Jung Woo terkejut mendengar kabar meninggalnya kakek. Hwang Mi Ran
bertanya Kenapa Jung Woo begitu terkejut, bukankah Jung Woo belum pernah
sekalipun bertemu dengan kakek.
Hwang Mi Ran meminta Ah Reum tetap di rumah dan bermain saja dengan
boneka beruang. Ah Reum menjawab ya sambil cemberut... (ah Park Ha/ Bo
Young kecil nih)
Soo Yeon sampai di taman bermain tempat ia janjian bertemu dengan Jung
Woo. Tapi ia belum melihat Jung Woo, Ia pun duduk berpindah-pindah
sambil menunggu Jung Woo.
Lama Soo Yeon menunggu tapi Jung Woo tak kunjung datang. Ia pun duduk di
bangku ayunan sambil mengeja nama Jung Woo, “Han Jung Woo.” ucapnya
sambil memainkan genangan air menggunakan kakinya.
“Dia datang, tidak datang, dia datang, tidak datang.” Soo Yeon kembali
memainkan genangan air menerka apakah Jung Woo akan datang menemuinya
atau tidak.
Jung Woo berada di rumah duka. Ia mewakili keluarganya menerima ucapan
belasungkawa dari para tamu (Lho mana Han Tae Joon selaku anaknya kakek
Han kok ga ada)
Hwang Mi Ran menerima telepon dari suaminya, ia berkata bukankah ia
sudah bilang kalau dia (Hyun Joo) tidak akan bicara dengan mudah. Apa
sebaiknya ia yang menemui Hyun Joo. Kalau ia mencoba meyakinkan antara
wanita dengan wanita ia yakin bisa mengatasinya. Ia meminta suaminya tak
perlu mengkahwatirkan keadaan di rumah duka. Ia berpesan pada suaminya
agar jangan memaksakan diri.
Hwang Mi Ran selesai bicara dengan suaminya di telepon. Ia berbalik dan
terkejut Jung Woo ada di belakangnya. Jung Woo tak mengerti bukankah
tadi Hwang Mi Ran bilang kalau ayahnya pingsan. “Apa dia tak berada di
rumah sakit?”
Hwang Mi Ran tak menjawab pertanyaan Jung Woo ia malah menyuruh Jung Woo
tetap di tempat menerima ucapan belasungkawa dari tamu. Hwang Mi Ran
mencoba bersikap baik pada Jung Woo dengan membetulkan letak dasi Jung
Woo da berkata, “Ibu juga akan segera kesana.”
Jung Woo menyingkirkan tangan Hwang Mi Ran, “Bisakah kau berhenti
berpura-pura menjadi ibuku saat ayahku tak ada disini? Dimana ayahku?”
(hmm Mi Ran ibu tirinya Jung Woo donk ya)
Hwang Mi Ran berkata kalau ayah Jung Woo sekarang tak berada disini.
Jung Woo kembali bertanya itulah sebabnya ia menanyakan alasannya kenapa
ayahnya tak berada disini.
Mi Ran : “Apa kau bertanya karena kau benar-benar tak tahu? Menurutmu
kenapa dia pergi ke panjara? Itu untuk melindungi uangnya.. uangnya.
Hanya itu yang diketahui ayahmu."
Jung Woo meminta ibu tirinya ini jangan membicarakan ayahnya seperti
itu. Hwang Mi Ran heran kenapa Jung Woo marah padahal yang ia lakukan
hanya menjawab pertanyaan Jung Woo. Itu sebabnya ia tak bisa mengatakan
apa-apa pada Jung Woo.
Mi Ran akan pergi dari hadapan Jung Woo tapi ia ingat satu hal, “Kalau
kau tak menyukai aku menyebut diriku ibumu cepatlah pulang ke Amerika.
Aku juga ingin menjalani hidupku tanpa harus melihatmu.”
Han Tae Joon mengunjungi Kang Hyun Joo di rumah sakit (sepertinya rumah
sakit jiwa nih). Hyun Joo diam sambil memainkan selang infus. Han Tae
Joon melihat kalau Hyun Joo ini tak terkejut mendengar meninggalnya
Presdir (kakek). Ia mendengar kalau ayahnya memanggil nama Hyun Joo
bahkan saat nafas terakhirnya. “Tapi kurasa kau masih tak memahami
situasinya. Tak ada lagi yang bisa kau percaya apa kau ingin membusuk
disini selama sisa hidupmu?”
Hyun Joo diam saja terus memainkan selang infus. Tae Joon menatap Hyun
Joo dan bertanya apa Hyun Joo tak ingin melihat anak Hyun Joo lagi.
Hyun Joo tertawa, “Tak peduli sebarapa banyak kau membenci ayahmu.
Melihat bagaimana kau terburu-buru kesini bukannya menghadiri
pemakamannya kau pasti benar-benar putus asa. Hyung Joon-ku, kau tak
tahu dimana dia kan? Han Tae Joon kalau kau ingin uangmu bawa kembali
anakku!”
Han Tae Joon mengingatkan bukankah ia sudah bilang jangan pernah
membuatnya marah. Hyun Joo menyela kalau ancaman itu tak mempan
untuknya. Han Tae Joon tertawa remeh dan berkata kalau ia tak punya
pilihan lain. Kalau ia tak bisa memiliki uangnya maka tak ada orang lain
yang bisa memilikinya.
Han Tae Joon pun akan keluar dari ruang perawatan Hyun Joo. Hyun Joo
berkata Presdir memberikan uang itu padanya. Han Tae Joon tak jadi
keluar ruangan, Hyun Joo bilang kalau ia tak mencuri uang itu Presdir
sendiri yang memberikan itu padanya. Itu terjadi karena Presdir tahu
bagaimana kejamnya Han Tae Joon, Presdir memberikan uang itu padanya
untuk melindungi Hyung Joon. “Kalau terjadi sesuatu pada Hyung Joon kau
tak akan melihat uang itu sepeserpun.” Han Tae Joon menatap marah.
Han Tae Joon keluar dari ruangan diikuti oleh asistennya. Han Tae Joon
berkata kalau anak itu (Hyung Joon) memiliki uangnya. Jadi ia harap
asistennya mengerahkan segala cara untuk menemukan Hyung Joon.
Asistennya mengerti.
Ada seorang perawat yang masuk ke ruang perawatan Hyun Joo. Perawat itu
Jung Hye Mi yang sepertinya menyamar menjadi perawat rumah sakit.
Perawat Jung Hye Mi dan penjaga masuk. Hye Mi dengan sembunyi-sembunyi
menyiramkan cairan ke tubuh Hyun Joo agar terkesan kalau Hyun Joo buang
air kecil di tempat.
Perawat Jung meminta izin pada penjagga agar meninggalkan ruangan
sebentar karena ia harus mengganti pakaian Hyun Joo yang basah terkena
air seni. Penjaga itu melihat untuk memastikan. Keduanya pun segera
keluar.
Hyun Joo tahu kalau yang datang itu perawat Jung Hye Mi. Ia bertanya
dimana Hyung Joon. Hye Mi mengatakan kalau Hyung Joon ada bersamanya.
Hyun Joo bernafas lega setelah mendengarnya.
Hye Mi mengatakan kalau kaki Hyung Joon terluka, Hyun Joo terkejut
mendengar putranya terluka. Hye Mi mengatakan kalau ia sudah melakukan
apa yang ia bisa.
Hyun Joo sangat mencemaskan putranya dan bertanya apa Hyung Joon masih
hidup. Hye Mi menjawab ya, tapi ia tak tahu harus berbuat apa kalau Hyun
Joo memberikan uang itu pada Han Tae Joon.
Hyun Joo memberi tahu Hye Mi kalau Presdir sudah meninggal jadi
satu-satunya yang bisa mereka andalkan adalah uang itu. Kalau uang itu
direbut oleh Han Tae Joon makan Han Tae Joon akan membunuhnya, Hyung
Joon dan juga Hye Mi. Kita semua akan mati.
Hye Mi ketakutan ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Hyun Joo
meminta Hye Mi melakukan apa yang ia katakan. Hye Mi menangis ketakutan
apa yang bisa ia lakukan. Hyun Joo menyuruh Hye Mi untuk menculik putra
Han Tae Joon.
Jung Woo kelelahan menerima ucapan belasungkawa dari tamu ia pun
tertidur terduduk. Han Tae Joon datang dan melihat putranya tertidur
karena kelelahan.
Penjaga menyapa Han Tae Joon. Jung Woo yang mendengar langsung
terbangun. Han Tae Joon menyuruh anak buahnya untuk membersihkan tempat
ini.
Jung Woo bicara berdua dengan ayahnya. Han Tae Joon mengingatkan
putranya agar jangan pernah melakukan apa yang Jung Woo inginkan tanpa
izin darinya. Jung Woo tak mengerti maksud ayahnya. Han Tae Joon
menjelaskan kalau Jung Woo jangan berhenti sekolah dan datang kesini
hanya karena emosi sesaat Jung Woo.
Jung Woo minta maaf. Han Tae Joon berkata kalau Jung Woo hanya akan
dimaafkan sekali saja. Jadi ia minta putranya mengingat itu. Jung Woo
mengerti ia akan melakukannya.
Han Tae Joon melihat ada yang aneh dengan sikap putranya ia bertanya apa
ada masalah. Jung Woo bilang tak ada, ia baik-baik saja setelah melihat
ayahnya. Ia bertanya apa ia boleh datang lagi selama liburan sekolah.
Han Tae Joon malah berkata kalau putranya tak ingin pergi lebih baik
jangan pergi. Jung Woo kaget tapi ia senang mendengarnya. Ia bertanya
apa ia bisa melakukan itu. Han Tae Joon berkata kalau ia ini berbeda
dengan Kakek Jung Woo, ia tak percaya siapapun di sekitarnya. “Putraku
Han Jung Woo, kau satu-satunya yang kupercaya.”
Ternyata Hwang Mi Ran (si ibu tiri Jung Woo) mendengar perbincangan ini.
Ia menguping di depan pintu, terdengar suara Han Tae Joon berkata kalau
Han Jung Woo dilahirkan sebagai putra Han Tae Joon adalah suatu berkah
jadi ia berharap Jung Woo jangan mengecewakannya. Hwang Mi Ran
sepertinya kecewa dengan keputusan suaminya ini.
Jung Woo melepas lelah dikamarnya ia melihat payung kuning milik Soo
Yeon dan teringat janjiannya dengan Soo Yeon. Ia melihat jam tangannya,
waktu sudah menunjukan pukul 10 malam lebih.
Soo Yeon pulang ke rumah dengan perasaan kecewa karena Jung Woo tak
datang. Ia pulang dengan wajah tertunduk. Soo Yeon menoleh ke belakang
siapa tahu Jung Woo melintas tapi ia kembali kecewa karena ia tak
melihat siapapun.
Soo Yeon menginjak pecahan kaca ia pun penasaran dengan anak yang
dikurung di rumah itu. Soo Yeon melongokan kepalanya untuk melihat
melalui jendela. “Hei..” panggil Soo Yeon, anak itu tidur menyembunyikan
wajahnya dibalik selimut.
“Apa kau sedang tidur?” tanya Soo Yeon. Anak itu yang kemungkinan adalah
Hyung Joon diam saja. Tapi tidak diam saja Hyung Joon sepertinya
terserang demam, wajahnya pucat dan tubuhnya sedikit menggigil.
“Apa kau sakit?” tanya Soo Yeon.
Hyung Joon perlahan membuka matanya. Soo Yeon terus bertanya apa Hyung
Joon baik-baik saja. “Kalau kau baik-baik saja lihat aku.” pinta Soo
Yeon. “Kalau kau sedang tak tidur lihat aku!”
Hyung Joon menahan sakit, perlahan ia membalikan tubuhnya untuk melihat
Soo Yeon. Soo Yeon terus bertanya apa Hyung Joon sudah makan.
Tiba-tiba ada yang menarik Soo Yeon, dia Jung Hye Mi. Hye Mi bertanya
apa yang Soo Yeon lakukan. Soo Yeon berkata kalau ada anak di dalam
rumah. Hye Mi memperingatkan agar Soo Yeon jangan ikut campur.
Hye Mi membuka gembok pintu, Soo Yeon berkata kalau anak itu sepertinya
sedang kesakitan. Hye Mi menatap tajam, Soo Yeon langsung terdiam takut.
Soo Yeon melihat kalau Hye Mi membawa makanan dan obat, ia pun permisi.
Detektif Kim protes pada atasannya kenapa atasannya mengatakan tidak
bisa membuka kembali kasus investigasi itu. Atasannya bertanya apa
gunanya Detektif Kim melihat sesuatu yang sudah berakhir. Detektif Kim
berkata bukankah atasannya ini bilang kalau sudah mendapat pengakuan
dari pelaku yang sebenarnya bukankah ia yang menempatkan tersangka itu
disana. Ia tak bisa membiarkannya, kalau ia melakukan kesalahan ia ingin
bertanggung jawab.
Atasannya berkata apa Detektif Kim pikir ini sesuatu yang bisa
diselesaikan dengan mencoba bertanggung jawab. Karena media pasti akan
memberitakannya, “Apa kau ingin melihat ini dibahas disemua berita?”
Detektif Kim berkata kalau ia bisa mengerjakan kasus ini secara
diam-diam dan menyelesaikannya. Bukankah setidaknya kita harus memberi
tahu korban, pelaku dan keluarganya.
Atasannya bertanya bagaimana seandainya ada seseorang yang buka mulut,
“Apa kau pikir aku melakukan ini hanya untuk menyelamatkan diriku
sendiri? Lee Tae Soo (ayah Soo Yeon) adalah seorang kriminal. Kalau kau
memiliki waktu merasa bersalah atas orang itu lebih baik gunakan waktumu
untuk mengerjakan kasus lain.”
“Kapten?” Detektif Kim tak sependapat tapi atasannya meminta Detektif
Kim untuk berhenti bersikap seperti itu dan membuat kantor repot. Ini
jelas membuat Detektif Kim kesal.
(hmmm apa ada kesalahan penangkapan tersangka? Tapi kalau terjadi
kesalahan, tersangkanya kan udah dieksekusi)
Seperti biasa Soo Yeon berangkat sekolah, ia berangkat sendiri tak punya teman. Ia berjalan menunduk menyembunyikan wajahnya.
Detektif Kim berada di mobilnya di depan sekolah Soo Yeon. Ia melihat
Soo Yeon masuk melalui pintu gerbang. Detektif Kim kesal dengan dirinya
sendiri. (wow apa yang terjadi)
Han Tae Joon benar-benar mempertahankan putranya untuk tetap berada di
Korea. Ia pun memasukan putranya ke sekolah yang ada di kKrea dan tebak
di sekolah mana tentu saja satu sekolah dengan Soo Yeon.
Jung Woo ke sekolah sambil membawa payung kuning milik Soo Yeon, ia
berkeliling tiap kelas untuk mencari Soo Yeon.
“Apa kau sedang mencari seseorang?” tanya salah satu siswi. Jung Woo
membenarkan. Ia pun bertanya apa mereka kenal dengan Lee Soo Yeon.
“Siapa? Lee Soo Yeon siapa?” Tanya siswa itu.
“Orang itu. Dia yang nomor 27.” jawab siswi yang berkacamata.
Temannya kaget dan ketakutan, keduanya segera pergi. Jung Woo memandang bingung.
Terdengar bel sekolah masuk berbunyi. Di depan kelas tata boga (pake
celemek sih jadi aku nebak ini kelas tata boga) para siswa tak mau masuk
ke kelas. Jung Woo melintas dan melihatnya aneh. Salah satu siswi
bertanya pada temannya apa si nomor 27 itu tidak akan pindah ke sekolah
lain. Temannya berkata kalau si nomor 27 itu tak tahu malu.
Siapakah si nomor 27 itu, Lee Soo Yeon. Soo Yeon sendirian berada di
dalam ruangan memasak. Teman sekelasnya tak ada yang mau sekelas
dengannya.
Jung Woo melihat Soo Yeon dengan tatapan bingung. Ibu guru datang dan
bertanya kenapa semua siswa belum masuk. Salah satu siswa mengatakan
kalau ini karena si nomor 27. Beberapa murid menginginkan Soo Yeon untuk
pindah ke sekolah lain. Kenapa.
“Dia menakutkan,”
“Dia memalukan,”
“Anak-anak dari sekolah lain mengejekku karena aku satu sekolah dengan anak seorang pembunuh.”
Bu guru berkata bijak kalau siswanya tak boleh seperti itu. Jung Woo
jelas terkejut mendengar latar belakang keluarga Soo Yeon. Ia menatap
Soo Yeon yang berdiri diam di ruangan.
Guru menyuruh murid-muridnya masuk tapi mereka tak mau, “Dia memegang
pisau. Bagaimana kalau dia nanti menusukku?”
Soo Yeon sadar kehadirannya hanya akan membuat proses belajar terhambat.
Ia pun keluar meminta izin pada guru kalau perutnya sakit, ia ingin
pergi ke klinik. Teman-temannya menyingkir tak ingin dekat-dekat dengan
Soo Yeon. Bu guru membolehkannya dan menyuruh murid yang lain untuk
segera masuk.
Jung Woo masih berdiri disana dengan membawa payung milik Soo Yeon. Soo
Yeon akan pergi tapi ia terkejut melihat Jung Woo ada disana. Soo Yeon
kembali menundukan wajah. Ia melihat payungnya ada di tangan Jung Woo
yang gemetaran.
“Han Jung Woo...” sapa Soo Yeon mengegetkan Jung Woo membuat Jung Woo mundur satu langkah.
Soo Yeon maju mendekat tapi Jung Woo kembali mundur dan menyembunyikan
payung yang dibawanya. Soo Yeon menatap sedih ia mengerti akhirnya Jung
Woo pun tahu latar belakang keluarganya. Sama seperti teman-temannya
yang lain, ternyata Jung Woo pun tak ingin dekat dengannya, ia menatap
sedih. Soo Yeon kembali menunduk dan berlalu dari hadapan Jung Woo.
Di dalam kelas Jung Woo langsung berteman akrab dengan beberapa siswa.
Salah satu temannya bertanya berasal dari kota di Amerika yang manakah
Jung Woo. Ia juga ingin sekolah ke luar negeri karena ujian disini
benar-banar sulit. Mereka mendengar kalau anak-anak di Amerika buruk
dalam pelajaran matematika. Mereka bertanya apa Jung Woo benar-benar
populer disana.
Jung Woo bingung menanggapi pertanyaan teman-teman barunya. Ia menatap
bangku kosong yang ada di belakang. Temannya memberi tahu kalau tempat
duduk itu milik si nomor 27, “Ayahnya seorang pembunuh. Ayahnya sudah
membunuh dua orang. Dia membantu ayahnya bersembunyi agar bisa melarikan
diri. Semua orang disekitar sini hampir mati karenanya. Kau harus
berhati-hati dengannya.”
Jung Woo kesal dengan ocehan teman-teman barunya, ia berdiri menatap
keluar kelas. Hujan turun dengan derasnya. Terdengar suara
teman-temannya bertanya bagaimana Jung Woo bisa kenal dengan si nomor
27. Jung Woo kembali menatap kursi kosong tempat duduk Soo Yeon.
Saatnya jam pelajaran olahraga. Mereka berada di lapangan basket. Jung
Woo memamerkan kebolehannya dalam bermain basket. Dengan mudah beberapa
lawan ia lewati dan memasukan bola ke dalam keranjang. Teman-temannya
yang jadi penonton bersorak.
Lee Soo Yeon berada disana tapi ia duduk menyendiri. Ia diam saja tak
ada yang mau dekat-dekat dengannya. Sesekali Soo Yeon melihat permainan
basket Jung Woo.
Jung Woo mendapat pengawalan ketat dari lawan tapi dengan mudah Jung Woo
lolos. Hal ini membuat sang lawan kesal dan melakukan pelanggaran
terhadap Jung Woo. Dengan kemampuannya Jung Woo beberapa kali mencetak
angka untuk timnya.
Usai pertandingan Jung Woo mendapat perlakukan kasar dari lawan mainnya tadi, “Apa yang kalian lakukan?” tanya Jung Woo.
Mereka bilang kalau Jung Woo hampir membunuh mereka saat bermain basket
tadi. “Kupikir bahuku akan patah.” Sahut salah satu dari mereka.
Jung Woo menatap tajam ketiga siswa ini. Mereka marah dan melempar bola
agar Jung Woo tetap menunduk jangan menatapnya. Jung Woo berdiri dan
berkata kalau ia tak ingin berkelahi, lebih baik gunakan-kata kata saja.
Tapi mereka mencibir, mereka harus bagaimana karena mereka tak tahu
bahasa Inggris.
Dan buk, salah satu dari mereka memukul wajah Jung Woo. mereka
memperingatkan agar jung woo menjaga sikap. Mereka pergi, tapi jung woo
tak terima diperlakukan kasar begitu. Ia pun melawan, terjadilah
perkelahian diantara mereka 1 lawan 3. Jung Woo yang sendirian jelas
kalah. Mereka memukuli dan menginjak-injak Jung Woo hingga membuat wajah
dan tubuhnya terluka.
Tiba-tiba ada beberapa bola yang datang. Tidak hanya satu atau dua bola
melainkan beberapa bola. Siapa yang sengaja melakukannya, Lee Soo Yeon.
Soo Yeon menarik keranjang bola sambil menundukan wajahnya. 3 siswa ini
mundur ketakutan melihat kedatangan Soo Yeon.
Soo Yeon minta maaf karena ia sedang bersih-bersih katanya sambil tetap
menunduk menyembunyikan wajahnya. Soo Yeon mengambil bola dan
memasukannya ke keranjang.
Soo Yeon jongkok dan berkata pelan pada Jung Woo. Ia menyuruh Jung Woo
tetap menunduk karena mereka akan bosan dan berhenti memukuli Jung Woo.
Soo
Yeon mengambil bola yang ada didekat ketiga siswa itu, ketiganya mundur
ketika Soo Yeon mendekat ke arahnya. Soo Yeon mengambil bola dan
bertanya apa mereka bertiga mau membantunya.
Mereka jelas tak mau, apa mereka sudah gila kenapa mereka harus membantu
Soo Yeon. Mereka pun kembali mengingatkan Jung Woo agar menjaga sikap.
Mereka bertiga akan berlalu meninggalkan Jung Woo dan Soo Yeon.
Soo Yeon menghampiri Jung Woo yang masih tergeletak terluka. Ia bertanya
apa Jung Woo baik-baik saja. Jung Woo mencoba berdiri, ia mengambil
bola dan melemparkannya ke arah ketiga siswa tadi. Duk, lemparan Jung
Woo tepat mengenai kepala salah satu dari mereka.
Jung Woo menantang kenapa mereka bertiga berhenti memukulinya. Jung Woo
membentak kalau ini baru saja dimulai. Jung Woo berlari ke arah
ketiganya ia kembali melawan mereka.
Dan sekali lagi Jung Woo kalah. Ia kembali dipukuli ditendang dan
diinjak. Soo Yeon menatapnya cemas. Luka-luka di tubuh dan wajah Jung
Woo bertambah.
Soo Yeon takut melihatnya karena ini mengingatkan pada kejadian dimana
ia dipukuli dan diinjank-injak oleh ayahnya. Soo Yeon menutup
telinganya, ia menangis melihat Jung Woo dipukuli dan diinjak. Ia hanya
bisa terdiam menunduk ketakutan. Trauma masa lalunya belum hilang.
Soo Yeon berdiri di depan loker. Disana ada payung miliknya yang sengaja
diletakkan oleh Jung Woo. Soo Yeon membawa pulang payung miliknya.
Di depan pintu masuk sekolah Soo Yeon melihat Jung Woo berdiri menunggu
hujan reda. Wajah Jung Woo penuh dengan luka. Soo Seon berjalan
menghampiri Jung Woo.
“Han Jung Woo!” sapa Soo Yeon. Jung Woo menoleh, Soo Yeon langsung
menunduk dan menyodorkan payung miliknya agar bisa digunakan oleh Jung
Woo. Jung Woo terkejut melihatnya, ia ragu apa ia akan menerima pinjaman
payung Soo Yeon lagi atau tidak.
Soo Yeon menitikan air mata, “Aku. Aku tidak seperti itu.” Soo Yeon
mencoba menjelaskan kalau ia bukanlah seorang anak yang seperti
dikatakan teman-temannya. “Aku tidak akan membunuh siapapun.”
Soo Yeon meminta Jung Woo memakai payungnya saat pulang karena luka yang
Jung Woo alami akan terasa lebih sakit kalau terkena hujan. Tapi Jung
Woo tak mau menerima pinjaman payung ia berjalan mundur menghindari Soo
Yeon. Soo Yeon menatapnya sedih.
Jung Woo terus bergerak mundur hingga tubuhnya basah kuyup karena hujan.
Soo Yeon : “Han Jung Woo?”
Jung Woo membentak, “Kau, kenapa kau bersikap seperti ini padaku? Kenapa
kau terus bersikap seperti ini padaku? Kalau aku tak mempedulikanmu
seharusnya kau mengerti dan pergi. Aku ingin mengembalikan payungmu,
kita tak ada urusan lagi.”
Soo Yeon tertunduk menangis dan berkata kalau Jung Woo basah kuyup
karena dirinya. Soo Yeon minta maaf dan mengatakan kalau ia tidak
apa-apa. “Aku tak ingin menangis karena sedih, tapi karena angin. Angin
yang membuat mataku berair.”
Jung Woo terdiam, Soo Yeon berlalu meninggalkan Jung Woo. Terngiang
dalam benak Jung Woo semua ucapan Soo Yeon tadi, bahwa Soo Yeon bukan
seperti yang Jung Woo pikirkan, bahwa Soo Yeon tak akan membunuh
siapapun. ‘Aku tidak menangis karena sedih, tapi karena angin. Angin
yang membuat mataku berair.’
Soo Yeon berjalan menuju rumahnya tanpa menggunakan payung. Padahal
hujan turun sangat deras dan ia membawa payung miliknya. Terdengar dalam
ingatannya suara Jung Woo memanggilnya ketika malam itu, ‘Seragam
merah. Gadis populer, Lee Soo Yeon.’
Soo Yeon berada di taman bermain tempat ia bertemu dengan Jung Woo.
Tak berapa lama kemudian setelah Soo Yeon tak ada Jung Woo duduk di
ayunan sendirian dibawah guyuran hujan. Terngiang dalam ingatannya Soo
Yeon menuruhnya memakai payung.
Jung Woo mengenjot ayunan perlahan-lahan dan semakin lama semakin cepat.
Ia menghentakan kakinya agar ayunannya semakin kencang dan tinggi. Ia
melakukannya untuk melampiaskan rasa frustasinya.
Soo Yeon berjalan perlahan menuju rumahnya. Tiba-tiba langkahnya
terhenti karena ia mendengar sesuatu, “Joon kumohon. Kalau kita tak
pergi sekarang dan tertangkap semuanya akan berakhir. Apa kau tak ingin
bertemu ibumu?” Terdengar suara perawat Jung Hye Mi.
Soo Yeon penasaran dan memutuskan untuk mengintip melalui jendela.
Perawat Jung Hye Mi melihat Soo Yeon yang mengintip di jendela, “Siapa
kau tutup jendelanya!”
Soo Yeon kaget dan segera menutup jendela. Ibunya datang dan bertanya
apa yang Soo Yeon lakukan. ibu yang menggunakan plastik untuk melindungi
kepalanya segera mengambil payung yang dibawa putrinya, “Kenapa kau
berjalan di tengah hujan seperti anjing gila. Padahal kau membawa
payung.”
Ibu membuka payung dan di payung itu ada pesan yang ditulis oleh Jung
Woo. Keduanya membaca tulisan itu. ‘Ini milik gadis paling terkenal Lee
Soo Yeon’
Soo Yeon tahu siapa yang menulis itu, ibu yang tak tahu apa-apa menilai
kalau Soo Yeon sombong sekali kenapa Soo Yeon menulis ini di payung,
kenapa tak sekalian menulis nama ayah Soo Yeon disini. Kau pasti senang
karena kau begitu terkenal. Ibu bergegas ke rumah. Soo Yeon mengejar
meminta ibunya mengembalikan payung itu padanya.
Jung Woo masih berada di ayunan dengan genjotan ayunan yang semakin
kencang, ia kesal dengan dirinya sendiri ketika mengingat kebersamaannya
dengan Soo Yeon beberapa waktu lalu.
Jung Woo pun meloncat dari ayunan dan berlari kencang. Ia mencari rumah
Soo Yeon.
Di tengah jalan ia bertanya pada ahjumma yang berpapasan dengnnya, apa
ahjumma itu tahu dimana rumah Soo Yeon. Ahjumma itu bilang kalau ia tak
tahu. Jung Woo kembali bertanya kalau ia mendengar Soo Yeon tinggal
disekitar sini, tapi ahjumma itu bilang kalau ia tak tahu.
Jung Woo bertanya pada ahjumma pemilik warung, disana Detektif Kim tengah berbelanja buah.
Soo Yeon di kamarnya menulis surat untuk Jung Woo.
Walaupun aku tak akan memberikan surat ini tapi aku tetap ingin
mengucapkan terima kasih. Kalau aku bukan anak seorang pembunuh
mungkinkah kau dan aku bisa bersahabat?
Soo Yeon mencoret kata yang ia tulis (hmm kata apa ya yang dicoret)
Ibu masuk membawakan makanan untuk Soo Yeon. Ibu menyingkirkan payung
kuning, Soo Yeon langsung overprotect pada payungnya. Ibunya heran apa
Soo Yeon akan membuka payung itu saat keduanya makan. Ibu minta Soo Yeon
menyingkirkan payung itu. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk keras, ibu
dan anak ini berpandangan.
Jung Woo sampai disekitar rumah Soo Yeon (hmm kayaknya Detektif Kim ngasih tahu Jung Woo dimana rumah Soo Yeon)
Jung Woo melihat ibu-ibu di depan rumah seseorang, salah ibu itu
ternyata ibu dari korban pembunuhan yang masih tak terima keluarganya
meninggal dengan cara seperti ini.
Ibu Soo Yeon berteriak, “Sampai kapan kau akan seperti ini? apa yang
harus kulakukan denganmu? kenapa muncul disini setiap dua minggu?”
Soo Yeon memohon ibunya agar berhenti.
Ibu : “Apa aku yang membunuh suamimu? Apa aku yang membunuh anakmu? Dia
sudah menerima hukumannya, seharusnya semua sudah berakhir. Apa yang kau
inginkan dariku?”
Jung Woo menatap sedih keributan ini.
Si ibu yang suami dan anaknya meninggal berkata, “Anakmu masih hidup
bagaimana dengan anakku? Kembalikan anakku. Kembalikan anakku.”
Ibu mendorong Soo Yeon ke arah si ibu itu, “Bawa dia. Bawa saja dan bunuh dia, lakukan apapun yang ingin kau lakukan padanya.”
Soo Yeon menangis, ibu mendorongnya hingga terjatuh. Jung Woo ikut
melihat ini. Apa lagi Soo Yeon memohon-mohon sambil menangis memeluk
kaki ibunya.
Ibu mendorong kepala Soo Yeon, “Dia bilang semuanya akan berakhir kalau kau juga mati.”
Detektif Kim sampai disana.
Soo Yeon memohon pada ibu itu. Ia mengaku kalau ia yang salah sambil menangis.
Ibu Soo Yeon malah memukuli Soo Yeon, “Dasar bodoh apa salahmu? Apa
gunanya kita hidup seperti ini. Baiklah, kita berdua saja mati hari ini.
kita mati saja.” Ibu mengguncang-guncangkan tubuh Soo Yeon, “Daripada
hidup seperti ini lebih baik mati.”
Soo Yeon meronta ia tak mau mati begitu saja. Ia melepaskan diri dari cengkeraman ibunya yang menangis.
Dan Soo Yeon pun melihat kalau disana ada Jung Woo yang menatapnya iba.
Soo Yeon menangis, ia langsung lari tak mau bertemu dengan Jung Woo
dalam keadaan yang menyedihkan seperti ini. Sepatu kanannya lepas. Ia
berlari menggunakan sepatu yang hanya sebelah. Jung Woo mengejarnya, tak
lupa ia membawa sepatu Soo Yeon yang sebelah.
Soo Yeon terus berlari dengan tangisan mengabaikan panggilan Jung Woo
yang mengejarnya. Jung Woo mengambil jalan pintas untuk mengejar Soo
Yeon tapi sia-sia, ia tak menemukan gadis ini.
Soo Yeon mendengar panggilan Jung Woo memanggil namanya, tapi Soo Yeon
terus berlari walau hanya dengan sepatu sebelah.
Jung Woo merasakan sakit di badannya luka-lukanya yang belum sembuh
terasa nyeri karena ia terus berlari. Ia berhenti sejenak untuk mengatur
nafas dan tiba-tiba ia mendengar sesuatu, suara dernyit ayunan.
Jung Woo pun segera berlari menuju taman bermain, ketika sampai disana
Jung Woo tak melihat siapapun. Ia kecewa. Tapi ia teringat dengan satu
tempat disana. Di tempat perosotan. Jung Woo mendekat ke arah perosotan.
Dugaan Jung Woo tepat, Soo Yeon duduk sembunyi di bawah perosotan. Jung
Woo tersenyum karena ia berhasil menemukan Soo Yeon. Perlahan ia pun
menghampiri Soo Yeon.
Soo Yeon tertunduk menangis. Jung Woo melemparkan sepatu Soo Yeon.
“Aku menemukanmu!” seru Jung Woo berdiri di depan Soo Yeon. Soo Yeon
terkejut menatap Jung Woo tapi dengan cepat ia menyembunyikan wajahnya.
Jung Woo : “Apa kau pikir menyembunyikan wajahmu adalah segalanya?”
Soo Yeon menarik kaki kanannya dan lihat kaki kananya ada bekas luka yang sangat panjang. Soo Yeon menyembunyikan kakinya.
Jung Woo : “Apa kau pikir menyembunyikan kakimu adalah segalanya?”
Soo Yeon tetap menunduk kali ini ia menarik tangannya.
Jung Woo : “Gaun bunga.”
Soo Yeon mencengkeram bajunya yang bermotif bunga.
“Gadis populer...” panggil Jung Woo.
“Lee Soo Yeon...” panggil Jung Woo lagi. “Lee Soo Yeon.”
Soo Yeon mengangkat wajahnya memandang Jung Woo.
Jung Woo : “Anak seorang pembunuh Lee Soo Yeon, ayo kita berteman.”
Soo Yeon terkejut mendengar ajakan pertemanan dari Jung Woo.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar