Untuk
pembukan episode 16 ini lain dari yang lain. Kalau biasanya kita akan
dibuat tertawa terbahak-bahak oleh tingkah mereka berempat tapi kali ini
kita akan dibuat menangis sesenggukan.
Do
Jin berada di bandara akan menuju Shanghai untuk urusan bisnisnya. Ia
bicara di telepon dengan seseorang untuk menyiapkan keperluan selama di
Shanghai. Setelah selesai bertelepon ia tiba-tiba ia mendapatkan
panggilan telepon yang mencengangkan. “Aku akan segera tiba disana!”
ucap Do Jin.
Ia pun berlari sekencang mungkin
segera meninggalkan bandara tak jadi pergi ke Shanghai dan meninggalkan
tas-nya begitu saja di bandara.
Min
Suk menemukan cincin Jung Rok. Ia menemukan itu di dompet suaminya.
Jung Rok beralasan kalau akhir-akhir ini jarinya semakin mengecil. Min
Suk menanyakan siapa Hyo Jin.
Jung Rok : “Aku tahu seharusnya aku tak mengatakannya dalam situasi seperti ini. Tapi siapa nama keluarganya?” (hahaha)
“Hei.. Lee Jung Rok!” bentak Min Suk.
Jung
Rok menerima telapon dari seseorang ia pun menjawabnya, “Nomor yang
anda tuju sedang sibuk...” tapi kemudian ia terdiam tercengang, “Apa?
Jangan bercanda. Aku akan segera ke sana!”
Min Suk bertanya suamianya ini
mau kemana, kalau Jung Rok pergi sekarang ia mengancam keduanya akan
segera bercerai. Jung Rok mengatakan kalau masalah ini lebih mendesak ia
akan tetap pergi walaupun min suk menceraikannya sekalipun.
Tae
San berada di bar bersama rekan bisnisnya. Rekan bisnis Tae San
menginginkan Tae San menyanyikan lagu untuk mereka. Tae San tak masalah
malahan ia bersedia menyanyikan lebih dari satu lagu.
Tae
San bersiap akan menyanyi tapi ia mendapatkan SMS. Microphone yang ada
di tangannya pun terjatuh dengan sendirinya ketika ia membaca SMS yang
ia terima. Tae San mohon diri karena sekarang ada situasi yang lebih
darurat.
Rekan bisnis Tae San berusaha
mencegah kalau Tae San pergi ia tak akan menandatangani kontrak. Tae San
tak peduli dengan yang namanya kontrak, ia minta maaf karena yang ini
lebih penting dari pada itu.
Do
Jin sudah berganti pakaian, ia mengenakan pakaian hitam lengkap berlari
secepat kilat di rumah sakit. Di lorong rumah sakit ia berpapasan
dengan Jung Rok dan Tae San yang juga sudah berganti pakaian hitam.
Ketiganya berlari secepat mungkin.
Di
sudut sebuah rumah sakit telah disiapkan tempat untuk upacara
penghormatan karena ada yang meninggal. Disatu sudut Yoon duduk
menyendiri dengan tatapan kosong. Ketiga temannya datang. Ya, ini hari
dimana Jung Ah meninggal.
Ketiga sahabat Yoon tak kuasa melihat sahabatnya duduk terdiam penuh rasa kehilangan.
Seseorang datang membawakan pakaian ganti untuk Yoon. Tapi Yoon diam saja, Tatapan matanya seolah ia juga tak ingin hidup lagi.
Ketiga
temannya membawa Yoon ke sebuah ruangan untuk mengganti pakaian Yoon.
Yoon berdiri diam lemas. Tae San melepas perlahan pakaian Yoon. Jung Rok
membantu memasangkan kaos kaki untuk Yoon. Ketiga teman Yoon tak kuasa
membendung air mata kesedihan mereka melihat Yoon seperti ini.
Do Jin membantu Yoon memakaikan dasi. Yoon memakai sepatunya tapi tatapan matanya tak terarah ia menatap kosong ke depan.
Dan
bruk... Yoon seolah tak kuat berdiri. Ia terjatuh saking lemasnya.
Ketiga temannya langsung membantu dan mengkhawatirkan sahabatnya ini.
“Aku tak apa-apa, aku tak apa-apa,”
Ucap Yoon dengan nada lemah. Ketiga teman Yoon tak kuasa menahan air
mata mereka. Ketiganya ikut berduka merasakan apa yang Yoon rasakan,
kehilangan Jung Ah.
Yoon
duduk bersama ibu mertuanya yang terus menangis kehilangan putrinya.
Ketiga sahabat Yoon menggantikan posisinya sebagai keluarga duka
menerima penghormatan dari tamu. Yoon menggenggam tangan ibu mertuanya
penuh kesedihan.
Suara
Yoon : “Dua garis berwarna hitam pada ban tangan tanda berkabung,
artinya mereka adalah keluarga dekat dari almarhum. Satu garis hitam
berarti teman dekat atau kenalan. Satu untuk lengan yang satunya untuk
hati. Para pria dengan dua garis hitam yang beridiri disana adalah
orang-orang yang perpisahan dengan mereka akan menjadi paling
menyakitkan dalam hidupku. Seperti kehadiran mereka adalah keberuntungan
yang terbesar dalam hidupku.”
Yoon menatap ketiga sahabat yang selalu ada untuknya. Ia menangis sedih campur haru.
Sinopsis A Gentleman’s Dignity Episode 16
Do Jin mengendarai mobilnya di jalan raya dan menerima panggilan telepon dari Yi Soo. “Kau ada dimana?”
Dan
seperti yang kita tahu kalau keduanya makan siang bersama. Ada yang
menelepon Yi Soo tapi Yi Soo tak menjawabnya. Ia membiarkan ponselnya
begitu saja setelah tahu siapa yang menghubunginya. Do Jin bertanya
telepon dari siapa.
“Sudah kubilang jangan bicara padaku!” Ucap Yi Soo. Yi Soo akan pergi tapi Do Jin menahan tangannya, “Siapa itu?”
Yi Soo : “Memangnya kenapa kalau kau tahu?”
Do Jin bertanya lagi dengan suara pelan, “Siapa itu?”
“Ibuku,”
jawab Yi Soo. “Ah, ibuku meninggalkan anaknya dan mengasuh anak orang
lain selama lebih dari 20 tahun. Apa kau mau ikut dan melihatnya
sendiri? Kalau kau tak mau ikut, lepaskan tanganku!”
Do
Jin berdiri dan ia akan ikut dengan Yi Soo. “Baiklah ayo kita pergi
bersama. ‘apa yang terjadi? Apa dia menangis sendirian? Apa dia tiba di
rumah dengan selamat?’ Daripada aku mengkhawatirkan itu, lebih baik aku
ikut denganmu.” Yi Soo menatap marah dan menarik tangannya paksa dan
berjalan lebih dulu meninggalkan Do Jin.
Yi
Soo menemui ibunya di sebuah kafe. Ibunya memuji kalau Yi Soo terlihat
cantik. Ia mengira-ngira sudah berapa lama keduanya tak bertemu, “Ini
yang pertama kali sejak kau berumur 30 tahun kan? Kenapa kau tak
menjawab teleponku? Kau dan aku bukan tipe orang yang menelepon hanya
untuk menyapa satu sama lain. Aku menghubungimu karena ada yang ingin
kudiskusikan denganmu.”
Yi Soo : “Mendiskusikan apa? Apa yang perlu didiskusikan denganku?”
Ibu Yi Soo bertanya apa putra
sulung dan putra bungsu suaminya menemui Yi Soo. Yi Soo balik bertanya
kenapa mereka menelepon bahkan menemuinya. “Kenapa mereka menggangguku?
Aku tak punya urusan dengan meraka? Kenapa mereka melakukan ini padaku?”
Ibu Yi Soo : “Sudah jelas. Ada
sengketa warisan antara ibu tiri dan anak-anak. Mereka berharap kau bisa
meyakinkanku untuk mundur. Ayah mereka sedang berada di ranjang
kematiannya.”
Yi
Soo mendesah kesal, ia benar-benar tak peduli dengan masalah ibunya.
“Ibu belum pernah menjadi bagian hidupku sejak aku berumur 12 tahun.
Kenapa ibu melakukan ini padaku?”
Ibu Yi Soo berfikir kalau ia
mengubah nasibnya maka nasib putrinya juga akan berubah. “Aku tak akan
melakukan apapun untukmu jadi aku ingin merubah nasibku demi kau. Tapi
hidup tak berjalan sesuai rencanaku.”
Yi Soo tak mau mendengar apapun
penjelasan ibunya. Memangnya ia pernah meminta bantuan dari ibunya.
“Ibu, apa ibu sama sekali tak merasa bersalah padaku?”
Ibu Yi Soo mengatakan kalau ini sudah
terjadi apa yang bisa ia lakukan. Mereka menginginkannya bercerai
sebelum pembagian warisan. “Masa 24 tahun itu tak ada artinya bagi
mereka karena itu apapun yang mereka katakan jangan pernah menemui
mereka. Aku yang akan mengurus sisanya.”
Do Jin duduk membelakangi Yi Soo mendengarkan semuanya. Yi Soo tak tahan lagi ia hanya bisa menangis menahan kesal.
Tae
San rapat dengan stafnya untuk mempersiapkan presentasi proyek mereka.
Stafnya bertanya dimana Presdir Kim Do Jin. Tae San mengatakan kalau Do
Jin sedang menghadiri sebuah pertemuan jadi jangan harap bisa melihat Do
Jin dalam beberapa hari.
Tapi
tiba-tiba Do Jin datang. Tae San heran kenapa Do Jin ke kantor bukankah
seharusnya istirahat di rumah. Do Jin bergumam apa ia harus istirahat
dengan pekerjaan yang manumpuk. Ia berkata pada Tae San kalau ia yang
akan mengurus semuanya lebih baik Tae San melanjutkan pekerjaan Tae San.
Tae San tak yakin apa Do Jin tak
apa-apa, ia menyarankan lebih baik pergi ke pegunungan selama beberapa
hari. Do Jin tak mau ia ingin bekerja. Tae San pamit ia harus ke lokasi
proyek. Ia memberi tahu kalau ia akan menemui klien jam 4 sore nanti. Ia
menawarkan apa Do Jin mau ikut, Do Jin setuju ia akan ikut.
Do
Jin dan stafnya membahas proyek rumah loteng. Staf wanita Do Jin
menyahut kalau rumah loteng ini ide yang bagus. Ia berandai-andai apakah
ada seseorang yang bersedia membangunkan itu untuknya. Do Jin menyuruh
stafnya untuk mempersiapkan bahan presentasi.
Do
Jin ke Mango Six sampai disana ia terkejut melihat ketiga temannya
berpakaian aneh. Ketiganya menyapa dengan memberikan lambaian tangan
untuk Do Jin.
Do Jin heran kenapa temannya berpenampilan seperti itu. Yoon mengatakan kalau ini hanya sebuah konsep dengan makna yang dalam.
Jung
Rok berdiri kemudian bernyanyi sambil menari-nari. Do Jin tak tahan
melihatnya ia pun tertawa, “Apa itu? apa kalian mau ikut audisi
pelawak?”
“Lihat? Dia tersenyum!” seru Jung Rok kegirangan.
“Sudah lama sekali kau tak tersenyum,” sambung Yoon.
“Hanya untuk melihatku tersenyum apa kalian berpakaian seperti itu sambil menunggu?” tanya Do Jin.
“Meskipun
seluruh dunia menertawakan kami, tidak apa-apa asalkan kami bisa
membuatmu tersenyum.” Ucap Tae San ikut senang melihat salah satu
sahabatnya sudah bisa tertawa.
Jung
Rok menyuruh Do Jin duduk karena ketiganya ingin Do Jin kembali normal.
Do Jin pun bergabung dengan ketiganya. Tae San meminta Do Jin tak usah
khawatir tentang pekerjaan lebih baik sekarang Do Jin mengurus Colin
saja dulu. Yoon juga meminta Do Jin tak perlu mengkhawatirkan Colin
lebih baik konsentrasi saja pada Yi Soo.
Do Jin bergumam, “Diri kalian sendiri saja tak bisa kalian urus.”
Jung Rok menyahut kalau begitu ia yang pantas mendapatkan medali sebagai seseorang yang tak bisa mengurus diri sendiri.
Jung Rok melihat ponsel Tae San
sepertinya ada yang menelepon. Tae San tahu dan itu telepon dari Se Ra.
Ia mengatakan kalau Se Ra ini tak akan mencari dirinya kalau ia menjawab
telepon dari Se Ra.
Tae
San melepas scraf yang melingkar di lehernya dan memakaikanya pada Do
Jin. “Pakai ini, ini akan memalukan sampai kau tak bisa memikirkan hal
lain selama 30 menit.” Tae San pamit lebih dulu.
Yoon juga melepas kacamata dan
memakaikannya pada Do Jin. “Pakai ini juga, dan tambahan 20 menit.” Yoon
juga permisi pergi lebih dulu.
Jung
Rok berdiri akan melepas celananya. “Aish...” Do Jin mengira Jung Rok
akan benar-benar melepas celananya, tapi kemudian Jung Rok duduk lagi.
Do
Jin mengatakan kalau ia tak bisa memikirkan hal yang lain. Ia memberi
tahu kalau warna baju Yi Soo juga seperti scraf yang ia pakai. Jung Rok
menyahut kalau semua orang memiliki baju warna itu. Do Jin kembali
mengatakan kalau Yi Soo memakai baju warna itu pada saat yang istimewa.
(waktu malam hari ketika Yi Soo meminta Do Jin berjanji)
Yi
Soo tiduran lemah di kamarnya. Ia mengenang kebersamaannya dengan Do
Jin. Ia teringat ucapan Do Jin sebelum ia menemui ibunya. Ia tampak
memikirkan sesuatu, ia tak tahan terus-menerus seperti ini. Ia bergegas
bangun dan pergi keluar.
Do
Jin menyusuri jalanan di depan gedung apartemennya sendirian untuk
menghilangkan segala kepenatan. Tapi sepertinya tak bisa pikirannya
selalu melayang ke Yi Soo. Sepertinya ia menerima SMS dan akan
menghubungi si pengirim SMS.
Tapi
tiba-tiba langkahnya terhenti karena melihat Yi Soo sudah berdiri tak
jauh di depannya. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menelepon. Do Jin
mengatakan kalau ia baru saja akan menelepon Yi Soo. Yi Soo berkata
kalau ia tahu. Do Jin berusaha tersenyum dan bertanya dari mana Yi Soo
tahu kalau ia yang menelepon. Yi Soo berkata kalau ia melihatnya.
Do Jin bertanya lagi kenapa Yi
Soo ada disini. Yi Soo balik bertanya apa ia tak boleh datang kesini,
memangnya Do Jin pemiliki tempat ini.
“Apa kau kesini untuk menemuiku?” Tanya Do Jin.
“Tak
ada alasana lain. Aku tak menangis, aku tiba di rumah dengan selamat
tapi kenapa aku ada disini?” Ucap Yi Soo (tujuan Yi Soo memang karena
ingin melihat Do Jin)
Do Jin ingin tahu apa Yi Soo
sudah lama menunggu. Yi Soo berkata kalau Do Jin tak perlu tahu. Do Jin
kembali bertanya apa Yi Soo sudah makan. Yi Soo menjawab belum. Do Jin
terus bertanya apa ada film yang ingin Yi Soo tonton. Yi Soo bilang tak
ada.
Do Jin tak tahu lagi harus
bertanya apa. Yi Soo hanya memandangnya diam jika tak diberi pertanyaan.
Do Jin kembali bertanya apa Yi Soo mau jalan-jalan. Yi Soo bilang tak
mau.
Do Jin : “Aku tetap berdiri disini atau aku kembali ke dalam?”
Yi Soo : “Kenapa kau menanyakan
itu padaku? Kau ingin tetap berdiri disini atau kembali ke dalam? Kau
merindukanku atau kau tak merindukanku? Kau ingin mempertahankanku atau
kau tak ingin mempertahankanku?’ Cobalah jawab aku. Aku sangat
penasaran.”
Do Jin : “’Seorang guru etika
mengencani pria yang mempunyai anak. Apa dia sudah gila? Kenapa wanita
normal mau berkencan dengan pria yang mempunyai anak? Pasti ada yang
salah dengannya. ‘Hanya burung dari kawanan yang sama yang
bersama-sama.’ Seperti itulah dunia akan melihatmu, Seo Yi Soo. Aku tak
ingin cintaku padamu membuatmu menjadi wanita yang buruk. Karena
itu.....”
Belum
sempat Do Jin melanjutkan kata-katanya Yi Soo sudah berbalik
meninggalkan Do Jin. (Do Jin ga mau Yi Soo di cap perempuan buruk karena
berkencan dengan pria yang sudah memiliki anak-Anis-awas copaser
berkeliaran pendosa di bulan Ramadhan)
Yi
Soo duduk melamun di kamarnya. Se Ra masuk ke kamar dan membuyarkan
lamunannya. Se Ra mengatakan kalau ada sesuatu yang ingin ia sampaikan
pada Yi Soo. Ia memberi tahu kalau ia akan menjual rumahnya. Yi Soo
jelas saja terkejut karena ini sangat tiba-tiba.
Se Ra memberi tahu kalau
hutangnya sudah menumpuk dan saat ini hanya menjual rumah-lah
satu-satunya cara yang terpikir olehnya. Ia mengatakan kalau sejak awal
rumah dan mobilnya sudah terlalu mewah. Yi Soo ingat mobil Se Ra, apa
itu sebabnya ia tak melihat mobil Se Ra akhir-akhir ini.
Se Ra meyakinkah begitu rumahnya
terjual ia akan segera mengembalikan uang Yi Soo. Ia berpesan agar Yi
Soo mencari rumah sendiri untuk tempat tinggal Yi Soo nanti. Yi Soo
tanya bagaimana dengan tempat tinggal Se Ra. Se Ra mengatakan kalau ia
juga harus menemukan tempat tinggal baru yang lebih sesuai.
Yi Soo bertanya memangnya mudah
menjual rumah. Se Ra berkata kalau ia menjualnya dengan harga yang
menarik dan sudah ada seseorang yang datang untuk melihat rumah ini. Se
Ra minta maaf karena tak memberitahu lebih dulu pada Yi Soo.
Se
Ra menemui Tae San di Hwa Dam. Ia bertanya bagaimana rasanya. Tae San
yang sedang sibuk bertanya apa maksud Se Ra. Se Ra bertanya dengan suara
keras bagaimana rasanya Tae San melihatnya mencapai titik terendah
seperti sekarang ini. Tae San mengingatkan agar Se Ra memelankan suara
karena ini di kantor.
Se Ra tak memelankan suara malah makin
emosi, “Siapa suruh kau membuatku datang kesini mencarimu? ‘aku
membayar hutangmu jadi datang dan carilah aku’ itu kan maksudmu? Im Tae
San kenapa kau membayar hutangku, apa kau pikir aku akan datang padamu
sambil mengibas-ngibaskan ekorku?”
Tae San : “Kalau kau tipe wanita seperti itu, kita pasti sekarang lebih bahagia daripada keadaan kita sekarang!”
Se Ra meminta Tae San jangan
berpura-pura menjadi orang baik. Seharusnya Tae San cukup menonton dari
pinggir lapangan. Seharusnya Tae San memberinya kesempatan untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri.
Tae
San yang dari tadi tak memandang Se Ra sekarang menatapnya, “Bagaimana
mungkin aku melakukan itu? Aku sudah hampir gila, bagaimana mungkin aku
melakukan itu?”
Se Ra : “Seharusnya kau tetap tak mencampuri urusanku. Kelak bagaimana aku akan menghadapimu? Aku merasa sangat malu!”
Tae San : “Apa kau masih berfikir untuk melihatku?”
Se Ra : “Aku sedang dalam perjalanan.
Tapi apa yang harus kulakukan? Kau sudah melihatku jatuh sampai ke
dasar. Bahkan walalupun seluruh duania tahu, harusnya kau tak pernah
tahu.”
Ada
yang menelepon Tae San, ia segera menjawabnya. Tae San beralasan kalau
sekarang ia sedang rapat. Terdengar suara wanita berkata, “Jangan
bohong. Aku ada di Seoul di rumah sakit!” Tae San jelas terkejut, “Rumah
sakit? kenapa? Ibu, apa kau sakit?”
“Tentu saja aku sakit, karena
itulah aku di rumah sakit.” Ibu Tae San mengatakan kalau ia sekarang di
lantai satu dan memakai baju warna putih. Tae San bergegas menemui
ibunya di rumah sakit. Se Ra ikut cemas, “Apa ibumu sakit?” Tae San tak
menjawabnya ia berkata kalau ia akan melihatnya dulu.
Tae
San ternyata menghadiri kencan buta yang sudah dirancang ibunya. Di
depannya duduk seorang wanita muda cantik. Tae San jelas merasa tak
nyaman. Wanita itu melihat sikap Tae San yang sepertinya tak suka dengan
kencan buta apa karena itu ibu Tae San melakukan ini. Tae San
membenarkan ia merasa ibunya berfikiran seperti itu.
Ternyata Se Ra menyusul Tae San. Ia
terkejut kalau yang ditemui Tae San adalah seorang wanita muda. Ia
menahan kesal dan duduk di kursi sebelah Tae San. Tae San menyadari
kehadiran Se Ra dan terus menatapnya.
Wanita
itu bilang kalau ia tak peduli dengan usia seorang pria. Tae San tak
mendengarkan apa yang disampaikan wanita itu karena dari tadi ia menatap
Se Ra. Wanita itu malanjutkan kata-katanya, ia sudah mendengar kalau
Tae San ini seorang arsitek. Tae San mengatakan mungkin ia seorang
arsitek tapi ia hanya seorang tukang bangunan.
Tae San bertanya apa pekerjaan
wanita itu. Wanita itu dengan bangga mengatakan kalau ia putri dari
direktur rumah sakit. Ini jelas membuat Tae San dan Se Ra berusaha
menahan tawa.
“Ini adalah rumah sakit ayahku. Kata
ayahku aku sudah mencapai usia yang pantas untuk menikah dan aku harus
menikah. Jadi aku akan menikah. Dan... aku bersedia punya 2 atau 3.”
Tae San tak paham, apa?
“Anak. Aku bersedia melahirkan satu setiap dua tahun.” Kata wanita itu.
Tae San kembali berusaha menahan tawa. Se Ra yang ada di sebelah Tae San pun berusaha menahan tawa.
“Untuk makanan, aku hanya
bersedia masak dua kali sehari. Memasak 3 kali akan sangat sulit.”
Sambung wanita itu penuh senyuman. Tae San mengangguk sambil terus
berusaha menahan tawanya.
“Kalau kau pikir aku ini lucu, tertawa saja sekeras-kerasnya.” Kata wanita itu tersenyum dengan pedenya.
Huwahahahaha
akhirnya Tae San tak bisa menahan tawanya. Se Ra juga demikian ia
tertawa lebar dan wanita itu juga ikut tertawa lebar bersama. Tapi tawa
wanita itu terhenti karena ia melihat Se Ra ikut tertawa. Se Ra langsung
diam bersikap normal. Tapi tetap saja ia tersenyum-senyum berusaha
menahan tawa.
“Benar-benar
calon istri yang sempurna.” sahut Tae San. Wanita itu mengatakan kalau
semua orang juga berfikiran yang sama tentang dirinya. Dengan pedenya ia
mengatakan kalau ia terlalu sempurna sehingga mereka semua melarikan
diri. (wahahahahaha)
“Aku sudah mengatakan apa yang
harus kukatakan. Kalau kau ingin bertemu denganku lagi telepon aku
sebelum jam 6.” Kemudian wanita itu pamit.
Setelah wanita itu pergi Tae San dan Se Ra tak bisa menahan tawa mereka. Keduanya tertawa terpingkal-pingkal.
Tae San bertanya kenapa Se Ra
datang ke sini menyusulnya. Se Ra mengatakan kalau ia berfikir ibu Tae
San benar-benar sakit jadi ia memutuskan untuk datang. Se Ra menilai
kalau wanita itu lumayan juga, “Menikahlah!”
Tae San berkata kalau ia juga berfikiran seperti itu, “Memasak dua kali sehari melahirkan anak setiap dua tahun.”
“Aku kalah,” sahut Se Ra. “Aku bukan
sedang menyindir. Aku tak ingin menikah, tapi meskipun aku ingin menikah
bagaimana mungkin aku membandingkan diri dengan wanita itu?” Se Ra
berjanji akan mengembalikan uang Tae San paling lambat bulan ini. Ia pin
pamit mengucapkan selamat tinggal.
“Hong
Se Ra!” panggil Tae San membuat Se Ra menghentikan langkahnya. Se Ra
meminta Tae San jangan khawatir karena ia tak akan memeluk Tae San.
“Keterlaluan,
kau....” Tae San berdiri menatap Se Ra yang berdiri memunggunginya.
“Harus memenangkan kejuaraan. Aku tak bisa menunggumu terlalu lama.”
Se Ra berbalik menatap tajam dan berkata dengan suara tinggi, “Kenapa kau melakukan ini? Apa kau mengasihaniku?”
“Kau mau mati? Aku mencintaimu. Kesini!” Suara Tae San tak kalah tinggi sambil membuka kedua tangannya.
Se
Ra menangis haru. Ia berjalan ke arah Tae San dan masuk ke pelukannya.
Se Ra menitikan air mata dalam pelukan Tae San. (huwa baikkan deh)
Min
Suk menikmati udara segar dengan melakukan lari pagi (wah tante seksi
deh) Terdengar suara olehnya gemerincing bel sepeda. Ia menoleh dan
ternyata yang mengendarai sepeda itu Jung Rok.
“Hei, cantik, naiklah!” ajak
Jung Rok meminta istrinya naik ke sepeda. Min Suk tertawa meremehkan apa
Jung Rok ingin ia duduk di boncengan sepeda. Jung Rok berpikir kalau
beberapa mobil mewah di negara ini pasti sudah pernah istrinya kendarai.
Tapi ia berani bertaruh kalau istrinya ini belum pernah naik sepeda.
“Dunia
akan terasa seperti video musik.” kata Jung Rok sambil memakaikan
earphone ke telinga Min Suk. Jung Rok menyetelkan lagunya, kemudian ia
meminta istrinya segera naik ke sepeda.
Min
Suk pun duduk di boncengan sepeda yang dikendarai Jung Rok. Jung Rok
berpesan agar Min Suk berpegangan erat tapi Min Suk cuek saja. Jung Rok
melihat kalau istrinya duduk biasa tak perpegangan padanya. Ia pun
berpura-pura akan jatuh sambil menggoyang-goyangkan sepedanya. Spontan
Min Suk menjerit dan langsung merangkulkan lengannya ke badan Jung Rok.
(hihihi....)
Jung Rok : “Kubilang pegang erat-erat. Kenapa kau tak mau mendengarkan?”
Min Suk menyandarkan kepalanya
ke punggung Jung Rok (aih... mau dong bersepeda kayak gini, Om Rok
romantis deh ah... haha_Anishuchie)
“Apa
kau tahu?” Jung Rok mulai berbicara. “Diantara semua wanita yang pernah
kutemui kaulah yang paling pendek, paling buruk sifatnya, paling tua,
dan yang paling tak menggemaskan. Sejujurnya, apa lagi yang kau miliki
selain uang? Ya tentu saja memang bagus kalau memiliki uang.”
Min Suk tetap menyandarkan
kepalanya ke punggung Jung Rok dengan earphone tetap di telinganya. Jung
Rok mengeluh punggungnya berkeringat dan berkata kalau ini benar-benar
melelahkan.
Jung Rok : “Bagaimanapun,
meskipun kau memiliki banyak kekurangan kau benar-benar beracun. Maka
dari itu mulai sekarang, pastikan kau tetap menempel di punggungku.
Mengerti?”
Min
Suk menegakkan kepalanya, “Aku mengerti tapi bagaimana cara membuka
ini?” Tanya Min Suk yang dari tadi ternyata tak mendengarkan lagu. Jung
Rok kaget dan langsung menghentikan laju sepedanya. “Jadi dari tadi kau
sama sekali tak mendengarkan lagu?”
Min Suk berkata kalau MP3-nya
harus dimainkan dulu tapi ini terkunci. Ternyata benar MP3-nya error
terkunci. Jadi dari tadi Min Suk belum mendengarkan lagu. Jung Rok
panik, “Yang kukatakan apa kau mendengar semuanya?”
“Ya. Mulai dari ‘naik’ sampai
‘mengerti?’ diantaranya kau bilang aku pendek dan tua.” Min Suk ternyata
mendengarkan semua apa yang dikatakan Jung Rok. haha.
“Aish...
ini benar-benar memalukan.” Jung Rok memakai kaca mata hitamnya.
“Memalukan, memalukan, memalukan.” Min Suk tersenyum-senyum melihatnya.
Ia menyuruh suaminya duduk lagi di sadel sepeda.
“Aish... keterlaluan,” Jung Rok
mendesah kesal pada dirinya sendiri. Keduanya pun naik sepeda lagi,
“Yobo yang kukatakan ditengah-tengah tadi....”
“Lihat
ke depan!” Min Suk menyuruh Jung Rok menatap lurus ke depan dan
mengayuh sepedanya saja. Ia kembali menyandarkan kepalanya ke punggung
Jung Rok. Jung Rok kembali mengumpat kesal pada dirinya sendiri.
Min Suk meninjau galerinya sambil mendengarkan musik lewat MP3. Ia menyapa pegawainya penuh senyuman.
Min
Suk melihat Do Jin ada disalah satu kios galerinya. Ia pun melepas
earphone dan menyapa Do Jin yang tengah bingung memilih salah satu
diantara dua kursi yang berwarna pink dan orange.
Min Suk bertanya apa yang
membuat Do Jin berkunjung ke galerinya. Do Jin mengatakan kalau ia
mencari kursi. Min Suk bertanya lagi dimana kira-kira Do Jin akan
meletakan kursi itu. Do Jin berkata kalau ia tak tahu selera remaja
sekarang, jadi ia bingung memilihnya.
Min Suk heran, “Selera remaja maksudmu ...?”
“Ya aku berencana tinggal dengannya untuk sementara.” ucap Do Jin.
Min Suk mengerti, “Sangat berat kan? Diantara wanita dan anak haruskah kau menjadi pacar atau ayah?”
Min Suk memberi tahu kalau ia
bertemu dengan Yi Soo beberapa hari yang lalu. Ia merasa kalau Yi Soo
terlihat sangat lelah, “Kalau seorang pria mengatakan ‘aku mencintaimu’
kau tahu apa yang tak boleh kau katakan setelah itu? ‘Aku minta maaf’
sepertinya sederhana tapi pria merasa sulit melakukannya.”
Min Suk mohon diri, Do Jin memikirkan apa yang baru saja disampaikan oleh Min Suk.
Do
Jin mengajak Colin tinggal bersamanya. Ia menunjukkan kamar mana yang
akan ditempati Colin. Colin mengamati ruangan yang akan menjadi
kamarnya. Do Jin bertanya apa Colin suka dengan tatanan kamar barunya.
Colin malah balik bertanya apa bisnis arsitek ayahnya ini baik-baik
saja. “Apa ini?” Colin sambil menunjuk kursi warna orange yang baru
dibeli dari galeri Min Suk.
Do Jin mengatakan kalau itu warna dalam konsep ruangan ini. “Ini sofa berwarna. Dasar pengasuhan anak.”
Colin mengatakan kalau ia bukan
anak berumur 9 tahun melainkan 19 tahun. Do Jin menyahut karena itulah
ia sengaja memilih warna itu.
Dan
jreng... Colin pun merubah suasana dan tatanan kamarnya dengan berbagai
poster personil Girls Generation (wakakaka ga bapaknya, ga anaknya sama
idolanya Girls Generations haha)
“Apa sebenarnya yang kau
lakukan?” tanya Do Jin melihat suasana kamar Colin. Colin berkata kalau
ia membuat kamar ini lebih hangat dan mencerminkan impian dan juga
harapannya.
“Imipian (sambil menunjuk ke arah gitar-gitarnya) dan harapan (sambil menunjuk ke poster Girl Generations)
Do Jin menyuruh Colin
mengembalikan suasana kamar ke tatanan sebelumnya karena dekorasi
seperti ini tak sesuai dengan konsep kamar ini. Colin akan melakukannya
tapi dengan satu syarat, tambahkan dulu uang sakunya.
Do Jin : “500rb won seminggu apa masih kurang?”
Colin : “Ibu memberiku 10rb yen seminggu.”
Do Jin : “Memangnya itu masuk akal? Itu setara dengan 1juta rupiah.”
Colin mengatakan kalau biaya
hidup di Tokyo tinggi. Do Jin akan mengirim SMS pada Eun Hee untuk
menanyakannya. Colin langsung merebut ponsel dan ia pun akan menerima
uang saku tapi ia minta ditambah setengahnya lagi. Tapi Do Jin malah
menguranginya menjadi 250rb won, itu hukuman karena Colin sudah
berbohong. Wekekeke... Colin ngedumel seharusnya ayahnya tak boleh
seperti itu.
Do
Jin di Hwa Dam menerima telepon dari agensi real estate. Orang itu
menanyakan apakan Do Jin akan menjual rumah. Do Jin merasa kalau orang
ini sudah salah sambung.
“Bukankah anda Kim Do Jin dari apartemen 702? Anak anda datang dan meminta kami menelepon anda.”
Do Jin menahan kesal dengan tingkah Colin, ia memegang leher bagian belakangnya darah tingginya naik. Haha.
Do
Jin menyidang Colin. Ia menanyakan apa Colin memiliki dendam dengannya,
apa balas dendam untuk 20 tahun terakhir. Colin menunduk dan minta maaf
karena ia sudah melangkah terlalu jauh. Do Jin menghela nafas panjang,
ia tak akan memperpanjang masalah ini dan menganggapnya sudah selesai.
Do
Jin menginginkan agar Colin sekolah. Colin jelas menolak ia beralasan
kalau ia tak akan lama tinggal di Korea. Do Jin tak peduli pokoknya
Colin harus sekolah meskipun hanya tinggal beberapa hari di Korea. Colin
tanya kenapa.
Do Jin mengatakan karena ketika
ia SMA, ia bertemu paman-paman Colin. Tae San, Jung Rok dan Yoon.
Tentang pemindahan sekolah Colin, Yoon telah mengurusnya. “Dan juga ini
bukan diskusi tapi pemberitahuan. Seperti inilah ayah Korea.”
Do Jin akan keluar. Colin
bertanya ayah Korea mau kemana. Do Jin mengatakan kalau ini urusan
pribadinya Colin jangan ikut campur.
Yoon
duduk menyendiri di depan gedung apartemen sambil mengamati gelang yang
dibuang Meari di tempat sampah tadi siang. Ternyata Yoon mengambilnya.
Ia tersenyum mengamati gelang itu dan memakainya.
Yoon
melihat kedatangan Do Jin. Ia segera menutupi gelang yang ada di
pergelangan tangan dengan kaos panjangnya. Yoon pura-pura sedang
melemaskan tangannya.
Do Jin bertanya kenapa Yoon
menyembunyikannya, apa Yoon mencurinya. Do Jin ternyata sudah melihat
kalau Yoon memakai gelang. Yoon memberi tahu kalau Meari membeli gelang
pasangan atau sesuatu semacam itu. Do Jin menyahut seperti itulah yang
mereka lakukan di usia itu. Ia heran kenapa Yoon tetap menerimanya.
Yoon
berkata kalau ia memungutnya setelah Meari membuangnya. Do Jin tertawa
kemudian menatap Yoon tajam, “Dasar bodoh!” umpatnya. Yoon tak terima
dibilang bodoh ia pun berbalik menyerang Do Jin, memangnya bagaimana
dengan Do Jin.
Do Jin terdiam tak bisa
menyangkalnya. Ia kemudian bertanya bagaimana dengan sekolah Colin. Yoon
mengatakan kalau ia hanya perlu memastikan satu hal lagi dan ia akan
mengurusnya besok.
Keesokan harinya, Yoon menghubungi Yi Soo dan meminta bertemu sekarang karena ada yang ingin ia bicarakan dengan Yi Soo.
Yi
Soo pun datang ke kantor Yoon. Yi Soo menyampaikan kalau dalam
perjalanannya ke kantor Yoon ia berfikir hal apa yang ingin dibicarakan
Yoon dengannya. Yoon bertanya menurut Yi Soo kira-kira apa yang akan ia
bicarakan.
Yi Soo : “Anak itu, kau menginginkan dia menetap di Korea’”
Yoon diam ternyata Yi Soo bisa
menebaknya. Yi Soo berkata kalau Colin menetap di Korea tentunya Colin
sudah berencana untuk hidup bersama Kim Do Jin. Yoon membenarkan, ia
menebak ini pasti karena rasa tanggung jawab atau rasa bersalah Do Jin.
Yi Soo melihat kalau dinilai dari
karakter Do Jin, ia sudah memperkirakan akan seperti ini jadinya. Karena
itulah apapun yang ingin Yoon katakan ia sudah menebaknya. “Kalau kau
ingin mendiskusikan sesuatu denganku sebagai seorang guru, tentunya
mengenai pendidikan anak itu.”
Yoon kembali membenarkan karena
sekarang di lingkuangnnya salah satu sekolah tempat Colin bisa pindah
adalah sekolah tempat Yi Soo mengajar. Kalau Yi Soo merasa tak nyaman
maka ia akan mencoret sekolah Yi Soo dari daftar. Itulah yang ia
rencanakan.
Yi Soo mengatakan kalau Colin belum
mengenal banyak orang di Korea, setidaknya ia ada disana di sekolah
bukankah itu sedikit lebih baik. Yoon tak tahu apakah ia harus berterima
kasih atau meminta maaf. Yi Soo mengatakan kalau anak itu tak bersalah
atas apa yang terjadi.
Colin
ke SMA Ju Won sebagai murid pindahan dari Jepang. Di luar kelas ia
berpapasan dengan Yi Soo. Colin memberi hormat pada Yi Soo. Ia
mengatakan kalau ia pindah ke sekolah ini.
Yi Soo mengatakan kalau ia sudah
tahu dan Colin akan duduk di kelas 11 (2 SMA) ia menunjukan dimana
kelas Colin. Ia juga mengatakan kalau ia-lah yang akan menjadi wali
kelas Colin. Colin tak tahu harus bicara apa, ia masih merasa canggung.
“Aku berencana tinggal dengan ahjussi.”
Yi Soo berkata kalau ia sudah
mendengarnya, “Apa kau masih memanggilnya ahjussi?” Colin menjawab masih
dan mengatakan kalau ibunya sudah pulang. Yi Soo berkata kalau Ibu
Colin orang yang baik. Colin bertanya apa Yi Soo pernah bertemu dengan
ibunya. Yi Soo menjawab kalau ia bertemu secara tak sengaja sekali dan
bertemu janjian sekali. Colin merasa kalau Yi Soo ini tak nyaman bertemu
dengannya.
Yi Soo : “Aku tak pernah merasa
tak nyaman di sekitar murid-muridku. Tapi kalau kau tak belajar, kau
akan merasa tak nyaman bertemu denganku.”
Yi
Soo melihat Dong Hyub masuk sekolah. Dong Hyub memberi hormat pada
gurunya dan minta maaf. Yi Soo bertanya apa Dong Hyub tak akan membolos
lagi. Dong Hyub berkata kalau ia akan berusaha mencobanya karena seorang
pria setidaknya harus lulus SMA. Yi Soo senang mendengarnya dan akan
lebih bagus lagi kalau Dong Hyub juga mempunyai impian. Dong Hyub
permisi dan sebelumnya ia menatap Colin sekilas. Colin juga
memperhatikan pemuda yang baru saja datang ini.
Yi Soo mengatakan bahwa Colin sudah
bisa mulai sekolah hari senin, ia meminta Colin datang bersama orang tua
Colin. Colin heran dan bertanya kenapa. Yi Soo mengatakan kalau
filosofinya dalam mengajar adalah menemui orang tua murid pindahan (hehe
bilang aja kangen sama bapaknya Colin)
Dan
Do Jin pun menemui wali kelas putranya. Ia terus menatap guru yang ada
di depannya ini. Tentu saja Yi Soo bersikap berusaha formal layaknya ia
menghadapi wali murid yang lain.
Yi Soo mengatakan kalau dari
segi usia Colin seharusnya masuk di kelas 12 (3 SMA) tapi karena dia
tinggal diluar negeri kami mengangap dia mungkin tidak mampu mengimbangi
jadi kami menempatkannya di kelas 11. Yi Soo mengatakan kalau kelasnya
adalah kelas seni. Yi Soo menatap Do Jin yang dari tadi menatapnya, “Apa
anda mendengarkan pejelasanku tadi?” Do Jin mengangguk.
“Apa putra anda mempunyai minat khusus? Apa anda mengetahuinya?” tanya Yi Soo.
“Sepertinya dia bisa bermain gitar.” Do Jin menjawab pelan.
“Tentang impian dan harapan masa depannya. Apa anda pernah menanyakannya?”
“Kami belum... sedekat itu.” Do Jin menjawabnya lirih.
“Bagaimana dengan impian ayahnya? Apa kita juga belum terlalu dekat?” (what pertanyaan apa ini Bu guru?)
Yi Soo langsung kembali bersikap formal dan mengatakan kalau pertemuan ini sudah selesai dan Do Jin bisa pergi sekarang.
Do
Jin berada di dalam mobil yang masih terparkir di depan sekolah. Ia
memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh Yi Soo tadi. Yi Soo pun masih
duduk melamun di tempat ia mewawancarai wali murid tadi.
Malam
hari Colin berada di lapangan baseball bersama ketiga pamannya. Tae San
mengatakan kalau sebagai murid pindahan itu terlebih dahulu Colin perlu
membangun yang namanya karakter. Hanya dengan begitu masa sekolah Colin
bisa berjalan dengan lancar.
Jung Rok : “Apa kau tahu betapa menyeramkannya murid-murid SMA di Korea? ayahmu dan mereka ini ketika di SMA......”
Aish... Yoon menyela Jung Rok.
Jung Rok mengerti ia tak akan menceritakannya lebih jauh. Jung Rok
mengatakan walau bagaimana pun di Korea hanya usia yang penting artinya
yang tertua itu yang menang. “Kau harus menunjukan bahwa usiamu lebih
tua setahun.”
Yoon mengatakan kalau kedua
orang ini (Tae San dan Jung Rok) yang terbaik dalam melakukan kekerasan.
Tae San mengarahkan agar Colin langsung saja mengambil kesempatan jadi
Colin harus menyerang lebih dulu. “Kalau kau melakukannya kau akan
memiliki tingkat keberhasilan 50%.”
“Begitu
kau tiba di sekolah, tendang pintu kelas hingga terbuka lebar. Bwak...”
Tae San mencontohkan gerakannya, “Dengan begitu murid lain akan
memandangimu. Setelah itu kau harus berkata.....”
“Siapa
ketua kelas disini?” Jung Rok mencontohkan ekspresi yang harus Colin
kuasai. Tae San membenarkan seperti itu gayanya. Colin tak yakin
memangnya trik seperti itu masih berlaku di abad 21. Yoon menyahut kalau
trik ini akan berlaku selamanya.
Tae San kembali mengatakan kalau
setelah itu Colin harus mendominasi mereka tapi Colin tak harus
berkelahi. Tae San meminta Jung Rok memberi tahu Colin bagaimana
caranya.
Jung Rok memegang bahu Colin dan menatapnya, “Kali ini aku ingin lulus dengan tenang, jadi bantu aku!”
“Hanya
seperti itu!” sahut Tae San melentikan jarinya, “Dan juga mata!”
sambung Tae San, “Pastikan kau menakuti mereka.” Tae san menunjukan
tatapan mata yang harus Colin kuasai. Yoon juga memperagakan tatapan
mata sangarnya hehe.
Colin tersenyum senang
mendapatkan ilmu yang aneh dari ketiga pamannya. Yoon bertanya memangnya
kita boleh mengajarkan semua ini kepada Colin. Jung Rok berkata yang
namanya paman sejati akan selalu mengajarkan keburukan terlebih dahulu.
(haha) Ia memberi Colin semangat. Semangat ngasih cara ga bener ini mah.
Se
Ra pulang dari latihan golf. Yi Soo heran apa Se Ra latihan lagi. Se Ra
mengiyakan ia berfikir kalau ia itu berbakat tapi sepertinya hanya
keberuntungan. Ia banyak membuat kesalahan padahal ia hanya istirahat
selama beberapa hari.
Se Ra memberi tahu Yi Soo kalau
besok ada orang yang mau melihat-lihat rumah. Sebenarnya mereka sudah
datang hari ini tapi di rumah tak ada orang. Yi Soo ingin tahu apa Se ra
berencana menjual rumah secepat ini.
Se Ra merasa kalau mereka harus
segera mencari tempat baru. Ia bertanya apa Yi Soo sudah mulai mencari
rumah. Yi Soo bilang kalau ia baru melihat-lihat di internet, apartemen
yang dekat dengan sekolah. Yi Soo balik bertanya bagaimana dengan Se Ra
sendiri. Se Ra mengatakan kalau ia baru mencari sebuah kamar.
Yi Soo heran, “Apa one room?” Sera
meyakinkan kalau ia akan mencari sebuah kamar yang besar. Yi Soo tak
habis pikir kenapa Se Ra akan tinggal di tempat yang hanya memiliki satu
kamar. Se Ra tak mau mendengar omongan Yi Soo karena akhir-kahir ini ia
terus mendapatkan simpati setiap hari dan ia juga merasa mulai menjadi
sangat menyedihkan. Yi Soo ingin tahu apa itu sewa bulanan. Se Ra tak
peduli ia minta Yi Soo jangan membicarakan tentang rumah lagi lebih baik
bicarakan yang lain saja.
Yi
Soo mengatakan kalau ia akan menceritakan sesuatu yang menarik. Ia
memberi tahu kalau putra Kim Do Jin masuk ke kelasnya. Se Ra tentu saja
kaget mendengarnya. Yi Soo mengingatkan kalau Se Ra juga harus menjaga
ucapan.
Yi Soo mengatakan kalau ia bisa
menghindarinya tapi ia tak melakukannya. Se Ra ingin tahu apa alasan Yi
Soo tak menghindari pemuda itu. Yi Soo berkata meskipun ia putus dengan
Do Jin ia akan tetap bisa melihatnya. “Dia akan datang jika aku
memanggilnya. Karena dia.... adalah orang tua muridku.”
Se Ra : “Apa kalian sudah benar-benar putus?”
Yi Soo tak yakin tentang hal itu, “Dia tak mempertahankanku tapi dia juga tak tahu apa yang sedang dia lakukan.”
“Tentu saja dia tak bisa
mempertahankanmu.” Se Ra meminta Yi Soo berfikir seorang anak tiba-tiba
muncul di hadapan Yi Soo lalu menyampaikan pada Kim Do Jin, ‘tiba-tiba
aku mempunyai anak tapi dia bukan anakmu bukankah kita saling mencintai
jadi seharusnya ini bukan masalah’
Memangnya Yi Soo akan mengatakan
itu. Atau kalau tidak ‘aku akan memberikanmu waktu bisakah kau
memutuskan apakah kau ingin putus denganku?’ apa seperti itu? kalau ia
sendiri pun tak bisa mempertahankan. Ia tak akan tega.
Di
sekolah ditengah jam pelajaran Colin ke ruang UKS untuk menghindari
mengikuti jam pelajaran ternyata di ruang UKS sudah ada Dong Hyub yang
tiduran santai sambil memainkan ponsel.
Dong Hyub heran bagaimana bisa
seorang murid pindahan beradaptasi begitu cepat. Memangnya murid-murid
di Jepang juga pergi ke UKS ketika mereka bolos dari kelas.
Colin
duduk di ranjang sebelah Dong Hyub, ia mengatakan kalau selama di
Jepang ia tak pernah sekolah. Dong Hyub terhenyak kaget campur tak
percaya, mengagumkan kata Dong Hyub. Ia bertanya apa ibu Colin tak
menyuruh Colin sekolah. Colin menjawab tentu saja menyuruh sekolah
karena semua orang tua di dunia ini memiliki karakter yang sama.
Colin mengingatkan Dong Hyub
jangan bertanya apa-apa lagi tentangnya ia memang dilahirkan tapi
rahasia. Ia melihat apa yang dipegang Dong Hyub. (ga ngerti saya apa itu
maksudnya bursa saham kah dari indeks Nasdaq)
Dong
Hyub menyadari apa yang Colin lihat, ia bertanya apa Colin tahu seperti
apa dunia yang akan Colin hadapi dimasa depan. Apa tanya Colin.
Dong Hyub : “Di negara kita kalau kau orang miskin maka kau harus belajar.”
Colin tersenyum, “Memangnya kau rajin belajar?”
Dong Hyub : “Itu sebabnya aku tak mau rajin belajar, aku akan baik-baik saja kalau aku jadi orang kaya.”
Colin : “Lalu bagaimana kau bisa menjadi kaya?”
Dong Hyub : “Bukankah aku sedang mencari tahu sekarang?”
Dan
brak... tiba-tiba pintu ruang UKS terbuka. Yi Soo berdiri menatap marah
keduanya. “Terang-terangan bolos dari kelas? Apa kalian pikir ini
perguruan tinggi?”
Dong Hyub dan Colin langsung berdiri cemas karena persembunyian mereka ketahuan.
Yi Soo marah, “Kau belum lama
pindah ke sekolah ini tapi sudah membolos dari pelajaran. Dan kau
meminta maaf belum lama ini tapi kau sudah bolos dari pelajaran. Kau
tulis tiga lembar essai reflektif dan kau panggil orang tuamu.”
(Hukuman Dong Hyub menulis tugas sedangkan hukuman Colin orang tuanya dipanggil wih...)
inilah ekspresi kedua siswa bengal ketika mendapatkan hukuman hehe.
Yi
Soo pun duduk berhadapan dengan orang tua Colin yang tak lain adalah
Kim Do Jin. Awalnya Yi Soo bersikap formal. “Anak anda membolos dari
kelas dan dia baru tiga hari disini.”
“Aku juga datang kesini
‘membolos dari kelasku’.” ucap Do Jin pelan (apa artinya ia cepat-cepat
datang menemui Yi Soo dan meninggalkan pekerjaannya di kantor) “Kalau
kau menghubungi pada jam-jam seperti ini aku tak punya pilihan.”
Yi Soo : “Lalu kata kata ‘aku tak bisa’ ‘aku tak akan’ ‘aku tak ingin’. Tak bisakah kau mengatakan salah satunya?”
Do Jin berkata ini karena ia
penasaran tentang kemungkinan yang akan terjadi. Yi Soo menebak,
“Maksudmu, apa kau ingin bertemu denganku?” Do Jin tak menjawab, ia
hanya terus memandang Yi Soo.
Yi Soo pun memberikan saran lain
atas kasus dan hukuman Colin, “Meskipun aku belum pernah melakukan
sebelumnya. Tapi untukmu, aku akan melanggarnya dan meminta suap darimu.
Tempatnya, aku akan mengirim SMS. Tolong bawa ponselmu selalu
bersamamu!”
Yi Soo sedang membuat
pengecualian terhadap hukuman Colin. Ia akan menerima suap yang akan
diberikan Do Jin untuk menghapus hukuman Colin tapi tetap ia yang
menentukan apa suap-nya.
Do
Jin berjalan perlahan menuruni tangga sekolah menuju mobilnya. Tanpa
sengaja ia mendengar ibu-ibu guru menggunjingkan tentang Yi Soo.
Guru Park terkejut sampai-sampai
ia memuntahkan minuman yang tengah ia minum. “Benarkah? Apa dia itu
pria tampan yang bersama Guru Seo?”
“Ya kudengar dia adalah ayah anak itu,” sahut ibu guru yang lain. “Dia murid pindahan dari Jepang,”
Guru Park : “Apa ini? Sudah kubilang, sungguh aneh karena dia terlihat begitu sempurna. Apa dia bercerai?”
Si guru itu tak tahu karena ia
sendiri tak terlalu yakin. Guru Park berkata kalau ini keterlaluan, “Dia
selalu bicara tentang etika. Dia selalu bertingkah seolah-olah dia
sendiri beretika. Tapi pada akhirnya dia pacaran dengan pria beranak
satu? Ternyata pernikahan kedua.”
“Memangnya dia orang kaya?” tanya guru yang lain.
Guru
Park : “Tentu saja pasti orang kaya. Kalau tidak memangnya dia sudah
gila? Menghancurkan sisa hidupnya. Aigoo... Guru Seo dia benar-benar
tanpa pertimbangan.”
Do Jin mendengar yang
dibicarakan ibu-ibu guru ini dengan perasaan sedih dan terluka. Ia jelas
tak ingin Yi Soo dicap buruk oleh masyarakat karena menjalin hubungan
dengan pria beranak satu seperti dirinya.
Do Jin menerima SMS dari Yi Soo,
‘Suapnya akan kuterima akhir pekan ini. Hari sabtu pukul 14.00 jangan
membuat janji dengan orang lain’
Hari
dimana Yi Soo akan menerima suap dari Do Jin pun tiba. Ternyata Yi Soo
menyuruh Do Jin janjian disebuah tempat di tepi danau. Disana Yi Soo
sudah menyiapkan perlengkapan tamasya. Duduk di tikar dan juga makanan.
Do Jin menatapnya heran.
Yi Soo mengatakan kalau agenda
hari ini adalah tamasya. Ini adalah program yang sangat mendidik. Ia
menyuruh Do Jin untuk duduk. Tapi Do Jin tetap berdiri di tempatnya, ia
tak mengerti apa maksud semuanya ini.
“Silakan duduk ayah Colin!” Yi Soo kembali menyuruh dan kali ini Do Jin pun duduk di tikar yang sudah disiapkan Yi Soo.
Do Jin : “Sebagai lokasi untuk menerima suap, bukankah tempat ini terlalu terbuka?”
Yi
Soo : “Oh benar, Ayah Colin menyukai tempat-tempat tertutup. Lain kali
kita akan ke tempat seperti itu. Karena kau sudah datang lebih baik kita
makan saja.”
Yi Soo membuka bekal yang
dibawa. Ia menyerahkan sumpit pada Do Jin. Do Jin menerimanya
terheran-heran. “Aku tak memberikannya padamu agar kau bisa makan tapi
agar kau menyuapiku.” Ucap Yi Soo. Do Jin jelas terkejut jadi ini maksud
suap oleh Yi Soo.
Yi Soo mengatakan kalau ia
berjuang melawan rasa lelah untuk menyiapkan makanan ini pagi-pagi
sekali, “Seperti berjuang dalam peperangan agar kau bisa menyuapiku dan
kim Do Jin kau juga harus memakannya!” Do Jin diam saja ia hanya bisa
menunduk.
Melihat
Do Jin yang diam saja Yi Soo memberanikan diri bicara, “Kupikir aku
sangat menyukaimu Kim Do Jin. Aku masih menyukaimu, bahkan setelah
mengetahui bahwa kau ayah dari orang lain. Kupikir kalau aku membencimu
setelah pertemuan hari ini maka aku akan menghentikan sikap keras
kepalaku. Kalau aku merasa kesal setelah bertemu denganmu besok maka aku
akan berhenti bersikeras. Tapi setiap aku melihatmu, aku menyerah.
Lututku lemas dan jantungku berdegup kencang. Aku lelah berusaha menahan
air mataku. Dengan situasi seperti ini, bagaimana mungkin kita putus?”
Do Jin mengatakan kalau yang Yi Soo
ucapkan itu bukan pilihan yang benar. Yi Soo menyahut kalau Do Jin tak
pantas memberinya saran. Ia tahu Do Jin bersikap seperti ini karena Do
Jin takut dianggap tak tahu malu. “Tapi kau mencintaiku!” Kata Yi Soo.
“Karena aku mencintaimu haruskah aku
mempertahankanmu? Karena aku mencintaimu haruskah aku terus
mengganggumu? Orang-orang bahkan putus tanpa alasan yang jelas. Tapi
kita,....” Do Jin tak melanjutkannya. “Wanita sepertimu, tak ada alasan
bagimu untuk tetap berjalan di jalan yang mematikan ini.”
Yi Soo : “Kubilang aku ingin melalui jalan ini. Yang harus kulakukan hanyalah berdiri di ujung jalan itu.”
Do Jin : “Sebenarnya apa yang kau pikirkan?”
Yi
Soo secepat kilat langsung memeluk dan membuat Do Jin diam tertegun.
“Ini tidak terdengar seperti detak jantungku.” Kata Yi Soo. Kemudian ia
melepas pelukannya, Do Jin masih terdiam.
Yi Soo : “Kalau kau tak mau mengakuinya anggap saja itu detak jantungku, ayo makan!”
Yi
Soo memakan bekalnya sendiri Do Jin terus memperhatikannya dengan
tatapan sedih. Yi Soo makan dengan isak tangis yang sesenggukan. Do Jin
memandangnya penuh kesedihan.
Do
Jin mengantar Yi Soo pulang. Sepertinya Do Jin akan langsung pulang
tapi Yi Soo menyuruhnya masuk ke kamar. Yi Soo langsung merebahkan
tubuhnya ke tempat tidur. Do Jin hanya berdiri melihatnya.
Sambil tiduran Yi Soo menyuruh
Do Jin menepuk-nepuk dirinya hingga tertidur. “Aku menginginkanmu
membelai rambutku sampai aku botak. Tak bisakah kau lihat, aku sudah
berusaha keras. Aku sudah melakukan semua ini. Meskipun kau tak bisa
melakukannya, setidaknya ikutilah aku. Sejak kita putus aku tak bisa
tidur nyenyak. Karena itu, tepuk-tepuklah aku hingga aku tertidur.
Kumohon!”
Do
Jin pun duduk di sebelah Yi Soo yang terbaring lemah. Yi Soo memejamkan
matanya. Do Jin mulai membelai rambut Yi Soo lembut dan menatapnya
penuh kesedihan. Tanpa terasa air mata Yi Soo pun menetes. Do Jin
melihatnya dan hatinya semakin terluka.
Do
Jin keluar dari rumah Yi Soo dan menyendiri di mobilnya. Ia tak segera
pulang, sepertinya ia menimbang-nimbang keputusan apa yang harus
diambilnya.
Tiba-tiba pandangan Do Jin
terarah ke depan arah pandangnya. Ia melihat dua orang pria turun dari
mobil. Kedua pria itu sudah pernah ia lihat sebelumnya ketika ia
mengikuti Yi Soo di sebuah kafe. Dua pria anak tiri Ibu Yi Soo.
Dan
Yi Soo pun menemui kedua pria ini di sebuah kafe. Yi Soo heran kenapa
keduanya datang ke rumah. Mereka bilang kalau Yi Soo masih seperti ini
bisa jadi keduanya akan menemui Yi Soo di sekolah.
Mereka
mengingatkan bukankah mereka sudah meminta Yi Soo membawa stempel dan
kartu identitas. Yi Soo jelas tak mau untuk apa ia melakukannya. Mereka
kesal meminta Yi Soo jangan membuang waktu, “Bagaimanapun juga wanita
itu sudah tinggal di rumah kami lebih dari 10 tahun. Kami juga tahu apa
yang pantas baginya.”
“24 tahun,” Yi Soo meralat. “Dia tinggal dengan keluarga kalian selama 24 tahun, wanita yang kalian bicarakan itu.”
Yi
Soo menelepon ibunya. Ia bertanya sebenarnya berapa banyak uang yang
ibunya dapatkan dari warisan itu. Berapa besar sampai menyebabkan semua
ini. Kedua kakak beradik ini menilai Yi Soo sudah gila melapor pada ibu
seperti itu.
Yi Soo kesal bukankah ibunya
sudah mengabaikannya dan tinggal di rumah itu selama 24 tahun. Tak
bisakah ibunya mendapatkan uang itu secara terbuka. Kenapa ibunya harus
hidup seperti ini. Ia menilai ini sudah keterlaluan, walaupun ia tak
tahu berapa nilai harta mereka tapi ambilah sebanyak mungkin yang ibunya
bisa.
Si adik marah dan merebut ponsel
Yi Soo kemudian melemparkannya ke arah Yi Soo. Ia meminta Yi Soo
berhenti menggunakan trik kotor seperti ini. “Hei, ibumu sudah merawat
ayah kami sejak dulu. Kami akan memberinya sejumlah uang yang tidak akan
mengecewakannya.”
Mereka menunjukkan surat pernyataan
yang harus ditanda tangani Yi Soo dan mereka tak akan menuntut apa-apa
lagi. Isi surat itu agar ibu Yi Soo meninggalkan rumah ayah mereka untuk
selama-lamanya.
Yi
Soo kesal kenapa ia harus menyelesaikan urusan ini dengan keduanya.
Bukankah ini masalah ibunya. Mereka bilang kalau Yi Soo memiliki
hubungan darah dengan ibu Yi Soo. Kalau Yi Soo mengatakan bahwa Yi Soo
menerima uang dan menyegel dokumennnya apa Yi Soo pikir dia akan
bertahan sampai akhir. “Kalau dia tetap bertahan apakah dia masih
manusia? Dia adalah pengemis.”
“Apa kau bilang?” Yi Soo membentak marah.
Si adik ini juga marah ia sudah
kesal dan seperti akan memukul Yi Soo. “Memangnya ada orang yang merasa
senang setelah membuang-buang uang? Kami sudah bersikap baik. Apa kau
pikir kami bercanda?”
Yi Soo berdiri kesal. Mereka
mengingatkan agar Yi Soo jangan coba-coba melarikan diri karena ia akan
mencari Yi Soo ke rumah dan ke sekolah. Yi Soo menahan kesal dan berkata
kalau ia tak akan melarikan diri.
Yi Soo berada di toilet menangis sesenggukan.
Yi
Soo kembali ke tempat dimana dua kakak beradik ini berada. Ada yang
aneh ketika ia kembali. Ada pecahan gelas yang berserakan di lantai
dekat tempat duduk kedua kakak beradik ini dan ia melihat keduanya
tampak gelisah.
Melihat
Yi Soo kembali dari toilet kakak beradik ini langsung berdiri dan
berkata kalau tentang masalah sebelumnya anggap saja tak pernah terjadi
dan Yi Soo jangan marah. Yi Soo tentu saja merasa heran sekaligus
bingung karena keduanya tiba-tiba berubah sikap seperti ini. Kedua pun
segera pamit.
Yi Soo mengambil tas dan
ponselnya. Ia juga akan meninggalkan kafe, tapi kasir disana memanggil
Yi Soo meminta Yi Soo membayar tagihannya. Yi Soo bertanya berapa
semuanya. Kasir mengatakan kalau semuanya 228rb won. Yi Soo jelas kaget
kenapa semahal itu.
Kasir
mengatakan kalau itu biaya 3 cangkir kopi dan 3 set cangkir kopi yang
pecah dan juga termasuk biaya untuk membersihkan kursi. Yi Soo jelas tak
mengerti apa maksudnya kenapa ia harus membayar itu.
Kasir mendesah kesal dan mengatakan
kalau kakak-kakak Yi Soo baru saja mengacaukan tempat ini. Yi Soo makin
bingung, kakak-kakaknya. Kasir kembali mendesah kesal. Ia sadar kalau Yi
Soo pasti bersikap seperti ini jadi ia sudah merekam semuanya dan ia
pun menunjukan rekaman itu pada Yi Soo.
Disana
terekam keempat ahjussi datang dan Tae San mengumpat dengan ciri khas
sumpah serapahnya terhadap kedua kakak beradik anak tiri ibu Yi Soo. Yi
Soo meminjam ponsel sebentar ia ingin melihatnya lebih jelas.
Flash Back
Yi
Soo meninggalkan tempat duduknya menuju toilet. Setelah ia pergi Do
Jin, Tae San, Yoon dan Jung Rok masuk. Do Jin langsung duduk di depan
dua kakak beradik ini. Keduanya menatap empat orang yang baru datang ini
terheran-heran.
Si kakak bertanya siapa mereka
berempat ini. Do Jin mengatakan kalau ia melihat semuanya dari luar,
“Kalian merampas ponselnya ketika dia sedang berbicara dan melemparkan
ke arahnya. Kau pelakukanya!” kata Do Jin menatap si adik.
“Siapa kalian?” tanya keduanya.
“Kami? Kami adalah kakak-kakak dari Seo Yi Soo yang tadi duduk disini.” Jelas Do Jin.
Tae
San duduk di sebelah Do Jin. Do Jin mengenalkan Tae San pada keduanya,
“Kakak yang satu ini bisa mengumpat lebih baik daripada siapapun.”
“Dasar
kalian bayi anjing betina, beraninya menggunakan kekerasan pada wanita.
Keterlaluan #$@%&.” kata Tae San sambil menunjukkan
pukulan-pukulannya, “Aku benar-benar ingin %$#@*&. Kalian aku ingin
*&%$#@. Apa kalian mengerti, aku Im Tae San.”
Kedua kakak beradik ini jelas kaget bukan main dan langsung mengkerut.
Jung Rok duduk di sebelah Tae San. Do Jin mengenalkannya, “Kakak yang ini memiliki uang lebih banyak dari siapapun.”
Jung Rok melepas kaca matanya, “Aku seorang pemeras profesional. Namaku Lee Jung Rok.”
Yoon
duduk di sebelah Do Jin dan Do Jin pun mengenalkannya, “Kakak yang ini
tak peduli bagaimana pun parahnya kekacauan yang kami buat. Dia selalu
bisa menggunakan hukum untuk menyelesaikan masalah kami.”
“Biro hukum Myung Yu, aku pengacara Choi Yoon.” kata Yoon sambil menunjukan kartu namanya.
“Dan aku... adalah kakak yang mencintai Seo Yi Soo.”
Do Jin menebak kalau Yi Soo
kelihatannya tak memberi tahu kakak beradik ini kalau Yi Soo memiliki
mereka berempat. Itu karena Yi Soo takut kedua kakak adik ini akan
terluka. Tae San menyahut kalau dilihat dari gaya mereka berdua
sepertinya mereka menyatakan kalau mereka ingin umur yang panjang.
Kedua kakak beradik ini panik, “Apa? Apa sebenarnya yang kalian inginkan?”
Do Jin : “Jangan pernah mengganggu Seo Yi Soo lagi. Kalau ada masalah bicara saja dengan pengacaranya!”
Si adik tersenyum meremehkan, “Gadis busuk itu sudah menaklukan pria menggunakan wajahnya.”
Mereka berempat menahan kesal dan brak... secara bersamaan keempatnya menendang meja dan membentur lutut kakak beradik ini.
Keduanya meringis kesakitan memegangi lutut mereka.
Do Jin : “Kuperingatkan kalian,
kalau kalian berani mencarinya lagi atau mengajaknya keluar masalahnya
tidak akan diselesaikan secara beradab. Baik secara fisik, keuangan,
hukum maupun pribadi. Kami bisa melakukan semuanya.”
Flash Back End
Yi Soo jelas kaget campur terharu. Ia
mengulang rekaman dimana Do Jin mengatakan kalau dia adalah kakak yang
mencintai Seo Yi Soo. Ia bergegas keluar mencari mereka berempat siapa
tahu masih belum jauh tapi ia tak melihat salah satunya.
Di
rumah Tae San. Do Jin dan Jung Rok membantu menyiapkan makanan untuk
peringatan meninggalnya Jung Ah. Jung Rok tanya apa masakannya perlu
ditambahkan bawang putih. Tae San menyahut kalau makanan untuk sesajen
ini jangan menambahkan bawang putih dan cabai. Bukankah ia sudah
mengatakannya beberapa kali. Ia heran dengan taraf kecerdasan Jung Rok
yang seperti itu kenapa bisa Jung Rok berkali-kali menghilang seharian.
Jung Rok menyahut kalau itu pesonanya.
Yoon
baru tiba dan mendengar ketiga temannya membicarakan makanan kesukaan
Jung Ah. Ia terharu ketiga temannya begitu peduli terhadap mendiang
istrinya.
Mereka
berempat di apartemen ibu mertua Yoon menyiapkan sesaji yang mereka
buat tadi. Ibu mertua Yoon mengingatkan bukankah ia sudah bilang kalau
keempatnya tak perlu repot-repot seperti ini.
Tae San : “Ibu mertua kami ini bukan orang luar. Jung Ah adalah orang yang sangat berarti bagi kami.”
Do
Jin bertanya bagaimana keadaan ibu. Ibu mengatakan kalau ia baik-baik
saja. Ibu mengingat lagi agar ketiga teman Yoon ini membujuk Yoon. Jung
Rok berkata kalau Yoon tak akan mendengarkan apa yang mereka katakan.
Yoon diam saja meneruskan menyiapkan semuanya.
Ibu mengatakan kalau ini sudah
cukup dan tahun ini adalah untuk yang terakhir kalinya. “Kalau kalian
melakukannya lagi aku akan melakukan persembahan di klenteng saja.” Ia
bertanya memangnya tak ada wanita yang menyukai menantunya ini. Ia
berharap ketiga teman Yoon ini mencarikan satu untuk Yoon. Mereka
terdiam.
Yoon menyahut mana mungkin tak ada, apa ibu mertuanya ini tak tahu betapa terkenal dirinya.
Meari
mengunjungi rumah abu Jung Ah. (disana tertulis Jung Ah lahir 1
Desember 1972 dan meninggal 12 Juli 2008, berarti 4 tahun yang lalu)
Meari meletakan karangan bunga.
“Kakak, sudah lama tak bertemu,” ucap Meari. “Aku ingin kakak dan Kak
yoon menghabiskan waktu bersama-sama kemarin. Itu sebabnya aku baru
datang hari ini.”
Tatapan
Meari mulai sedih, “Sejujurnya aku merasa sangat bersalah berdiri
seperti ini di depanmu. Karena itulah aku tak berani mengunjungimu. Tapi
ada yang harus kusampaikan hari ini.”
Air mata Meari mulai menetes,
“Walaupun aku tahu aku tak pantas menyampaikannya tapi.. tak bisakah
kakak mengijinkanku menyukai Kak yoon? tak bisakah Kakak membiarkan, Kak
yoon menyukaiku juga? Aku benar-benar minta maaf, Kak. Aku sangat
menyukai Kak yoon. Aku benar-benar minta maaf.”
Tangis
Meari semakin menjadi, ia terduduk di depan rumah abu Jung Ah. Ternyata
tak jauh dari sana Do Jin, Jung Rok, Yoon dan Tae San melihat sekaligus
mendengar apa yang dikatakan Meari.
Do
Jin dan Jung Rok menoleh ke Tae San dan Yoon yang tampak terdiam. Yoon
jelas sedih mendengar apa yang disampaikan Meari kepada mendiang
istrinya. Tae San diam saja, tak tahu harus berbuat apa.
Do
Jin dan Jung Rok berada di Mango Six. Jung Rok mengusulkan kalau
keduanya harus mengadakan voting. Ia heran kenapa tak pernah ada hari
yang tenang. Do Jin sendiri juga heran bukankah ia sudah berkali-kali
mengatakan pada Jung Rok kalau Jung Rok tak pantas mengatakan itu.
Jung
Rok : “Dari dulu aku selalu begini yang jadi masalah adalah kalian yang
tiba-tiba berubah menjadi seperti ini. Bagaimana kalau Tae San dan Yoon
bener-benar berhenti bersahabat? Apa yang harus kita lakukan?”
Do Jin : “Tae San dan aku adalah rekan bisnis. Aku dan Yoon tinggal serumah. Apa yang harus kulakukan?”
Jung Rok : “Apa maksudmu? Kita
bantu saja pegawai kita masing-masing. Aku akan berada di pihak Meari.
Aku lebih suka mendukung pegawaiku.”
Do Jin : “Aku akan mendukung Yoon yang menolak Meari. Dia sama bodohnya denganku. Aku lebih suka mendukung yang bodoh.”
Yoon di depan rumah abu istrinya. Tatapannya jelas memancarkan kesedihan dan kebimbangan.
Sementara Tae San mondar-mandir di kamarnya bingung apa yang harus diperbuatnya terhadap Meari.
Do
Jin kembali ke apartemannya. Di depan gedung apartemen ia berpapasan
dengan Yi Soo yang sudah menunggunya. Yi Soo berdiri memandangnya sambil
membawa kotak hadiah.
Do Jin bertanya apa Yi Soo
sedang menunggunya. Yi Soo menjawab pendek ya. Do Jin bertanya lagi apa
Yi Soo menunggunya sudah lama. Yi Soo kembali menjawab ya, karena itu ia
meminta Do Jin berhenti bersikap angkuh.
Yi Soo membuka kotak hadiahnya. Oh.. God sepasang sepatu pria.
Yi
Soo jongkok meletakkan sepatu itu di bawah. Do Jin terkejut tak
menyangka melihatnya ini sama persis seperti yang pernah ia lakukan pada
Yi Soo dulu.
Yi Soo menatap Do Jin, “Kalau kau datang menemuiku, pakailah ini!”
Yi Soo berdiri sambil terus menatap Do Jin, “Ketika cuaca cerah berdandanlah yang tampan.” sambung Yi Soo sambil tersenyum.
Bersambung ke episode 17
Tidak ada komentar :
Posting Komentar