di meja makan.
“Sudah berangkat,” jawab Ibu.
Ayah merasakan sikaf dingin Ibu padanya, “Adriel sudah mengatakannya?”.
Ibu tahu maksud perkataan Ayah, “iya. Kau keterlaluan!” yang berusaha mencari simpatik Ayah, “aku tahu, Adriel bukan anak kandungmu, tapi bisakan kau menganggapnya seperti anak kandungmu!”.
“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membedahkan Adriel dengan Kay. Tapi aku sudah berjanji pada mendiang istriku untuk mewarisin seluruh harta pada Kay”.
“Lalu kau anggap aku ini apa?!! Aku juga istrimu!”.
“Maafkan aku”.
Ibu meletakkan sendok dan garpun di atas piring dengan keras, “kau keterlaluan!!” lalu meninggalkan Ayah sendiri di meja makan.
Ayah hanya menarik nafas panjang melihat sikaf wanita yang dinikahinnya 3 bulan yang lalu.
***
Alina duduk di bangku taman sambil memikirkan bagaimana mencari uang 75 juta selama satu minggu, “apa yang harus aku lakukan,” Alina yang sudah sangat butuh, “aku harus mendapatkan uang itu, aku tidak ingin Ceri kenapa-napa,” semakin Alina mencari jalan keluar namun tidak satupun jalan keluar untuk menyelesaikan masalahnya.
Sepasang tangan yang menawarkan segelas minuman pada Alina. Alina menolek. “Suasana dingin seperti ini enaknya minum kopi,” kata Kay.
Alina menerima minuman itu, “trimah kasih”.
Lalu memberikan minuman kaleng yang masih dingin, “ini bisa menghilangkan memar dibibirmu”.
Alina mengambilnya dan langsung menempelkan ke bagian memar, “kau sepertinya orang baru”.
Kay tersenyum. Ekpresi yang ditunjukkan Kay sudah menjawab pertanyaan Alina. “Kenapa orang seperti kalian selalu  bertahan hidup dengan cara memijam uang?” tanya Kay yang bermaksud menyindir Alina.
Alina tahu siapa yang dimaksud Kay, “mungkin dengan cara itu mereka bisa bertahan hidup”.
“Bukannya itu malah sebaliknya”.
“Kau benar, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kehidupanku sudah digariskan seperti itu,” kata Alina dengan mata berkaca-kaca, “andaikan aku tidak seperti ini, aku akan memanfaatkan hidupku dengan sebaik-baiknya”.

Kay pulang keapartemennya sambil memikirkan perkataan wanita yang baru dikenalnya itu, “Kau benar, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kehidupanku sudah digariskan seperti itu,” kata Alina dengan mata berkaca-kaca, “andaikan aku tidak seperti ini, aku akan memanfaatkan hidupku dengan sebaik-baiknya”.
Kay menarik nafas panjang, “kenapa aku terasa tersindir!” kesal Kay yang merasa tersindir dengan kata-kata Alina.

Setiba di apartemen, Kay uring-uringan di sofa. Heru yang melihat sikaf Kay yang uring-uringan terlihat bingung, “kau kenapa?”.
Kay tidak menjawab dia malah menutup matanya untuk segera tidur.
Heru kesal melihat sikaf kekanak-kanakkan Kay, “kau ini!” diam sejenak, “aku sudah menemukan apartemen baru untukmu. Hari ini kau bisa langsung pindah”.
“Minggu depan aku pindah,” jawab Kay tanpa membuka matanya.
“Bukannya katamu semalam kau gak akan betah tinggal diapartemen ini!!” kesal Heru seakan dipermainkan.
Dibandingkan meladenin Herus, Kay malah membuka perbicaraan lain, “ belum ada yang tahu kan aku sudah pulang?”.
“Belum. Kau mau bersembunyi dari mereka??”.
“Aku hanya ingin tenang beberapa hari ini”.
“Hahhh… Ayahmu terlalu memanjakanmu”.
“Kau iri?”.
“Hahhh…. Andaikan aku orang kaya”.
Kay teringat dengan kata Alina, “Heru…” sambil bangkit dari tidurnya.
“Apa?”.
“Apa… menurutmu… aku tidak memanfaatkan hidupku?”.
Heru tersenyum lebar, “akhirnyya kau sadar juga”.
“Hahhhh kau ini! Aku serius!”.
“Bukannya kau sudah menjawabnya”.
“Apa”.
***
“Kakak pulang…” sambut Ceri sambil berlari keluar rumah menyambut kakaknya yang baru pulang kerja, “kakak…”.
Alina melihat senyum di wajah Ceri, air mata tiba-tiba jatuh membasahin pipinya saat teringat dengan acaman litenir itu.
Ceri yang melihat Alina menanggis, “kakak jangan menanggis”.
Alina menghapus air matanya, “aku tidak menanggis, ada kotoran dimataku,” Alina yang berbohong, “aku mau istirahat,” lalu masuk ke kamarnya. Alina meletakkan minuman kaleng pemberian Kay diatas meja, setelah itu barulah dia istirahat.
Bibi yang baru pulang belanja  melihat sikaf Alina lesuh lalu bertanya pada Ceri, “kenapa kakakmu?”.
Ceri menggeleng.
Bibi mencoba menghilangkan kesedihan di wajah Ceri, “kau tidak sekolah?”.
“Ceri masuk siang”.
Bibi melihat jam dilenggannya sudah menuju pukul 9.30 WIB, “sekarang sudah siang! jam berapa lagi kau sekolah!?” ngomel Bibi.
“Iya…” Ceri yang cemberut sambil masuk ke dalam rumah untuk segera bersiap-siap berangkat ke sekolah.
Bibi masuk ke kamar Alina yang sebelumnya meletakkan barang belanjaan ke dapur, “kau kenapa?” melihat Alina yang menanggis di tempat tidur, “masalah apa lagi yang dibuat ayahmu?!” dugaan Bibi.
Alina menghapus  air matanya, “aku gak mau membahasnya Bi”.
Bibi tahu Alina selalu tidak pernah mintak bantuan siapa pun terutama dirinya untuk menyelesaikan utang-utang Ayah tirinya, “baiklah kalau itu mau mu,” sambil duduk diatas kasur, “Besok  aku  berangkat ke Malaysia. Aku hanya di kasih waktu 4 hari untuk mengujungin kalian,” kata Bibi yang menjadi TKW di Malaysia sudah setahun ini.
“Enak ya Bi jadi TKW?”.
Bibi bingung dengan perkataan Alina, “kenapa? Kau ingin jadi TKW?”.
“Kalau itu bisa menyelesaikan semuanya, aku mau”.
“Kalau kau jadi TKW, siapa yang jaga Ceri di sini. Gak mungkinkan kau tinggalkan Ceri”.
Alina diam, dia tak pernah terpikirkan untuk meninggalkan Ceri dengan jangka waktu lama.
***
Adriel masih memikirkan perkataan Ayah bahwa Kay akan menggantikan Ayah nantinya mengurus perusahaan-perusahaan keluarga, itu membuat Adriel sangat kecewa. “Ini tidak boleh terjadi, aku sekarang diposisi ini dan aku tidak mau turun cumak karna anak manja itu,” tekat Adriel untuk melakukan segala cara mempertahankan posisinya.
***
 Nisa diajak Bob makan siang di rumah makan yang berada di pinggiran jalan.  “Aku senang kau mengajakku,” kata Nisa yang mengira Bob sudah mulai menyukainnya.
“Iya,” sambil makan, “aku mau nanya, apa Alina punya masalah lagi dengan letenir itu??” tanya Bob yang langsung ke inti pembicaraan.
Nisa cukup kecewa dengan sikaf Bob namun berusaha untuk tidak ditunjukkannya, “aku tidak tahu, Alina tidak cerita apa-apa padaku”.
“Apa dia ada masalah lagi dengan litenir itu?”.
“Mungkin”.
Bob melihat ekpresi wajah Nisa berubah, “kau kenapa?”.
Nisa memaksa tersenyum, “tidak”.
“Kau jelek seperti itu,” goda Bob.
Nisa tidak menujukkan ekpresi apa-apa dan berusaha tidak menanggis, kau memang bodoh Bob, kata Nisa dalam hatinya.
Bob tidak penduli dengan ekpresi yang ditunjukkan Nisa padanya, dia hanya sibuk memikirkan apa yang terjadi pada Alina
***
Kay melihat Heru yang bersiap-siap untuk pulang, “besok tolong belikan beberapa jas untukku,” kata Kay yang matanya masih tertujuh pada laptop.
“Kau serius akan menggantikan Ayahmu?” tanya Heru yang masih tak percaya dengan keputusan Kay.
“Apa aku pernah bilang, aku akan menggantikan Ayah?”.
“Lalu untuk apa jas-jas itu?”.
“Besok aku harus menghadirin pestah membukaan  hotel temanku”.
“Iya…” jawab Heru lesuh.
“Dan jangan lupa belikan aku mobil, aku tidak mau malu di depan teman-temanku”.
“Iya bos,” lalu barulah Heru pergi meninggalkan apartemen menggunakan mobil miliknya.
Kay ke dapur untuk mengambil makanan ringan, namun makanan ringan yang dibelinya semalam ludes habis tidak tersisa satupun, “Hahhhh!!!” Kay  kesal semua makanan dihabis. Karena tidak ada lagi makanan, dia pun memutuskan membeli makanan di supermarket.
Sebelum pergi ke supermarket Kay mengambil jaket di kamarnya, setelah itu barulah dia berangkat. Didepan pintu gedung apartemennya Kay melihat Alina melintas di depan gedung. Melihat keadaan Alina yang terlihat murung, Kay menduga masalah yang dihadapin Alina belum selesai. “Aku bukan siapa-siapa dia yang harus membantunya,” kata Kay menyakinin dirinya sendiri, “dasar orang miskin!”.
Kay berjalan di belakang Alina dengan jarak tidak begitu jauh. Kay segaja tidak mendekatin Alina yang masih terlihat murung. Setiba di supermarket, dia langsung mengambil makanan ringan dan minuman kaleng lalu setelah itu membayar barang belanjaannya.
Alina menghitung barang belanjaan Kay tanpa memperhatikan pria yang dihadapannya itu, “semuanya 154.000,” katanya menyembutkan jumlah uang yang harus di bayar Kay. Kay mengambil uang 200.000 dari dalam dompetnya lalu memberikan mana Alina. Alina mengembalikan sisa uang Kay dengan uang 20.000 dua lembar, uang 5.000 selembar dan uang 1.000 selembar, “trimah kasih,” ucap Alina tanpa menolek.
Kay bingung melihat sikaf Alina yang cuek padanya. Ketika di luar  Kay  menolek  kearah Alina yang sedang melayanin pengujung yang akan membayar barang belanjaan mereka, dari tembok supermarket yang terbuat dari kaca tanpa jelas isi dalam supermarket. Tapi tatapan Kay tertujuh pada Alina yang berdiri di kasir, “dia gak lihat aku atau pura-pura tidak lihat??” bingung Kay yang belum pernah dicuekkin wanita manapun.
***
Adriel menghentinkan mobilnya di sebuah rumah berlantai dua dengan halaman yang cukup luas, namun rumah itu terlihat gelap seperti tidak ada penghuni rumah itu. di depan pangar rumah tergantung lembaran kertas yang tertulis TANAH DAN RUMAH DISITA BANK. Walaupun dia tahu penghuni rumah ini tidak ada lagi, dia tetap berharap suatu hari nanti akan bertemu, “aku selalu menantimu, selalu,” yang tidak mau menyerah, “maafkan aku. Seharusnya aku tidak mencampakkanmu. Maafkan aku,” kata Adriel yang sangat bersalah pada wanita yang sangat dicintainnya.
***
Ayah masuk ke dalam kamar, dilihatnya istrinya sedang membaca buku diatas kasur, “kau masih marah?” tanya Ayah yang melihat Ibu yang seharian bersikaf dingin padanya.
“Tidak,” jawab Ibu singkat.
Ayah duduk diatas kasur, “maafkan aku, aku tidak bermaksud membedahkan Adriel”.
“Kau sudah melakukannya,” diam sejenak, “aku tidak mintak apa-apa, aku ingin kau membedahkan mereka berdua”.
Ayah menarik nafas panjang, “hmmm…”.
***

Kay bangun dari tidur lelapnya, dia langsung bersiap-siap untuk berangkat lari pagi, itu setiap hari dia lakukan di Amerika dan selalu dilakukannya. Kay berlari  memutarin taman yang tak jauh dari apartemen. Panas matahari sudah sangat menyengat kulit,  dan Kay pun sudah 3 kali putaran dilakukannya. Kay berhenti berlari, diangkatnya kedua tangannya untuk merengangkan otot-ototnya.
Kay mencari penjual minuman keliling yang berada di taman, namun tatapan Kay tertujuh pada wanita  yang duduk dibangku yang sama seperti kemarin. Kay mendekatinya, “dibandingkan olah raga kau malah merenung disini,” kata Kay pada Alina.
Alina menolek lalu tersenyum, “kau juga”.
“Kau masih mengenalku?” tanya Kay yang teringat sikaf Alina semalam cuek padanya.
Alina nampak bingung dengan pertanyaan Kay.
“Semalam kita bertemu di tempat kerjamu,” sambil duduk di sebelah Alina, “kau tahu, kau wanita yang pertama yang pura-pura tidak kenal denganku,” kata Kay yang menggunakan bahasa inggris.
“Benarkah?” jawab Alina yang mengerti.
“Kau bisa bahasa inggris?”.
Alina tersenyum.
“Ya… setidaknya kau tersenyum untukku”.
Alina masih tersenyum.

Dari kejauhan, sepasang mata memadang kearah mereka berdua, orang itu adalah Bob. Bob yang yang melintas melewatin taman tidak segaja melihat Alina bersama seorang pria duduk ditaman. Bob yang tidak bissa melampiaskan kecemburuannya akhirnya meninggalkan taman.

Nisa bersiap-siap untuk pulang, di depan pintu supermarket dia berpapasan dengan Bob  yang tumben tidak menyapanya, “kenapa dia?” bingung Nisa. Nisa yang tidak mau berpikir macam-macam kenapa Bob seperti itu lalu pergi meninggalkan supermarket.
***
“Kau sudah pulang?” tanya Bibi menyambut Alina yang baru pulang.
“Ya,” Alina tidak melihat Ceri di rumah, “Ceri sudah berangkat bi?”.
“Sudah. Hari ini katanya giliran kelasnya masuk pagi”.
Alina masuk langsung kekamarnya, dan langsung menidurin tubuhnya diatas kasur. Bibi mengikutin Alina ke kamar, “bagaimana keputusanmu?”.
“Keputusan apa Bi?” jawab Alina yang bermalas-malasan.
“Perjodohan itu,” kata Bibi yang bersemangat.
Alina membalikkan wajahnya kearah berlawanan agar tidak dilihat Bibi ekpresi wajahnya, “apa dia kaya?”.
Bibi heran kenapa Alina menanyakan tentang kekayaan, “sejak kapan kau jadi matre! Bibi tidak suka” Bibi yang tidak menyukain perkataan Alina.
“Aku hanya bosan seperti ini Bi,” air mata  jatuh membasahin pipinya, “aku bosan”.
Bibi mengerti perasaan Alina, dia harus menanggu semua derita yang seharusnya bukan dia yang menanggunya, “awalnya aku berpikir dengan adanya pria di sisimu, dia akan melindunginmu terutama dari Ayah tirimu. Tapi tenyata kau berpikir lain. Tapi aku tidak menyalahkanmu, kau wajar berpikir seperti itu,” Bibi meletakkan hp diatas kasur, “ini hp untukmu. Tapi jangan kau jual lagi,” sebari tersenyum.
Alina tidak menujukkan reaksi apa-apa.
Bibi membelai kepala Alina dengan lembut, “istirahatlah,” lalu keluar dari kamar.
Alina bangkit dari tempat tidur sambil menghapus air mata dipipinya lalu keluar kamar menemuin Bibi yang sedang masak untuk makan siang, “jam berapa pesawat Bibi?” tanya Alina yang mengingat hari ini Bibinya akan berangkat ke Malaysia.
“Sore nanti,” jawab Bibi, “kau mau mengantar Bibi?”.
Alina mengangguk sambil tersenyum.
***
“Apa!!” Ayah yang sangat kanget menerima kabar dari asistennya bahwa Kay sudah pulang ke Indonesia, “dasar anak!! Kapan dia bisa berubah!! kapan dia datang?!”.
“Dua hari yang lalu Pak,” jawab asistennya.
“Apa Heru tahu?”.
“Iya Pak”.
“Heru sudah berani membohonginku!” Ayah yang tidak terimah dibohongin.
***
Heru meletakkan beberapa setelan jas diatas tempat tidur, “ini jas yang kau pintah dan…” lalu meletakkan kunci mobil juga di atas kasur, “ini kunci mobilmu”.
Kay yang melihat kinerja Heru sangat puas, “bagus,” sambil melihat satu persatu jas yang di bawah Heru.
“Kau jadi hari ini pindah?”.
Kay tidak menjawab dia hanya terkonsen dengan jas yang akan dipakainya di pestah nanti.
Heru  heran melihat sikaf Kay, yang biasanya jika Kay  tidak menyukain sesuatu pastih apa pun akan dilakukannya untuk menjauhin itu walaupun sampai membuang-buang uang dengan jumlah banyak. Tiba-tiba suara hp Heru bordering. Heru melihat siapa yang menghubunginnya dari layar hp. Bertapa terkejutnya Heru melihat siapa yang menghubunginnya.
Kay yang heran melihat Heru membiarkan hpnya bordering lalu bertanya, “ kenapa tidak diangkat?”.
Heru menujuk kearah hp dengan tangan gemetar.
“Siapa?”.
“ A…yah…mu…” jawab Heru yang ketakutan.
Melihat sikaf Heru yang ketakutan mendapatkan telpon dari Ayah membuat Kay tersenyum lebar, “Hahhh…”.

Setelah menerima telpon dari Ayah, Heru segera menemuin Ayah di perusahaan. Didalam ruangan Heru diam sambil menudukkan kepalanya tidak berani menatap Ayah yang dari tadi memadangnya, “kau tahu kesalahanmu?” tanya Ayah tegas.
Heru tampak kebingungan, “mak…sud om apa?” jawabnya gugup.
“Jadi kau tidak tahu kesalahanmu?”.
Heru diam.
“Kenapa kau tidak memberitahu? Bukannya katamu minggu depan Kay baru kembali”.
“Maafkan aku Pak,” Heru yang sangat merasa bersalah, “maafkan aku. Aku juga terkejut melihat Kay mendadak pulang,” berharap Ayah mengerti kenpa dia tidak memberitahu.
“Apa Kay yang menyuruhmu?”.
Heru tidak menjawab.
Dengan diamnya Heru, Ayah sudah mendapatkan jawabannya, “apa Kay bersama istrinya?”.
“A…pa!” Heru sangat kanget mendenggar perkataan Ayah.
“Kay bersama istrinya  khan?”.
“I…ya Pak,” gugup Heru.
“Akhirnya aku bertemu dengan menantuku juga,” senang Ayah yang dari awal pernikahan putranya itu Ayah tidak pernah muncul itu karena Kay yang memintah Ayah  untuk tidak  menemuinnya di Amerika.
Sedangkan Heru tampak kebingungat dengan kebohongan yang dibuat Kay pada Ayah sewaktu di Amerika enam bulan yang lalu.
***
Suasana pestah di salah satu  lestoran hotel berbintang lima di Jakarta terlihat glamor. Nampak yang hadir dalam pestah itu hanya orang-orang yang penting baik itu dalam bisnis maupun politik. Harap maklum dalam dunia bisnis, dunia politik dan dunia bisnis sangat berkaitan.
Kay keluar dari mobil BMW  berwarna krem. Semua mata tertujuh padanya melihat gayanya yang terlihat cool dengan   memakai  setelan jas berwarna hitam dan terdapat garis putih di bagian kera jas. dengan cool ya Kay melangka masuk ke dalam hotel.
Kedatangan Kay disambut hangat  oleh temannya yang membuat pestah ini, “akhirnya kau datang juga,” kata Rudi sambil bersalaman dengan Kay.
Kay hanya tersenyum melihat sabutan temannya itu, “desain hotelmu bagus,” melihat desain yang ditunjukkan hotel.
“Desain hotel ini  dari perusahaan Ayahmu,” jawab  Rudi.
“Benarkah”.
“Sepertinya hotel Ratu harus bersiap-siap untuk aku kalahkan”.
“Kau lupa hotel Ratu sudah memilikin beberapa cabang di luar negeri dan di dalam negeri. Sedangkan hotelmu….” Kay tidak melajutin kata-katanya.
“Kau ini, selalu tidak mau kalah!” kata Rudi yang mengetahuin sifat Kay yang selalu tidak mau kalah darinya.
Seseorang mendekatin mereka, “selamat,” langsung memberi selamat pada Rudi.
“Trimah kasih,” jawab Rudi sambil bersalaman, “silakan nikmatin hidangan yang ada”.
Pria itu tersenyum lalu pergi.
“Kalian terlihat tidak saling kenal?” heran Rudi.
Kay tersenyum mendenggar perkataan Rudi, “tidak ada keuntungan apa pun aku mengenalnya”.
“Kau serius tidak mengenalnya??” yang masih tidak percaya.
“Tidak”.
“Apa kau tidak pernah bertemu dengan saudara tirimu??”.
“Tidak”.
Dia itu saudara tirimu”.
Kay menolek kearah Adriel yang berdiri bersama teman-temannya, “sepertinya dia juga tidak mengenalku”.
“Kalian saudara yang aneh”.
Kay  hanya tersenyum menanggapin perkataan temannya itu.
***
Ayah masuk ke kamar dan meihat Ibu sedang membaca buku di atas tempat tidur, apa aku harus memberitahunya??, kata Ayah di dalam hatinya sambil memadang Ibu.
Ibu yang merasa diperhatikan Ayah lalu bertanya, “ada apa Yah? Apa ada yang ingin Ayah bicarakan?”.
“Tidak,” lalu Ayah menidurin tubuhnya di sebelah Ibu.
Ibu  yang tidak mau tahu melihat sikaf Ayah yang memperhatikannya  lalu melajutin membaca buku.
***
Setelah mengantar Bibi ke bandara langsung menuju tempat kerjanya dengan berjalan kaki. Sambil menikmatin suasana malam kota Jakarta Alina memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang 75 juta dengan jangka waktu 3 hari lagi. Alina berusaha untuk melupakannya namun itu tidak bisa dia lakukan, dia tidak mau terjadi apa-apa pada Ceri. Tiba-tiba dipertengahan jalan  5 pria berbadan besar menghadang perjalanan Alina. Wajah-wajah pria itu tidak asing dilihat Alina, “mau apa kalian?!” tanya Alina yang berusaha untuk tidak takut pada anak buah dari lintenir itu.
“Bos ingin ketemu,” kata salah satu pria itu.
Walaupun ragu namun Alina tetap melakukannya, “baiklah”.

Mereka membawa Alina kesebuah bar yang berada di tengah-tengah kota Jakarta. Takut dan penasaran bercampur aduk di benak Alina. Alina melintasin  wanita-wanita dengan berpakaian seksi dan ada juga beberapa dari mereka menggoda pria-pria  yang bersamanya.
Alina diajak disebuah ruangan, “bos dia sudah datang,” kata salah satu pria itu memberitahu kedatangan Alina.
“Suruh masuk!” perintah pemimpin dari pria-pria itu.
“Masuk!” pria itu menyuruh Alina masuk keruangan.
Dengan ragu-ragu Alina masuk keruangan dan melihat pria yang tiga hari yang lalu menagi utang Ayah tirinya padanya.
“Senang bertemu kau lagi,” kata lintenir  itu menyambut kedatangan Alina.
“Mau apa kau?! Bukannya perjanjian kita tiga hari lagi!”.
Lintenir  itu terseyum, “tenyata kau mengingatnya,” terdiam sejenak, “aku ingin buat tawaran denganmu”.
“Tawaran?”.
“Aku nyakin kau gak akan bisa membayar utang Ayahmu”.
“Tawaran apa?”.
Lintenir itu melempar gaun berwarna kuning pada Alina, “pakai gaun itu!”.
Alina nampak bingung, “kau ingin aku lakukan apa?!”.
Lintenir  itu menelpon seseorang, tak lama kemudian seorang wanita dengan berpakaian seksi masuk ke dalam ruangan. Wanita itu memperhatikan Alina dari kaki sampai kepala, “cantik,” puji wanita itu, “wanita baru ya bos,” yang tatapannya masih tertujuh pada Alina.
“Dadanin dia!” perintah Lintenir itu.
“Baik bos,” jawab wanita itu sambil menarik tangan Alina.
“Tunggu!” Alina yang masih terlihat bingung, “apa yang harus lakukan?”.
“Kau ikutin saja perintahku, setelah itu, baru aku beritahu apa yang harus kau lakukan”.
Alina yang hanya berpikir dengan dia menurutin apa yang perintahkan lintenir itu utang-utang Ayah tirinya yang dilipahkan padanya akan segera lunas, “baiklah,” Alina mengikutin wanita itu kesebuah kamar.
“Ganti pakaianmu,” perintah wanita itu.
“Iya,” Alina mengganti pakaiannya  dengan pakaian yang berikan lintenir  itu tadi. Setelah berganti pakaian, wanita itu langsung mendadanin Alina. “Kau sudah menikah?” tanyanya.
Alina mengeleng.
“Berapa umurmu?”.
“27”.
“Umurmu sudah 27 tahun, kau nyakin bisa menarik pria-pria itu. Karena kebanyakan pria-pria mau wanita di bawah umur 25 tahun,” kata wanita itu sambil mendadanin Alina.
Alina tidak mengerti maksud dari perkataan wanita itu padanya. Dia hanya diam menatap dirinya dari cermin.

Setelah selesai didadanin, wanita itu membawa Alina ke lentenir itu lagi, “sudah siap bos”.
Lintenir  itu melihat penampilan Alina yang sudah berubah 100%, “bagus,” yang puas dengan hasil kinerja wanita itu, “ikut aku,” kata lintenir  itu pada Alina. Alina mengikutin Lintenir itu sampai kesebuah kamar. Sebelum masuk lintenir  itu bertanya pada Alina, “kau masih perawat?”.
“Apa maksudmu?!” Alina yang semakin tidak mengerti, “sebenarnya apa yang harus aku lakukan??!” yang mulai curiga.
“Aku ingin kau melayanin pria didalam  kamar ini,” kata lintenir itu memberitahu apa yang dilakukan Alina untuk melunasin utang-utang Ayah tirinya.
“A…apa!” Alina yang sangat kanget.
“Jika kau masih perawat ¼ utang Ayahmu aku anggap lunas dan jika pelangganku itu puas dengan layananmu, ¼ ya lagi aku anggap lunas,” lintenir itu menjelaskan pada Alina cara permainannya.
Spontan Alina langsung menampar lintenir itu.
Anak buah lintenir  itu  akan memukul Alina namun di tahan lintenir  itu, “jangan!! Aku tidak mau kalian merusak barang jualanku!” kata lintenir  itu pada anak buahnya.
Alina yang tidak terimah dianggap barang jualan lalu menampar lintenir  itu lagi namun kali ini lintenir itu lebih cepat, dia berhasil menangkap tangan Alina.  Lintenir  itu langsung menarik rambut Alina, “kau pikir kau itu siapa?!! Memang kau sanggup membayar utang-utang Ayahmu!!”.
Alina terus menatap lintenir itu dengan tatapan tajam dan berusaha untuk tidak  menanggis.
“Atau… kau ingin melihat mayat adikmu?!”.
“Tunggu,” Alina pun menanggis, “aku akan lakukannya, aku akan melakukannya, hemmm… aku akan melakukannya huhuhummm… tapi aku mohon jangan sakitin adikku,” mohon Alina.
Lintenir itu melepaskan tangannya dari rambut Alina, “bagus,” lalu meninggalkan Alina dengan anak buahnya.
“Masuk!” perintah salah satu dari mereka.
Sebelum masuk Alina menghapus air mata dipipinya. Alina sangat ketakutan sampai-sampai tubuhnya gemetaran. Didalam kamar Alina melihat seorang pria yang umurnya sekitar 50 tahun keatas sambil menikmatin minuman keras di tempat tidur. 
Pria itu memperhatikan Alina dari kaki sampai kepala, “kau cantik sekali,” puji pria tua itu. 
Tubuh Alina tambah gemetar saat pria tua itu mendekatinnya.
“Kau tidak usah takut, aku akan melakukannya dengan pelat-pelat,” sambil melepaskan satu persatu kanci kemeja yang dipakainnya.
Alina berkata didalam hatinya, tidak… aku tidak mau melakukannya, aku tak mau...! Alina melihat botol minuman yang berada di meja tak jauh dari dirinya berdiri. Ketika pria tua itu  sedang lengah Alina langsung mengambil botol dan langsung memukulnya ke kepala pria tua itu. pria tua itu jatuh ke lantai dengan kepala penuh darah. Alina tidak mau membuang-buang kesempatan, dia  keluar dari kamar. Untungnya anak buah dari lintenir  itu tidak berjaga di pintu kamar,  kesempatan ini  Alina tidak sia-siakan untuk  melarikan diri dari bar. Alina melepaskan sepatu hak tinggi yang dipakainnya kemudian  sekecang-kecangnya  berlari menjauhin bar.
***
Tak lama kemudian pria tua itu keluar dari kamar dengan kepala penuh darah, “tolong… tolong…” pria tua itu memintah tolong.
Lintenir itu berserta  anak buahnya mendekatin pria tua itu, “apa yang terjadi?!”.
“Wanita itu… wanita itu…”.
“Brensek!! Cari dia!!” perintah lintenir  itu pada anak buahnya. Anak buahnya segera mengejar Alina yang sudah melarikan diri. Lintenir  itu mulai membujuk pria tua itu, “maafkan aku, aku akan menganti uang pengobatannya,” bujuk lintenir  itu agar pria tua itu tidak marah lagi apalagi sampai menutunnya.
“Kau pikir aku tidak punya uang untuk membayar pengobatanku!!” para pria tua itu.
“Maafkan aku, aku akan kasih bonus tuan selama 3 hari dilayanin 2 wanita sekaligus. Aku mohon, terimahlah maafku ini,” mohon lintenir  itu.
“Baik,” menyetujuin kesepakatan, “tapi aku sendiri yang memilih wanita-wanitanya”.
“Baik tuan,” lintenir itu memanggil anak buahnya, “bawak tuan ini ke rumah sakit”.
“Baik bos,” lalu mereka membawa pria tua itu pergi dari bar.
“Brensek!!” yang sangat marah pada Alina, “dia sudah membuatku rugi!! Dia harus mati!!”
***


Bersambung

Tidak ada komentar :

Posting Komentar