8
Terdenggar
suara ketukkan dari luar, “tok…tok…tok…!!”. Ibu Sari segera membuka pintu, “kau
sudah pulang?” melihat putranya yang baru pulang.
Kay masuk ke
dalam, “iya”. Kay melihat Alina yang masih tertidur di sofa padahal pada jam seperti ini Alina biasanya tidak
nampak lagi diapartemen, “dia gak kerja?”.
“Ibu segaja
tidak membangunkannya. Dia terlihat lelah yang selalu lembur tiap malam.
Cobalah kau bicara dengannya untuk bekerja pada siang hari saja. Gak baik juga
wanita kerja malam-malam,” saran Ibu Sari.
“Dia
membutuhkan pekerjaan itu Bu. Aku tidak tahu jelas, tapi dia bekerja malam
karena ingin membayar dengan seseorang”.
Ibu teringat
dengan kata-kata Alina tadi siang, “sebagian
gajiku, aku sisihkan untuk membayar sesuatu”. “Kalaupun dia memijam uang
dengan seseorang. Kau tidak sanggup membayarnya?!! Katamu kau mencintainnya!!”.
“Dia pastih
menolaknya Bu,” diam sejenak, “dia tipe wanita yang tidak mau menyusahkan
siapapun”.
“Nampak jelas
kok,” Ibu Sari yang kagum pada Aliina,
“kerja kerasnya Ibu ajukan jempol,” sambil menujukkan dua jempolnya pada Kay.
Kay tersenyum.
Ibu membuka
pembicaraan baru, “apa kau sudah cerita dengan Ayahmu?”.
“Kalaupun aku
memberitahu Ayah, Ayah pastih tidak setujuh”.
Ibu Sari
mengerti maksud perkataan Kay. Dia tahu benar seperti apa mantan suaminya itu.
Dari kecil Kay sudah dimajakan oleh kedua Ayahnya dengan kekayaan, wajar saja
jika Ayah ingin pedamping Kay akhirnya harus dari keluarga yang kaya juga.
***
Adriel
memikirkan apa yang dikatakan Kay padanya, “Jangan
tersingung. Bukannya aku bertanya padamu, kau mencari siapa. Faktanya kau bukan
mencariku jadi untuk apa aku capek-capek memperkenalkan diriku!”.
Adriel merasa apa yang dilakukan Kay ini seperti sikaf seorang anak
kecil, “kau seperti anak kecil!”.
“Aku suka menjadi anak kecil. Mereka tidak akan dipaksa untuk memikirkan
sesuatu yang tidak perluh mereka pikirkan”.
“Aku memang
bodoh!!” Adriel menyalahkan dirinya sendiri yang bisanya Kay mempermainkannya
selama ini.
***
Sarani
mendekatin Pak Budi yang sedang melamun di luar, “apa yang kau pikirkan?”
tanyanya.
“Aku ingin melidungin
putriku,” ucap Pak Budi.
“Melindungin
dari siapa? Darimu atau dari mereka?” yang tidak percaya dengan perubahan Pak
Budi, “apa tidak cukup kau membuat mereka menderita sampai seperti ini?!”.
“Kau berhak
tidak percaya denganku. Tapi aku tulus melakukannya,” Pak Budi yang ingin
berubah.
“Sekarang aku
tanya. Apa yang ingin kau lakukan??”.
***
Alina bangun
dari tidur lelapnya, dibuka matanya perlahan-lahan dengan tatapan langsung ke
depan. Alina kanget melihat Kay tidur di sofa yang berada di depannya. Alina
duduk dan memperhatikan lebih jelas apakah Kay benar-benar tidur atau hanya
pura-pura tidur. Cukup lama Alina memperhatikan Kay sampai-sampai dia tidak
menyadarin bahwa dirinya mulai tetarik dengan ketampanan Kay. Alina tersenyum
sendiri saat memadang Kay.
Tiba-tiba mata
Kay terbuka, Alina langsung kanget melihat mata Kay dan matanya bertatapan.
“Sudah puas menatapku?” kata Kay yang tenyata pura-pura tidur dari tadi. Kay
duduk namun tatapannya masih tertujuh pada Alina yang mulai salah tingkah.
“Siapa yang
menatapmu!!? Jangan ke geeran!” malu Alina.
Kay tersenyum.
Alina berdiri,
“aku harus kerja”.
“Sekarang
sudah jam 3. Apa masih mau pergi juga??”.
Alina melihat
jam di dinding yang sudah menuju pukul 3.15 WIB, “ahhh… kenapa kau gak bagunin
aku!” Alina yang mulai panik.
Kay mendekatin
Alina, dirapikannya rambut Alina yang masih berantakkan, “jangan paksakan
dirimu untuk bekerja. Jagahlah kesehatanmu, aku tak ingin kau sakit”.
“Kenapa kau
begitu perhatian denganku?”.
“Karena aku
mencintainmu. Aku tak ingin melihat wanita yang ku cintain menderita, itu sama
saja aku akan membuat diriku menderita,” kata Kay tulus.
Air mata
menetes membasahin pipi Alina.
Kay menghapus
air mata di pipi Alina, “aku harap ini air mata kebahagiaan”.
Alina
tersenyum namun air mata kebahagiaan itu masih menetes.
Kay memeluk
Alina, “aku mencintainmu,” Kay membisikkan kata-kata itu diteligah Alina.
Dari pintu
kamar Ibu Sari melihat keseriusan yang ditunjukkan Kay pada Alina itu membuat
Ibu Sari tambah kuatir. Dia tahu benar seperti apa mantan suaminya itu. Jika
Ayah memberikan keputusan, dia tidak akan merubah keputusan itu dan sampai
sekarang belum satupun orang yang bisa merubah sifat Ayah itu.
***
Keesokannya,
Ibu Sari keluar dari kamar dan melihat Kay sedang berdiri di balkon sambil
menikmatin secangkir kopi. Lalu mendekatin Kay, “dimana dia?” tanyanya.
“Lagi siapkan
sarapan,” jawab Kay.
“Apa kau
serius dengannya?”.
“Ya Bu. Ibu
menyukainnya kan??”.
“Saat Ibu
bersamanya, Ibu selalu teringat pada diriku sendiri. Dia seperti Ibu, suka
bekerja keras,” diam sejenak, “tapi kau tahu Ayahmu khan… Ayahmu tidak mungkin
merestuin kalian”.
“Aku tahu”.
“Kalau kau
tahu, kenapa kau tetap mempertahankannya. Bukan kau yang akan dibuat Ayahmu
menderita tapi Alina…” Ibu Sari tersenyum, “Sebaiknya kau pikirkan dulu sebelum
memutuskan. Jangan pikirkan cintamu pada Alina tapi pikirkan untuk
menyelamatkan Alina dari Ayahmu”.
Kay diam
memikirkan perkataan Ibu.
“Tante sudah
bangun,” Alina yang tiba-tiba muncul , “Eeeehhhh… tante dan Kay sarapan aja
duluan. Aku bagunin Ceri dulu,” Alina masuk ke dalam kamar untuk membangunin
Ceri untuk sekolah. Sejenak Alina termenung melihat ekpresi wajah Kay tadi yang
nampak serius. Namun Alina tidak mau berpikir macam-macam tentang Kay, dia pun
mulai membangunkan Ceri yang tertidur lelap,
“Ceri bangun… bangun Ceri… Ceriii…” yang terus membangunkan Ceri yang
masih tertidur lelap, “Ceri bangun… Ceri…!!”.
***
Adriel sarapan
bersama Ibu di meja makan sedangkan Ayah sudah berangkat sejak tadi karena ada
janji dengan seseorang. Ibu yang penasaran bagaimana perkembangan perusahaan
lalu bertanya pada Adriel, “bagaimana dengan perusahaan? Apa sudah kembali
normal?”.
“Belum,” jawab
singkat Adriel.
“Apa
rencanamu? Apa kau akan memberitahu Ayah?”.
“Aku gak tahu
Bu. Dan… Kay juga sudah tahu semua ini”.
“Apa! Dari
kapan?”.
“Aku gak tahu
pastih”.
“Apa Kay akan
mengatakannya pada Ayah?”.
“Aku gak tahu
Bu”. Suasana terhening sejenak, “semalam aku bertemu Kay”.
“Kau sudah
bertemu dengannya? Seperti apa dia?”.
“Dia suka
sekali bermain-main,” teringat dengan apa yang dilakukan Kay padanya, “dia
membuat aku terlihat bodoh Bu”.
“Apa
maksudmu?!” Ibu yang belum mengerti apa yang dimaksud putranya itu, “apa yang
dilakukan Kay sampai kau terlihat bodoh??”.
“Aku gak tahu
apa yang direncanakan Kay. Itu yang sekarang aku ingin cari tahu,” Adriel yang
masihh penasaran apa yang Kay rencanakan.
***
Sarani
menemanin Pak Budi ke rumah yang dulu di tempatin Alina dan Ceri setelah istri
dan anak tirinya meninggal. Dia melihat Pak Budi sedang menempel kertas yang
bertulisan RUMAH INI DI JUAL. “Kau serius mau menjual rumah ini?”.
“Tidak ada
jalan lain,” Pak Budi yang sebelumnya sudah berpikir panjang, “setelah rumah
ini laku, uangnya aku gunakan membayar utang-utangku dan…” tidak melajutin
kata-katanya.
“Dan apa??”.
“Aku ingin
mengajak mereka berdua tinggal bersama lagi di rumah kotrakan yang kecil,”
sedih Pak Budi.
“Bagaimana
kalau mereka menolak?”.
“Itu yang aku
takutin”.
***
Nisa masih
kepikiran dengan kata-kata Bob yang menyatakan ada seorang wanita yang mencintainnya
itu membuat Nisa penasaran siapa wanita yang maksud Alina dan kenapa Alina
mengatakan itu pada Bob. Nisa bersiap-siap untuk pulang ketika dia melihat Bob
yang mau melintasinnya, Nisa langsung bersembunyi di salah satu rak makanan
ringan. Dia nyakin wanita yang dimaksud Alina adalah dirinya itu membuat
dirinya sangat malu bertemu dengan Bob. Kalau
benar wanita yang dimaksud Alina itu adalah dirinya, dari mana Alina
tahu sedangkan dirinya belum pernah
cerita apa-apa tentang perasaannya selama ini pada Bob. Nisa pun menghubungin Alina untuk mengajak
ketemuan di taman untuk membahas yang membuatnya penasaran semalaman ini.
***
Tenyata
Ayah janjian bertemu dengan Gilda di
lestoran Hotel Ratu. Mereka berdua
sarapan bersama. “Maaf membuat om datang sepagi ini,” kata Gilda.
“Tidak
apa-apa. Kita sudah lama tidak sarapan bersama,” kata Ayah.
“Aku senang om
tidak berubah”.
Ayah tahu apa
yang dimaksud Gilda, “itu masalah kalian. Om tidak mau terlalu ikut campur”.
“Jadi om masih
mau merestuin kami?”.
“Jika kalian
saling suka, kenapa aku harus melarangnya”.
Gilda sangat
senang mendenggarnya, “eeehhh… aku ingin mintak bantuan pada om”.
“Apa?”.
“Aku ingin om
membantu aku untuk dekat lagi pada Kay. Aku mohon om… sepertinya Kay masih
marah denganku. Mungkin dengan om bicara, Kay bisa memaafkanku. Aku mohon om…”
harap Gilda Ayah mau membantunya untuk dekat lagi dengan Kay.
“Apa kau sudah
tahu Kay sedang dekat dengan seseorang??”.
“Apa!” Gilda
terkejut, “Kay menyukain wanita lain…” yang tak percaya apa didenggarnya, “itu
tidak mungkin,” Gilda pun menaggis tak bisa menahan kekecewaannya.
“Mulai
sekarang kau harus belajar untuk melupakannya,” nasehat Ayah, “kau harus kuat,”
sambil berdiri, “om pergi dulu,” lalu meninggalkan Gilda yang masih menanggis.
***
“Mana Alina?”
tanya Ibu Sari pada Kay yang sedang berdiri di balkon sambil merenung sesuatu.
“Pergi. Kenapa
Bu?” tanya balik Kay.
“Ibu mau
mengajaknya belanja. Isi dapur sudah banyak yang habis”.
“Telpon aja
Bu”.
“Ya udah. Ibu
pergi dulu ya sayang”.
“Ya Bu”.
Ibu Sari pun
pergi meninggalkan apartemen menggunakan mobilnya yang terpakir di tempat
pakiran.
Kay
mendapatkan telpon dari Heru, “halo…” setelah mendenggar apa yang dikatakan
Heru, “baiklah. Kita ketemu di tempat biasa,” lalu mematikan telpon. Kay
menarik nafas panjang lalu melepaskannya perlahan-lahan untuk menghilangkan
stress yang menimpahnya.
***
Alina bergegas
ke taman untuk menemuin Nisa. Dilihatnya Nisa sudah duduk di bangku taman yang
berbeda dari bangku yang biasa dia dudukkin. Karena takut Nisa menunggu lama,
Alina pun berlari dari apartemen ke taman itu membuat dirinya gos-gosan di
depan Nisa, “hhhmmm…hhhhmmm… sorry aku lama. Aku harus bersih-bersih dulu,”
lalu duduk di sebelah Nisa, “kau mau bicara apa?”.
Nisa tersenyum
sendiri melihat sikaf sahabatnya itu.
“Kenapa kau
tersenyum? ada yang lucu?”.
“Kau seperti
sudah menjadi istri Kay saja”.
“Apaan sih…”
malu Alina. “Kau mau bicara apa? Sepertinya penting banget. Ada apa?”.
“Kemarin Bob
ke kosanku”.
“Lalu?”.
“katanya, kau
mengatakan padanya ada seorang wanita yang diam-diam mencintainnya. Siapa
wanita itu? Apa aku mengenalnya?”.
“Ya. Kau sangat
mengenalnya”.
“Siapa?” Nisa
penasaran.
“Wanita yang
duduk disebelahku”.
“Apa! Maksudmu
aku??” Nisa kanget Alina tahu perasaannya pada Bob, “ka…kau tahu dari mana?”
gugup Nisa.
“Aku sudah
tahu lama”.
“Tapi kau tahu
dari mana?”.
“Kau lupa kita
sudah lama bersahabat. Apasih yang gak aku tahu tentangmu… sama sepertimu, kau
tahu semua tentangku”.
Nisa terharum
dengan kata-kata Alina itu membuat dirinya menanggis, “apa karena aku kau
selalu menolak perasaan Bob?” sambil menghapus air matanya.
“Awalnya iya.
Tapi lama kelamaan aku berpikir. Kau tidak mengungkap perasaanmu pada Bob
karena kau ingin menjaga perasaanku sama denganku, aku juga ingin menjaga
perasaanmu. Aku tidak ingin hanya gara-gara pria, persahabat kita jadi
rengang”.
“Alina…”.
“Intinya juga
aku tidak menyukain Bob. Untuk apa aku menerimah perasaan Bob yang faktanya aku
tidak menyukainnya”.
Nisa memeluk
Alina, “kau sahabatku yang terbaik”.
“Kau juga”.
Nisa
melepaskan pelukkannya, “trimah kasih”.
“Sampai kapan
kau seperti ini? Aku rasa tidak salah jika kau mengungkapkan perasaanmu
padanya. Terimah tidakknya itu urusan terakhir, yang penting kau sudah
mengungkapnya. Kau pun tidak menahan perasaanmu lagi, iya khan…” sarat Alina.
Nisa tersenyum
walaupun dia masih ragu dengan saran yang diberikan Alina padanya.
***
Kay janjian
bertemu dengan Heru di kafe yang berada di sekitar apartemen. Dia segaja mengajak Heru janjian diluar agar
Ibunya tidak mengetahuin masalah apa yang melenggu perusahaan. Heru mengatakan
sejak Kay memerintakan untuk menghendel keuangan perusahaan itu membuat
perusahaan tidak melakukan operasi apa-apa, “jika terus seperti ini. Perusahaan
tidak akan mendapatkan keuntungan dan masalah akan terus datang,” penjelasan
Heru.
“Jika aku
tidak melakukan seperti itu. keuangan
perusahaan akan terus keluar tanpa ada penjelasan”.
“Iya sih…”
Heru penasaran apa yang direncanakan Kay, “sebenarnya apa rencanamu?”.
Dibandingkan
menjawab pertanyaan Heru, Kay malah bertanya, “apa kau sudah mendapatkan yang
aku perintahkan?”.
“Ya!” Heru
kesal Kay tidak mau memberitahu rencananya, “Presiden Derektur perusahaan HK
adalah Pak Suroyo. Sekarang dia lagi ada
di Amerika. Aku dengan dua hari lagi Pak Suroyo akan kembali ke Jakarta untuk
menghadirin rapat saham perusahaannya, dan esoknya dia kembali lagi ke Amerika”.
“Jadi
kesempatanku bertemu dengannya hanya sedikit”.
“Ya. Apa kau
akan bertemu dengannya?”.
“Ya,” jawab
Kay sambil tersenyum. Tiba-tiba hpnya berbunyi, ketika tahu siapa yang
menghubunginnya dari layar hp Kay lanngsung mematikannya. Berkali-kali hpnya
berbunyi namun Kay tetap melakukan yang sama.
“Kenapa gak
diangkat?” heran Heru melihat Kay yang tidak mau mengangkat telpon, “dari
siapa?”.
“Gilda”.
“Kau tidak mau
bicara dengannya lagi?”.
“Ya”.
“Apa alasannya
karena Alina?”.
“Salah
satunya”.
“Alasan yang
lain???”.
Kay menatap
Heru, “beberapa hari ini aku lihat kau banyak sekali bertanya dibandingkan
bekerja,” sindir Kay.
“Maaf bos,”
Heru kembali dengan pekerjaannya.
***
“Jadi kapan
kau akan mengatakan perasaanmu pada Bob?” tanya Alina pada Nisa yang masih ragu
untuk mengatakan pada Bob.
“Aku gak
tahu”.
“Kau harus
semangat!” Alina memberikan semangat pada sahabatnya itu. Tiba-tiba hpnya
bordering, Alina mendapatkan telpon dari seseorang yang nomornya tidak
tercantung dalam kontak hpnya, walaupun begitu Alina tetap mengangkatnya,
“halo, ini siapa?” setelah mendenggar apa yang dikatakan si penelpon, Alina
nampak kanget saat si penelpon menyebutkan namanya, “tante… ada apa tan?” yang
tenyata Ibu Sari yang menelponnya, “baik aku akan kesana,” lalu menutup telpon.
“Siapa?” tanya
Nisa.
“Tante Sari”.
“Siapa tante
Sari?”.
“Ibu Kay,”
jawab Alina lagi sambil berdiri.
“Sepertinya
kalian sudah sangat dekat”.
“Dia wanita
yang baik. Walaupun sedikit bawel, dia hanya ingin menujukkan perhatiaannya
saja”.
“Aku penasaran”.
“Sekali-kali
mainlah ke apartemen”.
“Ok”.
“Aku harus
pergi. Dah ya…” Alina pun pergi meninggalkan Nisa sendiri ditaman. Beberapa
saat kemudian Nisa pun memutuskan untuk meninggalkan taman dan langsung pulang
kekosannya.
***
“Minggu depan
akan diadakan rapat pemilik saham. Dan saya rasa mereka akan membahas masalah
perusahaan Pak. Bapak harus segera memberitahu Komisaris tentang masalah ini.
Kalau tidak…” Asisten Adriel tidak melajutin kata-katanya.
“Aku tahu Kay
menghendel keuangan perusahaan agar tidak ada lagi pengeluaran tanpa
keterangan, tapi caranya ini bisa membuat perusahaan rugi!” kata Adriel yang
tidak menyukain keputusan yang diambil Kay.
“Tapi kita
tidak bisa menuntun Pak Kay. Dibandingkan Pak Adriel Pak Kay yang lebih
wewenang di perusahaan ini, walaupun Pak Kay belum terjun langsung dalam
perusahaan ini!”.
Alasan
asistennya itu yang paling Adriel tidak suka. “Apa karena dia yang akan menjadi
pemilik saham terbesar, dia sekendak
kepalanya sendiri membuat keputusan!!”.
“Maafkan saya
Pak. Sebaiknya Pak Adriel harus bersikaf baik dulu pada Pak Kay,” pendapat
asisten.
Adriel memukul
meja kerjanya untuk melepaskan kekesalannya, “brensek!!!”.
“Pak”.
Dari wajah
Adriel muncul kebencian yang mendalam pada Kay. Apa yang dilakukan Kay membuat
dirinya serba salah dalam memperbaikin masalah yang menimpah perusahaan ini.
***
Alina bergegas
kembali ke apartemen. Alina melihat Ibu Sari berdiri di luar mobilnya dengan
wajah kesal, “tante sudah lama?” tanyanya.
“Kau lama
sekali!!” marah Ibu Sari yang sudah dari tadi menunggu Alina datang.
“Maafkan aku”.
Ibu Sari
membuka pintu mobil belakang, “bawak semua barang ke dalam,” perintahnya.
“Apa!”.
“Kau gak
denggar!”.
“Iya…” Alina
mengambil barang-barang belanjaan dari dalam mobil, “banyak sekali tan…” yang tangannya
penuh dengan bungkusan belanjaan yang sangat berat.
“Jangan
cerewet! Bawak sanah!! Dan… jangan lama-lama. Masih banyak barang belanjaan di
belakang”.
“Iya…” Alina
masuk ke dalam gedung apartemen dengan tangannya penuh dengan barang belanjaan
yang sangat berat itu membuat sekali-kali Alina hampir jatuh tiba bisa menahan
barang belanjaan yang di bawaknya.
Ibu Sari
tersenyum sendiri yang berhasil memberi pelajaran pada Alina yang membiarkannya
belanjaan kebutuhan sehari-hari sendirian. Tiba-tiba Ibu Sari dikejutkan
kedatangan Gilda yang masih nampak terlihat habis menanggis, “kau kenapa?”.
Gilda berusaha
untuk tersenyum, “aku ingin bertemu Kay tan”.
“Kay tidak
ada. Kau kenapa nanggis?” tanya Ibu Sari lagi.
“Tadi aku
bertemu om Darmawan. Kata om, Kay sudah mempunyai kekasih. Aku ingin
mengetahuin kebenarannya tan”.
“Kebenarannya
adalah Kay memang sudah mempunyai kekasih”.
Gilda masih
terkejut dan masih tidak percaya jika tidak langsung Kay mengatakan langsung
padanya, “tante bohong…”Gilda menanggis, “Kay masih mencintainku. Tante
bohong…”.
Alina
tiba-tiba muncul, “ada apa ini?” heran melihat Gilda menanggis, “kenapa kau
menanggis?”.
Gilda heran
melihat wanita yang mendekatin mereka bisa bicara padahal waktu itu dia tidak
bicara satu katapun padanya, “kau bisa bicara???”.
“Apa maksudmu?
Alina memang bisa bicara?” Ibu Sari yang ikut kebingungat.
“Tapi waktu
itu???”.
“Aku bisa
bicara. Kau salah menilai jika kau mengira aku bisu. Mungkin kau lupa dengan
aku, tapi aku masih mengingatmu dengan jelas,” Alina menjulurkan tangannya,
“namaku Alina”.
Tapi Gilda
membiarkannya, “aku tidak mengerti maksudmu?”.
Mata Alina
berkaca-kaca saat dirinya teringat 5 tahun yang lalu saat dirinya datang
kepernikahan antara Adriel dan Gilda untuk mencegah pernikahan itu agar tidak
terjadi. Namun dengan kejamnya Gilda menyuruh anak buahnya untuk menyeret
dirinya keluar dari gedung. Saat itu perasaan Alina sangat hancur
berkeping-keping.
“Kau tidak
apa-apa?” tanya Ibu Sari yang melihat Alina yang hampir menanggis.
“Ya tan. Aku
duluan masuk,” Alina membawa sisa barang belanjaan ke dalam gedung apartemen.
“Siapa dia
tan? Kenapa bicaranya aneh seperti itu?” Gilda yang masih belum mengerti apa
maksud perkataan Alina padanya.
“Apa kau tidak
mengenalnya?” tanya Ibu Sari pada Gilda.
“Gaklah. Baru
kemarin aku bertemu dengannya,” jawab Gilda menyakinkan Ibu Sari.
Ibu Sari
semakin heran kenapa Alina bisa bicara seperti itu pada Gilda. Jika mereka baru
sekali bertemu apa yang dikatakan Gilda, kenapa ekpresi kebencian dari wajah
Alina yang nampak jelas tertujuh pada Gilda. Pastih ada sesuatu yang membuat
Alina tidak menyukain Gilda. Tapi apa itu??? beribu pertanyaan muncul di benak
Ibu Sari namun tidak satupun yang terjawab.
***
Kay dan Heru
keluar dari kafe. “Aku tunggu secepatnya,” kata Kay pada Heru yang akan masuk
ke dalam mobil.
“Ok. Aku pergi
dulu,” Heru pergi meninggallkan Kay yang memutuskan untuk berjalan kaki pulang
ke apartemennya.
Baru beberapa
langkah Kay meninggalkan kafe, Kay melihat Nisa yang melintas di depannya.
Dengan tersenyum Kay menyapa Nisa.
“Hai… eee…
trimah kasih yach…”.
“Untuk apa?
Aku tidak melakukan apa-apa untukmu?”.
“Trimah kasih
kau sudah membuat sahabatku kembali seperti dulu lagi”.
Kay tahu apa
yang dimaksud Nisa, “apa kau berhasil menyadarkannya?” tanyanya membuka
pembicaraan baru.
“Siapa?” lalu
mengingat-ingat, “oohhh…” tersenyum malu, “aku gak tahu. aku bingung harus
melakukan apa”.
“Apa aku boleh
memberikan saran?”.
“Apa itu?”.
“Katakan
perasaanmu segera. Jangan kau menyimpannya sendiri itu akan membuat dirimu akan
semakin terluka. Terimah tidaknya dia itu salah satu resiko yang harus kita
hadapin jika berani mencintain seseorang…” saran Kay.
Nisa tertawa,
“hahaha… kata-katamu gak jauh bedah dengan kata-kata Alina’.
“Benarkah?
Kalau gitu kau harus segera melakukannya”.
“Trimah kasih
yach…”.
Kay tersenyum.
***
Alina yang
sedang memasak untuk makan malam di dapur. Dia menyadarin kehadiran Ibu Sari
yang datang mendekatinnya, “tante mau minum?” tanya Alina dengan lembut.
“Dari mana kau
mengenal Gilda?” tanya Ibu Sari yang masih penasaran.
“Suaminya
adalah mantan kekasihku,” jawab Alina sambil memasak untuk menghindarin tatapan
Ibu Sari padanya.
“Apa kau masih
menyukainnya?”.
“Aku
membencinya,” yang akhirnya tidak bisa menahan tanggisnya, “aku sangat membenci mereka”.
“Tapi mereka
sudah bercerai”.
Alina diam
sejenak lalu menghapus air matanya, “itu hukuman mereka yang berani
menyakitinku. Bertahun-tahun aku menderita karena mereka! Aku gak terimah…”
Alina menaggis lagi.
Ibu Sari
memeluk Alina, sepertinya kalian dijodohkan
untuk bersama, kata Ibu Sari dalam hatinya
yang mengingat nasif percintaan Alina tak jauh bedah dengan Kay.
***
Adriel pulang
ke rumah di sambut hangat oleh Ibu di depan pintu masuk, “apa Ayah sudah
pulang?” tanyanya yang ingin bertemu dengan Ayah untuk mengatakan sebenarnya.
“Ya. Ada apa?”
tanya Ibu.
“Dimana
Ayah?”.
“Diruang
kerja,” Ibu mulai berpikir Adriel ingin
mengatakan apa yang terjadi pada perusahaan, “apa kau akan mengatakan
sebenarnya pada Ayah?”.
“Ya”.
“Kau gila!!”.
“Jika aku
tidak mengatakannya aku yang akan gila Bu!!!” menatap Ibu dengan tatapan tajam,
“maafkan aku,” lalu berjalan menuju ruang kerja , namun langkah Adriel terhenti
di depan pintu ruang kerja Ayah. Keberanian yang dikumpulkannya dari tadi
hilang saat mengingat kepercayaan yang Ayah berikan padanya akan menjadi
kekecewaan itu membuat Adriel mengudurkan niatnya untuk berkata jujur pada
Ayah.
***
“Kau sudah
pulang,” Ibu Sari menyambut putranya yang baru pulang.
“Ya,” Kay
tidak melihat Alina, “Alina sudah pergi?”.
“Ya,” terdiam
sejenak, “tadi Gilda datang,” Ibu Sari tidak melihat ekpresi apa-apa dari wajah
Kay, “sepertinya mereka saling kenal”. Barulah ada reaksi dari Kay. “Sepertinya
ada yang dilakukan Gilda sampai Alina membencinya”.
“Maksud Ibu
apa? Aku gak mengerti?”.
“Sama
denganmu, Alina juga dicampakkan kekasihnya. Wanita itu adalah Gilda”.
Kay diam.
“Kay…”.
Kay hanya
menghela nafas.
***
Nisa
mendekatin Alina yang sedang menghitung barang belanjaan pembeli, “sini aku
bantu,” lalu membantu Alina memasukkan barang belanjaan ke bungkusan plastik
sambil berkata, “tadi soreh aku ketemu Kay”.
“Apa yang
kalian bicarakan?” tanya Alina.
“Kau tidak
cemburu khan…?” goda Nisa.
Alina hanya
tersenyum malu ditambah pembeli itu pun tersenyum padanya itu membuat dirinya
tambah malu.
“Kami hanya
tidak segaja bertemu. Apa kalian sudah resmi pacaran??”.
Alina diam.
Walaupun dia juga menyukain Kay namun sampai saat ini dia belum mengungkapkan
perasaannya pada Kay lain dengan Kay. Kay pertama kali mengungkapkan perasaan
pada Alina.
“Kau harus
segera membalasnya. Kalau tidak! Aku akan merebutnya!” canda Nisa.
Kata-kata Nisa
membuat Alina tertawa, “hahahaha… kau ini”.
“Aku serius”.
“Ya… aku
tahu,” Alina yang tahu Nisa masih bercanda padanya.
Melihat sikaf
Alina yang cuek Nisa kesal, “Alina…!!”.
“Iya… kau
juga,” Alina membalas mengoda.
“Alina… !!!”.
***
Ibu Sari
melihat Kay keluar dari kamar dengan mengenahkan pakaian kaos putih dilapisin
jas berwarna hitam dan celana jeas yang biasanya pagi-pagi seperti ini Kay
selalu memakai baju kaos dan celana trening atau celana pendek untuk jonging
tapi hari ini sepertinya Kay tidak akan pergi jonging karena mana mungkin Kay
pergi dengan berpakaian seperti itu. karena penasaran Ibu Sari langsung
bertanya, “kau mau kemana?”.
Kay hanya
tersenyum menanggapin pertanyaan Ibu Sari padanya, “aku pergi dulu…” lalu pergi
meninggalkan apartemen.
“Mau kemana
anak itu?” Ibu Sari yang masih penasaran.
“Kak Kay mau
kemana?” tanya Ceri yang tiba-tiba muncul.
Ibu Sari
menolek dan melihat Ceri sudah berpakaian rapi, “kau mau ke sekolah?”.
Ceri
mengangguk.
“Sekolah yang
baik,” kata Ibu Sari lalu masuk ke dalam kamar.
“Kenapa sih
orang rumah ini???” bingung Ceri.
***
Adriel sarapan
dengan Ibu dan Ayah di meja makan.
Adriel merasa serbah salah dihadapan Ayah itu membuat dirinya tidak nyaman dengan
keadaan seperti ini. Ayah merasakan ketidak nyamanan Adriel di dekatnya lalu
bertanya, “apa ada yang ingin kau bicarakan??”.
Adriel nampak
kanget, “i…” belum sempat Adriel menjawab tiba-tiba hpnya berbunyi. Adriel
mendapatkan telpon dari Gilda, “halo…” setelah mendenggar apa yang dikatakan
Gilda padanya. “Baiklah. Aku akan kesana,” lalu menutup telpon.
“Dari siapa
sayang?” tanya Ibu.
Adriel tahu
Ibu pastih tidak menyukain siapa yang menghubunginnya dia pun menghindarin pertanyaan
Ibu, “aku pergi dulu,” sambil berdiri.
“Kau tidak
sarapan dulu sayang…?” tanya Ibu lagi.
“Aku nanti
sarapan di luar. Permisih…” Adriel pun pergi meninggalkan rumah menggunakan
kendaraan beroda empatnya yang terpakir di depan rumah.
“Apa kau tahu
Adriel menyimpan rahasia?” tanyan Ayah yang mulai bersikaf dingin pada Ibu.
“Maksud Ayah
apa?” gugup Ibu yang pura-pura tidak tahu apa-apa.
“Apa Adriel
pernah cerita sesuatu padamu?”.
“Ti…tidak
Yah”.
“Kau nyakin?”.
“I…iya…”.
Ayah heran
kenapa Ibu segugup itu menjawab pertanyaannya itu membuat Ayah mulai
mencurigain Ibu. Apa Ibu sudah tahu
masalah ini??? Kata Ayah dalam hatinya bertanya-tanya kenapa Ibu begitu
tengang waktu dirinya bertanya tentang apa yang dirahasiakan Adriel.
***
Alina dan Nisa
keluar dari supermarket dan akan segera pulang. Namun langkah mereka terhenti
di depan pintu masuk saat melihat Kay berdiri di mobil BMW yang terpakir tak jauh dari supermarket. “Bukannya itu Kay?” kata Nisa.
“Ya,” jawab
Alina yang juga kanget melihat kehadiran Kay.
Mereka melihat
Kay melambaikan tangan kearah mereka berdua. “Dia kesini hanya mampir atau
segaja menjemputmu??” tanya Nisa.
“Apa”.
“Hahhh… kau
ini! Sanah dekatin dia!” desak Nisa.
“Ya,” Alina
mendekatin Kay yang menyambut kedatangannya dengan senyuman.
“Itu Kay?”
tanya Bob yang tiba-tiba muncul di belakang Nisa.
Nisa langsung
menolek ke belakang, “iya. kau cemburu?”.
“Sepertinya
aku tidak pantas lagi cemburu dengannya?”.
“Kenapa?? Apa
kau mulai melupakannya”.
“Ya… aku akan
belajar melupakannya”.
Kata-kata Bob
membuat Nisa sangat senang.
Bob melihat
Nisa tersenyum sendiri, “kau kenapa tersenyum?”.
“Enggak…” malu
Nisa.
“Kau sedang
apa disini?” tanya Alina pada Kay.
“Aku
menjemputmu,” jawab Kay.
“Tumben???”.
“Aku ingin
kita menghabiskan waktu bersama”.
“Apa.
Hahahahhh…”.
Kay membukakan
pintu untuk Alina, “masuklah”.
“Baiklah,”
lalu Alina masuk ke dalam mobil. Setelah Alina masuk barulah Kay masuk ke dalam
mobil. “Kita mau kemana?” tanya Alina.
“Kemana saja,
asal berdua denganmu,” jawab Kay sambil menjalankan mobil menuju arah pantai
yang sekali-kali menolek kearah Alina yang mulai mengantuk.
***
Adriel
menemuin Gilda di kafe sekitar pantai Ancol yang sebelumnya Gilda memberitahu
keberadaannya pada mantan suaminya itu.
Gilda melihat kedatangan Adriel, “kau datang juga. Aku pikir kau tidak akan menemuin aku
lagi,” katanya.
Adriel melihat
kesedihan di wajah Gilda, “kau ada masalah?” sambil duduk.
“Ya…” Gilda
menghela nafas panjang, “aku menyesal menikah denganmu… aku menyesal
meninggalkannya hanya karena dirimu…” lalu menanggis.
Sama seperti
Gilda, Adriel pun sangat menyesalin perbuatannya 5 tahun yang lalu pada Alina,
tapi kata-kata itu tidak bisa lagi diucapkannya, “apa kau akan bertahan?”.
Gilda masih
menanggis, “aku gak tahu. kepalaku sakit sekali,” sambil memengang kepalanya
dengan kedua tangannya.
“Kau harus
belajar melupakannya”.
Gilda diam dan
masih menanggis.
***
Ayah
mendapatkan telpon dari anak buahnya tentang penyelidikan yang
diperintahkannya, “apa. Mereka tinggal serumah?”.
“Ya Pak,” kata
anak buah Ayah yang menelponnya.
“Cari tahu
tentang keluarga wanita itu?!”.
“Baik Pak,”
lalu menutup telponnya.
Ayah teringat
pada mantan istrinya yang sekarang tinggal serumah dengan Kay itu tandanya
mantan istrinya itu tahu tentang wanita yang lagi dekat dengan Kay saat ini.
Ayah pun menelpon Ibu Sari untuk mengajak ketemuan.
***
Ketika suasana
Gilda sudah tenang, “maafkan aku.
Seharusnya aku tidak menyuruhmu datang,” katanya,
“Mau
jalan-jalan?” ajak Adriel.
“Hahaha… boleh
juga. Aku denggar disekitar sini ada pemadangan yang indah. Kita ke sana saja”.
“Baiklah”.
Mereka berdua pergi meninggalkan kafe.
***
Kay dan Alina
tiba di tepi pantai. Kay segaja memakirkan mobil di tepi pantai karena tidak
mungkin Kay meninggalkan Alina yang tertidur lelap di dalam mobil yang di
pakirkannya di tempat pakiran yang jaraknya lumayan jauh dari tepi pantai
karena itulah Kay segaja memakirkan mobil di tepi pantai. Sambil menikmatin
suasana pantai yang indah dan sejuk, Kay juga bisa memperhatikan Alina di dalam
mobil.
Kay berdiri di
luar mobil sambil memikirkan hubungannya
dengan Alina nantinya karena Kay tahu akan banyak yang menghalangin cinta
mereka berdua. Disisi lain Kay tidak ingin melihat wanita yang dicintainnya itu
pergi darinya namun disisi lain Kay juga tidak mau melukain siapapun.
***
Ayah dan Ibu
Sari bertemu di lestoran Hotel Ratu. Ibu Sari langsung bertanya kenapa Ayah
mengajaknya ketemuan, “kenapa kau ingin bertemu denganku?”.
“Kau tahu Kay
lagi dekat dengan wanita?”.
“Ya. Kami
tinggal serumah”.
“Seperti apa
dia?”.
“Dia wanita
baik, bekerja keras dan sedikit keras kepala,” jawab Ibu Sari yang berharap
Ayah tidak bertanya macam-macam padanya tentang Alina.
“Orang tuanya
gimana? Apa orang tuanya seorang pegusaha?”.
Ibu Sari diam
sejenak, “sebaiknya kau tanyakan langsung pada putramu”.
“Kenapa?”
curiga Ayah.
Ibu Sari
berusaha menutupin yang sebenarnya, “aku hanya tidak pantas saja untuk menjawab
itu semua. Karena penilaian kita berbeda-beda dalam menentukan kehidupan putra
kita nantinya. Aku menyukainnya karena dia baik dan bekerja keras tapi kau….”
Ibu Sari tidak melajutkan kata-katanya, “sebaiknya kau tanya langsung pada
Kay,” lalu berdiri, “permisih…” dan pergi meninggalkan Ayah yang penuh dengan
penasaran.
***
Alina bangun
dari tidurnya. Dia melihatnya dihadapannya ombak yang sekali-kali menghempas ke
tepi pantai. Permadangan ini sudah lama
sekali tidak dinikmatinnya. Alina keluar
dari mobil dan mendekatin Kay, “pemadangannya indah,” ucap Alina dengan tatapan
masih ke depan.
Kay menolek,
“kau menyukainnya?”.
“Ya”. Alina
merasakan Kay memadangnya, “kau kenapa melihatku seperti itu? apa ada yang aneh
dengan wajahku?” sambil memengan wajahnya dengan kedua tangannya.
“Ya,” yang
masih menatap Alina.
“Apa?”.
“Aku gak tahu
apa itu”.
Alina yang
mengira Kay hanya mengodahnya, “kau ini! Jangan main-main denganku”.
Kay tersenyum
sejenak lalu menatap Alina lagi, “apakah aku boleh tahu perasaanmu padaku?”.
Alina bingung
kenapa Kay tiba-tiba bertanya perasaannya, “apa itu penting?”.
“Saat ini
iya”.
Alina menatap
Kay, “kalau boleh jujur, aku menyukainmu tapi aku tak bisa mengatakannya
sekarang,” Alina menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan-lahan, “aku
ingin meyelesaikan masalahku, baru aku mengatakannya padamu”.
Kay tersenyum
tipis, “aku anggap itu satu jawaban darimu,” diam sejenak, “apakah jika aku
menginginkan kau untuk bertahan, kau
akan bertahan??” tanyanya.
Alina langsung
mendungga pastih ada terjadi sesuatu, “ada apa? Apa yang terjadi”.
“Jawab aja.
Apa kau akan bertahan?”.
“Ya”.
Walaupun Kay
masih ragu dengan jawaban Alina, dengan mendenggar jawaban dari Alina itu
membuat Kay sudah cukup tenang dan terhibur. Kay mendekatkan wajahnya ke wajah
Alina.
“Kau mau apa?”
tanya Alina yang pura-pura tidak tahu apa yang dilakukan Kay padanya.
“Menciummu”.
“Apa. Hahahahaha…”
tertawa dibuat-buatnya, “jangan bercanda!” melihat Kay tambah mendekatkan
wajahnya ke wajah Alina, “kau serius….? Ini di depan umum”.
Kay
menghentikan niatnya, “baiklah. Lain kali kau harus membayarnya”.
“Apa.
Hahahaha… jangan bercanda”.
Kay memeluk
memeluk Alina dengan erat.
Tanpa
disadarin mereka berdua, Adriel dan Gilda memadang mereka dari jauh.
Dibandingkan Gilda, Adriel yang paling terkejut melihat kejadian itu. “Apaan
ini…” Gilda yang berniat mendekatin Kay dan Alina namun Adriel langsung menahan
tangan Gilda. “Lepaskan aku! Aku tidak terimah diperlakukan seperti ini!” marah
Gilda.
“Kau lupa
kalian tidak bersama lagi!!” Adriel yang menutup perasaannya saat ini, “kau dan
Kay tidak ada hubungan apa-apa lagi”.
Gilda lesuh,
dia baru sadar. Jika dia melakukan itu, itu sama saja dia mempermalukan dirinya
sendiri di depan umum terutama dihadapan Kay. “Jadi apa yang harus aku
lakukan?”.
“Lupakan Kay.
Biarkan mereka bersatu,” Adriel yang mulai melepaskan niatnya untuk mendapatkan
Alina lagi.
Kay melepaskan
pelukkannya, “ayo kita pulang,” ajaknya.
“Tapi…” Alina
yang belum puas menikmatin permadangan itu. Kay menariknya sampai masuk ke
dalam mobil, “kenapa cepat sekali?! Aku belum puas…”.
“Lain kali
kita kesini lagi”.
“Aku gak mau!”
rengek Alina.
Kay baru
pertama kali melihat Alina merengek itu terlihat lucu baginya, “hahahaha…” Kay
tertawa.
Alina baru
menyadarin apa yang dilakukannya, “gak ada yang lucu,” malu Alina.
Kay
menjalankan kendaraannya menuju komplek tempat mereka tinggal, “kita pulang dulu,
baru nanti aku antar kau kerja,” sambil
menyetir.
“Gak usah.
Kita langsung aja ke supermarket”.
“Kalau gitu
kita makan dulu”.
“Aku bisa
makan di supermarket”.
“Hahhhhh… apa
dia tidak memikirkan aku seharian tidak makan hanya untuk menunggunya bangun,”
keluh Kay.
“Nanti di
rumah jangan lupa makan. Ok…”.
Kata-kata
Alina membuat Kay tertawa, “hahahaha…hahaha…haha…”.
***
Bersambung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar