Jumat, 08 Juni 2012

Because I Love You 8

8

Terdenggar suara ketukkan dari luar, “tok…tok…tok…!!”. Ibu Sari segera membuka pintu, “kau sudah pulang?” melihat putranya yang baru pulang.
Kay masuk ke dalam, “iya”. Kay melihat Alina yang masih tertidur di sofa padahal  pada jam seperti ini Alina biasanya tidak nampak lagi diapartemen, “dia gak kerja?”.
“Ibu segaja tidak membangunkannya. Dia terlihat lelah yang selalu lembur tiap malam. Cobalah kau bicara dengannya untuk bekerja pada siang hari saja. Gak baik juga wanita kerja malam-malam,” saran Ibu Sari.
“Dia membutuhkan pekerjaan itu Bu. Aku tidak tahu jelas, tapi dia bekerja malam karena ingin membayar dengan seseorang”.
Ibu teringat dengan kata-kata Alina tadi siang, “sebagian gajiku, aku sisihkan untuk membayar sesuatu”. “Kalaupun dia memijam uang dengan seseorang. Kau tidak sanggup membayarnya?!! Katamu kau mencintainnya!!”.
“Dia pastih menolaknya Bu,” diam sejenak, “dia tipe wanita yang tidak mau menyusahkan siapapun”.
“Nampak jelas kok,” Ibu Sari yang  kagum pada Aliina, “kerja kerasnya Ibu ajukan jempol,” sambil menujukkan dua jempolnya pada Kay.
Kay tersenyum.
Ibu membuka pembicaraan baru, “apa kau sudah cerita dengan Ayahmu?”.
“Kalaupun aku memberitahu Ayah, Ayah pastih tidak setujuh”.
Ibu Sari mengerti maksud perkataan Kay. Dia tahu benar seperti apa mantan suaminya itu. Dari kecil Kay sudah dimajakan oleh kedua Ayahnya dengan kekayaan, wajar saja jika Ayah ingin pedamping Kay akhirnya harus dari keluarga yang kaya juga.
***
Adriel memikirkan apa yang dikatakan Kay padanya, “Jangan tersingung. Bukannya aku bertanya padamu, kau mencari siapa. Faktanya kau bukan mencariku jadi untuk apa aku capek-capek memperkenalkan diriku!”.
Adriel merasa apa yang dilakukan Kay ini seperti sikaf seorang anak kecil, “kau seperti anak kecil!”.
“Aku suka menjadi anak kecil. Mereka tidak akan dipaksa untuk memikirkan sesuatu yang tidak perluh mereka pikirkan”.
“Aku memang bodoh!!” Adriel menyalahkan dirinya sendiri yang bisanya Kay mempermainkannya selama ini.
***
Sarani mendekatin Pak Budi yang sedang melamun di luar, “apa yang kau pikirkan?” tanyanya.
“Aku ingin melidungin putriku,” ucap Pak Budi.
“Melindungin dari siapa? Darimu atau dari mereka?” yang tidak percaya dengan perubahan Pak Budi, “apa tidak cukup kau membuat mereka menderita sampai seperti ini?!”.
“Kau berhak tidak percaya denganku. Tapi aku tulus melakukannya,” Pak Budi yang ingin berubah.
“Sekarang aku tanya. Apa yang ingin kau lakukan??”.
***
Alina bangun dari tidur lelapnya, dibuka matanya perlahan-lahan dengan tatapan langsung ke depan. Alina kanget melihat Kay tidur di sofa yang berada di depannya. Alina duduk dan memperhatikan lebih jelas apakah Kay benar-benar tidur atau hanya pura-pura tidur. Cukup lama Alina memperhatikan Kay sampai-sampai dia tidak menyadarin bahwa dirinya mulai tetarik dengan ketampanan Kay. Alina tersenyum sendiri saat memadang Kay.
Tiba-tiba mata Kay terbuka, Alina langsung kanget melihat mata Kay dan matanya bertatapan. “Sudah puas menatapku?” kata Kay yang tenyata pura-pura tidur dari tadi. Kay duduk namun tatapannya masih tertujuh pada Alina yang mulai salah tingkah.
“Siapa yang menatapmu!!? Jangan ke geeran!” malu Alina.
Kay tersenyum.
Alina berdiri, “aku harus kerja”.
“Sekarang sudah jam 3. Apa masih mau pergi juga??”.
Alina melihat jam di dinding yang sudah menuju pukul 3.15 WIB, “ahhh… kenapa kau gak bagunin aku!” Alina yang mulai panik.
Kay mendekatin Alina, dirapikannya rambut Alina yang masih berantakkan, “jangan paksakan dirimu untuk bekerja. Jagahlah kesehatanmu, aku tak ingin kau sakit”.
“Kenapa kau begitu perhatian denganku?”.
“Karena aku mencintainmu. Aku tak ingin melihat wanita yang ku cintain menderita, itu sama saja aku akan membuat diriku menderita,” kata Kay tulus.
Air mata menetes membasahin pipi Alina.
Kay menghapus air mata di pipi Alina, “aku harap ini air mata kebahagiaan”.
Alina tersenyum namun air mata kebahagiaan itu masih menetes.
Kay memeluk Alina, “aku mencintainmu,” Kay membisikkan kata-kata itu diteligah Alina.
Dari pintu kamar Ibu Sari melihat keseriusan yang ditunjukkan Kay pada Alina itu membuat Ibu Sari tambah kuatir. Dia tahu benar seperti apa mantan suaminya itu. Jika Ayah memberikan keputusan, dia tidak akan merubah keputusan itu dan sampai sekarang belum satupun orang yang bisa merubah sifat Ayah itu.
***

Keesokannya, Ibu Sari keluar dari kamar dan melihat Kay sedang berdiri di balkon sambil menikmatin secangkir kopi. Lalu mendekatin Kay, “dimana dia?” tanyanya.
“Lagi siapkan sarapan,” jawab Kay.
“Apa kau serius dengannya?”.
“Ya Bu. Ibu menyukainnya kan??”.
“Saat Ibu bersamanya, Ibu selalu teringat pada diriku sendiri. Dia seperti Ibu, suka bekerja keras,” diam sejenak, “tapi kau tahu Ayahmu khan… Ayahmu tidak mungkin merestuin kalian”.
“Aku tahu”.
“Kalau kau tahu, kenapa kau tetap mempertahankannya. Bukan kau yang akan dibuat Ayahmu menderita tapi Alina…” Ibu Sari tersenyum, “Sebaiknya kau pikirkan dulu sebelum memutuskan. Jangan pikirkan cintamu pada Alina tapi pikirkan untuk menyelamatkan Alina dari Ayahmu”.
Kay diam memikirkan perkataan Ibu.
“Tante sudah bangun,” Alina yang tiba-tiba muncul , “Eeeehhhh… tante dan Kay sarapan aja duluan. Aku bagunin Ceri dulu,” Alina masuk ke dalam kamar untuk membangunin Ceri untuk sekolah. Sejenak Alina termenung melihat ekpresi wajah Kay tadi yang nampak serius. Namun Alina tidak mau berpikir macam-macam tentang Kay, dia pun mulai membangunkan Ceri yang tertidur lelap,  “Ceri bangun… bangun Ceri… Ceriii…” yang terus membangunkan Ceri yang masih tertidur lelap, “Ceri bangun… Ceri…!!”.
***
Adriel sarapan bersama Ibu di meja makan sedangkan Ayah sudah berangkat sejak tadi karena ada janji dengan seseorang. Ibu yang penasaran bagaimana perkembangan perusahaan lalu bertanya pada Adriel, “bagaimana dengan perusahaan? Apa sudah kembali normal?”.
“Belum,” jawab singkat Adriel.
“Apa rencanamu? Apa kau akan memberitahu Ayah?”.
“Aku gak tahu Bu. Dan… Kay juga sudah tahu semua ini”.
“Apa! Dari kapan?”.
“Aku gak tahu pastih”.
“Apa Kay akan mengatakannya pada Ayah?”.
“Aku gak tahu Bu”. Suasana terhening sejenak, “semalam aku bertemu Kay”.
“Kau sudah bertemu dengannya? Seperti apa dia?”.
“Dia suka sekali bermain-main,” teringat dengan apa yang dilakukan Kay padanya, “dia membuat aku terlihat bodoh Bu”.
“Apa maksudmu?!” Ibu yang belum mengerti apa yang dimaksud putranya itu, “apa yang dilakukan Kay sampai kau terlihat bodoh??”.
“Aku gak tahu apa yang direncanakan Kay. Itu yang sekarang aku ingin cari tahu,” Adriel yang masihh penasaran apa yang Kay rencanakan.
***
Sarani menemanin Pak Budi ke rumah yang dulu di tempatin Alina dan Ceri setelah istri dan anak tirinya meninggal. Dia melihat Pak Budi sedang menempel kertas yang bertulisan RUMAH INI DI JUAL. “Kau serius mau menjual rumah ini?”.
“Tidak ada jalan lain,” Pak Budi yang sebelumnya sudah berpikir panjang, “setelah rumah ini laku, uangnya aku gunakan membayar utang-utangku dan…” tidak melajutin kata-katanya.
“Dan apa??”.
“Aku ingin mengajak mereka berdua tinggal bersama lagi di rumah kotrakan yang kecil,” sedih Pak Budi.
“Bagaimana kalau mereka menolak?”.
“Itu yang aku takutin”.
***
Nisa masih kepikiran dengan kata-kata Bob yang menyatakan ada seorang wanita yang mencintainnya itu membuat Nisa penasaran siapa wanita yang maksud Alina dan kenapa Alina mengatakan itu pada Bob. Nisa bersiap-siap untuk pulang ketika dia melihat Bob yang mau melintasinnya, Nisa langsung bersembunyi di salah satu rak makanan ringan. Dia nyakin wanita yang dimaksud Alina adalah dirinya itu membuat dirinya sangat malu bertemu dengan Bob. Kalau  benar wanita yang dimaksud Alina itu adalah dirinya, dari mana Alina tahu sedangkan dirinya  belum pernah cerita apa-apa tentang perasaannya selama ini pada Bob.  Nisa pun menghubungin Alina untuk mengajak ketemuan di taman untuk membahas yang membuatnya penasaran semalaman ini.
***
Tenyata Ayah  janjian bertemu dengan Gilda di lestoran Hotel Ratu.  Mereka berdua sarapan bersama. “Maaf membuat om datang sepagi ini,” kata Gilda.
“Tidak apa-apa. Kita sudah lama tidak sarapan bersama,” kata Ayah.
“Aku senang om tidak berubah”.
Ayah tahu apa yang dimaksud Gilda, “itu masalah kalian. Om tidak mau terlalu ikut campur”.
“Jadi om masih mau merestuin kami?”.
“Jika kalian saling suka, kenapa aku harus melarangnya”.
Gilda sangat senang mendenggarnya, “eeehhh… aku ingin mintak bantuan pada om”.
“Apa?”.
“Aku ingin om membantu aku untuk dekat lagi pada Kay. Aku mohon om… sepertinya Kay masih marah denganku. Mungkin dengan om bicara, Kay bisa memaafkanku. Aku mohon om…” harap Gilda Ayah mau membantunya untuk dekat lagi dengan Kay.
“Apa kau sudah tahu Kay sedang dekat dengan seseorang??”.
“Apa!” Gilda terkejut, “Kay menyukain wanita lain…” yang tak percaya apa didenggarnya, “itu tidak mungkin,” Gilda pun menaggis tak bisa menahan kekecewaannya.
“Mulai sekarang kau harus belajar untuk melupakannya,” nasehat Ayah, “kau harus kuat,” sambil berdiri, “om pergi dulu,” lalu meninggalkan Gilda yang masih menanggis.
***
“Mana Alina?” tanya Ibu Sari pada Kay yang sedang berdiri di balkon sambil merenung sesuatu.
“Pergi. Kenapa Bu?” tanya balik Kay.
“Ibu mau mengajaknya belanja. Isi dapur sudah banyak yang habis”.
“Telpon aja Bu”.
“Ya udah. Ibu pergi dulu ya sayang”.
“Ya Bu”.
Ibu Sari pun pergi meninggalkan apartemen menggunakan mobilnya yang terpakir di tempat pakiran.
Kay mendapatkan telpon dari Heru, “halo…” setelah mendenggar apa yang dikatakan Heru, “baiklah. Kita ketemu di tempat biasa,” lalu mematikan telpon. Kay menarik nafas panjang lalu melepaskannya perlahan-lahan untuk menghilangkan stress yang menimpahnya.
***
Alina bergegas ke taman untuk menemuin Nisa. Dilihatnya Nisa sudah duduk di bangku taman yang berbeda dari bangku yang biasa dia dudukkin. Karena takut Nisa menunggu lama, Alina pun berlari dari apartemen ke taman itu membuat dirinya gos-gosan di depan Nisa, “hhhmmm…hhhhmmm… sorry aku lama. Aku harus bersih-bersih dulu,” lalu duduk di sebelah Nisa, “kau mau bicara apa?”.
Nisa tersenyum sendiri melihat sikaf sahabatnya itu.
“Kenapa kau tersenyum? ada yang lucu?”.
“Kau seperti sudah menjadi istri Kay saja”.
“Apaan sih…” malu Alina. “Kau mau bicara apa? Sepertinya penting banget. Ada apa?”.
“Kemarin Bob ke kosanku”.
“Lalu?”.
“katanya, kau mengatakan padanya ada seorang wanita yang diam-diam mencintainnya. Siapa wanita itu? Apa aku mengenalnya?”.
“Ya. Kau sangat mengenalnya”.
“Siapa?” Nisa penasaran.
“Wanita yang duduk disebelahku”.
“Apa! Maksudmu aku??” Nisa kanget Alina tahu perasaannya pada Bob, “ka…kau tahu dari mana?” gugup Nisa.
“Aku sudah tahu lama”.
“Tapi kau tahu dari mana?”.
“Kau lupa kita sudah lama bersahabat. Apasih yang gak aku tahu tentangmu… sama sepertimu, kau tahu semua tentangku”.
Nisa terharum dengan kata-kata Alina itu membuat dirinya menanggis, “apa karena aku kau selalu menolak perasaan Bob?” sambil menghapus air matanya.
“Awalnya iya. Tapi lama kelamaan aku berpikir. Kau tidak mengungkap perasaanmu pada Bob karena kau ingin menjaga perasaanku sama denganku, aku juga ingin menjaga perasaanmu. Aku tidak ingin hanya gara-gara pria, persahabat kita jadi rengang”.
“Alina…”.
“Intinya juga aku tidak menyukain Bob. Untuk apa aku menerimah perasaan Bob yang faktanya aku tidak menyukainnya”.
Nisa memeluk Alina, “kau sahabatku yang terbaik”.
“Kau juga”.
Nisa melepaskan pelukkannya, “trimah kasih”.
“Sampai kapan kau seperti ini? Aku rasa tidak salah jika kau mengungkapkan perasaanmu padanya. Terimah tidakknya itu urusan terakhir, yang penting kau sudah mengungkapnya. Kau pun tidak menahan perasaanmu lagi, iya khan…” sarat Alina.
Nisa tersenyum walaupun dia masih ragu dengan saran yang diberikan Alina padanya.
***
Kay janjian bertemu dengan Heru di kafe yang berada di sekitar apartemen.  Dia segaja mengajak Heru janjian diluar agar Ibunya tidak mengetahuin masalah apa yang melenggu perusahaan. Heru mengatakan sejak Kay memerintakan untuk menghendel keuangan perusahaan itu membuat perusahaan tidak melakukan operasi apa-apa, “jika terus seperti ini. Perusahaan tidak akan mendapatkan keuntungan dan masalah akan terus datang,” penjelasan Heru.
“Jika aku tidak  melakukan seperti itu. keuangan perusahaan akan terus keluar tanpa ada penjelasan”.
“Iya sih…” Heru penasaran apa yang direncanakan Kay, “sebenarnya apa rencanamu?”.
Dibandingkan menjawab pertanyaan Heru, Kay malah bertanya, “apa kau sudah mendapatkan yang aku perintahkan?”.
“Ya!” Heru kesal Kay tidak mau memberitahu rencananya, “Presiden Derektur perusahaan HK adalah Pak Suroyo.  Sekarang dia lagi ada di Amerika. Aku dengan dua hari lagi Pak Suroyo akan kembali ke Jakarta untuk menghadirin rapat saham perusahaannya, dan esoknya dia kembali lagi ke Amerika”.
“Jadi kesempatanku bertemu dengannya hanya sedikit”.
“Ya. Apa kau akan bertemu dengannya?”.
“Ya,” jawab Kay sambil tersenyum. Tiba-tiba hpnya berbunyi, ketika tahu siapa yang menghubunginnya dari layar hp Kay lanngsung mematikannya. Berkali-kali hpnya berbunyi namun Kay tetap melakukan yang sama.
“Kenapa gak diangkat?” heran Heru melihat Kay yang tidak mau mengangkat telpon, “dari siapa?”.
“Gilda”.
“Kau tidak mau bicara dengannya lagi?”.
“Ya”.
“Apa alasannya karena Alina?”.
“Salah satunya”.
“Alasan yang lain???”.
Kay menatap Heru, “beberapa hari ini aku lihat kau banyak sekali bertanya dibandingkan bekerja,” sindir Kay.
“Maaf bos,” Heru kembali dengan pekerjaannya.
***
“Jadi kapan kau akan mengatakan perasaanmu pada Bob?” tanya Alina pada Nisa yang masih ragu untuk mengatakan pada Bob.
“Aku gak tahu”.
“Kau harus semangat!” Alina memberikan semangat pada sahabatnya itu. Tiba-tiba hpnya bordering, Alina mendapatkan telpon dari seseorang yang nomornya tidak tercantung dalam kontak hpnya, walaupun begitu Alina tetap mengangkatnya, “halo, ini siapa?” setelah mendenggar apa yang dikatakan si penelpon, Alina nampak kanget saat si penelpon menyebutkan namanya, “tante… ada apa tan?” yang tenyata Ibu Sari yang menelponnya, “baik aku akan kesana,” lalu menutup telpon.
“Siapa?” tanya Nisa.
“Tante Sari”.
“Siapa tante Sari?”.
“Ibu Kay,” jawab Alina lagi sambil berdiri.
“Sepertinya kalian sudah sangat dekat”.
“Dia wanita yang baik. Walaupun sedikit bawel, dia hanya ingin menujukkan perhatiaannya saja”.
“Aku penasaran”.
“Sekali-kali mainlah ke apartemen”.
“Ok”.
“Aku harus pergi. Dah ya…” Alina pun pergi meninggalkan Nisa sendiri ditaman. Beberapa saat kemudian Nisa pun memutuskan untuk meninggalkan taman dan langsung pulang kekosannya.
***
“Minggu depan akan diadakan rapat pemilik saham. Dan saya rasa mereka akan membahas masalah perusahaan Pak. Bapak harus segera memberitahu Komisaris tentang masalah ini. Kalau tidak…” Asisten Adriel tidak melajutin kata-katanya.
“Aku tahu Kay menghendel keuangan perusahaan agar tidak ada lagi pengeluaran tanpa keterangan, tapi caranya ini bisa membuat perusahaan rugi!” kata Adriel yang tidak menyukain keputusan yang diambil Kay.
“Tapi kita tidak bisa menuntun Pak Kay. Dibandingkan Pak Adriel Pak Kay yang lebih wewenang di perusahaan ini, walaupun Pak Kay belum terjun langsung dalam perusahaan ini!”.
Alasan asistennya itu yang paling Adriel tidak suka. “Apa karena dia yang akan menjadi pemilik saham terbesar,  dia sekendak kepalanya sendiri membuat keputusan!!”.
“Maafkan saya Pak. Sebaiknya Pak Adriel harus bersikaf baik dulu pada Pak Kay,” pendapat asisten.
Adriel memukul meja kerjanya untuk melepaskan kekesalannya, “brensek!!!”.
“Pak”.
Dari wajah Adriel muncul kebencian yang mendalam pada Kay. Apa yang dilakukan Kay membuat dirinya serba salah dalam memperbaikin masalah yang menimpah perusahaan ini.
***
Alina bergegas kembali ke apartemen. Alina melihat Ibu Sari berdiri di luar mobilnya dengan wajah kesal, “tante sudah lama?” tanyanya.
“Kau lama sekali!!” marah Ibu Sari yang sudah dari tadi menunggu Alina datang.
“Maafkan aku”.
Ibu Sari membuka pintu mobil belakang, “bawak semua barang ke dalam,” perintahnya.
“Apa!”.
“Kau gak denggar!”.
“Iya…” Alina mengambil barang-barang belanjaan dari dalam mobil, “banyak sekali tan…” yang tangannya penuh dengan bungkusan belanjaan yang sangat berat.
“Jangan cerewet! Bawak sanah!! Dan… jangan lama-lama. Masih banyak barang belanjaan di belakang”.
“Iya…” Alina masuk ke dalam gedung apartemen dengan tangannya penuh dengan barang belanjaan yang sangat berat itu membuat sekali-kali Alina hampir jatuh tiba bisa menahan barang belanjaan yang di bawaknya.
Ibu Sari tersenyum sendiri yang berhasil memberi pelajaran pada Alina yang membiarkannya belanjaan kebutuhan sehari-hari sendirian. Tiba-tiba Ibu Sari dikejutkan kedatangan Gilda yang masih nampak terlihat habis menanggis, “kau kenapa?”.
Gilda berusaha untuk tersenyum, “aku ingin bertemu Kay tan”.
“Kay tidak ada. Kau kenapa nanggis?” tanya Ibu Sari lagi.
“Tadi aku bertemu om Darmawan. Kata om, Kay sudah mempunyai kekasih. Aku ingin mengetahuin kebenarannya tan”.
“Kebenarannya adalah Kay memang sudah mempunyai kekasih”.
Gilda masih terkejut dan masih tidak percaya jika tidak langsung Kay mengatakan langsung padanya, “tante bohong…”Gilda menanggis, “Kay masih mencintainku. Tante bohong…”.
Alina tiba-tiba muncul, “ada apa ini?” heran melihat Gilda menanggis, “kenapa kau menanggis?”.
Gilda heran melihat wanita yang mendekatin mereka bisa bicara padahal waktu itu dia tidak bicara satu katapun padanya, “kau bisa bicara???”.
“Apa maksudmu? Alina memang bisa bicara?” Ibu Sari yang ikut kebingungat.
“Tapi waktu itu???”.
“Aku bisa bicara. Kau salah menilai jika kau mengira aku bisu. Mungkin kau lupa dengan aku, tapi aku masih mengingatmu dengan jelas,” Alina menjulurkan tangannya, “namaku Alina”.
Tapi Gilda membiarkannya, “aku tidak mengerti maksudmu?”.
Mata Alina berkaca-kaca saat dirinya teringat 5 tahun yang lalu saat dirinya datang kepernikahan antara Adriel dan Gilda untuk mencegah pernikahan itu agar tidak terjadi. Namun dengan kejamnya Gilda menyuruh anak buahnya untuk menyeret dirinya keluar dari gedung. Saat itu perasaan Alina sangat hancur berkeping-keping.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Ibu Sari yang melihat Alina yang hampir menanggis.
“Ya tan. Aku duluan masuk,” Alina membawa sisa barang belanjaan ke dalam gedung apartemen.
“Siapa dia tan? Kenapa bicaranya aneh seperti itu?” Gilda yang masih belum mengerti apa maksud perkataan Alina padanya.
“Apa kau tidak mengenalnya?” tanya Ibu Sari pada Gilda.
“Gaklah. Baru kemarin aku bertemu dengannya,” jawab Gilda menyakinkan Ibu Sari.
Ibu Sari semakin heran kenapa Alina bisa bicara seperti itu pada Gilda. Jika mereka baru sekali bertemu apa yang dikatakan Gilda, kenapa ekpresi kebencian dari wajah Alina yang nampak jelas tertujuh pada Gilda. Pastih ada sesuatu yang membuat Alina tidak menyukain Gilda. Tapi apa itu??? beribu pertanyaan muncul di benak Ibu Sari namun tidak satupun yang terjawab.
*** 
Kay dan Heru keluar dari kafe. “Aku tunggu secepatnya,” kata Kay pada Heru yang akan masuk ke dalam mobil.
“Ok. Aku pergi dulu,” Heru pergi meninggallkan Kay yang memutuskan untuk berjalan kaki pulang ke apartemennya.

Baru beberapa langkah Kay meninggalkan kafe, Kay melihat Nisa yang melintas di depannya. Dengan tersenyum Kay menyapa Nisa.
“Hai… eee… trimah kasih yach…”.
“Untuk apa? Aku tidak melakukan apa-apa untukmu?”.
“Trimah kasih kau sudah membuat sahabatku kembali seperti dulu lagi”.
Kay tahu apa yang dimaksud Nisa, “apa kau berhasil menyadarkannya?” tanyanya membuka pembicaraan baru.
“Siapa?” lalu mengingat-ingat, “oohhh…” tersenyum malu, “aku gak tahu. aku bingung harus melakukan apa”.
“Apa aku boleh memberikan saran?”.
“Apa itu?”.
“Katakan perasaanmu segera. Jangan kau menyimpannya sendiri itu akan membuat dirimu akan semakin terluka. Terimah tidaknya dia itu salah satu resiko yang harus kita hadapin jika berani mencintain seseorang…” saran Kay.
Nisa tertawa, “hahaha… kata-katamu gak jauh bedah dengan kata-kata Alina’.
“Benarkah? Kalau gitu kau harus segera melakukannya”.
“Trimah kasih yach…”.
Kay tersenyum.
***
Alina yang sedang memasak untuk makan malam di dapur. Dia menyadarin kehadiran Ibu Sari yang datang mendekatinnya, “tante mau minum?” tanya Alina dengan lembut.
“Dari mana kau mengenal Gilda?” tanya Ibu Sari yang masih penasaran.
“Suaminya adalah mantan kekasihku,” jawab Alina sambil memasak untuk menghindarin tatapan Ibu Sari padanya.
“Apa kau masih menyukainnya?”.
“Aku membencinya,” yang akhirnya tidak bisa menahan tanggisnya,  “aku sangat membenci mereka”.
“Tapi mereka sudah bercerai”.
Alina diam sejenak lalu menghapus air matanya, “itu hukuman mereka yang berani menyakitinku. Bertahun-tahun aku menderita karena mereka! Aku gak terimah…” Alina menaggis lagi.
Ibu Sari memeluk Alina, sepertinya kalian dijodohkan untuk bersama, kata Ibu Sari dalam hatinya  yang mengingat nasif percintaan Alina tak jauh bedah dengan Kay.
*** 
Adriel pulang ke rumah di sambut hangat oleh Ibu di depan pintu masuk, “apa Ayah sudah pulang?” tanyanya yang ingin bertemu dengan Ayah  untuk mengatakan sebenarnya.
“Ya. Ada apa?” tanya Ibu.
“Dimana Ayah?”.
“Diruang kerja,” Ibu mulai berpikir Adriel  ingin mengatakan apa yang terjadi pada perusahaan, “apa kau akan mengatakan sebenarnya pada Ayah?”.
“Ya”.
“Kau gila!!”.
“Jika aku tidak mengatakannya aku yang akan gila Bu!!!” menatap Ibu dengan tatapan tajam, “maafkan aku,” lalu berjalan menuju ruang kerja , namun langkah Adriel terhenti di depan pintu ruang kerja Ayah. Keberanian yang dikumpulkannya dari tadi hilang saat mengingat kepercayaan yang Ayah berikan padanya akan menjadi kekecewaan itu membuat Adriel mengudurkan niatnya untuk berkata jujur pada Ayah.
***
“Kau sudah pulang,” Ibu Sari menyambut putranya yang baru pulang.
“Ya,” Kay tidak melihat Alina, “Alina sudah pergi?”.
“Ya,” terdiam sejenak, “tadi Gilda datang,” Ibu Sari tidak melihat ekpresi apa-apa dari wajah Kay, “sepertinya mereka saling kenal”. Barulah ada reaksi dari Kay. “Sepertinya ada yang dilakukan Gilda sampai Alina membencinya”.
“Maksud Ibu apa? Aku gak mengerti?”.
“Sama denganmu, Alina juga dicampakkan kekasihnya. Wanita itu adalah Gilda”.
Kay diam.
“Kay…”.
Kay hanya menghela nafas.
***
Nisa mendekatin Alina yang sedang menghitung barang belanjaan pembeli, “sini aku bantu,” lalu membantu Alina memasukkan barang belanjaan ke bungkusan plastik sambil berkata, “tadi soreh aku ketemu Kay”.
“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Alina.
“Kau tidak cemburu khan…?” goda Nisa.
Alina hanya tersenyum malu ditambah pembeli itu pun tersenyum padanya itu membuat dirinya tambah malu.
“Kami hanya tidak segaja bertemu. Apa kalian sudah resmi pacaran??”.
Alina diam. Walaupun dia juga menyukain Kay namun sampai saat ini dia belum mengungkapkan perasaannya pada Kay lain dengan Kay. Kay pertama kali mengungkapkan perasaan pada Alina.
“Kau harus segera membalasnya. Kalau tidak! Aku akan merebutnya!” canda Nisa.
Kata-kata Nisa membuat Alina tertawa, “hahahaha… kau ini”.
“Aku serius”.
“Ya… aku tahu,” Alina yang tahu Nisa masih bercanda padanya.
Melihat sikaf Alina yang cuek Nisa kesal, “Alina…!!”.
“Iya… kau juga,” Alina membalas mengoda.
“Alina… !!!”.
***

Ibu Sari melihat Kay keluar dari kamar dengan mengenahkan pakaian kaos putih dilapisin jas berwarna hitam dan celana jeas yang biasanya pagi-pagi seperti ini Kay selalu memakai baju kaos dan celana trening atau celana pendek untuk jonging tapi hari ini sepertinya Kay tidak akan pergi jonging karena mana mungkin Kay pergi dengan berpakaian seperti itu. karena penasaran Ibu Sari langsung bertanya, “kau mau kemana?”.
Kay hanya tersenyum menanggapin pertanyaan Ibu Sari padanya, “aku pergi dulu…” lalu pergi meninggalkan apartemen.
“Mau kemana anak itu?” Ibu Sari yang masih penasaran.
“Kak Kay mau kemana?” tanya Ceri yang tiba-tiba muncul.
Ibu Sari menolek dan melihat Ceri sudah berpakaian rapi, “kau mau ke sekolah?”.
Ceri mengangguk.
“Sekolah yang baik,” kata Ibu Sari lalu masuk ke dalam kamar.
“Kenapa sih orang rumah ini???” bingung Ceri.
***
Adriel sarapan dengan Ibu dan Ayah di meja makan.  Adriel merasa serbah salah dihadapan Ayah  itu membuat dirinya tidak nyaman dengan keadaan seperti ini. Ayah merasakan ketidak nyamanan Adriel di dekatnya lalu bertanya, “apa ada yang ingin kau bicarakan??”.
Adriel nampak kanget, “i…” belum sempat Adriel menjawab tiba-tiba hpnya berbunyi. Adriel mendapatkan telpon dari Gilda, “halo…” setelah mendenggar apa yang dikatakan Gilda padanya. “Baiklah. Aku akan kesana,” lalu menutup telpon.
“Dari siapa sayang?” tanya Ibu.
Adriel tahu Ibu pastih tidak menyukain siapa yang menghubunginnya dia pun menghindarin pertanyaan Ibu, “aku pergi dulu,” sambil berdiri.
“Kau tidak sarapan dulu sayang…?” tanya Ibu lagi.
“Aku nanti sarapan di luar. Permisih…” Adriel pun pergi meninggalkan rumah menggunakan kendaraan beroda empatnya yang terpakir di depan rumah.
“Apa kau tahu Adriel menyimpan rahasia?” tanyan Ayah yang mulai bersikaf dingin pada Ibu.
“Maksud Ayah apa?” gugup Ibu yang pura-pura tidak tahu apa-apa.
“Apa Adriel pernah cerita sesuatu padamu?”.
“Ti…tidak Yah”.
“Kau nyakin?”.
“I…iya…”.
Ayah heran kenapa Ibu segugup itu menjawab pertanyaannya itu membuat Ayah mulai mencurigain Ibu. Apa Ibu sudah tahu masalah ini??? Kata Ayah dalam hatinya bertanya-tanya kenapa Ibu begitu tengang waktu dirinya bertanya tentang apa yang dirahasiakan Adriel.
***
Alina dan Nisa keluar dari supermarket dan akan segera pulang. Namun langkah mereka terhenti di depan pintu masuk saat melihat Kay berdiri di  mobil BMW yang terpakir tak jauh dari  supermarket. “Bukannya itu Kay?” kata Nisa.
“Ya,” jawab Alina yang juga kanget melihat kehadiran Kay.
Mereka melihat Kay melambaikan tangan kearah mereka berdua. “Dia kesini hanya mampir atau segaja menjemputmu??” tanya Nisa.
“Apa”.
“Hahhh… kau ini! Sanah dekatin dia!” desak Nisa.
“Ya,” Alina mendekatin Kay yang menyambut kedatangannya dengan senyuman.
“Itu Kay?” tanya Bob yang tiba-tiba muncul di belakang Nisa.
Nisa langsung menolek ke belakang, “iya. kau cemburu?”.
“Sepertinya aku tidak pantas lagi cemburu dengannya?”.
“Kenapa?? Apa kau mulai melupakannya”.
“Ya… aku akan belajar melupakannya”.
Kata-kata Bob membuat Nisa sangat senang.
Bob melihat Nisa tersenyum sendiri, “kau kenapa tersenyum?”.
“Enggak…” malu Nisa.

“Kau sedang apa disini?” tanya Alina pada Kay.
“Aku menjemputmu,” jawab Kay.
“Tumben???”.
“Aku ingin kita menghabiskan waktu bersama”.
“Apa. Hahahahhh…”.
Kay membukakan pintu untuk Alina, “masuklah”.
“Baiklah,” lalu Alina masuk ke dalam mobil. Setelah Alina masuk barulah Kay masuk ke dalam mobil. “Kita mau kemana?” tanya Alina.
“Kemana saja, asal berdua denganmu,” jawab Kay sambil menjalankan mobil menuju arah pantai yang sekali-kali menolek kearah Alina yang mulai mengantuk.
***
Adriel menemuin Gilda di kafe sekitar pantai Ancol yang sebelumnya Gilda memberitahu keberadaannya pada mantan suaminya itu.  Gilda melihat kedatangan Adriel, “kau datang  juga. Aku pikir kau tidak akan menemuin aku lagi,” katanya.
Adriel melihat kesedihan di wajah Gilda, “kau ada masalah?” sambil duduk.
“Ya…” Gilda menghela nafas panjang, “aku menyesal menikah denganmu… aku menyesal meninggalkannya hanya karena dirimu…” lalu menanggis.
Sama seperti Gilda, Adriel pun sangat menyesalin perbuatannya 5 tahun yang lalu pada Alina, tapi kata-kata itu tidak bisa lagi diucapkannya, “apa kau akan bertahan?”.
Gilda masih menanggis, “aku gak tahu. kepalaku sakit sekali,” sambil memengang kepalanya dengan kedua tangannya.
“Kau harus belajar melupakannya”.
Gilda diam dan masih menanggis.
***
Ayah mendapatkan telpon dari anak buahnya tentang penyelidikan yang diperintahkannya, “apa. Mereka tinggal serumah?”.
“Ya Pak,” kata anak buah Ayah yang menelponnya.
“Cari tahu tentang keluarga wanita itu?!”.
“Baik Pak,” lalu menutup telponnya.
Ayah teringat pada mantan istrinya yang sekarang tinggal serumah dengan Kay itu tandanya mantan istrinya itu tahu tentang wanita yang lagi dekat dengan Kay saat ini. Ayah pun menelpon Ibu Sari untuk mengajak ketemuan.
***
Ketika suasana Gilda sudah tenang,  “maafkan aku. Seharusnya aku tidak menyuruhmu datang,” katanya,
“Mau jalan-jalan?” ajak Adriel.
“Hahaha… boleh juga. Aku denggar disekitar sini ada pemadangan yang indah. Kita ke sana saja”.
“Baiklah”. Mereka berdua pergi meninggalkan kafe.
***
Kay dan Alina tiba di tepi pantai. Kay segaja memakirkan mobil di tepi pantai karena tidak mungkin Kay meninggalkan Alina yang tertidur lelap di dalam mobil yang di pakirkannya di tempat pakiran yang jaraknya lumayan jauh dari tepi pantai karena itulah Kay segaja memakirkan mobil di tepi pantai. Sambil menikmatin suasana pantai yang indah dan sejuk, Kay juga bisa memperhatikan Alina di dalam mobil.
Kay berdiri di luar mobil  sambil memikirkan hubungannya dengan Alina nantinya karena Kay tahu akan banyak yang menghalangin cinta mereka berdua. Disisi lain Kay tidak ingin melihat wanita yang dicintainnya itu pergi darinya namun disisi lain Kay juga tidak mau melukain siapapun.
***
Ayah dan Ibu Sari bertemu di lestoran Hotel Ratu. Ibu Sari langsung bertanya kenapa Ayah mengajaknya ketemuan, “kenapa kau ingin bertemu denganku?”.
“Kau tahu Kay lagi dekat dengan wanita?”.
“Ya. Kami tinggal serumah”.
“Seperti apa dia?”.
“Dia wanita baik, bekerja keras dan sedikit keras kepala,” jawab Ibu Sari yang berharap Ayah tidak bertanya macam-macam padanya tentang Alina.
“Orang tuanya gimana? Apa orang tuanya seorang pegusaha?”.
Ibu Sari diam sejenak, “sebaiknya kau tanyakan langsung pada putramu”.
“Kenapa?” curiga Ayah.
Ibu Sari berusaha menutupin yang sebenarnya, “aku hanya tidak pantas saja untuk menjawab itu semua. Karena penilaian kita berbeda-beda dalam menentukan kehidupan putra kita nantinya. Aku menyukainnya karena dia baik dan bekerja keras tapi kau….” Ibu Sari tidak melajutkan kata-katanya, “sebaiknya kau tanya langsung pada Kay,” lalu berdiri, “permisih…” dan pergi meninggalkan Ayah yang penuh dengan penasaran.
***
Alina bangun dari tidurnya. Dia melihatnya dihadapannya ombak yang sekali-kali menghempas ke tepi pantai.  Permadangan ini sudah lama sekali  tidak dinikmatinnya. Alina keluar dari mobil dan mendekatin Kay, “pemadangannya indah,” ucap Alina dengan tatapan masih ke depan.
Kay menolek, “kau menyukainnya?”.
“Ya”. Alina merasakan Kay memadangnya, “kau kenapa melihatku seperti itu? apa ada yang aneh dengan wajahku?” sambil memengan wajahnya dengan kedua tangannya.
“Ya,” yang masih menatap Alina.
“Apa?”.
“Aku gak tahu apa itu”.
Alina yang mengira Kay hanya mengodahnya, “kau ini! Jangan main-main denganku”.
Kay tersenyum sejenak lalu menatap Alina lagi, “apakah aku boleh tahu perasaanmu padaku?”.
Alina bingung kenapa Kay tiba-tiba bertanya perasaannya, “apa itu penting?”.
“Saat ini iya”.
Alina menatap Kay, “kalau boleh jujur, aku menyukainmu tapi aku tak bisa mengatakannya sekarang,” Alina menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan-lahan, “aku ingin meyelesaikan masalahku, baru aku mengatakannya padamu”.
Kay tersenyum tipis, “aku anggap itu satu jawaban darimu,” diam sejenak, “apakah jika aku menginginkan kau untuk bertahan,  kau akan bertahan??” tanyanya.
Alina langsung mendungga pastih ada terjadi sesuatu, “ada apa? Apa yang terjadi”.
“Jawab aja. Apa kau akan bertahan?”.
“Ya”.
Walaupun Kay masih ragu dengan jawaban Alina, dengan mendenggar jawaban dari Alina itu membuat Kay sudah cukup tenang dan terhibur. Kay mendekatkan wajahnya ke wajah Alina.
“Kau mau apa?” tanya Alina yang pura-pura tidak tahu apa yang dilakukan Kay padanya.
“Menciummu”.
“Apa. Hahahahaha…” tertawa dibuat-buatnya, “jangan bercanda!” melihat Kay tambah mendekatkan wajahnya ke wajah Alina, “kau serius….? Ini di depan umum”.
Kay menghentikan niatnya, “baiklah. Lain kali kau harus membayarnya”.
“Apa. Hahahaha… jangan bercanda”.
Kay memeluk memeluk Alina dengan erat.

Tanpa disadarin mereka berdua, Adriel dan Gilda memadang mereka dari jauh. Dibandingkan Gilda, Adriel yang paling terkejut melihat kejadian itu. “Apaan ini…” Gilda yang berniat mendekatin Kay dan Alina namun Adriel langsung menahan tangan Gilda. “Lepaskan aku! Aku tidak terimah diperlakukan seperti ini!” marah Gilda.
“Kau lupa kalian tidak bersama lagi!!” Adriel yang menutup perasaannya saat ini, “kau dan Kay tidak ada hubungan apa-apa lagi”.
Gilda lesuh, dia baru sadar. Jika dia melakukan itu, itu sama saja dia mempermalukan dirinya sendiri di depan umum terutama dihadapan Kay. “Jadi apa yang harus aku lakukan?”.
“Lupakan Kay. Biarkan mereka bersatu,” Adriel yang mulai melepaskan niatnya untuk mendapatkan Alina lagi.

Kay melepaskan pelukkannya, “ayo kita pulang,” ajaknya.
“Tapi…” Alina yang belum puas menikmatin permadangan itu. Kay menariknya sampai masuk ke dalam mobil, “kenapa cepat sekali?! Aku belum puas…”.
“Lain kali kita kesini lagi”.
“Aku gak mau!” rengek Alina.
Kay baru pertama kali melihat Alina merengek itu terlihat lucu baginya, “hahahaha…” Kay tertawa.
Alina baru menyadarin apa yang dilakukannya, “gak ada yang lucu,” malu Alina.
Kay menjalankan kendaraannya menuju komplek tempat mereka tinggal, “kita pulang dulu, baru nanti aku antar  kau kerja,” sambil menyetir.
“Gak usah. Kita langsung aja ke supermarket”.
“Kalau gitu kita makan dulu”.
“Aku bisa makan di supermarket”.
“Hahhhhh… apa dia tidak memikirkan aku seharian tidak makan hanya untuk menunggunya bangun,” keluh Kay.
“Nanti di rumah jangan lupa makan. Ok…”.
Kata-kata Alina membuat Kay tertawa, “hahahaha…hahaha…haha…”.
*** 


 Bersambung

Tidak ada komentar :

Posting Komentar