1
Jam sudah
menuju pukul 8.30 WIB. Jalan kota
Jakarta masih terlihat macet, kendaraan beroda empat maupun beroda dua
berlalung lalang melewatin setiap jalan kota Jakarta. Dan ada juga yang memilih
berjalan kaki di tepi jalan. Semua orang
melakukan kesibukkan masing-masing.
Kebanyakkan
orang bekerja dari pagi sampai sore dan ada juga sebagian orang bekerja dari
malam sampai pagi itu sama di lakukan oleh Alina Nathan panggil saja Alina.
Alina bekerja sebagai kasir di supermarket 24 jam yang jarak rumah dari
supermarket sekitar 1 jam jika berjalan kaki. Dibandingkan menaikin kendaraan
umum Alina memilih berjalan kaki sambil menikmatin suasana kota ditambah uang
untuk naik kendaraan umum bisa dia gunakan untuk kebutuhan lainnya.
Setiba di
depan rumah Alina melihat Ceri adik tirinya yang masih berumur 7 tahun duduk di
teras sambil menanggis namun suara tanggisannya tidak terdenggar hanya air
matanya saja yang terlihat menetes, “kau kenapa menanggis?” tanya Alina.
Dibandingkan
menjawab pertanyaan Alina Ceri malah langsung memeluk kakak tirinya itu,
“kakakk…” yang masih menanggis.
Alina
melepaskan pelukkan Ceri, “kau tunggu di sini,” lalu masuk ke dalam rumah. di
dalam kamar Alina melihat Ayah tirinya
yang bernama Budi sedang tidur-tiduran
di atas kasur dengan botol minuman
berserakat di lantai. Alina yang sudah terbiasa melihat suasana ini langsung
melakukan sesuatu untuk membangunkan ayah tirinya itu. Diambilnya seember air
dari kamar mandi dan langsung menyiram ayah tirinya itu yang masih terlelap
tidur.
Budi langsung
terbangun dari tidurnya, “kau apa-apaan!!!” langsung bangkit dari tempat tidur.
“Kau yang
apa-apaan!!” Alina balik marah, “sudah berulang kali aku katakan!! Jangan mabuk
kalau pulang!!”.
“Dasar anak
kurang ajar!!” Budi menampar Alina.
Alina memberikan
pipinya, “kau ingin tampar lagi?! Silakan,” berusaha untuk tidak menanggis.
Budi diam.
“Aku sudah
terbiasa dengan sikaf kasarmu itu!! atau… kau ingin membunuhku, ayo bunuh aku…!
Ayo bunuh aku!!” teriak Alina.
Ceri tiba-tiba
muncul dan langsung memeluk Alina, “kakak…” sambil menanggis.
“Aku tidak
betah tinggal di rumah ini!!” lalu Budi pergi meninggalkan rumah.
Air mata
menetes membasahin pipi Alina, dengan tatapan tertujuh pada foto ibu dan
kakaknya yang terpajang di dinding kamar.
“Kak…”.
Alina menolek
lalu menghapus air mata di pipi Ceri, “kau jangan takut, dia sudah pergi,” yang
berusaha menenangkan adik tirinya itu.
“Kakak jangan
menanggis, Ceri janji Ceri tidak akan nakal. Ceri sayang kakak”.
Alina memeluk
Ceri, “kakak juga sayang Ceri”.
“Kakak…”.
***
Adriel
menyambut kedatangan ibunya yang mendadak datang keperusahaan untuk
menemuinnya, “apa yang membuat ibu datang?” sambil duduk di sofa.
Ibu duduk di
sofa bersama Adriel, “Ibu ingin bicara denganmu”.
“Kenapa harus
disini bu? Kenapa tidak membahasnya di rumah saja,” bingung Adriel yang belum
mengetahuin maksud kedatangan Ibu.
“Aku tidak
ingin Ayah tirimu mendenggar pembicaraan kita”.
“Maksud
Ibu???”.
“Minggu
depan saudara tirimu akan tiba di
Jakarta”.
“Inti
pembicaraan ini apa bu? Ibu ingin aku menjemputnya di bandara?”.
“Adriel! Apa
kau tidak pernah berpikir jika Kay kembali ke Jakarta posisimu sekarang akan
teracam!” Ibu yang merusaha mengasut Adriel.
Adriel diam.
“Ayah tirimu
pastih lebih memilih Kay dibandingkan kau untuk menggantikannya di perusahaan
ini, “diam sejenak, “sayang… ibu hanya ingin kau mendapatkan yang terbaik”.
“Aku mengerti
bu. Aku akan bicara dengan Ayah”.
“Bagus sayang,
kau memang putraku yang bisa aku adalkan,” senang Ibu yang berhasil menghasut
Adriel.
Adriel
berusaha untuk tersenyum dihadapan ibu.
***
Seorang pria
dengan memakai jaket kulit berwarna hitam dengan kaca mata keluar dari bandara
Sukarno-Hatta dengan membawa koper besar. Pria itu melambaikan tangan pada
temannya yang menjemputnya dibandara.
Temannya itu
mendekatinnya, “kenapa mendadak sekali!? Bukannya katamu minggu depan baru
berangkat!” ngomel Heru yang merasa dikerjain oleh Kay sahabatnya yang baru
tiba di Indonesia. Sudah lebih 8 tahun lebih Kay menetap di Amerika. Setelah
studinya di bidang hukum selesai dan bekerja di salah satu perusahaan pengacara
di Amerika. Kay mulai bosan dengan pekerjaannya itu dan
sekarang dia memutuskan kembali ke Indonesia melajutin keinginan ibu kandungnya
yang juga menghilang di saat yang sama saat Kay berangkat ke Amerika.
Dibandingkan
meladenin pertanyaan Heru, Kay malah memilih bertanya tentang tempat
tinggalnya, “apa kau sudah siapkan apartemen untukku?”.
Heru semakin
kesal melihat Kay yang seenaknya, “Hahhh…. Kau ini!”.
Setiba di
apartemen, Kay sangat terkejut melihat apartemen yang akan ditempatinnya sangat
kecil, tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya, “aku tidak mau tinggal
disini! carikan hotel untukku,” perintah Kay.
“Heiii…!!”
Heru yang tak menahan emosinya lagi, “siapa suruh kau datang sekarang!! aku
asistenmu bukan pembantumu!!”.
Kay yang tidak
mau suasana menjadi memanas akhirnya dia pun setujuh tinggal di apartemen,
“besok cari apartemen lain untukku,” lalu berdiri di balkon, Kay melihat
pemadangan pemukiman kumu dari atas balkon.
Heru
mendekatin Kay, “apa rencanamu besok”.
Kay menolek,
“bersenang-senang,” sambil tersenyum.
“Apa, hahhh…
kau ini”.
***
Seorang wanita
berumur 52 tahun datang ke rumah Alina, “mana kakakmu?” tanya wanita itu pada
Ceri yang sedang bermain dihalaman rumah bersama anak-anak seumurannya.
“Didalam,”
jawab Ceri yang masih bermain.
“Kau tidak
sekolah?”.
“Sudah
pulang,” tanpa memperhatikan Bibi yang bicara dengannya.
Wanita itu
masuk ke dalam rumah dan melihat Alina sedang tidur di sofa, “anak gadis tidur
sebarangan,” lalu memukul lenggan Alina, “bangun!!”.
Alina terbangun, “sakit Bi!” sambil duduk.
“Kau harus
memikirkan masa depanmu, sampai kapan kau seperti ini!?”.
“Maksud Bibi
apa?”.
“Aku mau
jodohkan kau dengan anak temanku!”.
“Bi…”.
“Kau tidak
usah kuatir dengan keadaan Ceri, kalau kau sudah menikah, aku yang akan
membesarkan Ceri”.
Alina memadang
Ceri yang masih bermain dihalaman rumah.
“Umurmu sudah
27 tahun, sampai kapan kau seperti
ini!”.
Alina tidak
menjawab perkataan Bibi adik dari ibunya yang sudah meninggal dikarenakan bunuh diri 3 tahun yang lalu, yang menyusul
kakak kandungnya yang sebelumnya ditabrak mobil. Dengan jangka waktu seminggu,
Alina langsung kehilangan dua orang sekaligus yang sangat dicintainnya yang
sebelum kecelakaan kakaknya Alina dicampakkan pria yang sangat dicintainnya.
***
Setiba
dirumah, Adriel langsung menemuin Ayah tirinya diruang kerja. Sebelum masuk ke
dalam ruangan Adriel mengetuk pintu dahulu, “tok…tok…tok…tok…!!” tak lama
kemudian terdenggar suara dari dalam ruangan, “masuk!”. Adriel masuk kedalam
ruangan. “Kau sudah pulang?” tanya Ayah melihat Adriel.
“Iya Yah,”
jawab Adriel sambil masuk kedalam ruangan.
“Duduklah”.
Adriel duduk
di sofa, “maaf menganggu Ayah”.
Ayah pindah
duduk ke sofa, “ada yang ingin kau bicarakan,” seperti bisa membaca pikiran
anak tirinya itu.
“Iya Yah”.
“Apa itu?”.
“Aku ingin
bertanya posisiku di mata Ayah?”.
“Apa
maksudmu?”.
“Aku sadar aku
bukan anak kandung Ayah, tapi aku ingin Ayah bangga padaku. Tidak penduli apa
kata orang lain tapi aku ingin Ayah percaya denganku”.
Ayah mengetahuin
maksud inti pembicaraan Adriel, “mungkin kau berpikir aku tidak adil padamu tapi Kay adalah putraku.
Walaupun kau lebih pantas menggantikanku tapi aku ingin Kay yang menggantikanku
bukan dirimu”.
Adriel cukup
kecewa dengan keputusan Ayah namun berusaha untuk tidak ditampakkannya di
hadapan Ayah.
“Aku harap kau
mengerti”.
Adriel
terpaksa mengangguk.
Setelah
selesai bicara dengan Ayah, Adriel kekamarnya yang berada di lantai dua. Dia
mengingat perkataan Ayah padanya,
“mungkin kau berpikir aku tidak adil
padamu tapi Kay adalah putraku. Walaupun kau lebih pantas menggantikanku tapi
aku ingin Kay yang menggantikanku bukan dirimu”. Karena kesal Adriel pun
mengambil gelas diatas meja dan meleparnya kearah pintu.
Tiba-tiba Ibu
masuk, gelas itu hampir mengenainnya, “apa yang kau lakukan!!” marah Ibu
melihat sikaf Adriel yang kekanak-kanakan.
“Aku ingin
bertemu dengan Kay! Aku ingin tahu orang seperti apa dia sampai Ayah ingin dia
mengantikannya!!” kesal Adriel yang merasa dikalahkan.
Tampak jelas
emosi di wajah Adriel, itu malah mengutungkan bagi Ibu. Dengan melihat sikaf
Adriel, ibu nyakin Adriel pastih akan membantunya untuk menjauhin Kay dari
Ayah.
***
Seperti biasa
ketika jam sudah menuju pukul 19.30 WIB, Alina bersiap-siap untuk berangkat
kerja, “kakak pergi dulu yach…” kata Alina pada Ceri.
Ceri
mengangguk.
“Alina!”
panggil Bibi sambil keluar dari rumah.
“Ada apa Bi?”.
“Apa
keputusanmu?” tanya Bibi mengungkit masalah tadi siang.
“Aku sudah
telat Bi,” Alina yang tak ingin membahasnya lagi, “besok kita bahas lagi,” lalu
pergi.
“Alina!!”
panggil Bibi namun Alina pura-pura tidak mendenggar, dia terus melangkah pergi.
“sampai kapan dia seperti! Hahh…” Bibi melihat Ceri yang memadangnya, “apa yang
kau lihat”.
“Bibi mau
menjodohkan kakak?”.
“Iya, memang
kenapa?”.
“Gimana kakak
mau menikah, Bibi aja belum menikah,” kata Ceri lalu masuk ke dalam rumah.
“Apa, Ceri!!”
teriak Bibi,” hahhh… dasar anak nakal!!” kesal Bibi melihat tingkah laku kedua
ponakkannya.
Diperjalanannya
menuju tempat kerjanya Alina dijegat beberapa pria yang berbadan besar dan
tidak asing dilihatnya lagi, “kalian mau apa lagi!!?” tanya Alina yang berusaha
tidak menujukkan rasa takutnya pada mereka.
“Aku ingin
menagi hutang Ayahmu!” kata bos dari beberapa pria itu.
“Utang?! Utang
apa lagi?! Bukannya aku sudah melunasinnya bulan lalu!!”.
“Itu utang
ayahmu yang lama. Bulan lalu ayahmu
meminjam uang lagi denganku”.
“Apa!” Alina
cukup terkejut, dia baru sadar kenapa selama sebulan ini ayah tirinya itu
menghilang, “aku tidak mau membayarnya!”.
“Apa katamu!!”
pria itu marah mendenggar jawaban Alina.
“Bukannya aku
sudah peringatinmu! Aku tidak akan membayar utang ayahku lagi jika dia memijam
lagi!!”.
Pria itu
memukul Alina. Alina terjatuh, bibinya mengeluarkan darah. Pria itu memengang
wajah Alina, “aku tidak penduli! Yang aku ingin sekarang uangku kembali! Aku
kasih waktu kau seminggu! Jika kau berani mempermainkanku, nyawa adik kecilmu
jadi taruhannya!” acam pria itu.
Alina shock,
“baiklah, aku akan membayarnya. Tapi aku mohon jangan kau sakitin adikku,” yang
akhirnya Alina mengeluarkan air mata, “aku mohon…” mohon Alina agar pria itu
tidak melukain Ceri.
“Aku suka
dengan wanita yang patuh”.
Ketika mereka
mau pergi, Alina memanggil pria itu lagi, “tunggu”.
Pria itu
menghentikan langkahnya.
“Berapa utang
ayahku?”.
“75 juta
berserta bunganya”.
“Apa!!” Alina
terkejut mendenggar jumlah uang yang harus dibayarnya pada pria itu.
***
Setelah Heru
pulang, Kay keluar dari apartemen untuk membeli sesuatu di supermarket yang tak
jauh dari apartemennya. Tak jauh dari apartemen, Kay melihat wanita menanggis
di tepi jalan, “pastih diputus pacarnya,” dugaan Kay lalu melajutin langkahnya
kembali. Setiba di supermarket Kay langsung mengambil minuman kaleng dan
makanan ringan yang dijual di supermarket, setelah itu Kay segera membayar
minuman kaleng dan makanan ringat yang akan dibelinya, “berapa?” tanya Kay pada
kasir.
“175.300 pak,”
kata Nisa.
Kay mengambil
uang 200.000 dari dalam dompetnya lalu memberikannya, “ini”.
Belum sempat
Nisa mengambil uang dari tangan Kay, Nisa dikangetkan dengan kedatangan Alina
dengan memar di bagian bibirnya, “Alina!” lalu mendekatin Alin di depan pintu
masuk, “kau kenapa?!” panik Nisa.
“Aku tidak
apa-apa,” Alina yang berusaha menenangkan sahabatnya itu.
Kay
melihat kearah Alina, dia teringat
dengan wanita yang tadi dilihatnya di tepi jalan sewaktu menuju ke supermarket.
Kay masih berpikir ini pastih gara-gara pacarnya memukul dirinya.
“Pastih
litenir gila itu lagi!” dugaan Nisa.
Alina melihat
Kay yang memadangnya, lalu ke tempat kasir menggantikan Nisa, “kau ingin
bayar?” tanya Alina pada Kay. Kay kembali memberikan uang 200.000. Setelah itu
Alina memberikan kembalian Kay selembar uang 20.000, dua lembar uang 2.000,
satu logam uang 500 dan 2 logam 100, “ini”.
Setelah
menerimah uang kembalian Kay meninggalkan supermarket dengan membawa barang
belanjaannya.
Alina kembali
melayanin pegujung yang sudah mengatri untuk membayar barang belanjaan mereka.
Nisa kasihan
melihat keadaan sahabatnya itu namun dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu
Alina.
***
Keesokannya,
jam menuju pukul 8.00 WIB. Jam kerja kariawan pada malam hari selesai dan digantikan kariawan
pada pagi hari. “Alina, kau dipanggil bos,” kata salah satu teman sekerjanya
pada Alina yang akan bersiap-siap untuk pulang.
Alina segera
keruangan Bob yang berada di sebelahan gudang. Sebelum masuk Alina mengetuk
pintu, “tok… tok… tok…. Tok….!” Lalu terdenggar suara dari dalam ruangan,
“masuk!”. Alina masuk ke dalam ruangan. Bob melihat memar di bagian pinggir
bibir Alina, “kau harus melaporkan mereka! Yang mereka lakukan ini termasuk
kejahatan!” Bob yang juga ikut renggam dengan sikaf mereka pada Alina.
“Aku bisa
mengatasin masalah yang ku hadapin,” kata Alina yang tidak merepotkan siapapun.
“Tapi…”.
“Aku mohon…
biar aku menyelesaikan masalahku sendiri”.
Bob hanya
menghela nafas, “kau memang keras kepala”.
Alina
tersenyum.
***
“Mana
putramu?” tanya Ayah pada Ibu yang sedang menikmatin sarapan di meja makan.
“Sudah
berangkat,” jawab Ibu.
Ayah merasakan
sikaf dingin Ibu padanya, “Adriel sudah mengatakannya?”.
Ibu tahu
maksud perkataan Ayah, “iya. Kau keterlaluan!” yang berusaha mencari simpatik
Ayah, “aku tahu, Adriel bukan anak kandungmu, tapi bisakan kau menganggapnya
seperti anak kandungmu!”.
“Maafkan aku.
Aku tidak bermaksud membedahkan Adriel dengan Kay. Tapi aku sudah berjanji pada
mendiang istriku untuk mewarisin seluruh harta pada Kay”.
“Lalu kau
anggap aku ini apa?!! Aku juga istrimu!”.
“Maafkan aku”.
Ibu meletakkan
sendok dan garpun di atas piring dengan keras, “kau keterlaluan!!” lalu
meninggalkan Ayah sendiri di meja makan.
Ayah hanya
menarik nafas panjang melihat sikaf wanita yang dinikahinnya 3 bulan yang lalu.
***
Alina duduk di
bangku taman sambil memikirkan bagaimana mencari uang 75 juta selama satu
minggu, “apa yang harus aku lakukan,” Alina yang sudah sangat butuh, “aku harus
mendapatkan uang itu, aku tidak ingin Ceri kenapa-napa,” semakin Alina mencari
jalan keluar namun tidak satupun jalan keluar untuk menyelesaikan masalahnya.
Sepasang
tangan yang menawarkan segelas minuman pada Alina. Alina menolek. “Suasana
dingin seperti ini enaknya minum kopi,” kata Kay.
Alina menerima
minuman itu, “trimah kasih”.
Lalu
memberikan minuman kaleng yang masih dingin, “ini bisa menghilangkan memar
dibibirmu”.
Alina
mengambilnya dan langsung menempelkan ke bagian memar, “kau sepertinya orang
baru”.
Kay tersenyum.
Ekpresi yang ditunjukkan Kay sudah menjawab pertanyaan Alina. “Kenapa orang
seperti kalian selalu bertahan hidup
dengan cara memijam uang?” tanya Kay yang bermaksud menyindir Alina.
Alina tahu
siapa yang dimaksud Kay, “mungkin dengan cara itu mereka bisa bertahan hidup”.
“Bukannya itu
malah sebaliknya”.
“Kau benar,
tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kehidupanku sudah digariskan seperti itu,”
kata Alina dengan mata berkaca-kaca, “andaikan aku tidak seperti ini, aku akan
memanfaatkan hidupku dengan sebaik-baiknya”.
Kay pulang
keapartemennya sambil memikirkan perkataan wanita yang baru dikenalnya itu, “Kau benar, tapi aku tidak bisa berbuat
apa-apa. Kehidupanku sudah digariskan seperti itu,” kata Alina dengan mata
berkaca-kaca, “andaikan aku tidak seperti ini, aku akan memanfaatkan hidupku
dengan sebaik-baiknya”.
Kay menarik
nafas panjang, “kenapa aku terasa tersindir!” kesal Kay yang merasa tersindir
dengan kata-kata Alina.
Setiba di
apartemen, Kay uring-uringan di sofa. Heru yang melihat sikaf Kay yang
uring-uringan terlihat bingung, “kau kenapa?”.
Kay tidak
menjawab dia malah menutup matanya untuk segera tidur.
Heru kesal
melihat sikaf kekanak-kanakkan Kay, “kau ini!” diam sejenak, “aku sudah
menemukan apartemen baru untukmu. Hari ini kau bisa langsung pindah”.
“Minggu depan
aku pindah,” jawab Kay tanpa membuka matanya.
“Bukannya
katamu semalam kau gak akan betah tinggal diapartemen ini!!” kesal Heru seakan
dipermainkan.
Dibandingkan
meladenin Herus, Kay malah membuka perbicaraan lain, “ belum ada yang tahu kan
aku sudah pulang?”.
“Belum. Kau
mau bersembunyi dari mereka??”.
“Aku hanya
ingin tenang beberapa hari ini”.
“Hahhh… Ayahmu
terlalu memanjakanmu”.
“Kau iri?”.
“Hahhh…. Andaikan
aku orang kaya”.
Kay teringat
dengan kata Alina, “Heru…” sambil bangkit dari tidurnya.
“Apa?”.
“Apa…
menurutmu… aku tidak memanfaatkan hidupku?”.
Heru tersenyum
lebar, “akhirnyya kau sadar juga”.
“Hahhhh kau
ini! Aku serius!”.
“Bukannya kau
sudah menjawabnya”.
“Apa”.
***
“Kakak
pulang…” sambut Ceri sambil berlari keluar rumah menyambut kakaknya yang baru
pulang kerja, “kakak…”.
Alina melihat
senyum di wajah Ceri, air mata tiba-tiba jatuh membasahin pipinya saat teringat
dengan acaman litenir itu.
Ceri yang
melihat Alina menanggis, “kakak jangan menanggis”.
Alina
menghapus air matanya, “aku tidak menanggis, ada kotoran dimataku,” Alina yang
berbohong, “aku mau istirahat,” lalu masuk ke kamarnya. Alina meletakkan
minuman kaleng pemberian Kay diatas meja, setelah itu barulah dia istirahat.
Bibi yang baru
pulang belanja melihat sikaf Alina lesuh
lalu bertanya pada Ceri, “kenapa kakakmu?”.
Ceri
menggeleng.
Bibi mencoba
menghilangkan kesedihan di wajah Ceri, “kau tidak sekolah?”.
“Ceri masuk
siang”.
Bibi melihat
jam dilenggannya sudah menuju pukul 9.30 WIB, “sekarang sudah siang! jam berapa
lagi kau sekolah!?” ngomel Bibi.
“Iya…” Ceri
yang cemberut sambil masuk ke dalam rumah untuk segera bersiap-siap berangkat
ke sekolah.
Bibi masuk ke
kamar Alina yang sebelumnya meletakkan barang belanjaan ke dapur, “kau kenapa?”
melihat Alina yang menanggis di tempat tidur, “masalah apa lagi yang dibuat
ayahmu?!” dugaan Bibi.
Alina
menghapus air matanya, “aku gak mau
membahasnya Bi”.
Bibi tahu
Alina selalu tidak pernah mintak bantuan siapa pun terutama dirinya untuk
menyelesaikan utang-utang Ayah tirinya, “baiklah kalau itu mau mu,” sambil
duduk diatas kasur, “Besok aku berangkat ke Malaysia. Aku hanya di kasih
waktu 4 hari untuk mengujungin kalian,” kata Bibi yang menjadi TKW di Malaysia
sudah setahun ini.
“Enak ya Bi
jadi TKW?”.
Bibi bingung
dengan perkataan Alina, “kenapa? Kau ingin jadi TKW?”.
“Kalau itu
bisa menyelesaikan semuanya, aku mau”.
“Kalau kau
jadi TKW, siapa yang jaga Ceri di sini. Gak mungkinkan kau tinggalkan Ceri”.
Alina diam,
dia tak pernah terpikirkan untuk meninggalkan Ceri dengan jangka waktu lama.
***
Adriel masih
memikirkan perkataan Ayah bahwa Kay akan menggantikan Ayah nantinya mengurus
perusahaan-perusahaan keluarga, itu membuat Adriel sangat kecewa. “Ini tidak
boleh terjadi, aku sekarang diposisi ini dan aku tidak mau turun cumak karna
anak manja itu,” tekat Adriel untuk melakukan segala cara mempertahankan
posisinya.
***
Nisa diajak Bob makan siang di rumah makan
yang berada di pinggiran jalan. “Aku
senang kau mengajakku,” kata Nisa yang mengira Bob sudah mulai menyukainnya.
“Iya,” sambil
makan, “aku mau nanya, apa Alina punya masalah lagi dengan letenir itu??” tanya
Bob yang langsung ke inti pembicaraan.
Nisa cukup
kecewa dengan sikaf Bob namun berusaha untuk tidak ditunjukkannya, “aku tidak
tahu, Alina tidak cerita apa-apa padaku”.
“Apa dia ada
masalah lagi dengan litenir itu?”.
“Mungkin”.
Bob melihat
ekpresi wajah Nisa berubah, “kau kenapa?”.
Nisa memaksa
tersenyum, “tidak”.
“Kau jelek
seperti itu,” goda Bob.
Nisa tidak
menujukkan ekpresi apa-apa dan berusaha tidak menanggis, kau memang bodoh Bob,
kata Nisa dalam hatinya.
Bob tidak
penduli dengan ekpresi yang ditunjukkan Nisa padanya, dia hanya sibuk
memikirkan apa yang terjadi pada Alina
***
Kay melihat
Heru yang bersiap-siap untuk pulang, “besok tolong belikan beberapa jas
untukku,” kata Kay yang matanya masih tertujuh pada laptop.
“Kau serius
akan menggantikan Ayahmu?” tanya Heru yang masih tak percaya dengan keputusan
Kay.
“Apa aku
pernah bilang, aku akan menggantikan Ayah?”.
“Lalu untuk
apa jas-jas itu?”.
“Besok aku
harus menghadirin pestah membukaan hotel
temanku”.
“Iya…” jawab
Heru lesuh.
“Dan jangan
lupa belikan aku mobil, aku tidak mau malu di depan teman-temanku”.
“Iya bos,”
lalu barulah Heru pergi meninggalkan apartemen menggunakan mobil miliknya.
Kay ke dapur
untuk mengambil makanan ringan, namun makanan ringan yang dibelinya semalam
ludes habis tidak tersisa satupun, “Hahhhh!!!” Kay kesal semua makanan dihabis. Karena tidak ada
lagi makanan, dia pun memutuskan membeli makanan di supermarket.
Sebelum pergi
ke supermarket Kay mengambil jaket di kamarnya, setelah itu barulah dia
berangkat. Didepan pintu gedung apartemennya Kay melihat Alina melintas di
depan gedung. Melihat keadaan Alina yang terlihat murung, Kay menduga masalah
yang dihadapin Alina belum selesai. “Aku bukan siapa-siapa dia yang harus
membantunya,” kata Kay menyakinin dirinya sendiri, “dasar orang miskin!”.
Kay berjalan
di belakang Alina dengan jarak tidak begitu jauh. Kay segaja tidak mendekatin
Alina yang masih terlihat murung. Setiba di supermarket, dia langsung mengambil
makanan ringan dan minuman kaleng lalu setelah itu membayar barang
belanjaannya.
Alina
menghitung barang belanjaan Kay tanpa memperhatikan pria yang dihadapannya itu,
“semuanya 154.000,” katanya menyembutkan jumlah uang yang harus di bayar Kay.
Kay mengambil uang 200.000 dari dalam dompetnya lalu memberikan mana Alina.
Alina mengembalikan sisa uang Kay dengan uang 20.000 dua lembar, uang 5.000
selembar dan uang 1.000 selembar, “trimah kasih,” ucap Alina tanpa menolek.
Kay bingung
melihat sikaf Alina yang cuek padanya. Ketika di luar Kay
menolek kearah Alina yang sedang
melayanin pengujung yang akan membayar barang belanjaan mereka, dari tembok
supermarket yang terbuat dari kaca tanpa jelas isi dalam supermarket. Tapi
tatapan Kay tertujuh pada Alina yang berdiri di kasir, “dia gak lihat aku atau
pura-pura tidak lihat??” bingung Kay yang belum pernah dicuekkin wanita
manapun.
***
Adriel menghentinkan
mobilnya di sebuah rumah berlantai dua dengan halaman yang cukup luas, namun
rumah itu terlihat gelap seperti tidak ada penghuni rumah itu. di depan pangar
rumah tergantung lembaran kertas yang tertulis TANAH DAN RUMAH DISITA BANK.
Walaupun dia tahu penghuni rumah ini tidak ada lagi, dia tetap berharap suatu
hari nanti akan bertemu, “aku selalu menantimu, selalu,” yang tidak mau
menyerah, “maafkan aku. Seharusnya aku tidak mencampakkanmu. Maafkan aku,” kata
Adriel yang sangat bersalah pada wanita yang sangat dicintainnya.
***
Ayah masuk ke
dalam kamar, dilihatnya istrinya sedang membaca buku diatas kasur, “kau masih
marah?” tanya Ayah yang melihat Ibu yang seharian bersikaf dingin padanya.
“Tidak,” jawab
Ibu singkat.
Ayah duduk
diatas kasur, “maafkan aku, aku tidak bermaksud membedahkan Adriel”.
“Kau sudah
melakukannya,” diam sejenak, “aku tidak mintak apa-apa, aku ingin kau
membedahkan mereka berdua”.
Ayah menarik
nafas panjang, “hmmm…”.
***
Kay bangun
dari tidur lelapnya, dia langsung bersiap-siap untuk berangkat lari pagi, itu
setiap hari dia lakukan di Amerika dan selalu dilakukannya. Kay berlari memutarin taman yang tak jauh dari apartemen.
Panas matahari sudah sangat menyengat kulit,
dan Kay pun sudah 3 kali putaran dilakukannya. Kay berhenti berlari,
diangkatnya kedua tangannya untuk merengangkan otot-ototnya.
Kay mencari
penjual minuman keliling yang berada di taman, namun tatapan Kay tertujuh pada
wanita yang duduk dibangku yang sama
seperti kemarin. Kay mendekatinya, “dibandingkan olah raga kau malah merenung
disini,” kata Kay pada Alina.
Alina menolek
lalu tersenyum, “kau juga”.
“Kau masih
mengenalku?” tanya Kay yang teringat sikaf Alina semalam cuek padanya.
Alina nampak
bingung dengan pertanyaan Kay.
“Semalam kita
bertemu di tempat kerjamu,” sambil duduk di sebelah Alina, “kau tahu, kau wanita yang pertama yang pura-pura tidak kenal
denganku,” kata Kay yang menggunakan bahasa inggris.
“Benarkah?”
jawab Alina yang mengerti.
“Kau bisa
bahasa inggris?”.
Alina
tersenyum.
“Ya…
setidaknya kau tersenyum untukku”.
Alina masih
tersenyum.
Dari kejauhan,
sepasang mata memadang kearah mereka berdua, orang itu adalah Bob. Bob yang
yang melintas melewatin taman tidak segaja melihat Alina bersama seorang pria
duduk ditaman. Bob yang tidak bissa melampiaskan kecemburuannya akhirnya
meninggalkan taman.
Nisa
bersiap-siap untuk pulang, di depan pintu supermarket dia berpapasan dengan
Bob yang tumben tidak menyapanya,
“kenapa dia?” bingung Nisa. Nisa yang tidak mau berpikir macam-macam kenapa Bob
seperti itu lalu pergi meninggalkan supermarket.
***
“Kau sudah
pulang?” tanya Bibi menyambut Alina yang baru pulang.
“Ya,” Alina
tidak melihat Ceri di rumah, “Ceri sudah berangkat bi?”.
“Sudah. Hari
ini katanya giliran kelasnya masuk pagi”.
Alina masuk
langsung kekamarnya, dan langsung menidurin tubuhnya diatas kasur. Bibi
mengikutin Alina ke kamar, “bagaimana keputusanmu?”.
“Keputusan apa
Bi?” jawab Alina yang bermalas-malasan.
“Perjodohan
itu,” kata Bibi yang bersemangat.
Alina
membalikkan wajahnya kearah berlawanan agar tidak dilihat Bibi ekpresi
wajahnya, “apa dia kaya?”.
Bibi heran
kenapa Alina menanyakan tentang kekayaan, “sejak kapan kau jadi matre! Bibi
tidak suka” Bibi yang tidak menyukain perkataan Alina.
“Aku hanya
bosan seperti ini Bi,” air mata jatuh
membasahin pipinya, “aku bosan”.
Bibi mengerti
perasaan Alina, dia harus menanggu semua derita yang seharusnya bukan dia yang
menanggunya, “awalnya aku berpikir dengan adanya pria di sisimu, dia akan
melindunginmu terutama dari Ayah tirimu. Tapi tenyata kau berpikir lain. Tapi
aku tidak menyalahkanmu, kau wajar berpikir seperti itu,” Bibi meletakkan hp
diatas kasur, “ini hp untukmu. Tapi jangan kau jual lagi,” sebari tersenyum.
Alina tidak
menujukkan reaksi apa-apa.
Bibi membelai
kepala Alina dengan lembut, “istirahatlah,” lalu keluar dari kamar.
Alina bangkit
dari tempat tidur sambil menghapus air mata dipipinya lalu keluar kamar
menemuin Bibi yang sedang masak untuk makan siang, “jam berapa pesawat Bibi?”
tanya Alina yang mengingat hari ini Bibinya akan berangkat ke Malaysia.
“Sore nanti,”
jawab Bibi, “kau mau mengantar Bibi?”.
Alina
mengangguk sambil tersenyum.
***
“Apa!!” Ayah
yang sangat kanget menerima kabar dari asistennya bahwa Kay sudah pulang ke
Indonesia, “dasar anak!! Kapan dia bisa berubah!! kapan dia datang?!”.
“Dua hari yang
lalu Pak,” jawab asistennya.
“Apa Heru
tahu?”.
“Iya Pak”.
“Heru sudah
berani membohonginku!” Ayah yang tidak terimah dibohongin.
***
Heru
meletakkan beberapa setelan jas diatas tempat tidur, “ini jas yang kau pintah
dan…” lalu meletakkan kunci mobil juga di atas kasur, “ini kunci mobilmu”.
Kay yang
melihat kinerja Heru sangat puas, “bagus,” sambil melihat satu persatu jas yang
di bawah Heru.
“Kau jadi hari
ini pindah?”.
Kay tidak
menjawab dia hanya terkonsen dengan jas yang akan dipakainya di pestah nanti.
Heru heran melihat sikaf Kay, yang biasanya jika
Kay tidak menyukain sesuatu pastih apa
pun akan dilakukannya untuk menjauhin itu walaupun sampai membuang-buang uang
dengan jumlah banyak. Tiba-tiba suara hp Heru bordering. Heru melihat siapa
yang menghubunginnya dari layar hp. Bertapa terkejutnya Heru melihat siapa yang
menghubunginnya.
Kay yang heran
melihat Heru membiarkan hpnya bordering lalu bertanya, “ kenapa tidak
diangkat?”.
Heru menujuk
kearah hp dengan tangan gemetar.
“Siapa?”.
“ A…yah…mu…”
jawab Heru yang ketakutan.
Melihat sikaf
Heru yang ketakutan mendapatkan telpon dari Ayah membuat Kay tersenyum lebar,
“Hahhh…”.
Setelah
menerima telpon dari Ayah, Heru segera menemuin Ayah di perusahaan. Didalam
ruangan Heru diam sambil menudukkan kepalanya tidak berani menatap Ayah yang
dari tadi memadangnya, “kau tahu kesalahanmu?” tanya Ayah tegas.
Heru tampak
kebingungan, “mak…sud om apa?” jawabnya gugup.
“Jadi kau tidak
tahu kesalahanmu?”.
Heru diam.
“Kenapa kau
tidak memberitahu? Bukannya katamu minggu depan Kay baru kembali”.
“Maafkan aku
Pak,” Heru yang sangat merasa bersalah, “maafkan aku. Aku juga terkejut melihat
Kay mendadak pulang,” berharap Ayah mengerti kenpa dia tidak memberitahu.
“Apa Kay yang
menyuruhmu?”.
Heru tidak
menjawab.
Dengan diamnya
Heru, Ayah sudah mendapatkan jawabannya, “apa Kay bersama istrinya?”.
“A…pa!” Heru
sangat kanget mendenggar perkataan Ayah.
“Kay bersama
istrinya khan?”.
“I…ya Pak,”
gugup Heru.
“Akhirnya aku
bertemu dengan menantuku juga,” senang Ayah yang dari awal pernikahan putranya
itu Ayah tidak pernah muncul itu karena Kay yang memintah Ayah untuk tidak
menemuinnya di Amerika.
Sedangkan Heru
tampak kebingungat dengan kebohongan yang dibuat Kay pada Ayah sewaktu di
Amerika enam bulan yang lalu.
***
Suasana pestah
di salah satu lestoran hotel berbintang
lima di Jakarta terlihat glamor. Nampak yang hadir dalam pestah itu hanya
orang-orang yang penting baik itu dalam bisnis maupun politik. Harap maklum
dalam dunia bisnis, dunia politik dan dunia bisnis sangat berkaitan.
Kay keluar
dari mobil BMW berwarna krem. Semua mata
tertujuh padanya melihat gayanya yang terlihat cool dengan memakai
setelan jas berwarna hitam dan terdapat garis putih di bagian kera jas.
dengan cool ya Kay melangka masuk ke dalam hotel.
Kedatangan Kay
disambut hangat oleh temannya yang
membuat pestah ini, “akhirnya kau datang juga,” kata Rudi sambil bersalaman
dengan Kay.
Kay hanya
tersenyum melihat sabutan temannya itu, “desain hotelmu bagus,” melihat desain
yang ditunjukkan hotel.
“Desain hotel
ini dari perusahaan Ayahmu,” jawab Rudi.
“Benarkah”.
“Sepertinya
hotel Ratu harus bersiap-siap untuk aku kalahkan”.
“Kau lupa
hotel Ratu sudah memilikin beberapa cabang di luar negeri dan di dalam negeri.
Sedangkan hotelmu….” Kay tidak melajutin kata-katanya.
“Kau ini,
selalu tidak mau kalah!” kata Rudi yang mengetahuin sifat Kay yang selalu tidak
mau kalah darinya.
Seseorang
mendekatin mereka, “selamat,” langsung memberi selamat pada Rudi.
“Trimah
kasih,” jawab Rudi sambil bersalaman, “silakan nikmatin hidangan yang ada”.
Pria itu
tersenyum lalu pergi.
“Kalian
terlihat tidak saling kenal?” heran Rudi.
Kay tersenyum
mendenggar perkataan Rudi, “tidak ada keuntungan apa pun aku mengenalnya”.
“Kau serius
tidak mengenalnya??” yang masih tidak percaya.
“Tidak”.
“Apa kau tidak
pernah bertemu dengan saudara tirimu??”.
“Tidak”.
Dia itu
saudara tirimu”.
Kay menolek
kearah Adriel yang berdiri bersama teman-temannya, “sepertinya dia juga tidak
mengenalku”.
“Kalian
saudara yang aneh”.
Kay hanya tersenyum menanggapin perkataan
temannya itu.
***
Ayah masuk ke
kamar dan meihat Ibu sedang membaca buku di atas tempat tidur, apa
aku harus memberitahunya??, kata Ayah di dalam hatinya sambil memadang
Ibu.
Ibu yang
merasa diperhatikan Ayah lalu bertanya, “ada apa Yah? Apa ada yang ingin Ayah
bicarakan?”.
“Tidak,” lalu
Ayah menidurin tubuhnya di sebelah Ibu.
Ibu yang tidak mau tahu melihat sikaf Ayah yang
memperhatikannya lalu melajutin membaca
buku.
***
Setelah
mengantar Bibi ke bandara langsung menuju tempat kerjanya dengan berjalan kaki.
Sambil menikmatin suasana malam kota Jakarta Alina memikirkan bagaimana cara
mendapatkan uang 75 juta dengan jangka waktu 3 hari lagi. Alina berusaha untuk
melupakannya namun itu tidak bisa dia lakukan, dia tidak mau terjadi apa-apa
pada Ceri. Tiba-tiba dipertengahan jalan
5 pria berbadan besar menghadang perjalanan Alina. Wajah-wajah pria itu
tidak asing dilihat Alina, “mau apa kalian?!” tanya Alina yang berusaha untuk
tidak takut pada anak buah dari lintenir itu.
“Bos ingin
ketemu,” kata salah satu pria itu.
Walaupun ragu
namun Alina tetap melakukannya, “baiklah”.
Mereka membawa
Alina kesebuah bar yang berada di tengah-tengah kota Jakarta. Takut dan
penasaran bercampur aduk di benak Alina. Alina melintasin wanita-wanita dengan berpakaian seksi dan ada
juga beberapa dari mereka menggoda pria-pria
yang bersamanya.
Alina diajak
disebuah ruangan, “bos dia sudah datang,” kata salah satu pria itu memberitahu
kedatangan Alina.
“Suruh masuk!”
perintah pemimpin dari pria-pria itu.
“Masuk!” pria
itu menyuruh Alina masuk keruangan.
Dengan
ragu-ragu Alina masuk keruangan dan melihat pria yang tiga hari yang lalu
menagi utang Ayah tirinya padanya.
“Senang
bertemu kau lagi,” kata lintenir itu
menyambut kedatangan Alina.
“Mau apa kau?!
Bukannya perjanjian kita tiga hari lagi!”.
Lintenir itu terseyum, “tenyata kau mengingatnya,”
terdiam sejenak, “aku ingin buat tawaran denganmu”.
“Tawaran?”.
“Aku nyakin
kau gak akan bisa membayar utang Ayahmu”.
“Tawaran
apa?”.
Lintenir itu
melempar gaun berwarna kuning pada Alina, “pakai gaun itu!”.
Alina nampak
bingung, “kau ingin aku lakukan apa?!”.
Lintenir itu menelpon seseorang, tak lama kemudian
seorang wanita dengan berpakaian seksi masuk ke dalam ruangan. Wanita itu
memperhatikan Alina dari kaki sampai kepala, “cantik,” puji wanita itu, “wanita
baru ya bos,” yang tatapannya masih tertujuh pada Alina.
“Dadanin dia!”
perintah Lintenir itu.
“Baik bos,”
jawab wanita itu sambil menarik tangan Alina.
“Tunggu!”
Alina yang masih terlihat bingung, “apa yang harus lakukan?”.
“Kau ikutin
saja perintahku, setelah itu, baru aku beritahu apa yang harus kau lakukan”.
Alina yang
hanya berpikir dengan dia menurutin apa yang perintahkan lintenir itu
utang-utang Ayah tirinya yang dilipahkan padanya akan segera lunas, “baiklah,”
Alina mengikutin wanita itu kesebuah kamar.
“Ganti
pakaianmu,” perintah wanita itu.
“Iya,” Alina
mengganti pakaiannya dengan pakaian yang
berikan lintenir itu tadi. Setelah
berganti pakaian, wanita itu langsung mendadanin Alina. “Kau sudah menikah?”
tanyanya.
Alina
mengeleng.
“Berapa
umurmu?”.
“27”.
“Umurmu sudah
27 tahun, kau nyakin bisa menarik pria-pria itu. Karena kebanyakan pria-pria
mau wanita di bawah umur 25 tahun,” kata wanita itu sambil mendadanin Alina.
Alina tidak
mengerti maksud dari perkataan wanita itu padanya. Dia hanya diam menatap
dirinya dari cermin.
Setelah
selesai didadanin, wanita itu membawa Alina ke lentenir itu lagi, “sudah siap
bos”.
Lintenir itu melihat penampilan Alina yang sudah
berubah 100%, “bagus,” yang puas dengan hasil kinerja wanita itu, “ikut aku,”
kata lintenir itu pada Alina. Alina
mengikutin Lintenir itu sampai kesebuah kamar. Sebelum masuk lintenir itu bertanya pada Alina, “kau masih
perawat?”.
“Apa
maksudmu?!” Alina yang semakin tidak mengerti, “sebenarnya apa yang harus aku
lakukan??!” yang mulai curiga.
“Aku ingin kau
melayanin pria didalam kamar ini,” kata
lintenir itu memberitahu apa yang dilakukan Alina untuk melunasin utang-utang
Ayah tirinya.
“A…apa!” Alina
yang sangat kanget.
“Jika kau
masih perawat ¼ utang Ayahmu aku anggap lunas dan jika pelangganku itu puas
dengan layananmu, ¼ ya lagi aku anggap lunas,” lintenir itu menjelaskan pada
Alina cara permainannya.
Spontan Alina
langsung menampar lintenir itu.
Anak buah
lintenir itu akan memukul Alina namun di tahan
lintenir itu, “jangan!! Aku tidak mau
kalian merusak barang jualanku!” kata lintenir
itu pada anak buahnya.
Alina yang
tidak terimah dianggap barang jualan lalu menampar lintenir itu lagi namun kali ini lintenir itu lebih
cepat, dia berhasil menangkap tangan Alina.
Lintenir itu langsung menarik
rambut Alina, “kau pikir kau itu siapa?!! Memang kau sanggup membayar
utang-utang Ayahmu!!”.
Alina terus
menatap lintenir itu dengan tatapan tajam dan berusaha untuk tidak menanggis.
“Atau… kau
ingin melihat mayat adikmu?!”.
“Tunggu,”
Alina pun menanggis, “aku akan lakukannya, aku akan melakukannya, hemmm… aku
akan melakukannya huhuhummm… tapi aku mohon jangan sakitin adikku,” mohon
Alina.
Lintenir itu
melepaskan tangannya dari rambut Alina, “bagus,” lalu meninggalkan Alina dengan
anak buahnya.
“Masuk!”
perintah salah satu dari mereka.
Sebelum masuk
Alina menghapus air mata dipipinya. Alina sangat ketakutan sampai-sampai
tubuhnya gemetaran. Didalam kamar Alina melihat seorang pria yang umurnya
sekitar 50 tahun keatas sambil menikmatin minuman keras di tempat tidur.
Pria itu
memperhatikan Alina dari kaki sampai kepala, “kau cantik sekali,” puji pria tua
itu.
Tubuh Alina
tambah gemetar saat pria tua itu mendekatinnya.
“Kau tidak
usah takut, aku akan melakukannya dengan pelat-pelat,” sambil melepaskan satu
persatu kanci kemeja yang dipakainnya.
Alina berkata
didalam hatinya, tidak… aku tidak mau melakukannya, aku tak mau...! Alina
melihat botol minuman yang berada di meja tak jauh dari dirinya berdiri. Ketika
pria tua itu sedang lengah Alina
langsung mengambil botol dan langsung memukulnya ke kepala pria tua itu. pria
tua itu jatuh ke lantai dengan kepala penuh darah. Alina tidak mau
membuang-buang kesempatan, dia keluar
dari kamar. Untungnya anak buah dari lintenir
itu tidak berjaga di pintu kamar,
kesempatan ini Alina tidak
sia-siakan untuk melarikan diri dari
bar. Alina melepaskan sepatu hak tinggi yang dipakainnya kemudian sekecang-kecangnya berlari menjauhin bar.
***
Tak lama
kemudian pria tua itu keluar dari kamar dengan kepala penuh darah, “tolong…
tolong…” pria tua itu memintah tolong.
Lintenir itu
berserta anak buahnya mendekatin pria tua
itu, “apa yang terjadi?!”.
“Wanita itu…
wanita itu…”.
“Brensek!!
Cari dia!!” perintah lintenir itu pada
anak buahnya. Anak buahnya segera mengejar Alina yang sudah melarikan diri.
Lintenir itu mulai membujuk pria tua
itu, “maafkan aku, aku akan menganti uang pengobatannya,” bujuk lintenir itu agar pria tua itu tidak marah lagi
apalagi sampai menutunnya.
“Kau pikir aku
tidak punya uang untuk membayar pengobatanku!!” para pria tua itu.
“Maafkan aku,
aku akan kasih bonus tuan selama 3 hari dilayanin 2 wanita sekaligus. Aku
mohon, terimahlah maafku ini,” mohon lintenir
itu.
“Baik,”
menyetujuin kesepakatan, “tapi aku sendiri yang memilih wanita-wanitanya”.
“Baik tuan,”
lintenir itu memanggil anak buahnya, “bawak tuan ini ke rumah sakit”.
“Baik bos,”
lalu mereka membawa pria tua itu pergi dari bar.
“Brensek!!”
yang sangat marah pada Alina, “dia sudah membuatku rugi!! Dia harus mati!!”
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar