Jong-dae tengah berdiri di depan gedung kantor
Seung-hee, dia mengirim pesan pada Seung-hee kalau dia sedang menunggu
Seung-hee. Kalau Seung-hee selesai segeralah keluar.
Jong-dae yang sedang menunggu Seung-hee berbalik
karena melihat Seung-hee sedang keluar dari kantor. Jong-dae hendak memanggil
Seung-hee namun terhenti ketika melihat seorang pria berjalan di belakang
Seung-hee dan mereka bercakap akrab.
Mereka berdua pun makan, namun keduanya memang tak
dalam mood yang baik. Seung-hee menyuruh untuk menelfon dulu kalau mau datang,
tapi Jong-dae bertanya apa Seung-hee ada acara dengan pria lain. Seung-hee jadi
nyolot, dia mengatakan kalau dia sedang ada program dengan produser tadi dan
akan mendiskusikannya. Jong-dae sinis, meminta maaf karena telah menemui
Seung-hee padahal Seung-hee sedang sibuk.
Mereka berdua pun sama-sama kesal.
“Saat kita awal kencan, kau belajar di hukum. Dan
aku selama sepuluh tahun hanya mendukungmu.” Seung-hee kesal. Jong-dae kesal
tapi mencoba menahannya dan mengajak untuk berhenti dengan percekcokan mereka.
~~~
Jong-dae terlihat bahagia bertemu dengan Seung-hee
yang hari ini tampak berbeda dari biasanya. Dandan dan juga memakai heels.
Namun berbeda dengan Seung-hee yang tampaknya tak sebahagia Jong-dae. Dia
mengatakan kalau dia akan pergi menemui produser drama yang kemarin. Jong-dae
tanya apakah meetingnya akan jauh.
“Sepertinya Provinsi Gangwon.” Ucap Seung-hee.
Jong-dae agak terkejut, karena mereka hanya
berdua. Seung-hee langsung kesal, apa kau mencurigaiku?
Jong-dae tanya apakah dia harus memahami Seung-hee
untuk pergi dengan pria lain dan itu hanya berdua. Seung-hee beralasan kalau
mereka pergi juga karena urusan bisnis dan lagi nanti akan ada staff lain yang
akan bergabung dengan mereka. “Kalau kau ingin bergabung, kau juga boleh ikut.”
Jong-dae tak bisa karena dia harus belajar untuk ujian.
“Kau tak pernah bekerja sebelumnya,”
Jong-dae kesal dikatai kalau dia belum pernah
bekerja, dia menyuruh untuk berhenti. “Berhentilah. Ini cukup.”
Seung-hee mengernyit, dan mengartikan perkataan
Jong-dae sebagai ucapan untuk putus. “Baiklah.. Ayo putus.”
Jong-dae terkejut, dia heran bagaimana Seung-hee
bisa mengatakan hal seperti itu dengan begitu mudah dan lagi nanti dia akan
ujian tahap kedua. Tapi Seung-hee tak perduli, lalu apa yang harus aku lakukan?
Jong-dae memohon untuk putus setelah ujian
berakhir namun Seung-hee makin geram karena Jong-dae hanya memikirkan dirinya
sendiri.
Ponsel Seung-hee berdering, dia yang tadinya marah
langsung berubah sikap dan berucap dengan sangat halus pada produser. Ini cukup
membuat Jong-dae kesal dibuatnya, apalagi Seung-hee akan segera beranjak pergi
untuk menandatangani kontrak programnya.
Jong-dae menahan tangan Seung-hee yang akan pergi,
bagaimana bisa kau pergi di tengah percakapan kita. Seung-hee seolah tak
perduli, dia menyuruh untuk berbicara lain waktu. Seung-hee pun pergi dan
menghempaskan tangan Jong-dae.
Jong-dae berjalan didepan sebuah cafe, dia
terkejut melihat pemandangan yang tak mengenakkan hati. Seung-hee yang tengah
berbincang dengan pria lain padahal tadi mereka sedang bertengkar. Seketika
darah Jong-dae naik ke ubun ubun, dia pun menghampiri dan menarik tangan
Seung-hee.
Pria tadi bertanya siapa Jong-dae. Jong-dae yang
termakan emosi langsung menarik kerah baju pria tadi namun dengan mudah pria
itu langsung menekuk lengan Jong-dae. dan membuatnya tertunduk di lantai.
Jelas ini membuat Jong-dae malu, dia kontan
berjalan pergi meninggalkan Seung-hee.
Dalam jalannya, dia teringat bagaimana masa masa
mereka menjalani hari bahagia mereka. Jong-dae teringat akan janji Seung-hee.
“Aku akan
memperlakukanmu dengan baik sampai dengan ujian tahap dua tahun depan. Aku tak
akan mengganggumu karena aku merindukanmu. Dan aku akan menghiburmu ketika ada
masa sulit.”
Jong-dae berjalan tanpa menoleh meskipun Seung-hee
memanggilnya. Dan terjadilah jatuhnya Seung-hee di eskalator.
~~~
Jong-dae berjalan tanpa arah dan tujuan. Namun
pada akhirnya, langkah kaki Jong-dae menuju ke apartement Seung-hee. Dia
mencoba menghubungi Seung-hee namun ponselnya mati, Jong-dae tak kesal.
Dari arah gedung, Seon-joo tampak berjalan keluar.
Jong-dae langsung canggung dibuatnya. Seon-joo tanya apakah Jong-dae tengah
menunggu Seung-hee. Jong-dae membenarkan.
“Seung-hee....”
“Ya.. apa yang terjadi dengan Seung-hee?” Tanya
Jong-dae kepo.
Seon-joo teringat pesan Seung-hee saat dirumah
sakit, Seung-hee menyuruh untuk memberitahu Jong-dae kalau ponselnya rusak jadi
tak bisa menghubungi Jong-dae.
Namun Seon-joo tak mengatakan pesan Seung-hee, dia
malah memberitahu kalau Seung-hee tak akan pulang malam ini.
Mendengar pesan yang disampaikan Seon-joo itu
membuat pikiran Jong-dae semakin tak karuan. Mungkin kalau aku jadi dia, aku
bakal mikir kalau Seung-hee bermalam dengan yang tadi siang.
Jong-dae duduk terpekur di bangku taman, dia
memikirkan kemungkinan kalau Seung-hee malam ini tengah bersama pria tadi
disebuah ruangan dan Seung-hee mulai membuka satu persatu kancing baju si pria.
Dan...
Jong-dae mencoba menghilangkan pikiran
neglanturnya itu, tapi sepertinya tak mungkin.
Jong-dae bermain ayunan di taman, dia mencoba
menghibur diri dengan mengatakan kalau Seung-hee pasti akan datang. Akan
datang. Namun setelah beberapa lama, Jong-dae merubah ucapannya menjadi umpatan
untuk Seung. Dasar wanita nakal.
Pagi menjelang, namun Seung-hee tak kunjung
pulang. Jong-dae semakin sedih.
“Aku
menunggu untuk waktu yang lama untuk hal bodoh. Dan kenyataanya, aku hanyalah
barang tak berguna untuk Seung-hee. Ini adalah cinta monyet tapi aku sadar
telah putus dengan penuh luka. Aku memang benar benar mencintai Seung-hee dari
lubuk hatiku yang terdalam. Ayo kita berpisah karena aku mencintaimu. Ya karena
ini kesempatan terakhir yang ku punya untuk terlihat keren.”
Jong-dae pun berjalan meninggalkan gedung
apartemen Seung-hee dan bersamaan dengan itu pula dia memutuskan untuk
meninggalkan Seung-hee.
~~~
Hyo-sang dan Gwang-pal mendengar cerita Jong-dae
dan mengumpat akan Seung-hee yang ternyata bukanlah wanita yang baik. Mereka
tak habis pikir.
Hari berlalu, Jong-dae Hyo-sang dan Gwang-pal
merayakan akan putusnya Seung-hee dan Jong-dae.
“Benar, ini sangat mengganggu sebelumnya.” Ucap
Jong-dae.
“Kerja bagus. Disini banyak gadis muda.” Ucap
Hyo-sang.
Entahlah, hari berlanjut kembali. Jong-dae cs
merasa sedih karena sepertinya Jong-dae masih belum bisa melupakan Seung-hee,
sedang pesta kemaren hanyalah sebagai pelarian atas kehilangannya akan
Seung-hee. Gwang-pal sekarang malah berada dipihak Seung-hee. Dia yakin kalau
Seung-hee tak menghubungi Jong-dae karena malu. Oleh karena itu, Jong-dae harus
menelfon lebih dulu. Gwang-pal pun mencoba menghubungi Seung-hee, tapi.....
nomornya sudah tak aktiv.
Gwang-pal kembali kesal dan mengupat Seung-hee.
Gwang-pal menyuruh untuk melupakan Seung-hee tapi Jong-dae malah menangis
kesal.
~~~
Jong-dae tengah duduk didepan sebuah rice cooker,
Nasi
dengan taoge segar, suara mesin rice cooker dengan suara
perempuan.
“Aku suka nasi denga taoge segar.” Ucap Jong-dae
pada rice cooker tadi. Jong-dae terus terus membalas suara mesin rice cooker
yang ia pencet. Gwang-pal yang melihat itu merasa heran.
Hyo-sang dan Gwang-pal memperhatikan Jong-dae yang
tengah berbicara dengan rice cooker lagi. Ternyata kebiasaan Jong-dae ini sudah
berlangsung satu bulan. Hyo-sang tanya pada Gwang-pal, apa Seung-hee masih
belum bisa dihubungi.
Gwang-pal mengatakan kalau Seung-hee sudah bisa
dihubungi pasti Jong-dae tak akan seperti itu.
Jong-dae yang tengah diperhatikan kesal dengan
rice cookernya, “Kau pembohong.!”
Jong-dae pun membanting rice cooker itu, Gwang-pal
yang melihat kelakuan temannya benar-benar tak tahan lagi, bagaimana mungkin
rice cooker bisa berbohong. Gwang-pal hendak melabrak Jong-dae namun di tahan
Hyo-sang. Mereka berdua sama sama sedih melihat teman mereka.
Tak terkecuali mereka, Jong-dae pun menangis sedih
dengan keadaanya.
“Setelah aku
putus dengan Seung-hee, aku tak lagi ingin percaya dengan perkataan wanita.
Meskipun itu dari sebuah rice cooker.”
~~~
Ibu dan ayah Jong-dae tengah sibuk mengolah
tteobboki mereka, dalam hati ibu berbicara kalau di tempat inilah dia setiap
hari akan melihat wajah suaminya. Dari raut ibu tampak guratan kecemasan,
sedang ayah masih bersikap ceria seperti biasa.
Kemudian dua orang bibi datang dengan bunga di
tangan mereka, “Selamat Ja Ok.”
Kedua bibi sudah duduk di kursi mereka, mereka
melihat tembok warung makan Ja Ok tak di cat sehingga penuh bekas coretan. Si
ibu dengan merendahkan mengatakan kalau Ja Ok mendapatkan toko itu dengan harga
murah karena bekas perusahaan bangkrut.
Ayah menghidangkan minum tapi dengan gelas
plastik, bibi itu minta gelas kertas tapi ibu menolak dan menyuruh mereka untuk
makan saja. Bibi mengungkit tentang masalah Jong-dae yang lulus ujian. Ibu
membenarkan. Kedua bibi tau kalau Jong-dae hanya lulus di putaran pertama tapi
apalah artinya lulus seribu kali putaran pertama kalau tak lulus putaran kedua.
Ibu membela Jong-dae, walaupun begitu tak mudah untuk lulus putaran pertama.
Ibu menganggap kalau mereka berdua hanya iri pada Jong-dae’nya.
Tepat saat itu, Jong-dae datang dengan penampilan
yang kucel and the kumel. Ini membuat kedua bibi mengernyit. Ibu yang tak ingin
mendapat banyak pertanyaan langsung mendekati Jong-dae.
“Kau pasti sangat keras dalam belajar hingga tak
sempat untuk mandi, oh Jong-dae. o iya bukannya kau akan pergi ke dokter herbal
bersama dengan ayahmu?” ibu mengedipkan mata pada ayah.
Ayah yang tadinya tak mengerti langsung
membenarkan ucapan ibu tersebut dan mengajak Jong-dae pergi.
Ayah berjalan bersama dengan Jong-dae, ayah
menyuruh Jong-dae untuk jangan menunduk hanya karena tidak lulus ujian. Karena
ujian bukan jalan satu satunya dan ayah juga meminta maaf karena telah menyuruh
Jong-dae mengambil ujian itu. Jong-dae mengatakan kalau itu bukan salah ayah,
Ayah tau kalau Jong-dae sudah melakukan yang
terbaik. Ayah pun pergi meninggalkan Jong-dae. Dan seperti biasa, ucapan ucapan
pendek ayahlah yang mampu membuat Jong-dae sadar akan apa yang dilakukannya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar